Tinta Media: Marketplace
Tampilkan postingan dengan label Marketplace. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marketplace. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 September 2023

Tiga Alasan di Balik Munculnya Gagasan Marketplace Guru


 
Tinta Media - Ustadzah Ir. Reta Fajriah menyebut tiga alasan yang melatarbelakangi munculnya gagasan marketplace  guru yang dirancang Mendikbud Nadiem Makarim.
 
“Pertama, adanya kebutuhan guru yang mendadak. Hal ini disebabkan ada guru yang meninggal, pensiun atau mutasi dan pindah rumah, sehingga memang ada kebutuhan untuk cari guru pengganti,” ungkapnya di program Kuntum Khairu Ummat: Marketplace Guru, Solusi Tepat Problem Pendidikan? Melalui kanal Youtube MMC, Selasa (29/8/2023).
 
Kedua, ujarnya, adanya ketidaksinkronan antara kebutuhan terhadap  guru dengan rekrutmen di pusat. Ketiga, Pemerintah Daerah tidak mengajukan formasi aparatur sipil negara yang sesuai.
 
“Ketersediaan di pusat sebenarnya ada tapi karena tidak ada pengajuan dari Pemerintah Daerah. Maka guru tidak ditugaskan,” terangnya.

Dalam penilaian Reta, sebenarnya kebutuhan guru di daerah kurang, tapi tidak masuk datanya ke pusat sehingga tidak terdistribusi. Ia mengutip pernyataan Mendikbud bahwa dengan adanya marketplace ini diharapkan sekolah yang membutuhkan guru bisa langsung membuka data base kemudian bisa langsung meminta guru. "Jadi tersalur dengan sendirinya karena ada permintaan dari pihak sekolah," ujarnya menirukan perkataan Mendikbud.
 
Meski demikian Reta mempertanyakan siapa yang akan menggaji guru dari marketplace ini, mengingat kalau belum ASN (aparatur sipil negara ) berarti tidak ada gaji yang berasal dari pemerintah pusat.
 
“Pada akhirnya dari pihak daerah tidak berani mengajukan kebutuhan guru karena nanti risikonya adalah guru akan digaji oleh pihak yang mengajukan. Jika diajukannya oleh pihak Pemerintah Daerah maka diambilnya dari APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) bukan dari pemerintah pusat. Daerah yang merasa kurang mampu memberi gaji bagi guru ini pada akhirnya tidak mengajukan,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Sabtu, 17 Juni 2023

Resah dan Gelisah Kebijakan Marketplace Guru

Tinta Media - Akhir-akhir ini, keresahan dan kegelisahan sedang dialami oleh guru-guru di seluruh Indonesia. Pasalnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, yaitu Nadiem Makarim berencana akan mengimplementasikan platform marketplace guru pada tahun 2024. 

Menurutnya, untuk memenuhi formasi, guru dapat menggunakan platform ini sebagai solusi permanen pada permasalahan rekrutmen guru di Indonesia. Dengan platform ini pula akan terbentuk pola perekrutan yang awalnya terpusat menjadi pola perekrutan setiap saat. Maka dari itu, tahap penyusunan dan sosialisasi pun telah menjadi konsep yang akan disampaikan pada para pemangku jabatan di Indonesia. 

Hendro Susanto, selaku anggota DPRD Sumatera Utara pada fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan akan mengkaji ide dan rencana Kemendikbud Ristek ini. Sebab menurut Hendro, guru bukanlah barang, sedangkan marketplace itu identik dengan barang. Sehingga dengan adanya marketplace ini akan membuat martabat guru menjadi rendah, bahkan menurun. Maka, sebelum rencana tersebut menjadi sebuah kebijakan, hal ini pun harus didiskusikan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk para guru honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun. 

Tidak hanya itu, para guru GTT di Sumatera Utara pun terlihat keberatan dengan rencana tersebut. Hal itu pun mereka ungkapkan dengan mengirimkan saran dan pesan lewat WhatsApp dan instagram para anggota DPRD. (Medanbisnisdaily.com, 03/06/2023)

Lagi dan lagi, usaha dan upaya yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat termasuk permasalahan guru merupakan suatu hal yang patut untuk diapresiasi. 

Dengan melihat latar belakang Nadiem Makarim sebagai sosok yang piawai dalam dunia bisnis, bahkan ia adalah seorang pengusaha, wajar jika akhirnya mencetuskan untuk membuka lahan binis dengan menggunakan platform marketplace agar mudah untuk menjangkau kebutuhan dan rekrutmen guru di setiap sekolah. Namun, sayangnya usaha dan upaya ini tidak akan mampu menjawab permasalahan sistem perekrutan guru di negeri ini. Sebab, ketimpangan nasib guru honorer dan ketidakmerataan penyebaran tenaga pendidiklah yang menjadi permasalahan mendasarnya. 

Maka dari itu, permasalahan penyebaran tenaga pendidik tidak akan bisa terjawab dengan adanya marketplace guru. Selain itu, adanya marketplace guru ini akan semakin menciptakan kesenjangan antarsekolah. Ini karena perekrutan guru yang berkualitas akan dengan mudah didapatkan oleh sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas terbaik. Sedangkan guru-guru yang biasa saja akan didapatkan oleh sekolah yang fasilitasnya minim dan jauh dari perkotaan.

Sungguh ketimpangan tersebut akan semakin membahayakan guru-guru di Indonesia. Ketidakadilan pun akan dirasakan dari kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah nantinya.

Inilah kegagalan negara dalam mengatur distribusi guru di setiap daerah. Padahal, seharusnya negara melalui pemerintahnya memiliki kemampuan untuk mendistribusikan guru secara langsung dengan data-data guru yang dimiliki. Dengan begitu, ketimpangan guru tentu tidak akan terjadi dan guru akan ditempatkan sesuai spesifikasi dan kompetensinya. 

Sayangnya, penyelesaian ketimpangan guru ini tidak akan terlaksana jika negara masih tetap menerapkan sistem kapitalisme yang mengatur kehidupan masyarakat. Sebab, negara kapitalistik ini memiliki keuangan yang sangat lemah. APBN pun selalu mengalami penurunan, serta utang selalu menjadi andalan dalam seluruh pembiayaan. 

Selain itu, negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini memungkinkan terjadinya pengambilalihan wewenang oleh pemerintah pusat, sehingga keakuratan data proses rekrutmen guru menjadi berkurang. Bahkan, kesalahan di lapangan dan saling lempar tanggung jawab sering terjadi dalam sistem ini. 

Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada sistem yang memuliakan manusia dan yang mengurusi permasalahan hidup manusia, yaitu sistem Islam (Khilafah). Sebab, dalam Islam negara harus menjamin kebutuhan dasar masyarakat, termasuk di dalamnya pendidikan. Sementara, pendidikan akan mampu diakses oleh seluruh warga negara dengan peran sentral negara. 

Ketimpangan pendidikan, bahkan fasilitas di kota dan desa akan terselesaikan dengan kekuatan baitul mal negara. Begitu pula dengan kesejahteraan guru, tentu akan dipenuhi oleh negara. Sebab, guru dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia. Sehingga, guru tidak disibukkan dengan kegiatan lain selain kegiatan belajar dan mengajar.

Hal ini karena pembentukan generasi yang berkepribadian Islam dan mampu menjadi mutiara umat ada pada guru yang terbaik. 

Selanjutnya, gaji guru dalam Islam seperti pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, yaitu sebesar 15 dinar yang jika dikalkulasikan sekitar 60 juta rupiah. Tidak ada perbedaan gaji antara guru yang satu dengan guru lainnya karena mereka memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik dan mencetak generasi unggul. 

Kemudian, agar distribusi guru terjalankan dengan baik, maka negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru di dalam negaranya, sehingga jumlah guru dengan kebutuhan mengajar benar-benar disesuaikan oleh negara secara cepat. Maka, tidak ada kebaikan yang akan didapatkan manusia dalam hal  pengaturan dan kebijakan, jika hal itu tidak dilandaskan pada akidah dan sistem Islam. Kalau pun ada manfaat yang dirasakan, tentu manfaat tersebut hanya bersifat semu. 

Dengan demikian, harapan untuk seluruh permasalahan di dunia pendidikan, termasuk guru, hanya akan terselesaikan jika kembali pada syariat Islam secara kaffah dalam institusi negara. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Halizah Hafaz Hutasuhut, S.Pd.
Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab