Tinta Media: Masalah
Tampilkan postingan dengan label Masalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masalah. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2024

Sebagai Solusi Masalah Kehidupan, HAM Tak Berdaya


Tinta Media - Widya Adiwena selaku Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia menyatakan bahwa hukum di Indonesia makin lemah karena kriminalisasi yang sering terjadi, terutama terhadap peserta aksi unjuk rasa. 

Laporan tahunan HAM Global Amnesty mencatat empat isu di Indonesia yang melemahkan nilai-nilai hukum, seperti pelanggaran hak warga sipil dalam konflik bersenjata, penolakan terhadap keadilan berbasis gender, dampak ekonomi perubahan iklim terhadap kelompok masyarakat tertentu (termasuk masyarakat adat), dan ancaman teknologi baru terhadap hak-hak rakyat Indonesia. (idntimes.com, 26/04/2024)

Jika di teliti lebih dalam tentang isu di Indonesia yang melemahkan nilai-nilai hukum, maka dapat dilihat bahwa akar masalahnya adalah penyelesaian yang hanya bersifat sementara sehingga tidak selesai secara tuntas. Hal tersebut jelas menimbulkan masalah baru.

Contoh-contoh, prinsip HAM adalah untuk melindungi dan menghormati hak-hak dasar setiap individu tanpa diskriminasi apa pun berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan, martabat, dan kesetaraan. Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pada hakikatnya HAM muncul karena keinsafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaan, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman (tirani) yang hampir melanda seluruh umat manusia. 

Namun faktanya, adanya HAM banyak dilanggar oleh manusia itu sendiri dengan faktor yang mendorong terjadinya pelanggaran HAM, yakni sikap tidak tanggung jawab, rendah toleransi, kurangnya kesadaran HAM, minimnya empati, kondisi psikologis, sikap egois, dan sebagainya. 

Apabila ditelusuri mengapa adanya HAM tetap saja tidak bisa melindungi manusia dari diskriminasi dan penindasan, ternyata hal itu terjadi karena prinsip HAM didasarkan pada liberalisme—atau kebebasan—sehingga ada dua standar yang digunakan di dalamnya.

Misalnya, jika yang melakukan kekerasan adalah Amerika Serikat dan sekutunya, tindakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM. Sebaliknya, jika yang melakukan kekerasan adalah musuh AS, seperti kelompok Islam, tindakan tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran HAM. 

Wajarlah ide HAM menjadi absurd dan bermuka dua karena berasal dari sekularisme yang mendewakan kebebasan berperilaku.

Oleh karena itu, konsep ini sejak awal bertentangan dengan Islam. HAM adalah hasil dari sekularisme yang bertentangan dengan akidah Islam. Bagi seorang muslim, hak asasi manusia adalah prinsip yang salah karena memberi orang kebebasan untuk berbuat apa pun tanpa aturan agama.

Sementara itu, manusia memiliki sifat yang lemah, yakni tidak tahu hakikat benar dan salah sehingga tidak bisa membuat aturan yang sahih untuk mengatur interaksi manusia. Sehingga, saat manusia memiliki kesempatan untuk membuat aturan, mereka akan membuat aturan yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan kelompoknya.

Dengan demikian, penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari akan bertentangan dengan kepentingan orang lain. Semua orang mengutamakan hak mereka daripada hak orang lain. Oleh karena itu, masalah tidak kunjung selesai, bahkan tetap menimbulkan ancaman untuk masa depan. 

Baik individu maupun kelompok akan saling dendam, yang dapat menyebabkan serangan. Ini karena setiap pihak terus menuntut hak-haknya, dan terjadi konflik yang berkelanjutan. 

Selain itu, terbukti bahwa HAM berfungsi sebagai alat penghinaan Barat terhadap negara muslim yang dianggap menentangnya. Oleh karena itu, hak asasi manusia (HAM) digunakan ketika dianggap menguntungkan Barat, dan diabaikan ketika dianggap merugikan Barat. 

Selain itu, telah terbukti bahwa hak asasi manusia membantu melakukan hal-hal yang salah atas nama kebebasan. Contohnya adalah kelompok orang yang menyukai sesama jenis. 

Berbeda dengan Islam, hukum dasar semua perbuatan terikat dengan hukum syara', sehingga segala sesuatu memiliki standar yang sama, yaitu syariat. Syariat akan menentukan hukum dalam kasus kekerasan, bukan berdasarkan nafsu manusia. 

Hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, dan kesehatan, akan dipenuhi dengan penerapan Islam kafah. 

Dengan demikian, maqasid syariah akan terwujud, sehingga manusia dapat hidup dengan aman dan terpenuhinya semua kebutuhan. 

Sejarah peradaban Islam telah menunjukkan bahwa hidup tenang hanya di bawah sistem Islam. Bahkan, menurut sejarawan Barat terkenal Will Durrant (1885–1981),

"Agama (Ideologi) Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan Spanyol. Betapa indahnya sistem Islam dengan balutan khilafah Islamiyah apabila diaplikasikan sekarang di dalam kehidupan umat manusia. Karena hanya sistem Islam yang sesuai dengan fitrah manusia dan bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. 

Maka, sudah saatnya kita sadar bahwasannya setiap problematika manusia tidak selesai dikarenakan HAM. Namun, sudah saatnya untuk kita kembali kepada sistem Islam kafah. Wallahu A'lam



Oleh: Naura Azla Gunawan 
(Aktivis Muslimah dan Mahasiswi)

Minggu, 10 Maret 2024

Menjaga Generasi dari Masalah Bullying dengan Nilai-Nilai Islam


Tinta Media - Bullying atau perundungan adalah masalah sosial yang serius di era digital kita saat ini. Meskipun upaya telah dilakukan untuk menyelesaikannya, kasus bullying yang melibatkan anak-anak malah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sistem dalam masyarakat kapitalis yang tidak mampu memberikan solusi yang pasti.

Namun, Islam memiliki solusi yang sempurna dalam menangani masalah bullying dengan menjaga generasi dalam nilai-nilai Islam, dan melibatkan peran negara, masyarakat, dan orang tua dalam menyelamatkan anak-anak dari ancaman apa pun yang dapat terjadi. Terlebih saat ini kasus bullying dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.

Beberapa faktor dapat menimbulkan perilaku bullying, seperti sistem pendidikan yang cenderung sekuler dan kurang memperhatikan nilai-nilai agama. Sering kali anak-anak terpapar tayangan televisi yang bebas konten dan menampilkan adegan kekerasan, yang merusak moral dan karakter anak-anak. Selain itu, cara menganggap perilaku nakal pada anak juga menjadi faktor yang memperpanjang kasus bullying. Padahal, untuk membentuk perilaku baik pada anak, seharusnya dilakukan sedini mungkin.

Sistem peradilan anak yang diterapkan saat ini juga menjadi masalah, sebagian besar para pelaku bullying akan dikembalikan ke orang tua mereka dan tidak dikenakan sanksi yang seharusnya. Hukuman yang ringan bisa jadi memberikan dampak pada semakin maraknya kasus bullying, karena dapat memberikan sinyal yang salah kepada pelaku bahwa tindakan mereka dianggap remeh dan tidak berakibat serius.

Islam mempunyai peran penting dalam menangani masalah perundungan. Dalam paradigma Islam menjaga generasi tidak hanya menjadi tugas orang tua dan guru, tetapi juga butuh peran negara dan masyarakat. Dan sebagai agama yang sempurna, sistem yang dibuat pengaturannya juga sempurna. Dalam Islam, terdapat hukum syariat yang menetapkan pertanggungjawaban setiap pelaku atas perbuatannya. Dan Hukum tersebut bertujuan untuk mendidik para pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.

Terlebih di dalam Islam seseorang seorang muslim yang sudah mengalami baligh, maka orang tersebut tidak akan lagi dianggap sebagai anak-anak. Sebab ia sudah sepenuhnya menjadi orang yang telah mengenal, perbuatan mana yang benar dan mana yang salah, dan telah mendapat  tanggung jawab sepenuhnya untuk menjalankan syariat Islam.

Sehingga kehadiran negara menjadi sangat penting, dalam menyediakan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, sebab selain pendidikan formal, pendidikan agama juga dibutuhkan bagi anak-anak. Sehingga melahirkan individu yang bertakwa serta mencetak generasi yang memiliki visi hidup dan tanggung jawab yang jelas. 

Selain itu, negara juga wajib menciptakan kesejahteraan dalam ekonomi sehingga para orang tua berada dalam perannya yang masing-masing, dan anak-anak tidak merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian orang tua khususnya ibu. Selanjutnya negara juga mempunyai peran dalam menyaring tontonan di media, karena negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi generasi dari segala sesuatu ancaman yang hendak terjadi.

Di dalam keluarga, orang tua berperan penting dalam menanamkan akidah sejak dini,  memberikan contoh dan dorongan yang positif kepada anak. Sebagai orang tua, perlu memberikan pengasuhan yang sehat, mencintai anak, dan tidak terlalu memberikan tekanan yang berlebihan kepada anak.
Sehingga membentuk generasi yang baik dengan mempraktikkan nilai-nilai Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Sementara peran penting  Masyarakat yaitu dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan jauh dari kekerasan maupun kejahatan.

Islam mempunyai aturan dan ajaran yang sempurna dalam menjaga keutuhan dan keselamatan generasi. Dalam pandangan Islam, nilai-nilai agama yang kuat seperti kasih sayang dan empati sangat ditekankan. Dan sistem Islam yang kental dengan nilai-nilai tersebut merupakan modal utama dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak, sekaligus mampu memberikan solusi yang lebih baik dalam mengatasi masalah bullying di masyarakat.

Karena pada dasarnya masalah bullying dapat diatasi dengan ketakwaan individu, masyarakat, dan negara yang kuat. Oleh karenanya menghadirkan Islam dalam kehidupan ini, menjadi suatu keharusan bagi umat manusia. Dan dengan menerapkan sistem Islam yang kaffah niscaya masalah bullying di masyarakat dapat diatasi dengan tuntas dan tidak lagi mengganggu perkembangan generasi di masa depan.

 Wallahu'alam.


Oleh :Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Sabtu, 02 Maret 2024

Ilusi PIP dalam Menangani Masalah Pendidikan, Islam Satu-Satunya Solusi



Tinta Media - Program Indonesia Pintar (PIP) yang diluncurkan pada 3 November 2014  menjadi angin segar bagi masyarakat yang ingin menempuh pendidikan di tengah mahalnya biaya pendidikan saat ini. Namun sayang, tidak semua pelajar menerima bantuan itu. Sehingga keberadaan PIP dianggap tidak memberikan solusi bagi dunia pendidikan. Justru memunculkan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan juga menimbulkan kecemburuan antar pihak. Oleh karena itu, penguasa harus lebih teliti dalam memberikan solusi bagi dunia pendidikan.

Bentuk Penanganan PIP dalam Masalah Pendidikan

Menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim melaporkan bahwa PIP hingga 23 November 2023 telah mencapai 100 persen target. Sebanyak 18.109.119 penerima dengan anggaran 9,7 triliun setiap tahunnya. Adapun penyaluran PIP untuk jenjang SMA sebanyak 567.531 pelajar dan SMK sebanyak 99.104 pelajar. Penambahan sasaran bersamaan dengan peningkatan satuan bantuan yang semula 1.000.000 menjadi 1.800.000 untuk pelajar SMA dan SMK. (REPUPBLIKA.com)

Nadiem juga menuturkan bahwa untuk penyaluran bantuan PIP semakin terjamin dalam hal ketepatan sasaran, waktu, jumlah, dan pemanfaatannya. Ia melibatkan penyaluran bantuan PIP melalui pusat layanan pembiayaan pendidikan (puslapdik), semangat merdeka belajar, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Hal itu ia sampaikan pada saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada acara penyerahan bantuan PIP di Magelang (22/1/2024).

Presiden juga menuturkan bahwa PIP bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Oleh karena itu pelajar harus pandai dalam mengatur dana bantuan PIP. Terkait ketetapan sasaran PIP, Kepala puslapdik kemendikbudristek, Abdul Kahar mengatakan, sasaran penerima PIP bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi oleh kementerian sosial (kemensos), selanjutnya dipadankan dengan data pokok pendidikan (dapodik) untuk mengecek keberadaan pelajar tersebut di sekolah.

Penguasa Tidak Serius dalam Menangani Masalah Pendidikan

Selama 10 tahun berdirinya ternyata PIP tidak dapat menuntaskan persoalan angka putus sekolah meskipun telah mencapai 100 persen target penerima. Belum ada survei yang secara langsung menunjukkan kehadiran PIP dapat mencegah anak-anak keluarga miskin dan rentan miskin dari putus sekolah. Artinya masih ada kesalahan dalam solusi pengaturan pendidikan saat ini.

Pemerintah seharusnya tidak melihat dari satu sisi saja dalam menangani masalah pendidikan karena banyak sebab terjadinya angka putus sekolah. Seperti mahalnya biaya pendidikan, tidak hanya biaya SPP, biaya barang keperluan pembelajaran siswa pun tidak bisa dicukupi dengan dana yang diterima di PIP setahun sekali karena kebutuhan akan keperluan pendidikan serba mahal. Belum lagi ongkos kendaraan, biaya internet untuk tugas, seragam sekolah, dan alat pembelajaran lainnya.

Semua itu adalah kebutuhan pendidikan yang tidak bisa diabaikan, salah satunya di era teknologi saat ini. Di sisi lain kehidupan siswa yang miskin menyebabkan mereka harus merelakan pendidikan demi membantu orang tua untuk mencari nafkah. Hal itu bukan karena keinginan tetapi karena dorongan biaya hidup yang serba mahal. Sehingga rasa keterpaksaan menuntut para siswa memilih putus sekolah bahkan tidak bersekolah dan lebih memilih mencari uang. Apalagi banyak pendidikan saat ini yang belum tentu langsung bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai output pendidikannya.

Melihat kondisi yang seperti ini menunjukkan bahwa keberadaan PIP sebagai solusi gagal meskipun pembagiannya telah tepat sasaran. Karena pada realitasnya yang mendapatkan PIP harus memenuhi syarat-syarat yang rumit. Padahal seharusnya sebagai penguasa berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat itu dengan mudah tanpa mempersulit. Dan mengenai penggunaan PIP hanya untuk pendidikan saja itu tidak adil. Karena penguasa hanya berfokus pada satu persoalan saja dan mengabaikan permasalahan yang lain.

Seperti dalam persyaratan penerima PIP hanya diperuntukkan bagi yang bersekolah tanpa melihat permasalahan penyebab anak yang memilih untuk tidak bersekolah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sikap penguasa yang seperti ini zalim dalam mengurus rakyatnya. Karena mengurus setengah hati tanpa memastikan secara pasti terhadap kondisi rakyatnya. Begitulah bentuk pengaturan penguasa dalam sistem kapitalisme, mengurus masyarakatnya dengan penuh perhitungan materi. 

Manipulasi Kapitalisme dalam Menghambat Kebangkitan Pemikiran Umat

Ideologi kapitalisme yang lahir dari asas pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) meniscayakan materi sebagai tujuan hidup. Ideologi ini sudah merasuki pemikiran kaum muslimin di negeri-negeri mereka. Sehingga kekacauan dari berbagai lini kehidupan terpampang nyata. Meskipun telah jelas fakta kerusakan kapitalisme menyakiti kehidupan umat saat ini, namun mereka larut dalam keadaan dan memilih membiasakan diri untuk menjalani kehidupan di bawah kerusakan ini.

Kondisi umat yang sudah terbelenggu oleh pemikiran kapitalisme semakin menguatkan cengkeraman kapitalisme untuk menghalangi kebangkitan generasi mulia. Sehingga tidak mengherankan mengapa solusi kehidupan yang ditawarkan oleh penguasa tidak menyelesaikan masalah. Karena penguasa menduduki jabatannya untuk meraih materi semata. Alhasil ketika ia ingin memutuskan segala sesuatu harus memikirkan untung rugi materi atau posisi jabatan yang didapat.

Dari situ lahirlah penguasa yang cenderung mengurusi masalah rakyat setengah-setengah. Karena mereka harus memikirkan asas manfaat yang didapat jika mengeluarkan kebijakan, selain dari untuk mendapatkan perhatian rakyat bahwa seolah-olah mereka sudah menjalani perannya. Di sisi lain, dengan solusi seperti ini menghambat umat dari kebangkitan karena mereka gagal dalam memahami peran penguasa yang sesungguhnya. Akibatnya banyak kaum muslimin yang terkecoh dengan bantuan-bantuan dan penyediaan infrastruktur tanpa memahami lebih mendalam fakta kerusakan yang lain.

Semua itu berhasil dimanipulasi oleh kapitalisme untuk tetap eksis walaupun menghasilkan kerusakan. Jadi, melihat PIP sebagai bentuk pelayanan penguasa tidak cukup. Perlu ada pemikiran yang mendalam pada umat mengenai fakta dan solusi yang ditawarkan apakah tepat atau justru hanya solusi sementara. Kalau itu adalah solusi sementara, umat harus lebih meningkatkan lagi proses berpikirnya yaitu dengan pemikiran yang cemerlang yang menghasilkan solusi yang tidak hanya baik tapi benar sesuai akidah Islam.

Islam Solusi Hakiki

Solusi yang benar hanya ada pada akidah Islam. Allah SWT telah berfirman dalam Qur’an surah Al-Imran ayat 19:

 اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Adanya ayat-ayat sebagai hukum menjadikan Islam agama yang sempurna. Karena bukan hanya pengatur ibadah mahdoh saja melainkan pengaturan asas kehidupan yang lain juga yang telah secara lengkap disampaikan melalui lisan Rasulullah Saw. Terpenuhinya pendidikan di dalam Islam adalah kewajiban penguasa. Begitu pun bagi umat wajib baginya untuk menuntut ilmu. Dengan demikian ketersediaan segala kebutuhan pendidikan harus dipenuhi dan disediakan oleh Khalifah selaku penguasa di dalam negara khilafah.

Keberadaan program PIP tidak perlu, karena di dalam negara khilafah penguasa berperan sebagai pelayan umat. Oleh karena itu ia wajib melaksanakan segala apa pun untuk melayani umat sesuai ketentuan syariat. Pelayanan Khalifah bukan dari segi pendidikan saja, melainkan juga politik, ekonomi, sosial, dan segala yang membawa kemaslahatan pada umat dengan persyaratan yang sederhana, cepat, profesional, dan sempurna. Semua pelayanan ini harus dipastikan terpenuhi oleh seluruh individu masyarakat.

Begitulah Islam mengatur kemaslahatan umat. Tidak hanya umat yang dibentuk dengan ketakwaan, tetapi pemimpin lebih lagi dibangun kepribadian takwa dalam dirinya. Pengaturan Islam yang demikian sempurna seharusnya menjadi sistem yang mengatur kehidupan kita. Oleh karena itu kita harus menumbuhkan pemahaman Islam di tengah umat dengan mengemban dakwah Islam kaffah dan berjuang menerapkan syariat Islam di bawah naungan khilafah.

wallahu a'lam.

Oleh : Novi Anggriani, S.Pd.
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 18 Februari 2024

Semarang Charter, Solusi ataukah Polusi bagi Masalah Kemanusiaan?



Tinta Media - Kementerian Agama baru saja selesai menggelar perhelatan tahunan sebagai ajang mempertemukan ratusan intelektual internasional muslim untuk membahas masalah keagamaan, tepatnya dimulai tanggal 1 hingga 4 Februari 2024 kemarin. Gelaran Annual Internasional Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 tahun 2024 ini bertujuan merumuskan solusi dari berbagai permasalahan kemanusiaan global. Sedangkan tema yang diangkat adalah “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice and Human Rights Issues” demi mencapai kedamaian, keadilan dan saling menghormati antarsesama. Tema ini masih sesuai dengan filosofi lahirnya AICIS yakni sebagai wadah amplifier moderasi beragama tingkat nasional hingga internasional.

Salah satu tokoh agama dari Indonesia, Elga J. Sarapung menyampaikan bahwa AICIS 2024 ini adalah aksi konkret dan tak hanya berkutat pada pemikiran dan teori saja. Dia bahkan berharap, melalui AICIS 2024 akan ada aksi konkret dalam mengatasi krisis-krisis HAM, kedamaian dan keadilan. Namun pertanyaannya, benarkah demikian adanya? Ataukah umat Islam umumnya dan para intelektual muslim khususnya justru terjebak sendiri oleh ketidakjelasan teori ‘Human Rights (HAM), Peace(Perdamaian), Justice (Keadilan) yang sengaja diusung dalam gelaran yang dianggap bergengsi ini?

Sebagaimana diketahui,  AICIS ada karena proyek moderasi di negeri-negeri muslim harus makin besar dan masif. Sejak ditabuhnya genderang perang melawan terorisme yang bermetamorfosis menjadi moderasi beragama. Maka, bukan Islam yang digadang-gadang sebagai jalan keluar dari berbagai problem keagamaan. Melainkan Islam menjadi objek yang dituduh sebagai sumber masalah. Maka, jalan yang diambil adalah harus menjauhkan Islam dari problem tersebut. Dan sebagai gantinya, umat Islam harus menerima dan mengambil perjuangan HAM, perdamaian, dan keadilan sebagai jalan keluar. Inilah tujuan moderasi yang diinginkan.

Moderasi Justru Jadi Polusi 

Moderasi beragama atas nama HAM, perdamaian dan keadilan yang digaungkan sebagai solusi atasi masalah kemanusiaan global hanya narasi tipu-tipu yang hakikinya justru menjadi polusi kemanusiaan. Bisa kita lihat dari sembilan butir Piagam Semarang sebagai hasil dari pertemuan AICIS 2024 ini. Pertama, yakni tentang keyakinan, tradisi dan praktik keagamaan di seluruh dunia yang begitu kaya, beragam. Ini tidak bisa ditafsirkan secara monopolitik. Jadi, masing-masing perlu mengenali dan menghormati keragaman ini sebagai sumber kekuatan dan pemahaman dalam merespons  krisis kemanusiaan. Begitu jelas, bagaimana nasionalisme dan ketiadaan satu institusi kepemimpinan Islam hari ini telah membuat umat Islam terombang-ambing dalam menafsirkan ‘keberagaman’. Padahal masalah kemanusiaan ini lahir dari ‘kacaunya’ pemahaman tentang keberagaman.

Kedua, terkait menghadapi krisis kemanusiaan yang terjadi akhir-akhir ini. Komunitas agama-agama harus bersama-sama memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat untuk meringankan penderitaan, membangun solidaritas, dan menciptakan keadilan dan kesetaraan. Namun pertanyaannya, bagaimana mungkin pelayanan terbaik mampu diberikan, sementara standar kemanusiaan masih dikendalikan oleh negara penjajah global Amerika Serikat dengan ideologi kapitalismenya. Berkacalah pada masalah Palestina. Siapa di balik kejahatan Zionis di sana?

Ketiga, menjadikan keharusan ajaran agama agar ditafsirkan dan diterapkan dengan cara-cara yang sejuk dan moderat demi melindungi martabat setiap individu. Maka diperlukan advokasi untuk menjaga hak asasi manusia dan keadilan sosial di setiap elemen kehidupan manusia. Padahal faktanya, semakin moderat suatu bangsa atau negeri, maka semakin jauh nilai kemanusiaan yang terjaga dan terealisasi. Karena agama yang sejatinya ada untuk memanusiakan manusia. Sedangkan moderasi adalah upaya untuk semakin menjauhkan bangsa dan negeri ini dari agama.

Keempat, untuk menghindari sedikit mungkin terjadinya konflik sosial, ekonomi bahkan politik. Maka, para pemimpin dan lembaga agama harus secara aktif terlibat dialog antar agama, membina pemahaman dan kerja sama yang utuh sebagai jembatan empati antarsesama umat manusia. Sayangnya, ajakan akan butuhnya dialog antar agama justru malah merusak keyakinan umat Islam terhadap kebenaran agamanya. Dan menuduh bahwa agama adalah sumber dari konflik sosial, ekonomi dan politik yang ada. 

Kelima, kesadaran akan hubungan yang tidak bisa dilepaskan antara agama, kemanusiaan, dan lingkungan. Dibutuhkan komitmen untuk mempromosikan segala praktik berkelanjutan yang berkontribusi pada pengelolaan lingkungan hidup dan kesejahteraan planet serta penghuninya. Seharusnya poin ini menjadi catatan kritis terkait peran agama yang dimandulkan akibat sekularisme berbaju moderasi beragama. Maka, tidak ada kamusnya bahwa moderasi itu adalah solusi konkret.

Keenam, mengajak komunitas agama dan keyakinan berkomitmen dan melakukan kerja nyata memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban masifnya kejahatan dan kebrutalan terhadap sesama manusia. Dari ajakan ini membuktikan bahwa dunia dan bangsa ini seakan lupa bahwa kejahatan dan kebrutalan terhadap manusia hari ini adalah buah kejamnya ideologi Barat yang tidak manusiawi. Maka, kerja nyata yang harusnya dilakukan adalah mengenyahkan ideologi tersebut secara bersama-sama.

Ketujuh, komunitas agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk melakukan pemberdayaan dan penguatan yang berkelanjutan bagi masyarakat tanpa memandang agama dan keyakinan untuk menghindari berulangnya konflik. Di poin ini membuktikan bahwa para intelektual muslim yang menjadi peserta AICIS menerima tuduhan jika agama adalah sumber konflik. Ironis sekali!

Kedelapan, dalam rangka menjauhkan diri dari sentimen dan provokasi yang dapat merusak hubungan sosial antar sesama umat manusia. Komunitas agama dan keyakinan butuh mempromosikan penggunaan teknologi secara bijak. Di poin ini, justru mereka telah menampakkan kelemahan dalam meyakini bahwa Islam adalah pemersatu terbaik sepanjang jaman peradaban manusia ada di planet ini.

Kesembilan, mengajak para pemimpin agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk mendorong terbentuknya kepemimpinan moral yang dapat menumbuhkan kepercayaan dalam komunitas masing-masing dan masyarakat yang lebih luas. Dari poin ini, tergambar jelas betapa jauhnya umat, tak terkecuali tokoh umat dari gambaran institusi kepemimpinan ideologis yang bersifat global, pemersatu hakiki umat manusia. Tidak lain dan tidak bukan adalah kepemimpinan Islam bernama Khilafah Islamiyah. 

Islam, Menyatukan dan Memanusiakan Manusia

Walhasil, dari sembilan butir atau poin dari Piagam Semarang di atas dan sanggahan atasnya. Bisa disimpulkan bahwa memang sudah saatnya umat ini kembali dalam persatuan yang kokoh dan tak mudah dicerai berai. Dan jalan satu-satunya yang harus ditempuh adalah kembali berpegang teguh pada tali agama Allah, bukan yang lain, bukan juga moderasi beragama yang tertuang di dalam 'Semarang Charter'. Solusi masalah kemanusiaan telah ada sejak Rasulullah Saw. diutus dengan Islam. 

Adapun aktualisasi dari solusi ini dimulai sejak tegaknya Daulah Islam pertama di Madinah. Islam menyatukan berbagai ras, suku bangsa dan agama tanpa sedikit pun menimbulkan polusi beragama yang justru menjauhkan Islam sebagai solusi tunggal masalah kemanusiaan. Karena Allah sendirilah yang memberikan jaminan bahwa Islam itu menyatukan. Saatnya menjadi umat yang satu. It is time to be one ummah. Wallaahu a’alam



Oleh: Yulida Hasanah
(Muslimah Peduli Generasi dan Perempuan)

Rabu, 14 Februari 2024

Utang Itu Solusi atau Masalah?


Tinta Media - Isu  utang saat ini, bukanlah sesuatu yang dianggap tabu lagi. Begitu merebaknya fasilitas utang yang tersedia saat ini, baik yang bersifat konvensional maupun berbasis daring (online). Utang hampir mengena kepada siapa pun, mungkin Anda juga pernah punya pengalaman terkait persoalan utang? 

Isu  utang di masyarakat saat ini sudah dianggap sesuatu yang lumrah  dan seakan menjadi satu-satunya solusi terhadap permasalahan keuangan. Di sisi lain utang kerap kali menimbulkan persoalan yang memberikan dampak buruk dimasyarakat. Dampak buruk utang tidak saja mengena kepada kalangan masyarakat biasa, akan tetapi hingga kalangan pengusaha. 

Dampak buruk utang bisa bersifat ringan sampai berat, dari gangguan kesehatan fisik hingga mental, dari perselisihan kecil dalam rumah tangga sampai timbulnya perceraian, dari pertengkaran kecil sampai timbulnya kriminalitas. 

Peristiwa baru-baru ini membuktikan dampak buruk berutang, yakni peristiwa terbunuhnya seorang pengusaha burung di Kota Medan, Bernama Baharuddin Siregar (71) tewas dibunuh pegawainya sendiri inisal EP (41) karena persolan utang Rp 5 juta (Kompas.com, 2024). Kejadian berlangsung di Kelurahan Sei Sikambing, Kecamatan Helvetia, Kota Medan pada Minggu (14/1/2024).

Karenanya menjadi penting bagi halayak untuk memahami dengan benar  seputar utang,  faktor penyebab dan bahaya yang ditimbulkannya. Berutang dalam pandangan Islam adalah boleh, akan tetapi lebih cenderung dicela, karena berpotensi menyeret pelakunya kepada berutang yang diharamkan. 

Faktor penyebab yang menjadi alasan merebaknya utang dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Alasan yang bersifat langsung adalah (1) Memenuhi kebutuhan hidup, faktor kesulitan ekonomi menjadi alasan berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya Kesehatan, dan biaya anak sekolah, (2) Tidak mampu membedakan antara keinginan dengan kebutuhan, sebagai contoh seseorang yang membeli sepatu yang bermerek dengan seseorang yang membeli sepatu tidak bermerek, padahal fungsi sepatu tersebut adalah sama, yakni digunakan untuk alas kaki, (3) Merasa mampu membayar, situasi ini sering kali terjadi pada seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil atau karyawan, (4) Kompetisi sosial masyarakat dan gaya hidup, sering kali pandangan masyarakat yang menganggap banyaknya harta adalah perwujudan kesuksesan, menjadikan seseorang ingin mengejar dan berupaya maksimal mencapainya, meskipun dengan cara utang, (5) Modal untuk usaha, sering kali alasan modal untuk membangun atau mengembangkan usaha menjadi alasan pelaku usaha berutang. 

Adapun faktor penyebab yang bersifat tidak langsung adalah diterapkannya sistim yang memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan (sekuler). Produk sistim sekuler dalam bidang ekonomi adalah sistim ekonomi kapitalis. Sistem tersebut dijalankan dengan basis utang riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam dalam transaksi pinjaman uang, uang yang seharusnya hanya digunakan sebagai alat tukar, akan tetapi berubah  menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Keadaan ini mendorong maraknya bisnis uang  yang terwujud dalam lembaga-lembaga keuangan dengan menawarkan kemudahan pinjaman berbunga. Dalam sistim ekonomi kapitalis, utang adalah amunisi untuk memperoleh keuntungan berupa bunga pinjaman. Makna pinjaman yang dimaksud disini adalah utang qard (transaksi utang yang obyek transaksinya khusus mengena kepada mata uang /alat tukar). Pandangan Islam sendiri terhadap pinjaman (qard)  yang mengandung bunga (riba) adalah diharamkan secara mutlak (QS. Al Baqarah : 275). Penerapan sistim ekonomi kapitalis yang berlangsung saat ini, tidak lepas dari sekularisasi  yang diadopsi dari pemikiran barat. Dampak yang ditimbulkan adalah merosotnya pemikiran umat Islam dalam semua sendi kehidupan, termasuk tidak menjadikannya aturan Islam sebagai standar sistim ekonomi umat. 

Perilaku utang akan memberikan konsekuensi bagi pelakunya, berupa bahaya utang di dunia dan di akhirat. Di antara sekian banyak bahaya utang di dunia, enam di antaranya adalah (1) Utang itu membuat candu sebagaimana narkoba, seseorang yang telah selesai dengan angsuran utangnya, biasanya kecanduan dengan membuka utang baru, dan begitu seterusnya, (2) Utang akan terus bertambah, karena utang itu membuat candu pelakunya, tanpa disadari utangnya semakin bertambah, biasanya awal berutang nominalnya masih sedikit, akan tetapi semakin lama nominal utang yang diajukan bertambah semakin besar, (3) Utang menyebabkan rusaknya keharmonisan suami-istri, bahkan tidak sedikit kejadian perceraian yang disebabkan oleh persoalan utang, sebagai mana dikutip dari media masa yang memberitakan penyebab utama perceraian rumah tangga inisial T (suami) dan inisial A (istri) adalah masalah ekonomi, utang  disebut-sebut sebagai salah satu penyebab keretakan rumah tangga mereka (Kumparan, 2023), (4) Merasa dipercaya oleh lembaga pemberi pinjaman, ini merupakan pemahaman yang keliru, karena tidak ada satu pun transaksi pinjaman dilaksanakan tanpa agunan yang menyertainya, itu mengindikasikan bahwa pihak pemberi pinjaman (kreditur)  tidak pernah percaya kepada peminjam (debitur), (5) Membayar kepastian dengan ketidakpastian, apa yang pasti dalam pinjaman (qard)? Yakni waktu jatuh temponya,  denda keterlambatan bayar, bunga yang wajib dibayarkan, aset yang diagunkan, lelang agunan bila gagal bayar, sedangkan perolehan pendapatan dari apa yang diusahakannya, tidak ada yang menjamin kepastiannya, (6) Terdorong melakukan perbuatan kriminal, fakta tersebut sebagaimana terjadi pada peristiwa di kota Medan. 

Adapun konsekuensi bahaya utang di akhirat, satu di antaranya adalah terhalangnya masuk  Surga meskipun mati dalam keadaan syahid. Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Saw bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim). Sedangkan bagi seseorang yang melakukan transaksi utang dengan riba (qard), ancaman Allah Swt sangat mengerikan sebagaimana tertuang dialam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275, “….Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 

Bila dicermati dengan seksama, apakah utang itu solusi atau masalah? Dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan, kecenderungan utang lebih banyak menimbulkan permasalahan baru, terlebih utang yang masuk katagori pinjaman (qard) dengan bunga (riba), akan menghantarkan pelakunya kepada perbuatan yang diharamkan. Selama sistim ekonomi kapitalis diterapkan, selama itu pula budaya utang akan terus berlangsung. Utang dalam sistim ekonomi kapitalis merupakan amunisi untuk memperoleh keuntungan, sedangkan riba itu sendiri adalah mesin penghisap uang masyarakat, uang akan menumpuk dan lebih banyak beredar  pada kalangan pemilik modal, dampaknya tingkat kemiskinan dipastikan akan terus bertambah. Karenanya  dibutuhkan upaya perubahan dengan mengganti sistim kapitalis dengan sistim lain yang memberikan keadilan. Sistim tersebut tidak lain adalah sistim Islam yang mencakup di dalamnya penerapan ekonomi Islam. Hanya Islam yang bisa menjadi solusi tuntas segala bentuk keruwetan persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini. 

Purwokerto, 27 Rajab 1445 H / 08 Februari 2024 M 

Oleh: Amir Mahmudin
Sahabat Tinta Media

Minggu, 28 Januari 2024

Islam Solusi Masalah Banjir



Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna menyampaikan imbauan kepada masyarakat terkait kondisi cuaca ekstrem, Jumat (19/1/2024) di sela-sela Talkshow Ngabedaskeun di Rumah Dinas Bupati Bandung, 

Beliau mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi berbagai bencana yang akan melanda di saat kondisi cuaca ekstrem,a seperti banjir dan tanah longsor. (BeiNewsBandungRaya.id)  

Begitu juga kepada Dinas Lingkungan Hidup dan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dadang menginstruksikan untuk menyiapkan langkah antisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana. 

Pemkab Bandung mengambil beberapa langkah, yaitu pemetaan daerah rawan longsor dan banjir, penyuluhan dan edukasi tentang kebencanaan kepada masyarakat dan pelajar di sekolah agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana, menyiapkan personil di setiap titik daerah rawan bencana seperti di Sungai Citarum dan daerah rawan longsor. 

Langkah berikutnya yang dilakukan adalah menyiapkan logistik, peralatan evakuasi, dan berbagai kebutuhan lain terkait penanggulangan bencana. Di samping itu, anggaran tak terduga pasca bencana telah disiapkan sebesar Rp20 miliar, untuk kondisi tanggap darurat oleh Ketua DPC PKB Kabupaten Bandung. Masyarakat pun diimbau untuk tidak membuang sampah ke sungai dan saluran air agar tidak menyumbat aliran air. Diharapkan dengan adanya upaya ini, risiko terjadinya bencana di Kabupaten Bandung bisa berkurang. 

Sudah kita ketahui bersama bahwa banjir tahunan menjadi hal yang tak bisa dihindarkan untuk daerah rawan bencana seperti banjir dan tanah longsor ketika datang musim penghujan. Derasnya air hujan pun bisa saja sewaktu-waktu bisa membuat sungai meluap, tanggung jebol, dan sebagainya. 

Warga hanya bisa pasrah dengan semua ketentuan Allah atas apa yang menimpa mereka. Di samping sebagai makhluk kita harus yakin bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah, tetapi jika kita telaah secara mendalam, semua musibah yang terjadi juga ada andil dari perbuatan manusia itu sendiri. 

Bermula dari sistem pembangunan dan tata kelola lahan kapitalisme sekuler, itulah andil manusia dalam merusak keharmonisan lingkungan. Paradigma yang salah dalam penataan dan pembangunan yang kapitalistik menjadikan rusaknya lingkungan. 

Sebagai contoh, pembangunan jor-joran telah dilakukan oleh  pemerintah dan pihak swasta dengan dalih untuk kemajuan ekonomi tanpa memperhatikan akibatnya. Itulah hasil dari penerapan sistem yang salah, yaitu kapitalisme sekuler, sistem buatan manusia yang hanya mementingkan diri sendiri dan segelintir orang. 

Cara pandang kapitalisme tentang kemajuan adalah dengan megah dan banyaknya gedung-gedung pencakar langit, serta fasilitas umum, seperti jalan tol, jalan kereta api listrik, dan apartemen mewah. Lahan pertanian semakin menyusut, hutan semakin sedikit karena terus dijadikan sebagai bancakan para kapitalis. 

Hal ini karena yang mempunyai modal akan bebas untuk membeli lahan sebanyak-banyaknya. Ujung-ujungnya, banyak rakyat yang terdampak  banjir  ketika musim hujan tiba. 

Pembangunan dalam kapasitas hanya untuk mendapatkan keuntungan dan cuan tanpa memperhatikan akibat terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Berbagai langkah yang dilakukan oleh Pemkab Bandung seperti yang disebutkan di atas, beserta anggaran bantuan tak terduga (BTT) mungkin ada manfaatnya. Namun, itu bukan solusi hakiki sebagai pemecah persoalan. 

Permasalahan yang datang akibat dari sesuatu yang sistematis harus diselesaikan dengan solusi yang sistematik juga. Solusi ini tidak bisa hanya dengan berbagai upaya, tetapi masih ada dalam sistem yang rusak. Masyarakat tetap abai dalam masalah sampah karena belum ada kesadaran dari individu masing-masing. 

Jelaslah bahwa banjir berulang, tanah longsor, dan berbagai bencana di musim hujan adalah buah dari penerapan sistem buatan manusia yang justru akan merusak tatanan kehidupan. Begitu juga dengan pembangunan yang sangat pesat, tidak akan menjamin sebuah negara menjadi negara maju dan sejahtera ketika tidak diatur dengan sistem yang benar sesuai syariat. Pembangunan digalakkan tanpa peduli terhadap rusaknya keharmonisan lingkungan adalah sebuah kezaliman yang nyata. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Pembangunan dalam sistem Islam bertujuan untuk kesejahteraan rakyat tanpa merusak lingkungan. Semua dilakukan atas dasar iman, bukan manfaat. Kawasan atau lahan dengan segala isinya boleh dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang sesuai aturan Islam, tidak boleh sembarangan, dan akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan. Namun, ada juga kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung yang tidak boleh diambil hasilnya. 

Sudah terbukti semasa Islam diterapkan dulu, seorang khalifah berhasil menyejahterakan dan memberikan rasa nyaman kepada rakyat. Keharmonisan lingkungan tetap terjaga dengan baik ketika penataan ruang itu dilakukan sesuai syariat. Pembangunan sangat pesat tanpa merusak lingkungan di masa kekhalifahan dulu. Masa kegemilangan itu berawal dari tertancapnya keimanan pada individu dan masyarakat, serta sistem sahih yang diterapkan oleh sebuah negara, yaitu Daulah Islam. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 15 Desember 2023

Kacamata Nasionalisme, IJM: Keberadaan Pengungsi Rohingya Dianggap Masalah



Tinta Media - Peneliti Indonesia Justice Monitor (IJM) Luthfi Affandi menilai, sudut pandang nasionalisme menyebabkan keberadaan pengungsi Rohingya sebagai masalah.

“Keberadaan pengungsi ini apakah akan menimbulkan masalah baru atau tidak, sebenarnya tergantung bagaimana cara kita memandang. Jika kita melihat dengan kacamata nasionalisme, yakni bahwa orang Rohingya bukan warga negara Indonesia, tentu dianggap menimbulkan masalah,” ungkapnya dalam rubrik Kabar Petang: Pemerintah Harus Simak! Ini Cara Atasi Gelombang Pengungsi Rohingya di kanal Youtube Khilafah News pada Senin (11/12/2023).

Menurut Luthfi, bila dilihat dari sudut pandang nasionalisme maka keberadaan pengungsi Rohingya akan dianggap sebagai orang asing dan menimbulkan masalah karena mereka tidak punya tempat tinggal di Indonesia.

“Siapa yang menjamin pemenuhan dasar mereka? Karena mereka tidak memiliki pekerjaan. Kemudian bagaimana kebutuhan-kebutuhan dasarnya? Dari mana anggaran untuk itu semuanya? Pasti tidak akan ada pos anggaran. Belum lagi potensi konflik dengan penduduk setempat,” jelasnya.

Akibatnya, ungkap Luthfi, banyak yang nyinyir dengan para pengungsi Rohingya. Misalnya, mereka ingin dilayani atau ingin dikasih makan dan seterusnya. Bahkan kini, belum sampai mereka di pantai sudah ditolak dan diminta agar mereka segera kembali ke negaranya. Mengapa? Karena belum terbayang bagaimana menyelesaikan masalah mereka. Pemerintah dan masyarakat secara umum masih memandang persoalan Rohingya bukan permasalahan orang Indonesia.

“Komitmen pemerintah Indonesia atau masyarakat secara keseluruhan terhalang oleh sekat dan doktrin nasionalisme. Jadi sekat dan doktrin nasionalisme di dunia Islam sangat betul-betul nyata membuat Indonesia dan negeri muslim lain tidak memberikan tempat. Sekat-sekat negara bangsa ini yang telah betul-betul menjadi tembok besar yang menghalangi Indonesia, negeri-negeri muslim dan masyarakat kaum muslimin untuk menolong mereka,” paparnya. 

Oleh karenanya, rezim nasionalis akan memandang manusia jika mereka terdaftar secara administratif sebagai warga negara dan sebaliknya.
 
“Jika bukan warga negara dalam konteks nasionalisme, mereka tidak akan pernah mendapatkan hak sebagaimana halnya manusia. Misalnya hak hidup, hak tempat tinggal,” pungkasnya.[] Yung Eko Utomo

Selasa, 28 November 2023

Boikot Bukan Solusi Hakiki Masalah Palestina




Tinta Media - Persoalan boikot sebenarnya sudah sering terjadi. Hal itu dilakukan untuk merespon aksi pelecehan atau islamofobia di berbagai negara ataupun dalam negeri. Di satu sisi, ini menjadi bukti bahwa umat Islam mempunyai keterikatan dengan aturan agamanya. Ditambah dengan fatwa MUI yang serasa angin segar yang mendukung aksi ini. 

Sebagaimana pernyataan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda bahwa suatu produk itu tetap halal selama masih memenuhi kriteria kehalalan. Akan tetapi. yang diharamkan itu aktivitasnya, perbuatannya. (Detik News, 11/11/23)

Terkait dengan boikot, terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini wajar karena produk-produk yang dominan digunakan di negeri ini adalah buatan negeri seberang, meski tak diakui legalitasnya. Akhirnya jadi serba salah, mau memboikot, tetapi kita tetap butuh produknya, meski sudah ada klarifikasi terkait fatwa MUI mengenai haram beli produk Yahudi.

Boikot Apakah Solusi?

Ibarat semut yang membawa setetes air untuk memadamkan kobaran api yang membakar diri nabi Ibrahim a.s, seperti itulah yang dilakukan kaum muslimin dari boikot terhadap produk-produk Yahudi. Namun sepanjang perjalanan boikot, yang terlihat hanya euforianya di awal-awal saja. Setelah itu, seakan ditelan bumi, hilang dengan sendirinya. 

Sesungguhnya, yang membatasi kita dengan Palestina adalah sekat nasionalisme. Karena nasionalisme inilah kita tak bisa berkontribusi besar menolong saudara kita yang sudah terjajah selama 75 tahun lamanya. Tak terhitung, berapa banyak nyawa yang menjadi korban kebiadaban zionis. 

Lihatlah penguasa negeri-negeri muslim, mereka hanya bisa mengutuk. Padahal dari sisi militer, Zionis bisa saja dikalahkan. Mereka mau menolong, tetapi terikat perjanjian global dengan PBB. Hilanglah sudah kedaulatan negeri mereka. Jelas saja, hal ini karena AS selalu ikut campur dengan urusan kaum muslimin. 

Utang luar negeri juga tak kalah mencengangkan. Akibatnya, penguasa muslim enggan, bahkan takut mengirimkan pasukan menolong saudara muslim di negeri mana pun. 

Harusnya, yang melakukan boikot  terhadap produk-produk Yahudi dan negara pendukungnya bukan hanya tataran individu atau masyarakat saja. Boikot akan lebih efektif jika dilakukan oleh negara dengan menghentikan impor produk yang masuk ke negeri-negeri kaum muslimin. Itu pun masih belum cukup, karena sekadar boikot tidak akan mampu mengusir para Zionis dari tanah Palestina. Harusnya, senjata dilawan dengan senjata

Ini semua karena denganekat nasionalisme sudah mengakar di benak kaum muslimin sejak masa penjajahan dan hilangnya perisai umat Islam. 

Belum lagi penguasa-penguasa boneka yang haus kekuasaan semakin menambah derita umat. 

Solusi Hakiki islam 

Palestina adalah tanah kharijiyah sejak masa Umar bin Khattab, dan status tanah kharijiyah tak akan pernah berubah hingga hari kiamat. 

Maka, Palestina tidaklah mungkin bisa dibebaskan, kecuali dengan jihad. Kita melihat kebiadaban Zionis yang tak memandang bulu dan melihat Palestina layaknya binatang. Sungguh, orang-orang ini tak bisa lagi menggunakan bahasa kemanusiaan. Karena itu, solusi dua negara yang diopinikan hanya bersifat pragmatis karena membiarkan Palestina tetap terjajah dalam sistem kapitalisme. 

Saat ini, kaum muslimin belum bersatu. Sekat-sekat nasionalisme dan pemikiran kapitalisme masih bercokol. Karena itu, harus segera dicabut hingga ke akar-akarnya kemudian diganti dengan sistem Islam. Mengapa? Agar kaum muslimin bisa bersatu dalam satu komando, satu bendera, satu negara, yaitu khilafah 'ala minhaj nubuwwah. Inilah satu-satunya solusi terhadap seluruh persoalan umat manusia secara global.

Sepanjang sejarah perjalanan sistem kapitalisme, tak ada celah perubahan hakiki, justru moral manusia semakin rusak. Islam pun membuktikan, selama khilafah memimpin peradaban, kedamaian danpersatuan bisa terjadi. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Sedangkan hari ini, hilangnya nyawa layaknya membunuh nyamuk. 

Maka, umat Islam wajib bersatu dalam naungan khilafah islamiyah yang akan menjaga dari penjajahan orang kafir dan menghilangkan segala kemaksiatan. Wallahu 'alam bissawab.

Oleh: Nurjannah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 14 November 2023

YRT: Masalah Palestina adalah Masalah Umat Islam


 
Tinta Media - Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menegaskan bahwa masalah Palestina adalah masalah umat Islam.
 
“Masalah (qadhiyyah) Palestina adalah masalah kita, umat Islam. Bukan hanya masalah bangsa Arab,” tuturnya di akun telegram pribadinya, Jumat (10/11/2023).
 
Ia beralasan, akar masalah Palestina adalah penjajahan dan pendudukan entitas Yahudi, sehingga solusinya adalah jihad untuk mengusir penjajah.
 
“Kewajiban jihad bukan hanya bagi penduduk Palestina, tetapi juga bagi kaum muslimin di negeri-negeri Arab, bahkan di belahan dunia lainnya,” tukasnya.
 
Menurut YRT, hal paling efektif dalam berperang mengusir penjajah adalah dengan memobilisasi pasukan dari negeri-negeri Islam khususnya negeri Arab.
 
Namun, Ia menyesalkan, pergerakan tentara dari negeri-negeri Arab sulit dilakukan karena para penguasanya tunduk pada Barat, khususnya Amerika Serikat.
 
“Pergerakan pasukan dari negeri-negeri Islam terhalang dengan nasionalisme dan batas negara bangsa (nation state),” imbuhnya.
 
Pergerakan pasukan melalui pintu Rafah pun, terangnya,  juga terhalang oleh berbagai perjanjian seperti Camp David. “Camp David sebenarnya pengkhianatan. Ditembaknya Anwar Sadat oleh tentaranya sendiri adalah wujud kekecewaan,” cetusnya.
 
Terkait anggapan bahwa berbagai perjanjian (mu'ahadah) tidak boleh dilanggar karena telah disepakati oleh negara yang legal secara syar'i, YRT menerangkan, anggapan tersebut problematik karena berangkat dari bingkai negara bangsa dan tidak memiliki landasan syar'i sama sekali.

“Kekuatan global (AS dan Eropa) yang melindungi Israel  harus dilawan dengan kekuatan global lagi. Khilafah Islam akan menjadi kekuatan politik global, memobilisasi jihad besar, dan mempersatukan semua potensi umat Islam dalam satu kepemimpinan,” yakinnya.
 
Terakhir, YRT menegaskan, dengan adanya nation state dan nasionalisme, umat Islam hanya menjadi penonton ketika saudaranya sedang dibantai.
 
“Tentara Mesir yang disebut-sebut diantara tentara terbaik hanya bersiaga di Sinai tidak kunjung bergerak membantu mujahidin Palestina,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Kamis, 09 November 2023

Ketika Sampah Selalu Menjadi Masalah



Tinta Media - Persoalan sampah di negeri ini seolah tidak ada habisnya. Hingga kini, sampah masih menjadi masalah berulang yang belum juga terselesaikan. Berita terbaru, sampah di Pasar Sehat Cileunyi kian hari kian menggunung karena belum juga diangkut oleh petugas kebersihan. Belum lagi warga lain yang membuang limbah rumah tangga ke TPS (tempat pembuangan sampah) tersebut. Ini semakin menambah kotornya tempat itu. Kondisi tersebut merupakan buntut  terbakarnya TPA (tempat pembuangan akhir) Sarimukti beberapa waktu lalu. (jabarekpres.com, 12/10/23))

Hal serupa juga terjadi di Desa Cingcin, Kecamatan Soreang. Kondisi disana bahkan lebih memprihatinkan. Sampah-sampah memenuhi sepanjang jalan protokol hingga memakan bahu jalan dan menimbulkan bau tak sedap. Hal ini tentu sangat mengganggu warga sekitar dan penjual makanan di sana. Mereka mengaku mengalami penurunan omset. 

Penanganan sampah memang belum menjadi perhatian serius, baik dari pihak pemerintah ataupun masyarakat. Sejumlah gagasan sudah disampaikan. Langkah praktis sudah dimunculkan. Namun sayang, problem tersebut masih belum berakhir. 

Terkait masalah ini, Koordinator Aliansi Zero Waste berpendapat bahwa di Indonesia terdapat kesalahan pada fokus pengelolaan. Seharusnya, pengelolaan dimulai dari hulu, yakni produsen harus mengubah desain kemasan dari sekali pakai menjadi isi ulang agar bisa melalui proses daur ulang. Berikutnya di hilir, masyarakat diharuskan memilah limbah rumah tangga yang mereka buang. 

Untuk tercapainya target pelaksanaan, tentunya hal ini memerlukan sanksi yang tegas dan fasilitas yang memadai.
Sebagaimana yang kita saksikan saat ini, gaya hidup kapitalisme meniscayakan peningkatan volume sampah. Konsumerisme yang bermula dari paradigma bahwa keinginan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi, akan berdampak langsung pada lingkungan. 

Belum lagi kepentingan para kapitalis (pemilik modal) yang selalu menjadi prioritas. Ini akan menyulitkan perwujudan kelestarian alam sekitar. Hasrat meraup keuntungan telah mengerdilkan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan yang notabene membutuhkan  kebijakan holistik yang mampu menuntaskan masalah hingga ke akar-akarnya, dari tataran individu, masyarakat, maupun negara.

Penguasa dalam sistem hidup kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pengurus, apalagi pelayan rakyat. Dengan demikian, wajar jika permasalahan sampah pun belum serius menyelesaikannya. Upaya-upaya yang dilakukan dinilai belum optimal, bahkan cenderung abai. 

Dalam Islam, kelestarian lingkungan merupakan poin penting dalam pembangunan. Buktinya adalah perintah Allah Swt. melalui firman-Nya:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya .…” (TQS Al-A’raf: 56)  

Berdasarkan peringatan Allah di atas, manusia wajib menjaga lingkungan. Dalam aspek individu, menjaga lingkungan diawali dengan memilah kebutuhan dan keinginan. Dengan sendirinya, masyarakat tidak akan membeli yang bukan merupakan keperluan. Dalam tataran negara, penguasa penting menggalakkan edukasi tentang pola hidup hemat, sehingga bisa menghindari konsumerisme yang akan menekan jumlah sampah. 

Islam memiliki kacamata khas dalam merawat lingkungan dengan landasan keimanan. Dengan demikian, masalah sampah bisa ditangani secara menyeluruh sehingga tidak selalu menjadi problem.

Selain itu, sejarah mencatat pada masa kekhilafahan Islam, pengelolaan sampah dilakukan sejak abad 9-10 M. Saat masa Bani Umayah misalnya, jalan di Kota Cordoba bersih dari kotoran karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang merupakan ide dari Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al Jazzar dan al-Masihi. Para tokoh muslim ini mengubah konsep sistem pengelolaan sampah menjadi lebih teratur yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran individu.

Dari sini kita mendapat gambaran bahwa solusi untuk masalah sampah membutuhkan sistem yang terpadu di bawah kepemimpinan penguasa, yakni pemerintahan Islam yang akan membangun kesadaran individu dan masyarakat dengan keimanan. Kesempurnaan Islam akan nampak jika kehidupan dibangun oleh 3 pihak, yakni individu, masyarakat, dan negara di bawah sistem yang sahih. 
Wallahu ‘alam bishshawab.

Oleh: Rianny Puspitasari
Pendidik

Selasa, 28 Februari 2023

Masalah Itu Akan Selalu Ada Selama Kau Masih Bernafas

Tinta Media - Sobat. Masalahmu tak lebih besar dari sebutir pasir di samudera, bahkan lebih kecil dari biji atom jika dibandingkan dengan alam semesta yang Mahabesar ini. Tersenyumlah dan Katakan: “Wahai masalahku, engkau terlalu lemah untuk membuatku berduka dan menjauhkan aku bersyukur dari rahmat dan kasih sayang Allah.”

Sobat. Sekali lagi bahwa masalah itu akan selalu ada selama engkau masih bernafas. Masalah itu mendewasakan cara berpikir, bersikap, dan bertindak. Janganlah kau lari dari masalah, karena dia akan terus mengejar, membuntuti, dan menghantuimu. Bukan seberapa besar masalah bagimu, tapi seberapa kekuatanmu bertahan dan bersabar menghadapinya. 

Sobat. Mengapa dirimu ditimpakan kesedihan? Karena Allah ingin membahagiakanmu. Mengapa dirimu ditimpakan musibah? Karena Allah ingin dirimu dekat dengan-Nya. Mengapa dirimu ditimpakan Ujian? Karena Allah Ingin menguatkanmu!

Sobat. Bagaimana mungkin kalian mencari kebahagiaan? Sedangkan hati kita jauh dari Allah. Kebahagiaan itu terletak di hati, bukan pada pujian atau perhiasan diri. Hati yang bahagia hati yang di dalamnya terdapat tatapan rahmat Ilahi. Bahagia sesungguhnya adalah jika urusan dunia tak sedikit pun menjadikan dirimu berpaling dari Allah.

Sobat. Kebahagiaan itu terletak pada hati yang rendah, bukan rendah diri, tapi hati yang rendah dari semua makhluk di muka bumi ini. Hatinya dekat dengan bumi, karena dia lebih memilih banyak bersujud daripada banyak berprasangka. Pertanda hati yang bersih lebih banyak diam, daripada berbicara tanpa makna.

Sobat. Orang yang berburuk sangka kepada Allah berarti telah memberikan anggapan yang bertolak belakang dengan kesempurnaan Allah yang suci serta mempunyai anggapan yang menggugurkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Oleh karena itu, Allah mengancam orang-orang yang berburuk sangka kepada-Nya dengan suatu ancaman yang hanya ditujukan kepada mereka.

Allah SWT berfirman :

وَذَٰلِكُمۡ ظَنُّكُمُ ٱلَّذِي ظَنَنتُم بِرَبِّكُمۡ أَرۡدَىٰكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم مِّنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ 

“Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Fushshilat (41) : 23 )

Sobat. Dugaan orang-orang kafir bahwa Allah tidak mengetahui dan tidak melihat perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukannya adalah persangkaan yang tidak baik. Persangkaan yang demikian akan menimbulkan keberanian untuk melakukan perbuatan-perbuatan terlarang, sehingga berakibat kerugian pada diri sendiri. 

Akibat persangkaan yang demikian itu, mereka akan mendapat kerugian dan kehinaan di dunia dan azab pedih di akhirat nanti.

Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa sangkaan yang baik ialah meyakini bahwa Allah mengetahui segala perbuatan hamba-Nya sejak dari yang halus sampai kepada yang besar, sejak dari yang nampak sampai kepada yang tersembunyi, dan Allah mengetahui segala isi hatinya.

Jika seseorang telah memercayai yang demikian, maka ia selalu meneliti segala yang akan diperbuatnya, mana yang diridai Allah 
dan mana yang tidak diridai-Nya. Ia akan menghentikan serta menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak diridai Allah, karena ia telah yakin bahwa Allah melihat dan mengetahui semua perbuatannya itu.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Dawud., dan Ibnu Majah dari Jabir bin 'Abdullah, Rasulullah saw bersabda, "Kamu jangan sekali-kali mati kecuali berbaik sangka kepada Allah. (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Para ulama berpendapat bahwa sangkaan itu ada dua macam: pertama, sangkaan yang baik, yaitu menyangka bahwa Allah mempunyai rahmat, keutamaan, dan kebaikan yang akan dilimpahkan-Nya kepada manusia, sebagaimana tersebut dalam hadis Qudsi:
Allah berfirman, "Aku menuruti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku."(Riwayat Muslim dari Anas)

Kedua, sangkaan yang jelek, yaitu menyangka bahwa Allah tidak mengetahui segala perbuatan hamba-hamba-Nya. 
Menurut Qatadah, sangkaan itu ada dua macam, yaitu: pertama, sangkaan yang menyelamatkan seperti yang diterangkan firman Allah:

إِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَٰقٍ حِسَابِيَهۡ   

Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku. (al-haqqah/69: 20)

Dan firman Allah:
ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ  
(Yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (al-Baqarah/2: 46)

Sobat. Orang-orang yang khusyuk benar-benar yakin bahwa mereka pasti akan kembali kepada Allah dan menemui-Nya pada hari akhirat nanti, di mana semua amalan manusia akan diteliti, dan setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia. Berdasarkan keyakinan semacam itu, dia akan selalu taat kepada peraturan-peraturan Allah serta khusyuk dalam menjalankan ibadah dan amal kebajikan.

Kedua, sangkaan yang merusak, seperti yang diterangkan firman Allah ini.

Umar bin Khaththab berkata tentang ayat ini, "Mereka adalah orang-orang yang terus-menerus berbuat maksiat, tidak bertobat dari perbuatan itu, dan mereka berdebat tentang ampunan Tuhan, sehingga mereka meninggalkan dunia tidak membawa apa-apa." Kemudian Umar membaca ayat ini.

Al-hasan al-Bashri berkata, "Sesungguhnya satu kaum yang diperdaya oleh angan-angannya yang kosong sehingga mereka meninggal dunia, dan tiadalah mereka mempunyai suatu kebaikan pun. Salah seorang dari mereka berkata, 'Sesungguhnya aku berbaik sangka terhadap Tuhanku. Sesungguhnya ia telah berdusta. Jika baik sangkaannya, tentu baik pula amalnya." 

Kemudian Al-hasan al-Bashri membaca ayat ini.

Sobat. Jika jalan terasa sempit, jika urusan terasa pelik, jika rezeki terasa kian mampet, jika problematika hidup kian menghimpit. Bukan keluh kesah solusinya, bukan frustasi jalan keluarnya. Bukan pula menutup diri atau menuding orang lain penyebab petakanya. 

Sobat. Jika masalahmu terasa sulit, maka : Perbanyaklah membaca istighfar memohon ampunan atas dosa dan kesalahanmu. Karena Istighfar adalah pembuka simpul kesulitan dan penghapus dosa. Rasulullah SAW bersabda, “ Barangsiapa senantiasa beristighfar, maka Allah memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesempitan, kegembiraan dari setiap kesusahan dan memberinya rezki dari jalan yang tidak dia sangka-sangka.”

Jika Masalahmu terasa sulit, maka mulailah memperbaiki dan meningkatkan ibadahmu. Sirami kegerangan hati dengan air wudhu, fanakan dirimu dalam kekhusyukan sholat bersujud kepada-Nya. Jadikan bacaan Al-Qurán penghibur dan curahan hatimu.

Jika Masalahmu terasa sulit, maka hayati setiap ucapan dzikir dalam bisik yang menyentuh kalbu, menangislah jika tangisan itu membuatmu nyaman dan lapang. Yakini dirimu begitu lemah. Tapi kau akan begitu kuat manakala kau serahkan segalanya kepada Tuhanmu Yang Mahakuasa, Biarkan Dia memelukmu.

Jika Masalahmu terasa sulit, maka tengadahkan tanganmu, tundukkan kepalamu dalam khusyuk, tawadhu, serta penuh harap. Berdoalah penuh kepasrahan dan pengharapan. Serahkan dan pasrahkan semua kepada-Nya dan Tersenyumlah !!!

Salam Dahsyat dan Luar Biasa!

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Coach Pengusaha Hijrah dan Spiritual Motivator Nasional Quantum Spirit. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 05 Desember 2022

Pengamat: Semua Masalah Kebangsaan Muncul akibat Penerapan Ideologi Sekuler Demokrasi Kapitalisme


Tinta Media - Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. menilai semua masalah kebangsaan yang muncul saat ini akibat penerapan ideologi sekuler demokrasi kapitalisme.

"Semua masalah kebangsaan tersebut muncul karena akibat penerapan ideologi sekularisme-demokrasi-kapitalisme. Bukan karena penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (2/12/2022).

Hal ini ia sampaikan dalam menanggapi pernyataan Sekretaris LPOI Imam Pituduh yang menyebut Khilafah bukan solusi masalah kebangsaan.

Menurutnya, harus ada persamaan dalam memaknai masalah kebangsaan. Bila yang dimaksud masalah kebangsaan adalah berbagai kerusakan yang terjadi  dan dihadapi secara bersama oleh bangsa ini, seperti korupsi, kesenjangan kaya-miskin, hutang LN yang berbasis riba, perampokan SDA, zina, LGBT, khamr, dan lain-lain, menurutnya, penyelesaian masalah kebangsaan saat ini tidak ada jalan lain kecuali dengan mengganti ideologi kapitalisme dengan Islam. 

"Kalau kita ingin menyelesaikan masalah-masalah tersebut, maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengganti ideologi kapitalisme tersebut dengan Islam. Bukan malah mendukung praktik kapitalisme itu. Maka ini relevansi Islam sebagai solusi, bahkan satu-satunya solusi masalah kebangsaan saat ini," bebernya.

Sebagai pengamat politik Islam, ia juga memberikan penjelasan bagaimana Islam menjadi solusi atas masalah kebangsaan.

"Sebagai contoh, Islam melarang korupsi yang dihasilkan demokrasi yang berdasarkan aturan manusia. Berbiaya mahal dan penuh dengan dominasi pemodal (kapitalis, cukong, oligarki). Maka dengan menerapkan hukum Islam dalam pemerintahan akan melahirkan pemimpin yang berintegritas dan secara proses tidak akan didominasi segelintir pemodal. Dan akan melahirkan pemimpin yang menerapkan Islam bukan menerapkan aturan manusia," paparnya.

Contoh lain, lanjutnya, Islam menghapuskan riba. Maka hutang LN yang berbasis riba dan membebani rakyat akan dihilangkan dan berbagai hutang yang menumpuk akan direstrukturisasi. Demikian juga SDA yang dijarah asing akan diambil alih oleh negara dalam pengelolaannya dari swasta untuk kepentingan rakyat karena hal itu (diantara SDA yaitu tambang) adalah kepemilikan umum. 

Kemudian ia menyampaikan pertanyaan retoris mengenai solusi Islam yang dianggap sebagai masalah. "Apakah dengan fakta ini, Islam dianggap masalah?" cecarnya.

"Khilafah adalah ajaran Islam. Syariah kaffah adalah konsekuensi dari keimanan seorang muslim, ditegaskan Allah sebagai rahmatan lil alamin," tegasnya. 

Riyan juga menilai yang mengatakan khilafah bukan ajaran Islam merupakan kedangkalan berpikir. "Adalah menunjukkan kedangkalan berpikir bila ada yang mengatakan khilafah bertentangan dengan spirit Islam. Karena khilafah jelas bagian ajaran Islam," tegasnya.

Khilafah adalah ajaran Islam dalam pemerintahan, imbuhnya, artinya secara keyakinan Islam adalah solusi untuk berbagai masalah kehidupan. Mengingkari Islam akan menimbulkan kesempitan dan kefasadan. Yang itu berarti dosa dan maksiat. 

Ia kembali menyampaikan tentang fakta adanya keberkahan apabila diterapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai sebuah negara.

"Adalah fakta bahwa daulah Islam (penyebutan pemerintahan di zaman Nabi SAW) dan khilafah Islam (pada zaman sahabat dan sesudahnya) sebagai entitas negara yang sama. Sama-sama menjalankan syariah Kaffah dan membawa kepada baldah thayyibah wa rabbun ghafur(negeri yang penuh dengan kebaikan karena Islam dan diampuni Allah karena ketaatan penduduknya)," terangnya.

Fakta yang lain, lanjut Riyan,  piagam madinah basisnya adalah Islam dan Rasul SAW adalah kepala negara Madinah yang menerapkan hukum Islam. Supremasi hukumnya adalah hukum Islam. Kekuasaan ada di tangan umat Islam. Jadi adalah hal yang kontradiktif dan ahistoris kalau menganggap bahwa yang diterapkan Rasul SAW bukan Islam. Salah satu buktinya adalah bila ada persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Madinah, maka hukum yang digunakan adalah hukum Islam dan ini berlaku untuk semua warga.

Terakhir ia menegaskan bahwa penerapan Islam tidak bermasalah dengan adanya pluralitas.

"Ini pun tidak ada masalah dengan pluralitas dan kedamaian masyarakat, karena hukum Islam justru membawa dan menjamin keadilan bagi semua warga negara, muslim dan kafir. Wallahu A'lam," pungkasnya.[] Nur Salamah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab