Tinta Media: Manusia
Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Maret 2024

UIY: Takwa adalah Segalanya!



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyebutkan, takwa adalah segalanya.

"Takwa adalah segalanya!" ujarnya dalam program Mutiara Ramadan: Ramadan Bulan Istimewa, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (16/4/2024).

Karena, menurutnya, takwalah yang akan menentukan posisi manusia di hadapan Allah Swt.

"Bukan pangkat, jabatan, harta kekayaan, bentuk badan tubuh kita. Bukan itu semua, tetapi takwa yang akan menentukan kehormatan kita di hadapan-Nya," tegasnya.

UIY mengingatkan, takwa pula yang akan menentukan posisi manusia di akhirat.

Posisi di akhirat itu, terang UIY, hanya ada dua kemungkinan, jikalau tidak menjadi golongan kanan penghuni surga (Ashabul Yamin) maka pasti akan menjadi golongan kiri penghuni neraka (Ashabul Syimal).

"Kita tentu tidak ingin menjadi bagian dari penghuni neraka (Ashabus Syimal), karena neraka disebut Allah sebagai seburuk-buruk tempat kembali, yang siksa paling ringan di dalamnya dipakaikan terompah dari api neraka dan itu cukup membuat otak mendidih," tuturnya.

Sebaliknya, ia pun mengutarakan bahwa kita pasti ingin menjadi bagian dari golongan kanan penghuni surga (Ashabul Yamin).

"Hanya, apa yang akan bisa memastikan menjadi bagian dari golongan kanan? Itu hanya satu, yaitu takwa kita kepada Allah Swt," jelasnya.

Mengutip Surat Az-Zumar, ayat 73, UIY kemudian menyampaikan, 

وَسِيقَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ إِلَى ٱلْجَنَّةِ زُمَرًا

“Orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka itu masuk ke dalam surganya berombong-rombongan pula.”

Selain itu, UIY juga mengemukakan, takwa pula yang akan membuat manusia  selalu mendapatkan jalan keluar (mahraja) dari Allah Swt. di dalam meniti kehidupan ini.

وَمَنۡ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّهٗ مَخۡرَجًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar," ungkapnya mengutip Surat At-Thalaq, ayat 2.

Bukan hanya itu, mengutip Surat At-Thalaq: ayat 3, sambung UIY bahwa Allah juga akan memberikan rezeki bagi orang yang bertakwa dari arah yang tidak diduga-duga.

.وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Dan Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga," kutipnya.

Lebih daripada itu, ungkapnya lagi, takwa pulalah yang akan membawa kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, bahkan dunia dipenuhi dengan keberkahan sebagaimana Allah Swt. katakan.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ 

Andai penduduk satu negeri itu beriman dan bertakwa maka Allah berjanji akan membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi. (Al-'Araaf: 96)

"Keberkahan, itulah hidup yang selalu bertambah segala kebaikan," pungkasnya. [] Muhar

Kamis, 14 Maret 2024

Kapitalisme Mengeliminasi Fitrah Manusia


Tinta Media - Awal-awal setelah menikah, teman-teman berseloroh, "Menikah itu enak apa enak sekali?  Ya, tentu enak dong, ha ... ha ...."

Namun, sekarang sangat berbeda. Pasangan muda tidak mau menikah, tidak mau merasakan bagaimana enaknya menikah atau lika-liku menjalani biduk rumah tangga. Sungguh sangat ironi!

Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik bahwa terjadi penurunan angka menikah selama enam tahun terakhir sebesar 200 ribu lebih (Kamis, 7/3/2024. CNBC Indonesia).

Memang hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di Jepang sehingga populasi rakyatnya hanya bertambah 1%. Hal yang sama terjadi juga di Korea Selatan, Cina, dan telah menyebar secara global.

Buah Busuk Kapitalisme

Enggannya pasangan muda untuk menikah menurut pengamat disebabkan karena masalah ekonomi. Tidak dimungkiri, memang ekonomi kapitalisme liberalisme saat ini telah membuat lmasyarakat kesulitan mencukupi kebutuhannya. Di Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang, tingkat kesenjangan yang terjadi antara yang kaya dan miskin sangat tinggi. Ini karena kekayaan hanya berputar pada orang kaya saja.

Sebab lain keengganan pasangan muda untuk menikah adalah karena tidak ingin mempunyai anak. Ini selaras dengan propaganda childfree yang terjadi secara global. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari propaganda Barat yang terus menyuarakan feminisme, kesetaraan gender, dan lain sebagainya. Barat terus menyebarkan virus feminisme, childfree, dan kesetaraan gender agar dapat mengontrol dunia. 

Di sisi lain, sebenarnya mereka mengalami persoalan juga. 
Dampak dari penundaan atau pun tidak menikah ini sangat berkaitan erat dengan jumlah populasi negara, keberlanjutan generasi, dan lain-lain.  Ya, inilah buah busuk dari kapitalisme yang berlaku di dunia saat ini.

Potensi Manusia

Allah Swt. telah memberikan potensi kepada manusia. Potensi manusia tersebut adalah naluri (gharizah), kebutuhan jasmani, dan akal. Naluri yang diberikan naluri antara lain naluri berkasih sayang (gharizah nau'), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa'), dan naluri beragama (gharizah tadayun). Inilah fitrah manusia.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan." (TQS An-Nisaa: 1)

Menikah merupakan pokok dari manifestasi atau penampakan dari gharizah nau' yang ada pada manusia. Penampakan lainnya bisa kita lihat pada rasa sayang terhadap anak, keibuan, kebapakan, dan lain sebagainya.

Dengan perkawinan/ menikah, akan tersalurkannya gharizah nau' tersebut.

Jika seseorang menolak atau enggan untuk menikah dan memiliki anak, berarti ia sedang menolak fitrahnya sendiri. Inilah yang sedang digencarkan oleh Barat. Artinya, sistem kapitalisme telah mengeliminasi fitrah kemanusiaan. Ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam.

Islam Mendorong Pernikahan

Islam dalam konteks pernikahan telah mendorong para pemuda untuk menikah. 

Rasulullah bersabda:

"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi yang lain pada hari kiamat kelak" (HR Ahmad).

Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:

"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (Muttafaq 'alaihi).

Tuntunan dalam Islam yang Agung ini telah disyariatkan oleh Allah. Inilah yang akan membawa kebahagiaan hakiki pada manusia. Selain itu, negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni khilafah Islamiyah ala minhaj nubuwah.


Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Minggu, 24 September 2023

Rasulullah Muhammad adalah Guru bagi Seluruh Umat Manusia

Tinta Media - Sobat. Al-Qur'an telah menetapkan bahwa Rasul Muhammad SAW adalah guru bagi seluruh umat manusia. Silahkan lihat dan baca QS. al-Jumu'ah (62) : 2 ) , QS. An-Nisa' (4) : 79 dan QS. Saba' (34) : 28 . Maka sudah selayaknya kita umatnya menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan dalam segala aspek hidup dan perikehidupan manusia.

Allah SWT berfirman :

هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّۧنَ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ 

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” ( QS. Al-Jumuáh (62) : 2)

Sobat. Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengutus kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang pada saat itu belum tahu membaca dan menulis, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi Muhammad saw dengan tugas sebagai berikut:

1. Membacakan ayat suci Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

2. Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, kemusyrikan, sifat-sifat jahiliah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid mengesakan Allah, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak percaya lagi kepada sesembahan mereka seperti batu, berhala, pohon kayu, dan sebagainya.

3. Mengajarkan kepada mereka al-Kitab yang berisi syariat agama beserta hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Sobat. Disebutkan secara khusus bangsa Arab yang buta huruf tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi Muhammad saw itu ditujukan terbatas hanya kepada bangsa Arab saja. Akan tetapi, kerasulan Nabi Muhammad saw itu diperuntukkan bagi semua makhluk terutama jin dan manusia, sebagaimana firman Allah:
 
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (al-Anbiya'/21: 107)

Dan firman-Nya:
Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua," (al-A'raf/7: 158) 

Sobat. Ayat kedua Surah al-Jumu'ah ini diakhiri dengan ungkapan bahwa orang Arab itu sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama samawi yaitu agama Nabi Ibrahim. Mereka lalu mengubah dan menukar akidah tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, dan mengadakan sesembahan selain dari Allah.

Allah SWT berfirman :

مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولٗاۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدٗا  

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 79 )

Sobat. Dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah. Malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat atau tetangga.

Allah SWT berfirman :

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ  

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” ( QS. Saba’(34) : 28 )

Sobat. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad diutus kepada seluruh manusia. Ia bertugas sebagai pembawa berita gembira bagi orang yang mempercayai dan mengamalkan risalah yang dibawanya dan sekaligus pembawa peringatan kepada orang yang mengingkari atau menolak ajaran-ajarannya. Nabi Muhammad adalah nabi penutup, tidak ada lagi nabi dan rasul diutus Allah sesudahnya. Dengan demikian, pastilah risalah yang dibawanya itu berlaku untuk seluruh manusia sampai kiamat. 

Sebagai risalah yang terakhir, maka di dalamnya tercantum peraturan-peraturan dan syariat hukum-hukum yang layak dan baik untuk dijalankan di setiap tempat dan masa. 

Sobat. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad bersumber dari Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur semuanya itu dengan peraturan yang amat teliti sehingga semuanya berjalan dengan baik dan harmonis. Allah yang demikian besar kekuasaan-Nya tidak mungkin akan menurunkan suatu risalah yang mencakup seluruh umat manusia kalau peraturan dan syariat itu tidak mencakup seluruh kepentingan manusia pada setiap masa. Dengan demikian, pastilah risalahnya itu risalah yang baik untuk diterapkan kepada siapa dan umat yang mana pun di dunia ini. Banyak ayat di dalam Al-Qur'an yang menegaskan bahwa Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya.

Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia). (al-Furqan/25: 1) 

Dan firman-Nya:

Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk."(al-A 'raf/7: 158) 

Hal ini tidak diketahui oleh semua orang bahkan kebanyakan manusia menolak dan menantangnya. Di antara penantang-penantang itu adalah kaum Muhammad sendiri yaitu orang-orang kafir Mekah. 
Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya. (Yusuf/12: 103)

Sobat. Renungkanlah bermacam nikmat yang Allah curahkan pada Anda dari segala penjuru, baik dari atas maupun dari bawah. 

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ  

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” ( QS. Ibrahim (14) : 34 )

Sobat. Sebagai nikmat Allah juga ialah Dia telah menyediakan bagi manusia segala yang diperlukannya, baik diminta atau tidak, karena Allah telah menciptakan langit dan bumi ini untuk manusia. Dia menyediakan bagi manusia segala sesuatu yang ada, sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan kapan dikehendaki. Kadang-kadang manusia sendiri tidak mengetahui apa yang menjadi keperluan pokoknya, dimana tanpa keperluan itu, ia tidak akan hidup atau dapat mencapai cita-citanya. Keperluan seperti itu tetap dianugerahkan Allah kepadanya sekalipun tanpa diminta. Ada pula bentuk keperluan manusia yang lain yang tidak mungkin didapat kecuali dengan berusaha dan berdoa, karena itu diperlukan usaha manusia untuk memperolehnya.

Sobat. Sangat banyak nikmat Allah swt yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia, sehingga jika ada yang ingin menghitungnya tentu tidak akan sanggup. 

Oleh karena itu, hendaknya setiap manusia mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah swt dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan tidak melakukan hal-hal yang menjadi larangan-Nya. 

Mensyukuri nikmat Allah yang wajib dilakukan oleh manusia itu bukanlah sesuatu yang diperlukan oleh Allah Swt. Allah Mahakaya, tidak memerlukan sesuatu pun dari manusia, tetapi kebanyakan manusia sangat zalim dan mengingkari nikmat yang telah diberikan kepadanya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Jumat, 04 Agustus 2023

Kebanyakan Manusia Membayangkan Hari Kiamat Masih Lama



 
Tinta Media - Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor, Ustadz Arief B. Iskandar (ABI) mengatakan bahwa kebanyakan manusia membayangkan hari kiamat masih lama.
 
“Kebanyakan manusia membayangkan hari kiamat masih sangat lama. Masih sangat jauh. Entah masih ribuan tahun lagi. Bahkan mungkin masih jutaan tahun lagi,” ungkapnya kepada Tinta Media, Jumat (4/8/2023).
 
Namun, ia mengatakan, tidak demikian menurut Allah Swt. Ia mengutip Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 19.  
 
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaknya setiap diri kalian memperhatikan apa yang telah dia persiapkan untuk hari esok.
 
“Para mufassir, seperti Imam Ibnu Katsir dan Imam al-Qurthubi, umumnya sepakat bahwa yang dimaksud dengan "hari esok" adalah hari kiamat. Hari kiamat disebut "hari esok", menurut sebagian mufassir, karena begitu dekat kedatangannya, seperti datangnya esok hari,” jelasnya.
 
Hari kiamat, lanjutnya,  adalah penanda awal alam akhirat. Hari kiamat terjadi saat malaikat meniup sangkakala yang pertama. Tiupan pertama ini menghancurkan seluruh kehidupan di jagat raya. Tiupan pertama disusul dengan tiupan kedua yang membangunkan kembali semua mahluk. Inilah yang Allah Swt. gambarkan dalam al-Quran surat Az-Zumar ayat 68.
 
“Semua manusia terbangun dan bergegas menuju ke padang mahsyar, untuk dihisab perbuatan baik dan buruknya yang dilakukan selama berada di alam dunia. Pada saat itu sudah ada yang celaka dan ada pula yang berbahagia. Begitulah sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur’an surat Yasin ayat 51 sampai 54, dan Hud ayat 103 sampai 105,” bebernya.  
 
Hari Kebangkitan
 
ABI mengatakan, setelah terjadi hari kiamat, disusul dengan hari kebangkitan. Di alam akhirat akan ada pengumpulan semua manusia di padang mahsyar.
 
“Padang mahsyar adalah tempat penghitungan amal. Di sinilah terjadi hari perhitungan. Pada peristiwa ini seluruh umat manusia mulai dari Nabi Adam as. sampai manusia terakhir dikumpulkan dalam satu tempat,” jelasnya.  
 
Orang-orang yang mulia, ucapnya,  telah diberi ketetapan yang baik dari Allah Swt. “Mereka itu dijauhkan dari neraka dan tidak mendengar sedikitpun suara api neraka. Mereka juga tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar yang terjadi pada hari kiamat sebagaimana yang digambarkan dalam surat Al-Anbiya ayat 101 sampai 104,” paparnya.
 
Menurut ABI, keadaan manusia pada hari kiamat pada umumnya berada dalam kepanikan yang amat dahsyat. Namun, ada pula yang bergembira, bergantung pada amalan masing-masing, sebagaimana firman-Nya dalam surat Abasa ayat 33 sampai 42;
 
“Jika datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkan mereka. Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria. Banyak pula muka pada hari itu tertutup debu dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.”
 
Menyesal
 
ABI mengatakan, orang-orang yang selama di alam dunia mengingkari adanya hari kebangkitan dan perjumpaan mereka dengan Allah Swt. pada hari kiamat akan menyesal.
 
“Mereka pun akan menerima azab dengan memikul dosa-dosa yang telah mereka lakukan, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-An’am ayat 30 sampai 31,” imbuhnya.
 
Setiap manusia, kata ABI,  akan diadili di pengadilan akhirat dengan membela diri sendiri saat diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia.
 
“Tidak ada orang lain yang bisa menggantikan kita atau membela kita di pengadilan akhirat di hadapan Hakim Yang Mahaadil, Allah Swt.,” tandasnya.  
 
Ia menegaskan, dipastikan manusia diminta pertanggungjawabannya atas apa pun yang  pernah dikerjakan di dunia, dengan segala argumentasi dan alasan-alasan pembenaran perbuatannya.  Hal ini ditegaskan Allah dalam surat Al-Qiyamah  ayat 13 sampai 15; An-Nur ayat 24, Yasin ayat 65.
“Bahkan semua anggota tubuh manusia, termasuk kulitnya, ikut menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan manusia di dunia, sebagaimana dilukiskan dalam surat  Fushshilat ayat 19 sampai 22,” ucapnya.
 
Surga atau Neraka
 
Menurut ABI, setelah nasib manusia  dijatuhkan vonis bermacam-macam, pada akhirnya, di alam akhirat, tempat terakhir manusia ada di antara dua, surga atau neraka.
 
“Surga adalah tempat orang yang bertakwa. Neraka adalah tempat bagi orang-orang kafir dan fasik yang banyak berbuat dosa,” tambahnya.  
 
 
Ia menjelaskan, orang kafir dan fasik dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Saat mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya. Tentu, Neraka Jahanam inilah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.
 
“Sebaliknya, orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt. dibawa ke dalam surga berombong-rombongan pula. Saat mereka sampai ke surga itu, terbukalah pintu-pintunya. Tentu, surga itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang beramal shalih, sebagaimana dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat 73 sampai 74,” bebernya.
 
Terakhir ABI mempertanyakan, jika pada akhirnya surga adalah tujuan akhir dari hidup manusia di dunia ini, sudahkah manusia melayakkan diri menjadi salah satu penghuninya kelak?
 
“Caranya tentu dengan terus-menerus berusaha menjadi pribadi yang benar-benar bertakwa, yang senantiasa berupaya memperbanyak amal shalih, berusaha selalu taat kepada Allah Swt, serta tidak melakukan banyak dosa dan maksiat kepada-Nya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
 
 
 

Jumat, 12 Mei 2023

MMC: Sistem Sekuler Membuat Manusia Tak Memahami Tujuan Penciptaan

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, kehidupan yang diatur sistem sekuler membuat manusia tidak memahami tujuan penciptaan.

"Kehidupan yang diatur sistem sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan, membuat manusia tidak memahami tujuan penciptaan," ujarnya dalam program Serba-serbi: Kasus Bullying Semakin Meningkat, Sistem Sekuler Biang Masalah di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (8/5/2023)

Menurutnya, cara pandang kapitalisme yang mengejar materi berupa eksistensi diri, kekuasaan, popularitas dan sejenisnya, faktanya telah membuat banyak manusia menjadi awam terhadap agama dan bebas bertingkah laku semau keinginan (hawa nafsu) mereka. 

Ia menjelaskan, akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, fungsi kehidupan keluarga yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi generasi kini telah gagal membentuk generasi berkepribadian cemerlang.

"Tidak sedikit keluarga yang membiarkan anak-anak mereka tanpa aturan dan membiarkan anak bersikap semaunya sehingga muncul sikap arogan pada anak," jelasnya.  

Ia juga mengungkap, bahwa kehidupan masyarakat sekuler yang individualis telah menumbuhkan sikap acuh tak acuh, enggan saling menasihati atau tidak mau beramar ma'ruf nahi mungkar.

Dalam dunia pendidikan, ia pun menilai, bahwa negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalis, nyatanya  hanya mengorientasikan pada pencapaian nilai akademik, materi dan eksistensi diri tanpa memperhatikan aspek agama (kesadaran pengawasan Tuhan). 

"Bahkan, kadang lingkungan sekolah menjadi tempat untuk unjuk eksistensi diri, inilah persoalan yang membuat aksi perundungan semakin marak di lingkungan sekolah," pungkasnya. [] Muhar

Senin, 06 Maret 2023

MANUSIA SAMPAH


Tinta Media - "Manusia sampah" adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Manusia sampah  adalah manusia yang  tidak peduli dengan dampak dari perilaku mereka terhadap lingkungan. Orang-orang ini sering meninggalkan sampah di tempat yang tidak semestinya, bahkan di lingkungan yang seharusnya bersih dan rapi. Manusia sampah merujuk kepada istilah orang yang orientasinya mengotori dan merusak lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.

 

Manusia sampah juga adalah mereka yang sering membuang sampah sembarangan di jalanan, sungai, laut, atau di tempat-tempat lain yang seharusnya tidak digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Dampak dari perilaku manusia sampah ini adalah terjadinya pencemaran lingkungan, kerusakan ekosistem, serta berbagai masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tersebut.

 

Akibat ulah manusia sampah, maka rusaklah lingkungan, baik di darat, laut, maupun udara. Salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menggambarkan tentang kerusakan di darat dan laut adalah sebagai berikut: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Rum 30:41).

 

Ayat ini menyebutkan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia sampah yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Tujuan dari pencantuman ayat ini adalah untuk mengingatkan manusia yang bertanggungjawab terhadap lingkungan dan bumi yang dihuninya, karena seluruh perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak.

 

Perilaku destruktif manusia sampah secara filosofis berarti yang punya pikiran sampah, alias pikiran negatif. Sebab, pikiran dan tindakan saling berkaitan dan memiliki korelasi yang erat. Pikiran merupakan suatu hal yang muncul dalam otak dan menjadi dasar dari tindakan seseorang. Dalam banyak kasus, pikiran dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Tindakan seseorang diawali oleh pikirannya. Pikiran sampah akan melahirkan tindakan kotor.

 

Pikiran yang positif dapat memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan positif, sedangkan pikiran negatif dapat memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan negatif. Sebagai contoh, seseorang yang berpikir positif tentang lingkungan cenderung melakukan tindakan yang sehat dan positif seperti menjaga kebersihan dan tidak melakukan pencemaran lingkungan.

Sebaliknya, seseorang yang berpikir negatif tentang lingkungan cenderung melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri seperti merusak lingkungan, membakar hutan, membuang sampah di sungai, mengeksploitasi sumber daya alam ugal-ugalan dan sejenisnya.

 

Jika ayat Al Qur’an telah mengingatkan perilaku manusia sampah, maka dapat disimpulkan bahwa manusia sampah adalah mereka yang punya pikiran sampah yang tidak berasal dari Al Qur’an. Pikiran sampah itu berasal dari ideologi buatan manusia yang tertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan Allah dalam Al Qur’an. Pikiran sampah itu ada dua, pertama pikiran yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan agama, namanya sekulerisme. Kedua, pikiran yang menganggap tuhan itu tidak ada, namanya ateisme. Dua pikiran inilah yang kini menjadi biang kerusakan negeri ini.

 

Akibat dua ideologi sampah yang diterapkan di negeri ini, bukan hanya lingkungan dan sumber daya alam yang hancur dan rusak, namun sumber daya manusia juga rusak. Generasi bangsa ini hancur lebur akibat dua ideologi sampah ini.  Perilaku hedonisme, amoralitas, kriminalistas, upnomrlitas dan sejenisnya semakin marak di negeri ini. Bagaimana mungkin, misalnya perilaku LGBT dilakukan oleh manusia, padahal binatang saja tidak melakukan. Itulah akibat ideologi sampah yang diterapkan di negeri ini. Dua ideologi ini telah menjauhkan keimanan dan ketaqwaan bangsa yang artinya jauh dari keberkahan.

 

Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya : Dan jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, niscaya kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raf 7:96).

 

Manusia sampah yang berideologi sekulerisme dan komunsime adalah manusia kafir, zolim dan fasik, sebab mereka mengabaikan hukum-hukum Allah dalam mengatur urusan dunia ini. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya : Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS Al-Maidah 5:44).

 

Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (QS Al Maidah : 45). Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (QS Al Maidah : 47).

 

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak memutuskan suatu perkara sesuai dengan hukum Allah SWT, maka mereka dianggap sebagai orang kafir, zalim dan fasik. Hal ini menunjukkan pentingnya mengikuti dan mentaati hukum Allah SWT sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, ayat ini juga mengingatkan umat Islam untuk berpegang teguh pada hukum dan syariat Islam dalam memutuskan suatu perkara, agar tidak terjerumus pada perbuatan yang diharamkan dan merugikan diri sendiri dan orang lain dan bahkan akan melahirkan kesempitan hidup di dunia.

 

Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (QS Thahaa : 124)


Ayat ini menegaskan bahwa orang yang mengabaikan peringatan Allah SWT dan tidak mengikuti aturan-aturan-Nya, maka mereka akan mengalami kesulitan dan kesempitan dalam kehidupan mereka. Kehidupan yang sempit di sini tidak hanya merujuk pada kesulitan dalam hal materi atau fisik, tetapi juga kesulitan dalam hal spiritual dan batiniah. Mereka yang tidak memperhatikan peringatan Allah SWT akan merasa terasing dan tidak tenang dalam hatinya, karena mereka kehilangan arah dan tujuan hidup yang sejati. Kesimpulannya, manusia sampah adalah manusia sekuler dan komunis.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra Ketua

Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 25/02/23 : 13.35 WIB)

Sabtu, 31 Desember 2022

Jerat Mafia Perdagangan Manusia di Tengah Sempitnya Lapangan Kerja

Tinta Media - Tidak ada seorang pun yang ingin hidup sendiri jauh di negara orang,  meninggalkan keluarga yang dikasihi, dan bekerja diliputi rasa tidak aman dan ketakutan, demikian juga para imigran ilegal. Tapi apalah daya, kegagalan negara dalam menyejahterakan rakyatnya dan tak mampu menciptakan lapangan pekerjaan, menjadi pemicu utama munculnya banyak TKI ilegal,  bahkan terjebak ke dalam sindikat penyaluran tenaga kerja internasional atau perdagangan manusia. 

Meskipun pemerintah telah menghimbau agar masyarakat tidak tergiur gaji besar dan proses praktis, dan diharuskan melalui jalur yang resmi (legal) dan disertai upaya pengagalan dan ancaman untuk para sindikat perdagangan manusia, namun pada faktanya, hal ini tidak menyurutkan langkah para pencari kerja, untuk mencari sesuatu nasi. Karena selain jalur resmi membutuhkan modal besar, perhitungan lamanya penantian di penampungan, serta syarat yang berbelit-belit membuat banyak calon TKI memilih jalur tidak resmi, karena itu membuat beban tersendiri bagi mereka sementara kebutuhan hidup, terus menuntut untuk dipenuhi.

Dengan pemikiran selain dengan modal keberangkatan bisa segera di kembalikan, setelah berkerja, mereka juga bisa memenuhi kebutuhan keluarga secepatnya, meskipun setiba di negara orang, mereka harus bekerja sebagai buruh kasar dan bekerja di sektor yang bahkan rentan terhadap perbudakan. Mereka dieksplotasi baik secara sukarela maupun terpaksa.

Ironisnya di balik kesulitan hidup yang mereka hadapi, ada saja yang mengambil kesempatan dengan memanfaatkan demi meraup keuntungan, dengan penawaran proses lebih mudah dan cepat. Para sindikat ini tidak berkerja sendiri, mereka memiliki anggota yang bekerja mengurus transportasi TKI ilegal, menampung, dan menyalurkan ke agen tenaga kerja Malaysia. Mereka juga berkaloborasi dengan oknum besar, yang memiliki jabatan strategis dalam bisnis ini seperti petugas imigrasi, bandara atau pelabuhan. Sehingga penyaluran TKI ilegal  terus berlangsung aman, karena sangat terorganisir dan sistematis.

Di dalam sistem kapitalisme yang berorientasi pada materi, para kapitalis memandang manusia sebagai komoditas untuk dijual dan tenaga kerja untuk diperas keringatnya demi profit.Terlebih lemahnya pemerintah dalam melindungi rakyat, kurang atau bahkan tidak ada sama sekali.
Sebab negara yang berbasis kapitalis, akan  lebih pro kepada para pemilik modal atau investor, dibanding  mengurus rakyatnya, Bahkan tidak jarang masuknya investasi asing hampir sering diiringi tenaga kerja kerja dari negara asal investor, sebagai bagian dari persyaratan investasi dengan pertimbangan untuk mengawal  dana yang di investasikannya. (Nugraha Pranadita dkk, 2020). Hal ini tentu saja jelas kian membuat semakin sempitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. 

Mencermati secara lebih mendalam berbagai persoalan TKI ilegal ini, maka jelas masalah tersebut berpangkal dari persoalan kesejahteraan hidup. Tentang pemenuhan kebutuhan pokok dan akar penyebab utama adalah kelangkaan lapangan kerja yang menyebabkan sebagian anggota masyarakat menganggur. Dan terpaksa mengambil opsi bekerja di luar negeri. Oleh karena itu, solusi dari permasalahan ini tidaklah cukup hanya himbauan, ancaman atau upaya penggagalan penyelundupan. Terlebih jika aktor utama adalah oknum orang dalam, sehingga butuh langkah konkret dan fundamental untuk menyelesaikannya.

Di dalam islam, negara adalah pengurus rakyat, dan wajib memenuhi hak dan kebutuhan hidup rakyatnya. Negara wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang suku, agama, ras, dan wilayah tinggal mereka. Negara juga harus menyediakan berbagai fasilitas yang memadai dan lapangan kerja, sehingga  setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

"Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, negara wajib mengelola sumber daya alamnya secara mandiri, untuk kesejahteraan rakyat, terlebih sumber daya manusia di Indonesia sangat melimpah. Namun sayang seribu sayang, sumber daya alamnya tidak dikelola dengan baik, bahkan diserahkan kepada asing untuk dikelola dan tentu saja lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan potensi tenaga kerja yang ada.  

Kebijakan pemerintah di dalam negara Islam juga akan menghindari liberalisasi investasi dan perdagangan yang memberikan mudhorot bagi negara dan rakyat, termasuk pada pekerja. 

Sebagai contoh, liberalisasi impor pangan yang merugikan petani domestik dan mengancam kedaulatan pangan negara, saat kebutuhan pangan bergantung pada pangan yang diimpor dari negara-negara kafir, merupakan aktivitas yang masuk dalam kategori berbahaya yang tidak boleh dilakukan oleh negara Islam. Pasalnya, investasi asing di negara-negara muslim saat ini telah menyebabkan pihak asing dapat bebas menjarah dan menguasai kekayaan negara-negara Muslim, dan menjadikan negara semakin bergantung pada utang ribawi.

Dengan demikian, kebijakan investasi dan perdagangan di dalam Islam akan mendukung terciptanya lapangan pekerjaan, yang luas dan mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan koridor syariah Islam. 

Selain itu konomi Islam memandang bahwa kesejahteraan bukan semata-mata hanya permasalahan distribusi ekonomi secara materi, tetapi juga menyangkut unsur non materi dan dibidang yang lainnya. Oleh karenanya kesejahteraan dalam bidang ekonomi akan dapat ditegakkan bersamaan pula dengan tegaknya kesejahteraan dalam di bidang lainnya yang berfungsi menopang dan saling menguatkan.


Demikian juga pejabatnya wajib memiliki  ketakwaan yang tinggi, bersih, jauh dari syubhat, apalagi memakan harta haram. Selain itu, mereka sangat menjaga pergaulan, tutur kata dan tindakan mereka. Karena dalam negara Islam, ada tiga pilar tegaknya hukum Islam, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara, ketiganya berjalan sinergis. 

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan TKI ilegal / human trafficking  tidak ada jalan lain, maka kita harus mencabut kapitalisme sampai keakar-akarnya dan menggantinya dengan sistem Islam yang berasal dari wahyu Allah SWT sehingga negara mampu menangani masalah kemanusiaan yang menyangkut ketenagakerjaan dengan menyediakan peluang kerja lebih banyak di dalam negeri.

Wallahu'alam bissawab

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Sabtu, 19 November 2022

Menjadi Manusia Rabbani

Tinta Media - Sobat. Abdullah ibn Ábbas ra berkata, “Seorang Álim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar-besar hingga sekecil-kecilnya.” Yang disifati Rabbani adalah para ahli hikmah, ahli ilmu, dan para pemilik kesabaran,” demikian penjelasan Ibn Ábbas. Adapun Hasan Al-Bashri menyatakan, “Mereka adalah ahli ibadah kepada Allah dan ahli taqwa di tengah-tengah manusia.”

Allah SWT Berfirman :

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤۡتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحُكۡمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَادٗا لِّي مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُواْ رَبَّٰنِيِّۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” ( QS. Ali Ímran (3) : 79 )

Sobat. Tidak mungkin terjadi dan tidak pantas bagi seorang manusia yang diberi kitab oleh Allah dan diberi pelajaran tentang pengetahuan agama, serta diangkat menjadi nabi, kemudian dia mengajak manusia untuk menyembah dirinya sendiri bukan menyembah Allah. Orang yang diberi keutamaan-keutamaan seperti itu tentunya akan mengajak manusia mempelajari sifat-sifat Allah serta mempelajari hukum-hukum agama, dan memberikan contoh yang baik dalam hal menaati Allah dan beribadah kepada-Nya, serta mengajarkan Kitab kepada sekalian manusia.

Nabi sebagai seorang manusia yang telah diberi keutamaan yang telah disebutkan, tentu tidak mungkin dan tidak pantas menyuruh orang lain menyembah dirinya, sebab dia adalah makhluk Allah. Maka penciptanya yaitu Allah yang harus disembah. Ditegaskan kepadanya adalah menyuruh manusia agar bertakwa kepada Allah, mengajarkan Al-Kitab dan melaksanakannya, hal itu telah ditegaskan oleh firman Allah:
 
Katakanlah, "Hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku." (az-Zumar/39: 14)

Barang siapa menyuruh manusia menyembah dirinya, berarti ia mengakui bahwa Allah mempunyai sekutu yaitu dirinya sendiri. Barang siapa mempersekutukan Allah dengan lain-Nya, berarti ia telah menghilangkan kemurnian ibadah kepada Allah semata. Dengan hilangnya kemurnian ibadah berarti hilang pulalah arti ibadah.
 أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ  
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (az-Zumar/39: 3)

Begitu juga firman Allah yang menceritakan seruan Nabi Hud kepada kaumnya:
 
Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku benar-benar khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat pedih." (Hud/11: 26)

Semua nabi menyuruh manusia agar menyembah Allah:
 
Dan kepada kaum samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia.¦. (Hud/11: 61)

Sobat. Allah lalu memerintahkan kepada rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa agama yang suci adalah agama Allah. Maksud agama dalam ayat ini ialah ibadah dan taat. Oleh sebab itu, ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan ria.

Penyembah berhala berpendapat bahwa Allah adalah Zat yang berada di luar jangkauan indera manusia. Oleh sebab itu, tidak mungkin manusia dapat langsung beribadah kepada-Nya. Apabila manusia ingin beribadah kepada-Nya, menurut mereka, hendaknya memakai perantara yang diserahi tugas untuk menyampaikan ibadah mereka itu kepada Allah. Perantara-perantara itu ialah malaikat dan jin, yang kadang-kadang menyerupai bentuk manusia. 

Mereka ini dianggap Tuhan. Adapun patung-patung yang dipahat yang diletakkan di rumah-rumah ibadah adalah patung yang menggambarkan tuhan, tetapi bukanlah Tuhan yang sebenarnya. Hanya saja pada umumnya kebodohan menyebabkan mereka, tidak lagi membedakan antara patung dan Tuhan sehingga mereka menyembah patung itu sebagaimana menyembah Allah, seperti keadaan orang-orang yang menyembah binatang. Mereka itu tidak lagi membedakan antara menyembah binatang dan menyembah Pencipta binatang.

Orang-orang Arab Jahiliah melukiskan patung-patung dengan bermacam-macam bentuk, ada patung yang menggambarkan bintang-bintang, malaikat-malaikat, nabi-nabi, dan orang-orang saleh yang telah berlalu. Mereka menyembah patung-patung itu sebagai simbol bagi masing-masing sembahan itu.

Demikianlah anggapan kaum musyrikin di masa lalu dan menjelang diutusnya Muhammad saw sebagai rasul. Kemudian datanglah Rasulullah dengan mengemban perintah untuk membinasakan sembahan-sembahan mereka itu dan mengikis habis anggapan yang salah dari pikiran mereka, serta menggantinya dengan ajaran yang menuntun pikiran agar beragama tauhid.
Allah berfirman:
 
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut." (an-Nahl/16: 36)

Dan firman-Nya:
 
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. (al-Anbiya'/21: 25)

Sebagai penjelasan lebih luas tentang pengakuan orang-orang Quraisy terhadap adanya Allah, dituturkan oleh Qatadah bahwa apabila orang-orang musyrik Mekah itu ditanya siapa Tuhan mereka, siapa yang menciptakan mereka, dan siapa yang menciptakan langit dan bumi serta menurunkan hujan dari langit, mereka menjawab, "Allah." Kemudian apabila ditanyakan kepada mereka, mengapa mereka menyembah berhala-berhala, mereka pun menjawab, "Supaya berhala-berhala itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan berhala-berhala itu memberi syafaat pada saat mereka memerlukan pertolongan dari sisi Allah."

Kemudian mengenai sikap kaum musyrikin yang serupa itu Allah berfirman:
 
Maka mengapa (berhala-berhala dan tuhan-tuhan) yang mereka sembah selain Allah untuk mendekatkan diri (kepada-Nya) tidak dapat menolong mereka? Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? (al-A.hqaf/46: 28)

Allah mengancam sikap dan perbuatan mereka serta menampakkan kepada mereka akibat yang akan mereka rasakan. Allah akan memutuskan apa yang mereka perselisihkan itu pada hari perhitungan. Pada hari itu, kebenaran agama tauhid tidak akan dapat ditutup-tutupi lagi dan kebatilan penyembahan berhala akan tampak dengan jelas. Masing-masing pemeluknya akan mendapat imbalan yang setimpal. Orang-orang yang tetap berpegang kepada agama tauhid akan mendapat tempat kembali yang penuh kenikmatan. Sedang orang-orang yang selalu bergelimang dalam lembah kemusyrikan akan mendapat tempat kembali yang penuh dengan penderitaan.

Pada bagian akhir ayat ini, Allah menandaskan bahwa Dia tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang mendustakan kebenaran dan mengingkari agama tauhid karena kesesatan mereka yang tak dapat dibetulkan lagi. Macam-macam cara yang mereka tempuh untuk menyekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, seperti menyembah berhala, atau beranggapan bahwa Allah mempunyai anak dan sebagainya. Semua itu tiada lain hanyalah anggapan mereka yang jauh dari kebenaran dan menyeret mereka ke lembah kesesatan.

Sobat. Sifat Hamba Rabbani yang pertama adalah dia yang Alim. Keadaannya sedang dan terus berpengetahuan dengan pembelajaran yang tak kenal henti. Dia terus menggali dan mendalamkan, menghubungkan dan meluaskan. Sang Alim tak membeda-bedakan ilmu menjadi duniawi dan agamawi, meski ada tingkatan menurut yang lebih penting dan harus didahulukan. Semuanya tetap Ilmu Allah selama dibaca dengan asma-Nya dan difaedahkan bagi kemaslahatan insan dan semesta.

Sobat. Sifat Hamba Rabbani yang kedua adalah Faqih.Tidak hanya alim namun diharapkan juga berjuang menuju kedalaman seorang faqih. Janganlah hanya menjadi perbendaharaan ilmu, sebab ada tuntutan untuk menghubungkan setiap pengetahuan dan keadaan nyata yang berjalan dalam keseharian.

Sobat. Menjadi hamba Rabbani adalah menjadi alim sekaligus faqih; bagai rahib yang khusyuk di perpustakaan dan ruang percobaan ilmiah, kemudian bagaikan singa yang tangkas dan cermat menghadapi persoalan nyata masyarakat.

Sifat hamba Rabbani yang ketiga adalah bashirun bis siyasah menurut penjelasan Imam Ath-Thabari yakni melek, mengerti dan waspada terhadap politik. Memahami agar hamba-hamba yang alim lagi faqih tidak terbudakkan kuasa kejahatan. Seorang hamba Rabbani menggunakan dan mendukung siyasah untuk menegakkan syariah Islam dan melangsungkan kehidupan Islam demi terwujudnya rahmatan liláalamin.

Sobat. Sifat hamba Rabbani yang ke empat adalah bashirun bit tadbir : Melek, mengerti dan melaksanakan manajemen. Para ahli ilmu hendaknya memahami pengelolaan sumber daya dari perencanaan, penataan, pelaksanaan, pengendalian, timbal balik, hingga perbaikannya. Juga agar di jalan perjuangannya mereka memahami bagaimana mengelola hati dari sosok-sosok yang penuh potensi.

Sobat. Sifat hamba Rabbani yang kelima adalah al-qaím bisy syuúnir raíyah liyushlihu umura dinihim wa dunyahum yakni bermakna bahwa hamba yang dianugerahi celupan sifat mulia oleh Sang Pencipta, harus giat terlibat menegakkan urusan-urusan kerakyatan untuk memperbaiki perkara agama juga dunia mereka.

Sobat. Ahli ilmu Rabbani tertuntut untuk peduli dan melayani umat. Dia mendidik, menumbuhkan, dan mengembangkan kebajikan di tubuh umat hingga mereka merasakan keberkahan, kemuliaan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat kelak.

(DR. Nasrul Syarif M.Si., Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

Kamis, 03 November 2022

Problem Terbesar Manusia adalah Kemiskinan

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa Islam menilai kemiskinan sebagai problem terbesar manusia.

“Islam memandang kemiskinan adalah problem terbesar dalam kehidupan manusia, karena dampaknya banyak menimbulkan keburukan,” ungkap  Narator MMC dalam Sumbangan Peradaban Islam: Jaminan Sosial Islam Mengentaskan Kemiskinan, Ahad (30/10/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Kemiskinan, sambungnya, bisa membahayakan akidah seseorang merusak akhlaknya dan mengganggu ketenteraman masyarakat. Selain itu, kemiskinan juga melahirkan kelaparan, penyakit kebodohan, dan lemahnya kemampuan mengeksplorasi sumber-sumber alam dan manusia.

“Problem ini akan melahirkan dampak lanjutan, yakni menurunnya tingkat sarana produksi di daerah-daerah yang miskin, menurunnya pemasukan layanan kesehatan dan pendidikan, kejumudan sosial, keterbelakangan peradaban, dan lain-lain,” paparnya.

Karena itu, menurutnya, kemiskinan adalah bencana dan musibah yang harus ditanggulangi. “Ketegasan ini terlihat dari doa Rasulullah SAW, yang memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya, ‘Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kemiskinan’. Diantara cara yang diterapkan Islam untuk menanggulangi kemiskinan adalah himbauan bekerja dan sederhana dalam pembelanjaan,” jelasnya.

 Selain itu, lanjutnya, ada sistem jaminan sosial yang dilakukan secara komunal oleh masyarakat dan negara. Islam menerapkan bahwa ada hak bagi fakir miskin dalam harta orang-orang yang kaya, maka jaminan sosial akan terwujud dalam mekanisme zakat, sedekah, infak, dan sejenisnya.

Sementara, tambahnya, negara berperan dalam jaminan tidak langsung dan jaminan secara langsung. Dalam jaminan secara tidak langsung, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki yang memiliki tanggung jawab nafkah. Mereka dipastikan memiliki pekerjaan yang layak sehingga bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, seperti sandang, pangan dan papan secara makruf.

 Narator menuturkan, “jaminan secara langsung itu terwujud tatkala negara mengalokasikan dana dari Baitul Mal untuk membiayai kebutuhan dasar publik, seperti layanan kesehatan, jaminan pendidikan, dan keamanan”.

Menurutnya, jaminan ini akan membuat semua warga, baik miskin, kaya, orang muslim, dan non muslim atau kafir zimmi mendapatkan hak-hak jaminan hidup mereka secara gratis dan berkualitas, tidak Ada kecemburuan sosial akibat diskriminasi layanan sosial.

Ia menyampaikan bahwa mudah sekali bagi Daulah Khilafah menyelesaikan masalah kemiskinan, karena baik orang kaya dan negara faham tugas dan kewajibannya masing-masing. “Alhasil masyarakat yang pernah mencicipi manisnya Daulah Khilafah tidak akan mengelak jaminan sosial yang begitu luar biasa ini,” tukasnya.

Sayang sekali, kenang narator, tatkala Daulah Khilafah runtuh di tahun 1924 lalu , kaum lemah tertindas dengan ketimpangan sosial yang dilahirkan dari penerapan sistem kapitalisme. Sebab sistem ini menjadikan para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya, mengerdilkan peran negara, dan mengeksploitasi kekayaan umat.

“Jadilah kemiskinan yang dipandang Islam sebagai bencana benar-benar terjadi. Tidakkah kita ingin mengakhiri semua ini dan kembali kepada keberkahan Daulah
Khilafah?” sarkasnya.[] Wafi

Rabu, 24 Agustus 2022

Hukum Manusia Dijadikan Sandaran Wujudkan Keadilan, FDMPB: Rumit!

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan bahwa rumit di saat hukum produk manusia dijadikan sandaran untuk mewujudkan keadilan berbangsa dan bernegara.

“Adalah persoalan rumit di saat hukum-hukum produk manusia dijadikan sebagai sandaran untuk mewujudkan keadilan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya kepada Tinta Media, Ahad (21/8/2022).

Menurutnya, tidak terwujudnya keadilan berbangsa dan bernegara disebabkan kepentingan politik pragmatis yang mendominasi para pemimpin. “Sebab kepentingan politik pragmatis yang mendominasi para pemimpin sering kali justru menyalahgunakan kekuasaan untuk menciptakan ketidakadilan,” tuturnya.

Dr. Ahmad mengkritisi Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dunia dan sering kali menjadi rujukan bagi dunia muslim lainnya, justru menganut sistem kapitalisme demokrasi. Sistem yang melahirkan pemimpin yang anti Islam.

“Sayangnya Indonesia menganut sistem kapitalisme demokrasi yaitu sistem kufur yang sarat kezaliman, sementara pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi tidak lebih dari para jongos penjajah,” bebernya.

Ia menilai bahwa Indonesia bisa menjadi lebih baik jika diterapkan Islam secara kafah sehingga memiliki pemimpin yang taat.
“Indonesia mesti menerapkan Islam secara kafah dan memiliki pemimpin yang taat kepada hukum Allah seperti halnya Rasulullah memimpin Negara Madinah dan menerapkan Islam secara sempurna,” ujarnya.

Ia menguraikan merupakan kesempurnaan bagi sebuah bangsa yang menerapkan sistem sempurna yang adil dan memiliki pemimpin yang berakhlak agung. Berbuat adil dalam pandangan Islam merupakan refleksi ketakwaan.

“Dalam perspektif hukum Islam keduanya bisa dipenuhi, yakni ketika Rasulullah sebagai manusia pilihan yang jujur dan amanah menjalankan hukum yang benar dan adil yakni yang bersumber dari Al Qur’an. Hukum-hukum dalam Al Qur’an adalah mutlak keadilannya karena berasal dari Allah Yang Maha Adil,” urainya.

Ahmad Sastra menyatakan dalam pandangan Islam, keadilan adalah di saat meletakkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Allah.

“Mewujudkan keadilan bukan hanya soal pemahaman terhadap hukum, namun juga terkait erat dengan keahlian di bidangnya, karena termasuk menyia-nyiakan amanah di saat menyerahkan tugas bukan kepada ahlinya,” tuturnya.

Ia mengatakan Islam adalah agama dan ideologi yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Nilai keadilan Islam bisa diterapkan dalam setiap aspek kehidupan sebab keadilan merupakan suatu ciri utama dalam ajaran Islam.

“Seluruh masyarakat muslim dan non muslim yang hidup di bawah Daulah Islam akan memperoleh hak dan kewajibannya secara adil, seadil-adilnya,” katanya.

Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam Qur’an Surat An-Nisaa' ayat ke 58. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ada tiga prinsip keadilan yang harus diwujudkan dalam sebuah negara. Menurutnya, jika tidak terwujud maka akan muncul kezaliman. “Sebab jika tak adil maka zalim namanya,” ucapnya.

Pertama adalah prinsip menuhankan Tuhan. Baginya menuhankan yang bukan Tuhan adalah sebuah kezaliman, apalagi jika menaati aturan bukan dari Tuhan. “Maknanya negara tersebut akan dipandang adil oleh Allah jika rakyatnya mengakui Allah sebagai Tuhan, lantas menyembah dan menaati aturannya,” ujarnya.

Kedua adalah memanusiakan manusia. Ia mengatakan makna dari memanusiakan manusia yaitu pemerintah harus memahami hakikat rakyat sebagai manusia yang diciptakan Allah. “Memanusiakan manusia memiliki pengertian mendalam bahwa cara pandang terhadap rakyat mesti sejalan dengan tujuan Allah menciptakan manusia,” katanya.

“Dari sinilah akan lahir perangkat hukum yang bertujuan meningkatkan martabat kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu menjadi penguasa sangatlah berat jika tak berbuat adil,” serunya.

Ia mengungkapkan hadis Rasulullah Saw. memperingatkan bahwa akan datang melanda umatku di mana pemimpin yang berkuasa bagai (sifat) singa, para pembantunya bagai (sifat) serigala, para ulamanya bagaikan (sifat) hewan, rakyatnya bagaikan domba.

“Rasulullah Saw. pernah mengatakan bahwa ada tiga golongan hakim, dua golongan masuk neraka karena khianat dan bodoh, dan satu golongan masuk surga karena mengadili secara adil sesuai dengan pemahaman hukum yang Alah tetapkan,” ungkapnya.

Ketiga adalah mengalamkan alam. Ia menjelaskan keadilan bisa diwujudkan dengan cara pandang yang benar terhadap sumber daya alam, baik apa yang ada di laut, darat, dan udara, termasuk di dalamnya hewan-hewan. “Pemerintah yang adil adalah yang mampu mengelola sumber daya alam sesuai dengan hukum dan aturan dari Allah Yang Maha Adil. Sebab Allah menciptakan alam semesta untuk dijaga dan dimanfaatkan secara beradab, bukan dirusak sesuai kepentingan hawa nafsunya,” jelasnya.

Rasulullah Saw. Teladan Pemimpin Umat
Islam sebagai sistem hukum adalah representasi keadilan yang sempurna. Sementara Rasulullah sebagai seorang pemimpin merupakan teladan dalam keagungan akhlak sebagaimana dalam Qur’an Surat Al-Ahzab ayat ke 21. “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

“Maka penerapan Islam secara kafah sebagai sistem hukum dapat mempresentasikan keadilan yang sempurna. Sementara Rasulullah sebagai seorang pemimpin adalah teladan dalam keagungan akhlak,” ucapnya.

Rasulullah adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Rasulullah adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat, dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah.

“Dan peran paling utama dan esensial beliau ialah peran sebagai seorang pemimpin dan pendidik. Bahkan Allah yang langsung mendidik Rasulullah,” bebernya.

Rasulullah Saw. telah menerapkan semua ajaran (kafah) yang diterimanya dari Allah Swt., hal tersebut menjadi bukti syariat Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan.

“Sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti Islam dengan dalih ajarannya di nilai berat dan di luar batas kemampuan manusia,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Senin, 20 Juni 2022

Mentalitas Seperti Apa yang Diharapkan pada Manusia di Tapal Batas?


Tinta Media - Direktur Institut Muslimah Negarawan (ImuNe) Dr. Fika Komara menyatakan, secara mentalitas, kualitas manusia di tapal batas yang diharapkan oleh Islam adalah orang-orang dengan mental superior.

“Secara mentalitas, berbicara kualitas manusia seperti apa yang diharapkan oleh Islam ketika berada di tapal batas adalah orang-orang dengan mental superior,” tuturnya dalam Live Kajian Online Rubrik Muslimah Negarawan: Membangun Manusia di Tapal Batas (Mengenalkan Khazanah Islam Soal Perbatasan), Senin (13/6/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Hal ini ia kaitkan dengan yang disampaikan dalam QS. Al-Anfal ayat ke 60. Secara maknawi bahwa manusia-manusia yang berada di tapal batas itu adalah manusia superior. “Yaitu manusia-manusia yang bisa sampai pada level menakuti, menggetarkan,” ujarnya.

Kesadaran mental superior ini penting sekali untuk hidup di tapal batas atau perbatasan. “Jangan sampai kita seperti hidup dalam katak dalam tempurung, sementara musuh-musuh Islam memilik mata elang,” ucapnya.

“Kita harus punya standar mata elang di perbatasan yang dikaitkan dengan para penjaga tanah ribath. Ribath didefinisikan sebagai aktivitas untuk menguatkan agama dan kaum muslimin. Ribath sebagai aktivitas tinggal di tapal batas,” ungkapnya.

Terjajah Konsumerisme

Ia mengkritisi kesadaran ruang ini telah hilang di tapal batas. Standar mata elang ini kemudian hilang dan kaum muslimin telah terjajah oleh konsumerisme. Dan akhirnya dilumpuhkan secara tidak langsung. “Sementara kita secara manusia itu telah terjajah oleh konsumerisme. Sekedar menjadi konsumen, tenaga kerja, dan terkooptasi dengan iklim industrialisasi, sekularisasi, materialisasi sebuah peradaban bahkan kita akhirnya seperti dilumpuhkan secara tidak langsung, standar ini kemudian hilang,” kritiknya.

Ia memaparkan dalam banyak literatur, salah satu yang dikutipnya bahwa Islam itu menuntut masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan itu agar hidup sesuai dengan karakteristik iman tertentu.

“Menurut Dr. Majid ‘Irsan al-Kilani mengatakan dalam bukunya, Islam itu menuntut masyarakat yang tinggal di perbatasan itu agar hidup sesuai dengan karakteristik iman tertentu,” katanya.

“Jika mereka menyimpang dari arahan karakteristik itu maka Allah akan menghancurkannya dengan mengirimkan manusia yang lebih kuat sehingga bergerak bebas di sekitar rumah-rumah mereka dan meluluhlantakkan sebuah sarana dan aktivitas duniawi yang selama ini membuat mereka lalai dari salahnya,” paparnya.

Ia melihat fenomena ini terjadi di Batam. Batam berbatasan langsung dengan Singapura, bukan negeri muslim. Di mana  para penduduknya terlena dengan arus kehidupan industrialisasi duniawi.
“Orang-orang Singapura pergi ke Batam karena mereka spending money, dapat fasilitas kemewahan lebih banyak dibanding di Singapura,” ucapnya.

Paradigma Perbatasan

Ia menjelaskan bagi Barat kedaulatan teritorial adalah harga mati dan menjadi fondasi bernegara. Maka ini mempengaruhi cara pandangnya terhadap perbatasan yang harus fix, kaku, dan baku.
“Inilah kenapa di era modern sekuler sekarang ilmu perbatasan menjadi berkembang pesat karena ada banyak masalah timbul soal garis demarkasi, delimitasi, dan batas maritim,” jelasnya.

Sementara Islam, menurutnya, tidak menetapkan kedaulatan pada teritorialitas sebuah negara melainkan pada penerapan hukum-hukum Allah dan jaminan keamanan sebuah negara.

“Walhasil pembahasan teritorial menjadi sangat dinamis dan fleksibel bahkan dikatakan bahwa darah syuhada lah yang menentukan batas-batas negara,” tuturnya.

“Kewilayahan tidak menjadi patokan tapi lebih bertumpu kepada sumbu dakwah dan syiar Islam yang menerapkan otoritas hukum-hukum Allah dan menjamin keamanan sebuah negeri,” lanjutnya.

Ia mengungkapkan, saat ini batas tapal atau perbatasan mengacu pada paradigma Barat. Batas teritorial harus fix, kaku, dan baku. Ia melihat Batam, Bintan, dan Natuna yang merupakan wilayah tapal batas inkonsisten terhadap batas teritorial ini.

“Katanya perbatasan harus fix tapi mereka orang-orang Singapura bebas bergerak ke tanah muslim bahkan menginvestasikan tanah, memiliki tanah properti, dan mereka bisa melakukan apa pun yang mereka suka,” ungkapnya.

Ironisnya masyarakat Batam yang sudah terindustrialisasi dengan perdagangan bebas tersebut terimbas dengan arus konsumerisme. “Justru Batam jadi semacam kabupaten Singapura. Semacam mata rantai perdagangan yang menerima barang-barang bekas branded atau preloved di Singapura, masyarakat yang sangat memuja brand-brand terkenal, rela membeli barang bekas dengan harga murah. Ini sebenarnya ironis,” bebernya.

Melihat fenomena berikutnya, ia menuturkan di Bintan sendiri banyak kepemilikan tanah atau lahan oleh perusahaan-perusahaan asing. Karena alamnya masih relatif lebih luas sehingga dalam konteks industri lebih ke hulu. “Banyak daerah yang dikelilingi untuk kepentingan perusahaan-perusahaan asing. Itu masih terjadi di Bintan,” tuturnya.

Dibandingkan Batam yang sudah terindustrialisasi, banyak terasa pengaruhnya pada produk-produk jadi, industri jasa, pembangunan resort, dan pusat-pusat hiburan. “Tipikal penduduk di Batam hampir 80 persen pendatang. Jadi acuh tak acuh. Profil masyarakatnya sudah sangat hyper industrialize sehingga mempengaruhi kepekaan. Berbeda dengan Bintan masih banyak penduduk asli,” ungkapnya.

“Diperlukan kerja keras para Dai dan Daiyah di tapal batas untuk kembali mengaktifkan penduduk di Batam yang memang relatif banyak pendatang tapi bukan berarti mereka tidak bisa dibentuk kepekaannya terhadap kemaksiatan, kezaliman, dan bagaimana membentuk mental penjaga tapal batas,” urainya.

Natuna merupakan wilayah yang tidak langsung berhadapan dengan Singapura. Natuna berhadapan dengan Laut Cina Selatan yang lotus geopolitiknya penuh gejolak luar biasa. “Luar biasa dalam 5 tahun atau bahkan 10 tahun terakhir seiring menguatnya hegemoni China dan bicara konflik Laut Cina Selatan itu urusannya China, Amerika, dan negara-negara sekutu. Kita bukan negara klaim state. Masalahnya ada tanah perbatasan laut yang memang beririsan yang diklaim oleh China,” tuturnya.

Menurutnya, kalau berbicara pembangunan manusia di tapal batas atau daerah perbatasan hari ini tantangannya luar biasa.

“Kalau sudah bicara perbatasan. Itu masalah sensitif bagi Islam, bagi kaum muslimin. Bagaimana pun itu harus menjadi concern kita membangun manusia di tapal batas,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab