Tinta Media: Married by accident
Tampilkan postingan dengan label Married by accident. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Married by accident. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 Februari 2023

Marak Remaja MBA, Buah Pergaulan Bebas

Tinta Media - MBA (Married by Accident) kini menjadi realitas horror yang menimpa generasi muda. Maraknya remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Imbasnya, pengadilan agama banyak menerima pengajuan dispensasi menikah.

Seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur, sekitar 15 ribu pengajuan dispensasi nikah terjadi dalam satu tahun. Kasus yang cukup membuat heboh masyarakat adalah fenomena dispensasi nikah di Kabupaten Ponorogo. Sekalipun demikian, ada daerah lain yang angka dispensasi nikahnya jauh lebih tinggi, seperti Malang, Jember, dan Kraksaan. Menurut Maria Ernawati, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jatim, 80 persen pengajuan dispensasi nikah yang marak terjadi gara-gara kasus hamil di luar nikah (JawaPos.com, 18/1/2023).

Potret kelam pemuda memang masih menjadi persoalan negeri ini, bahkan seluruh dunia. Kasus hamil di luar nikah semakin lama semakin bertambah seiring dengan pergaulan masyarakat yang serba sekuler-liberal. 

Pada perayaan tahun baru misalnya, banyak muda-mudi memanfaatkan momen pergantian tahun sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu yang berujung kehamilan di luar rencana. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran dan pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya. Alhasil, banyak orang tua mengajukan dispensasi menikah setelah anaknya terlanjur hamil di luar nikah.

Maraknya pengajuan dispensasi menikah semestinya tidak dinilai sebagai jalan pintas. Namun, kita harus menaruh perhatian tentang apa akar masalah dari fenomena nikah muda ini, yaitu perzinaan alias seks bebas di kalangan remaja.  

Seks bebas merupakan muara dari pola pikir sekulerisme dan liberalisme yang kini acapkali diaruskan melalui media sosial. Ditambah lagi aturan yang ditegakkan tidak memberi efek jera bagi remaja. Peraturan yang diberlakukan justru meningkatkan angka seks bebas, seperti anjuran penggunaan kondom saat berhubungan badan. Bahkan, undang-undang yang baru meniscayakan adanya persetujuan adanya hubungan badan yang dikenal dengan istilah sex consent.  

Lantas, bagaimana menyetop akar masalahnya? 

Sekulerisme-liberalisme harus dicabut sampai ke akarnya dan diganti dengan paham kehidupan yang mengembalikan fitrah manusia dan mengarahkan pemikiran manusia pada kebaikan hakiki, yakni sebagaimana pandangan hidup Islam.  

Islam mengajarkan batasan yang tegas dalam hal pergaulan antara pria dan wanita. Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam hubungan pria-wanita. Preventifnya, Islam menegakkan aturan yang jelas dan memuliakan perempuan, seperti aturan menutup aurat bagi perempuan saat keluar rumah, larangan khalwat dan ikhitlat serta perzinaan.  

Sedangkan kuratifnya, Islam memiliki sanksi yang menjerakan bagi pelaku zina, yakni cambuk (bagi pezina ghairu muhsan) dan rajam (bagi pezina muhsan). Jadi, bukan dengan dispensasi menikah dini.

Karena itu, guna menghentikan maraknya perzinaan pada generasi, maka wajib kita terapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Dengan begitu, niscaya generasi Islam akan lahir dari para ibu cerdas dengan Islam yang jauh dari perbuatan maksiat yang merusak keberlanjutan generasi.

Oleh: Risa Hanifah
Sahabat Tinta Media

Marak Remaja MBA, Buah Pergaulan Bebas

Tinta Media - MBA (Married by Accident) kini menjadi realitas horror yang menimpa generasi muda. Maraknya remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Imbasnya, pengadilan agama banyak menerima pengajuan dispensasi menikah.

Seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur, sekitar 15 ribu pengajuan dispensasi nikah terjadi dalam satu tahun. Kasus yang cukup membuat heboh masyarakat adalah fenomena dispensasi nikah di Kabupaten Ponorogo. Sekalipun demikian, ada daerah lain yang angka dispensasi nikahnya jauh lebih tinggi, seperti Malang, Jember, dan Kraksaan. Menurut Maria Ernawati, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jatim, 80 persen pengajuan dispensasi nikah yang marak terjadi gara-gara kasus hamil di luar nikah (JawaPos.com, 18/1/2023).

Potret kelam pemuda memang masih menjadi persoalan negeri ini, bahkan seluruh dunia. Kasus hamil di luar nikah semakin lama semakin bertambah seiring dengan pergaulan masyarakat yang serba sekuler-liberal. 

Pada perayaan tahun baru misalnya, banyak muda-mudi memanfaatkan momen pergantian tahun sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu yang berujung kehamilan di luar rencana. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran dan pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya. Alhasil, banyak orang tua mengajukan dispensasi menikah setelah anaknya terlanjur hamil di luar nikah.

Maraknya pengajuan dispensasi menikah semestinya tidak dinilai sebagai jalan pintas. Namun, kita harus menaruh perhatian tentang apa akar masalah dari fenomena nikah muda ini, yaitu perzinaan alias seks bebas di kalangan remaja.  

Seks bebas merupakan muara dari pola pikir sekulerisme dan liberalisme yang kini acapkali diaruskan melalui media sosial. Ditambah lagi aturan yang ditegakkan tidak memberi efek jera bagi remaja. Peraturan yang diberlakukan justru meningkatkan angka seks bebas, seperti anjuran penggunaan kondom saat berhubungan badan. Bahkan, undang-undang yang baru meniscayakan adanya persetujuan adanya hubungan badan yang dikenal dengan istilah sex consent.  

Lantas, bagaimana menyetop akar masalahnya? 

Sekulerisme-liberalisme harus dicabut sampai ke akarnya dan diganti dengan paham kehidupan yang mengembalikan fitrah manusia dan mengarahkan pemikiran manusia pada kebaikan hakiki, yakni sebagaimana pandangan hidup Islam.  

Islam mengajarkan batasan yang tegas dalam hal pergaulan antara pria dan wanita. Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam hubungan pria-wanita. Preventifnya, Islam menegakkan aturan yang jelas dan memuliakan perempuan, seperti aturan menutup aurat bagi perempuan saat keluar rumah, larangan khalwat dan ikhitlat serta perzinaan.  

Sedangkan kuratifnya, Islam memiliki sanksi yang menjerakan bagi pelaku zina, yakni cambuk (bagi pezina ghairu muhsan) dan rajam (bagi pezina muhsan). Jadi, bukan dengan dispensasi menikah dini.

Karena itu, guna menghentikan maraknya perzinaan pada generasi, maka wajib kita terapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Dengan begitu, niscaya generasi Islam akan lahir dari para ibu cerdas dengan Islam yang jauh dari perbuatan maksiat yang merusak keberlanjutan generasi.

Oleh: Risa Hanifah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab