Pesona Perhelatan untuk Penguasa dan Pengusaha
Tinta Media - Suntikan uang negara untuk gelaran MotoGP 2022 di sirkuit Mandalika tak tanggung-tanggung. Nilainya bahkan mencapai triliunan rupiah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut telah mengucurkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk acara balap bergengsi ini.
"Uang kita turut berkontribusi dalam mendukung perhelatan akbar ini, antara lain melalui PMN dan dukungan kepada K/L terkait, insentif PPN dan insentif bea masuk dan pajak impor. Seluruh dukungan tersebut diberikan demi kelancaran acara yang sudah dinanti-nantikan ini," katanya, dikutip dari sabangmeraukenews.com, Minggu (20/3/2022).
Selain itu, disebut-sebut penyelenggaraan motoGP di Mandalika akan digelar 10 musim ke depan dengan kompensasi, Indonesia harus membayar biaya komitmen sebesar 9 juta EURO permusim kepada Dorna Sport sebagai pemegang hak komersial untuk olahraga MotoGP Internasional. Biaya tersebut sudah termasuk kategori lisensi, hak cipta, dan biaya penyelenggaraan.
Diharapkan perhelatan ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 65.000 orang dan menarik 4,5 juta wisatawan. Ini berarti, aliran devisa akan meningkat pesat dan pelaku UMKM pun akan merasakan sebesar-besar kemanfaatan.
Belum lagi hak seperti merchandise right dan broadcasting right yang didapat pemerintah sehingga diharapkan keuntungan mengalir dari para sponsor penyelenggara, termasuk dari biaya penayangan siaran langsung televisi, dan pabrikan motor peserta.
Sebenarnya keuntungan terbesar dari proyek MotoGP didapat oleh para pengusaha pemodal besar dan penguasa sebagai branding pencitraan pemimpin yang sukses. Sementara rakyat jelata akan tetap hidup dalam kubangan kemiskinan.
Hanya saja patut disayangkan, kapitalisasi dan liberalisasi membuat mata pribumi silau, walaupun yang didapat hanyalah percikan-percikannya saja. Penginapan penuh, harga makanan sekitaran sirkuit mahal, kebutuhan tenaga kerja dengan gaji kecil, hanyalah percikannya saja.
Pariwisata sebagai sektor yang menaungi MotoGP memang menjadi leading. Akan tetapi, itu merupakan sektor yang sekaligus jalan masuknya penjajahan budaya yang berefek pada kerusakan moral masyarakat seperti maraknya perzinahan, praktek LGBT, miras disekitar tempat wisata adalah harga mahal yang harus dibayar masyarakat. Belum lagi sumber daya alam NTB dalam incaran asing dan aseng yang siap menguasai dalam bentuk investasi.
Apalagi, baru-baru ini publik digegerkan dengan aksi klenik pawang hujan yang nyata-nyata menunjukan kekonyolan dan kebodohannya. Secara tidak langsung, aksi itu benar-benar telah merendahkan marwah Lombok yang terkenal religius sebagai pulau seribu masjid.
Seandainya uang negara triliunan yang telah digelontorkan, dipergunakan untuk menaikkan taraf hidup masyarakat kita agar sejahtera, dengan memberi subsidi listrik, subsidi LPG, subsidi minyak, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, tentu rakyat jelata akan bahagia.
Atau uang yang digelontorkan dipergunakan oleh negara untuk mengambil alih pengelolaan sumber daya alam seperti tambang emas, nikel, timah, batu bara, titanium, gas bumi, maka betapa sejahteranya bangsa ini, tanpa perlu eksploitasi alam untuk bermaksiat pada Allah dengan mengatasnamakan pariwisata.
Bahkan, Mandalika sempat kebanjiran tahun lalu. Masyarakat juga yang kena efeknya, mulai dari sakit malaria, rusak harta bendanya, dan efek lainnya. Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya, akhirnya melanda karena bukitnya dibelah untuk dibuat lintasan sirkuit sepanjang 4,3 KM, sehingga resapan air menjadi sangat berkurang. Belum lagi prahara tanah di sana, yang akhirnya rakyat juga yang akan kalah.
Begitulah kerusakan kehidupan ketika berada di bawah tatanan sistem kapitalistik sekuler.
Hidup menjadi serba susah, tetapi rakyat tak sadar bahwa sedang terjajah.
Memang benar, hanya Islam yang bisa menjadi rahmat sekaligus menyelamatkan bangsa ini. Hanya sistem syariah Islam yang bisa melahirkan para pemimpin untuk mengurus umat dengan aturan Allah Swt.
Wallahu ta'ala a'lam
Oleh: Fastaghfiru Ilallah
Sahabat Tinta Media