Tinta Media: Mancanegara
Tampilkan postingan dengan label Mancanegara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mancanegara. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Maret 2023

Pengamat Ingatkan Negeri Islam Agar Waspada Agenda Politik Global

Tinta Media - Menanggapi Timnas Israel yang akan berlaga di Piala Dunia U-22 di negeri ini, Pengamat Hubungan Internasional, Budi Mulyana, S.IP., M.Si. mengingatkan agar negeri-negeri Islam waspada terhadap agenda-agenda politik global yang dimanfaatkan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

"Makanya, kita harus waspadai agenda-agenda yang dalam kacamata politik, ini kan soft politik. Olahraga itu dimanfaatkan untuk kemudian memuluskan langkah Israel dapat menormalisasi hubungan, terutama dengan negara-negara kunci yang bisa dijadikan sorotan di dunia Islam," tuturnya dalam Rubrik Dialogika: Israel Datang, Pemerintah Setuju Penjajahan? Sabtu (11/3/2023), di kanal Youtube Peradaban Islam.ID.

Menurutnya, beberapa negara sudah menormalisasi hubungan dengan Israel, Bahrain, Uni Emirat Arab, kemudian juga Sudan, Maroko. 

"Nah, apa jadinya kemudian kalau misalkan di Arab Saudi, walaupun ini belum terjadi, tapi terus dicoba diluluskan normalisasi itu, yang itu menjadi pusat dari peradaban umat Islam saat ini setidaknya umat beribadah di sana. Dan juga Indonesia yang memang negara terbesar muslim di dunia," ungkapnya.

Jadi, sambungnya, tidak bisa hanya dilihat dari ini hanya sekedar event kecil olahraga. Apalagi dengan manipulasi-manipulasi seolah-olah jangan dicampuradukkan. "Karena faktanya memang tidak bisa dipisahkan (kedatangan timnas Israel dengan politik)," ujarnya.

Pengamat Hubungan Internasional ini mengungkapkan standar ganda negara Barat dalam konteks Ukraina, dimana mereka bicara memisahkan antara olahraga dengan politik, faktanya itu tidak bisa.

"Itu yang kemudian harus kita lihat, ini tidak purely persoalan soft politik olahraga event kecil, tapi saya melihat memang ada agenda besar untuk kemudian memuluskan proses normalisasi," tandasnya.

Terkuak

Budi menilai, proses normalisasi hubungan dengan Israel ini bukan suatu hal yang jalan cepat. Ini ditempuh dengan berbagai cara, berbagai langkah.

"Makanya jangan heran relasi perdagangan Indonesia Israel itu bukan suatu hal yang baru. Itu sudah terjadi sejak bahkan zaman orde baru. Walaupun tentu ini kan masalah keterbukaan dan kemampuan kita untuk mengakses informasi," jelasnya.

Menurutnya, beberapa hal sudah terkuak. Bagaimana misalkan misi-misi rahasia yang dilakukan oleh pemerintah dan agen-agennya untuk bisa melakukan proses interaksi di antara Indonesia dengan Israel termasuk juga dalam konteks politik, tidak hanya perdagangan.

Ia mencontohkan beberapa kunjungan secara tidak resmi yang memang hidden (tersembunyi), juga sudah berulangkali  dilakukan antara Israel dengan Pemerintah Indonesia. "Walaupun memang itu pastinya tidak dipublish," ujarnya.

Kedutaan Israel di Singapura

Ia menjelaskan tentang keberadaan Kedutaan Israel di Singapura, yang dinilai sebagai mata dan telinga Israel untuk bisa berinteraksi dengan Indonesia khususnya.

"Artinya, kita tidak bisa melihat, tidak adanya hubungan diplomatik itu seolah-olah tidak terjadi interaksi sama sekali. Itu faktanya tidak begitu," tandasnya.

Artinya, Budi melanjutkan, tanpa hubungan diplomatik, selama ada interaksi atau kepentingan-kepentingan yang bisa dipertautkan pasti akan dijalin.

"Disinilah kemudian kepentingan-kepentingan agenda besar dari negara-negara Barat. Kemudian (terkait) Israel itu, kemudian bisa dilakukan melalui pola-pola semacam tadi," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Rabu, 07 Desember 2022

Amerika Memiliki Kepentingan Politik terhadap Israel

Tinta Media - Amerika yang selalu mendukung Israel dinilai Hasbi Aswar dari Geopolitical Institute bukan karena Amerika cinta dengan Israel, namun karena Amerika memiliki kepentingan politik dan ideologis terhadap Israel.

“Kenapa Amerika mendukung Israel, itu kan di balik itu ada kepentingan-kepentingan politik dan ideologis. Bukan karena Amerika sayang sama Israel, cinta sama Israel, bukan. Tapi anak kepentingan politik di sana gitu,” ungkapnya dalam Kajian Politik Islam: Hasil Pemilu AS, Bagaimana Dunia Islam? Sabtu (3/12/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

Ia juga mengatakan bahwa banyak pakar-pakar Barat yang juga menyimpulkan hubungan politik antara Amerika dan Israel. Beberapa diantaranya adalah Profesor Merchemer dan Steven World yang menulis buku berjudul ‘Israel Lobby’. Namun tidak lama selang penulisan buku ini, salah satu diantara dua profesor tersebut dipecat dari jabatannya, dan ada pihak yang menyebutkan ada campur tangan pihak Israel dalam kasus pemecatan ini.

Karena, ia mengungkapkan, dalam buku itu diungkap banyak peran-peran Israel terhadap kebijakan Amerika Serikat. Di dalam buku itu juga dijelaskan apa yang membuat Amerika akhirnya selalu mendukung Israel. Yang ternyata disebabkan adanya kepentingan-kepentingan politik Amerika di sana.

“Obama misalnya pernah mengatakan bahwa ya, hubungan Amerika dan Israel adalah hubungan yang akan terus terjadi selama-lamanya gitu. Dukungan Amerika terhadap Israel adalah dukungan yang tidak akan berhenti selama-lamanya, pungkasnya.[] Wafi

Selasa, 06 Desember 2022

Hasbi Aswar: Siapapun Presidennya, Strategi Politik Amerika Akan Tetap Sama

Tinta Media - Hasbi Aswar dari Geopolitical Institute mengatakan, siapa pun presiden yang menjabat di Amerika, baik dari kelompok Republik ataupun Demokrat, strategi politik dan kepentingannya akan tetap sama.
 
“Terlepas dari dua karakter yang berbeda ini, sebenarnya strategi politik Amerika Serikat dan kepentingan Amerika Serikat tetap saja sama,” ujarnya dalam Kajian Politik Islam: Hasil Pemilu AS, Bagaimana Dunia Islam?Sabtu (3/12/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

Pada saat Joe Biden terpilih menjadi presiden, Hasbi mengatakan, ada yang mempertanyakan bagaimana kebijakan Amerika terhadap Cina. Apakah Amerika tetap akan komfrontatif terhadap Cina atau tidak? Karena di era Trump, perang dagang terjadi. Karena itu, Trump atau Amerika Serikat di masa itu terus menyerang Cina, misalnya dengan isu Uighur, pelanggaran HAM, pelanggaran dalam aspek perdagangan global, dan lain-lain.

“Ada pertanyaan, apakah dan ketika menjadi pemimpin karena dia tidak Demokrat kemudian dia akan lebih soft terhadap Cina? Ternyata tidak. Biden menjadi presiden tetap gaya konfrontatif Amerika terhadap Cina kurang lebih sama. Kenapa seperti itu? Ya, karena memang Cina dari sisi politik Amerika Serikat, dia sudah dianggap mengancam stabilitas atau mengancam status quo atau mengancam hegemoni politik Amerika Serikat,” bebernya.

Oleh karena itu, menurutnya, apapun yang mengancam hegemoni politik Amerika Serikat, siapapun presidennya pasti akan menganggap itu penting, terlepas ia berasal dari kubu Demokrat atau pun Republik. Maka, kebijakan Presiden Donald Trump untuk membendung Cina tetap dilanjutkan oleh Presiden Joe Biden, karena hal ini mengenai masa depan dominasi atau pun ancaman politik Amerika secara global.

 “Jadi, Amerika Serikat ketika melihat ada ancaman siapapun, mau Cina, dalam bahasa mereka radikalis, mau Rusia,  misalnya. Ketika ada ancaman, maka mereka pasti akan menghadapi ancaman itu dengan serius siapapun presidennya itu. Apakah dari Republik maupun Demokrat,” jelasnya.

 Jadi, ia pun menilai, ketika kelompok Demokrat ataupun Republik yang memimpin Amerika, perbedaannya sebatas gayanya atau cara ‘ngomongnya’ saja. Tapi, strategi politik Amerika Serikat tetap sama.
 
Amerika, tambahnya, tampak ingin menjaga supaya negara-negara kunci tidak lepas darinya. Strategi agar wilayah-wilayah kunci tidak lepas dari kontrol Amerika Serikat itu pasti akan terus dilakukan oleh siapapun pemimpin Amerika.

Ia melihat ada beberapa pangkalan latihan-latihan militer Amerika Serikat yang tersebar di seluruh dunia. Hal ini bisa menggambarkan betapa Amerika tidak ingin mengurangi sedikit pun dominasinya secara global. “Jadi ketika ada tantangan, ada ancaman, maka pasti akan dihadapi secara serius siapapun pemimpinnya,” terangnya

Tak Terkecuali Dunia Islam

Selain Cina, sambungnya, dunia Islam juga merupakan wilayah yang sangat strategis di Asia maupun di Timur Tengah. Oleh karena itu, dunia Islam tidak akan bisa terlepas dari hegemoni Amerika.

“Dunia Islam adalah wilayah yang sangat strategis. Timur Tengah misalnya, termasuk Asia Tenggara, termasuk wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Pakistan, Asia Tengah ada Afganistan misalnya, Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, ada di Asia Barat ya, negara-negara Teluk misalnya, itu semua adalah negara wilayah strategis semuanya,” paparnya.

 Wilayah-wilayah tersebut, ia menyampaikan merupakan jalur perdagangan strategis, memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa banyak, pasar yang sangat besar, dan mempunyai sumber daya manusia yang sangat banyak. “Sehingga dunia Islam itu secara ‘taken for granted’ atau secara natural, secara sunnatullah tidak akan mungkin bisa lepas dari pantauan Amerika Serikat”, tuturnya.

Menurutnya, Amerika akan selalu menjaga wilayah ini untuk tetap dibawa kontrolnya. Sehingga tidak akan mungkin Amerika membiarkan ada rezim atau pemimpin yang membelot dan mencoba-coba melepaskan diri dari amerika. Apalagi membiarkan mereka menjauh dari kepentingan Amerika Serikat.

“Amerika Serikat akan selalu menjaga, berupaya untuk menjaga supaya rezim-rezim yang berkuasa di wilayah strategis ini tetap memimpin dan tidak merugikan kepentingan-kepentingan, strategi-strategi politik global Amerika, terlebih dunia Islam,” pungkasnya.[] Wafi

Hasbi Aswar: Politik Luar Negeri Amerika Berasas Kapitalis Liberal

Tinta Media - Hasbi Aswar dari Geopolitical Institute mengatakan bahwa seluruh kebijakan luar negeri Amerika pasti dibangun berasaskan ideologi kapitalis-liberal.  

“Politik luar negeri Amerika itu asasnya adalah asas ideologis, satu ideologi. Dan asas ideologis itulah yang kemudian mendesain atau yang menjadi asas dari kebijakan-kebijakan luar negeri yang lain atau style atau strategi kebijakan luar negerinya. Mereka ini adalah negara kapitalis-liberal,” ungkapnya dalam Kajian Politik Islam: Hasil Pemilu AS, Bagaimana Dunia Islam? Sabtu (3/12/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.

Perusahaan-perusahaan besar, sebutnya, sangat mendominasi penentuan kebijakan dalam negara-negara kapitalis. “Sudah ada dalam banyak buku. Saya kira kita sudah bisa melihat, karya-karya tentang oligarki, bagaimana oligarki Amerika itu, atau bagaimana para kapitalis di Amerika itu mendominasi suara atau mendominasi perangkat kebijakan, proses pembuatan kebijakan, mereka itu sangat banyak sekali,” bebernya.

Apalagi, sambungnya, sebagai negara yang berideologi liberal-kapitalis, Amerika akan selalu menjaga kepentingan ideologis itu. Begitu juga akan selalu mengekspor Ideologi itu keluar, sekaligus menjaga dan memastikan dunia ini tetap dalam hegemoni sistem kapitalisme-liberal Amerika Serikat. “Sehingga siapa pun presidennya tidak akan bisa lepas dari itu,” yakinnya.

"Bahkan, Obama sekalipun atau ketika muslim yang menjadi presiden, misalnya. Ada satu waktu muslim jadi presiden, tidak akan bisa mengubah karakter itu. Karena ini bicara mengenai sebuah negara dan negara itu berjalan sesudah ideologinya," lanjutnya. 

Sehingga, presiden yang terpilih di Amerika Serikat itu pasti adalah presiden yang secara ideologis harus sejalan dengan negara Amerika.[] Wafi

Sabtu, 03 Desember 2022

Keberadaan 'Kantor Polisi' Cina Dinilai Akan Menggerus Kedaulatan Negara

Tinta Media - Menanggapi keberadaan 'kantor polisi' Cina di Kanada, Pengamat Hubungan Internasional, Budi Mulyana menyatakan hal ini akan menggerus kedaulatan negara.

"Tentunya hal ini akan menggerus kedaulatan negara tempat kantor tersebut berada," tuturnya dalam wawancara dengan redaksi Media Umat (1/12/22).

Terlepas dari apapun tujuan didirikan kantor tersebut oleh Cina, lanjutnya, karena melakukan aktivitas di suatu negara, mestinya seizin negara yang bersangkutan. "Karena di balik aktivitas yang sepertinya normatif, tentunya aktivitas intelejen sangat mungkin dilakukan oleh Cina di negara tersebut," tegasnya.

Budi menjelaskan, adanya 'kantor polisi’ Cina yang ada di Kanada, diduga kuat juga berada di negara-negara lain. Pemerintah Cina diduga mengembangkan operasi kepolisiannya di lebih dari 80 kota di seluruh dunia. 
"Berdasarkan laporan dari kelompok HAM internasional, Safeguard Defenders, polisi Cina telah mendirikan kantor polisi di luar negeri di Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, Italia, Perancis, Australia, Kanada dan lainnya. Kantor ini dikenal dengan sebutan ‘110 Overseas’, " paparnya.

Sementara untuk Indonesia, menurut Budi, walau tidak ada laporan keberadaan kantor polisi Cina di Indonesia, namun dengan adanya warga Cina yang menjadi pekerja di Indonesia dalam jumlah yang banyak, patut diduga, ada kantor tersebut di Indonesia. " Terutama di daerah yang menjadi tempat mobilisasi warga Cina untuk menangani proyek tertentu," tambahnya.

Menurut Budi,  adanya 'kantor polisi' Cina tersebut adalah bagian dari misi keamanan global di bawah Belt and Road Initiative (BRI) dari Presiden Xi Jinping. 

"Kantor-kantor polisi ini berafiliasi dan dijalankan oleh pemerintah lokal di Cina yang warga daerahnya banyak tinggal di luar negeri," imbuhnya.

Ia memaparkan bahwa menurut pihak berwenang Cina, fungsi dari kantor yang disebut sebagai contact point tersebut adalah memberikan layanan kepada warga Cina di luar negeri, seperti memperbaharui identitas nasional, paspor, SIM, dll. Media pemerintah Cina berargumen jika operasi '110 Overseas' memberikan perlindungan bagi jutaan warga Cina yang tinggal di luar negeri.

"Menurut media pemerintah, operasi dan kantor polisi ini juga bertujuan untuk menangkap warga Cina dan mencegah mereka melakukan pelanggaran di luar negeri, seperti penipuan, penipuan telekomunikasi atau kejahatan transnasional besar," pungkasnya.[] Nita Savitri

Rabu, 16 November 2022

Pangeran Abdullah Dibui 30 Tahun, Pengamat: Ada Amerika di Belakang Penumpasan Elemen Kritis Arab Saudi

Tinta Media - Hukuman penjara 30 tahun terhadap Pangeran Arab Abdullah bin Faisal Al Saud oleh rezim Mohammed bin Salman (MbS) dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin ada campur tangan Amerika.

 "Amerika berdiri di belakang operasi penumpasan elemen-elemen kritis negara tersebut, termasuk kepada para ulama yang kritis," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (14/11/2022).

Ia menambahkan, Amerika mendukung dan mengarahkan operasi tersebut kepada orang - orang yang tidak diharapkan oleh Amerika, termasuk agen - agen Inggris atau mereka yang tidak ridha dengan apa yang terjadi dan dilakukan oleh raja dan putra mahkotanya.

"Rezim menggerakkan komisinya untuk melakukan berbagai penangkapan. Orang - orang penting dalam rezim, keluarga dan kerabat raja juga ditangkap. Penangkapan itu tidak ada hubungannya dengan korupsi maupun reformasi," jelasnya.

Umar mengatakan, dari konstelasi politik nasional Arab Saudi, tampak bahwa Amerika menemukan jalan untuk membersihkan lawan dengan berbagai tuduhan. Amerika mendorong Salman dan anaknya, Muhammad bin Salman untuk memuluskan pembersihan tersebut. Tak sulit bagi Amerika karena pejabat pemerintah baik yang dulu atau yang sekarang diduga terlibat dalam kasus korupsi, suap, nepotisme, makan harta publik, mengadakan proyek - proyek dengan memperdaya Undang - Undang, menzalimi publik serta memanfaatkan jabatan untuk meraih kesenangan pribadi dan orang - orang sekitar. 

"Kerusakan yang lebih besar, mereka tidak menerapkan syariat Allah malah sebaliknya mengikuti hukum negara - negara imperialis," pungkasnya.[] Yupi UN

Selasa, 01 November 2022

FIWS: Struktur Bangunan Masjid Dijadikan Alasan Menyerang Islam

Tinta Media - Menanggapi sikap Cina Komunis yang akui menghancurkan masjid di NingXian dan Xinjiang, Direktur Forum on Islamis World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengatakan hal itu dilakukan karena struktur bangunannya yang dianggap mencerminkan citra Arab.

“Alasannya agama-agama di Tiongkok harus berorientasi kepada Cina, struktur- struktur bangunan yang dianggap mencerminkan cinta Arab tentang Islam telah digantikan struktur yang lebih estektis ala Cina,” ungkapnya pada Tabloid Media Umat, Edisi 322, November 2022.

Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menyerang ajaran Islam karena dianggap tidak sejalan dengan Cina Komunis yang tidak percaya Tuhan. Penghancuran masjid merupakan upaya rezim komunis Cina untuk menghancurkan agama Islam yang selama ini dipegang teguh oleh umat Islam di kawasan itu.

“Kejahatan itu melengkapi tindakan bengis terhadap Muslim Uighur di wilayah Turkistan Timur yang diduduki Cina,” ujarnya.

Ia melanjutkan, kondisi ini diperparah karena umat Islam tidak memiliki negara adidaya yang ditakuti musuh-musuh Islam.
‘Inilah yang membuat mereka (Cina) berbuat seenaknya terhadap umat Islam,” ujarnya.

“Oleh karena itu, umat Islam harus bersungguh-sungguh memperjuangkan Khilafah yang merupakan ajaran Islam, yang akan membebaskan negeri-negeri Islam yang tertindas,” pungkasnya. [] Azaky Ali

Sabtu, 15 Oktober 2022

FIWS Sayangkan Sikap Politik Indonesia atas Penindasan Muslim Uighur

Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menyayangkan sikap politik Indonesia terhadap penindasan Muslim Uighur. 

"Menyayangkan sikap politik Indonesia terkait dengan Muslim Uighur ini, sangat irit berbicara tentang penindasan yang dialami Muslim Uighur," ujarnya dalam kabar Petang: Pemerintah RI Cuek terhadap Derita Muslim Uighur? Melalui kanal YouTube Khilafah News, Selasa (11/10/2022).

Menurut Farid, hal ini seharusnya tidak terjadi. Karena negara Indonesia adalah negara yang mayoritasnya Muslim. Sehingga wajar jika memberikan perhatian. 

"Indonesia sebagai negara yang mayoritas beragama Islam adalah sangat wajar memberikan perhatian sangat besar terhadap kondisi umat Islam di tempat-tempat yang lain," ujarnya. 

Farid juga menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang satu. "Umat Islam sesungguhnya merupakan umat yang satu umatun wahidatun," ungkapnya.

Ia menilai bahwa tindakan Cina kepada Muslim Uighur adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan. "Apa yang terjadi pada kaum muslimin, muslim Uighur di cina jelas jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap kemanusiaan," pungkasnya.[] Teti Rostika

Kamis, 06 Oktober 2022

UIY Ungkap Penyebab Krisis Energi di Eropa

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, penyebab krisis energi di Eropa karena ketergantungan Eropa terhadap energi, terutama gas dari Rusia, sangat tinggi.
 
 “Ketergantungan Eropa Barat termasuk Inggris terkait energi, dalam hal ini gas, dari Rusia memang sangat tinggi. Ada yang 40 persen, ada 50 persen, bahkan ada yang lebih,” ungkapnya di acara Fokus UIY Official: Krisis Energi, Awal Kehancuran Eropa, Ahad (2/10/2022) melalui kanal Youtube UIY Official.
 
Menurut UIY, hal ini jelas memukul ekonomi masyarakat di Eropa Barat termasuk Inggris. “Apalagi ini menjelang musim dingin. Kebutuhan energi untuk pemanas ruangan itu sangat vital. Ada sebagian masyarakat lebih memilih mengurangi makan dari tiga kali menjadi dua kali, dari dua kali menjadi sekali ketimbang dia memangkas kebutuhan energi,” tambahnya.
 
Termasuk anak-anak di beberapa tempat di Inggris itu, kata UIY,  mereka makan karet penghapus karena tidak ada lagi makanan dari rumah.
 
 “Ini enam bulan saja (dampak perang) itu sudah kayak begini. Ini mendekati bulan Oktober, November, Desember itu puncak musim dingin, itu saya kira sangat menderita itu,” ucapnya.
 
Padahal, sambung UIY,  Rusia  tidak menyetop seluruh produksi gasnya, hanya menurunkan sampai level kira-kira 20 persen itu saja dampaknya sudah luar biasa.
 
Berdampak Buruk
 
Terkait krisis energi di Eropa ini UIY mengatakan cepat atau lambat akan berdampak buruk bagi Indonesia. “Kalau krisis terus berlanjut, daya beli masyarakat di sana bisa dipastikan akan turun. Yang berarti volume impor dari Indonesia juga turun. Dampaknya, ekspor Indonesia ke sana tentunya bakal berkurang,” prediksinya.
 
Dalam jangka panjang, menurutnya, hal itu akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak ekspor. “In the long run, pasti akan berpengaruh,” tandasnya.
 
Meski belum mengetahui seberapa besar volumenya, ia menilai, hal demikian yang pernah diingatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa di tahun 2023, dampak dimaksud akan sampai ke Indonesia.
“Sementara untuk saat ini, perang  tersebut  memang masih memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, komoditas batu bara dan crude palm oil (CPO/minyak sawit), salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia masih laris di pasar Eropa,”
 
Ditambah adanya penaikan harga dari komoditas tersebut, nilai UIY,  perang Ukraina-Rusia ini telah memberikan keuntungan pada Indonesia karena ada kenaikan harga pada komoditas dalam hal ini batu bara dan CPO,” ungkapnya.
 
Pelajaran  
 
Krisis energi ini, menurut UIY, bisa menjadi pelajaran bagi dunia Islam. Menurutnya, potensi energi yang ada di negeri-negeri Muslim harusnya di bawah pengelolaan negara.
 
“Islam  telah memberikan pemahaman mengenai energi termasuk dalam hal pengelolaan minyak bumi, gas, batu bara, dan lainnya yang ternyata masuk dalam kategori milkiyah ‘ammah, atau kepemilikan umum,” jelasnya.
 
UIY pun membacakan sebuah hadis:
“Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diberi tambang garam —Ibnu al-Mutawakkil berkata— yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul SAW memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, ‘Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.’ Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
 
“Itu dijadikan sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa barang  tambang yang sangat banyak jumlahnya itu, itu tidak boleh dikuasai oleh individu,” kata UIY menjelaskan makna hadis tersebut.
 
Sedangkan secara data, ungkapnya, negeri-negeri Muslim merupakan wilayah yang dikaruniai Allah SWT dengan sumber daya alam yang luar biasa besar.
 
Minyak bumi misalnya, menurut UIY, 60-70 persen ada di dunia Islam. “Kalau gas, wilayah Rusia itu paling banyak. Tetapi dunia Islam juga bukan tidak punya, tetap saja juga cukup tinggi,” bebernya.
 
Belum termasuk batu bara yang secara peringkat, Indonesia termasuk produsen nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. “Hanya kan Cina dan India itu konsumsinya juga besar. Karena itu dia tidak termasuk negara eksportir batu bara. Dia impor batu bara malahan,” ujarnya.
 
Maka itu, ia kembali menuturkan, betapa semua potensi sumber daya alam harus dipastikan dikuasai oleh negara dalam arti sebenarnya, untuk digunakan kesejahteraan dan kebaikan seluruh rakyatnya.
 
Dengan demikian, negara bisa memainkan politik pengelolaan energi. “Negara bisa mempunyai strategi jangka pendek, jangka panjang, termasuk juga strategi menghadapi krisis seperti ini hari, misalnya krisis energi di Eropa,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
 

Sabtu, 01 Oktober 2022

Pembunuhan Demonstran di Iran, FIWS: Jika Benar, Itu Tidak Dibenarkan dalam Islam

Tinta Media - Menyikapi adanya dugaan pembunuhan peserta demonstrasi oleh aparat pemerintahan Iran, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengatakan bahwa pembunuhan itu tidak dibenarkan dalam Islam.
 
“Kalaulah benar terjadi pembunuhan terhadap rakyat Iran yang sedang melakukan demonstrasi  maka ini tentu suatu yang tidak dibenarkan di dalam Islam,” ungkapnya  kepada Tinta Media, Kamis (29/9/2022).
 
Menurut Farid, Islam melarang pemerintah menyakiti rakyat. “Di dalam Islam, menyakiti rakyat atau siapapun itu tidak dibolehkan,” tandasnya.
 
Farid mengatakan,  aksi demonstrasi tersebut tidak sebatas kritik terhadap terjadinya pembunuhan yang menuntut pertanggungjawaban secara hukum. “Ada narasi besar dibalik itu, yaitu kritik atau kecaman terhadap pemakaian busana muslimah yang diwajibkan kepada wanita-wanita Iran,” bebernya.
 
Demonstrasi ini, kata Farid digunakan oleh pihak-pihak yang  tidak menginginkan syariat islam atau  membuat citra negatif terhadap syariat Islam terkait kewajiban pemakaian busana muslimah.
 
“Aksi menggugat pemakaian busana muslimah itu sebenarnya menggugat prinsip-prinsip keagamaan yang selama ini digunakan di negara Iran. Aksi tersebut merupakan gerakan yang mengarah pada kritik terhadap ajaran-ajaran Islam yang diterapkan oleh negara. Jadi, ada kampanye liberalisasi di balik ini semua,” bebernya.
 
Bukan Negara Ideal

Farid menilai apa yang dilakukan pemerintah Iran tidak sepenuhnya mencerminkan syariat Islam. “Ada sebagian syariat Islam yang diterapkan, namun Iran bukan merupakan wujud negara ideal yang menerapkan syariat Islam,” ungkapnya.
 
Karena itu,  menurut Farid, berbagai persoalan yang terjadi di Iran saat ini, tidak bisa dikaitkan karena faktor penerapan syariat Islam, tapi karena belum diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh di Iran.
 
“Posisi Iran bukanlah negara yang independen dalam konteks politik internasional melainkan merupakan negara yang berada dalam kendali Amerika Serikat. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan Iran tidak terlepas dari posisinya sebagai negara yang berada dalam kendali Amerika,” bebernya.  
 
Farid mencontohkan kebijakan di Suriah. “Kenapa  Iran dibiarkan membela Bashar Al Assad? Karena ini merupakan kebijakan Amerika,” ucapnya.
 
Iran, sambung Farid,  juga digunakan oleh Amerika untuk memperkuat pemerintahan boneka mereka di Irak termasuk di Afghanistan.
 
“Selama ini Amerika menggunakan isu nuklir Iran sebagai alasan payung keamanan di Timur Tengah. sehingga negara-negara di Timur Tengah berlindung kepada Amerika Serikat,” imbuhnya.
 
Kemunafikan Barat
 
Farid mengungkap ada kemunafikan atau standar ganda negara-negara Barat dalam melakukan protes.  “Di satu sisi, mereka mengecam pemaksaan penggunaan busana muslimah di Iran. Tapi disisi lain, ketika kaum muslim di negara-negara Barat dihalangi memakai busana muslimah dengan alasan sekularisme, itu tidak mereka perhatikan,” ujar Farid memberikan contoh.
 
Negara Barat, nilai Farid, seolah silau terhadap nyawa manusia tapi membiarkan Iran mendukung rezim Bashar Assad melakukan pembunuhan dan pembantaian serta membantu rezim Bashar  Assad membunuh dan membantai kaum Muslim di Suriah.
 
“Ini tidak diungkap oleh negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat. Jadi, ini merupakan standar ganda dari Amerika Serikat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 

Mungkinkah Xi Jinping Dikudeta dan Digantikan? Ini Ulasan Dr. Hasbi Aswar...

Tinta Media - Pakar Pengamat Internasional Dr. Hasbi Aswar mengungkapkan ulasan mengenai isu Jinping dikudeta dan kemungkinan akan digantikan.

“Pertanyaannya, apakah mungkin Xi Jinping dikudeta? Apakah mungkin Xi Jinping digantikan? Potensi kudeta itu sangat mungkin terjadi tapi untuk hari ini belum,” ungkapnya dalam Program Perspektif PKAD: Gawat! Xi Jinping isunya dikudeta Jenderal Militer, Begini ulasannya! Rabu (27/9/2022) di kanal Youtube Ahmad Khozinudin.

Ia menegaskan bahwa Xi Jinping tidak bisa membawa masyarakat China menjadi lebih baik, terbukti dari dampak Covid-19 menghasilkan banyak pengangguran, jumlah kemiskinan sangat banyak sekitar 600 juta orang. Serta kebijakannya yang semakin otoriter.

“Itu semua adalah bagian dari program-program yang gagal untuk ditangani dan menimbulkan keresahan di dalam sehingga potensi-potensi perlawanan dan potensi kudeta itu sangat mungkin terjadi, tapi saat ini belum ada kudeta,” tegasnya.

Menurutnya, potensi itu berupa kebijakan Xi Jinping selama ini berdasarkan tulisan Profesor Cai Xia seorang pengajar dan bagian dari anggota Partai Komunis China yang tinggal di Amerika Serikat.

“Dalam tulisannya yang sangat lengkap, saya kira itu menuliskan indikator-indikator di mana terjadi ketidakpuasan dari para pejabat, para pengusaha yang ada di Cina termasuk masyarakat di sana,” tuturnya.

Ia mengatakan, alasan ketidakpuasan atas kebijakan Jinping disebabkan sejak ia berkuasa telah merepresi masyarakat dengan membuat penjagaan ketat terhadap website-website dan media sosial di luar Cina.

“Tidak boleh punya whatsapp, tidak boleh punya facebook (seperti kita di Indonesia). Jadi mereka sangat dibatasi, google pun dilarang itu di sana,” katanya.

Pembatasan tersebut tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga para pejabat. "Bahkan mereka disadap. Apa pun yang mereka bicarakan itu gampang diketahui oleh pemerintah sehingga pemerintah ketika melihat ada potensi-potensi perlawanan atau pembangkangan segera ditindak, sudah banyak kasus ratusan bahkan ribuan kasus sejak Xi Jinping berkuasa,” ujarnya.

Ia melanjutkan, pejabat-pejabat tinggi, kader-kader partai, pejabat-pejabat lokal dipenjara dengan atas nama korupsi, inilah salah satu tindakan pembatasan bagi pejabat dan kader partai.

Hasbi menilai bahwa bagi sebagian kalangan, mereka telah mengetahui ini (tindakan pembatasan) adalah strategi Xi Jinping untuk mengamankan posisinya.

“Rencananya Xi Jinping akan menjadi penguasa di periode ketiga ke depan. Jadi, bersih-bersih partai yang dianggap berpotensi membangkang kepada Xi Jinping,” ucapnya.

Menurutnya, salah satu usaha Xi Jinping menjaga loyalitas itu adalah dengan menyadap dan memenjarakan orang-orang yang berpotensi membangkang.

Kembali ia memaparkan pendapat dari Prof. Cai Xia yang mengatakan bahwa Partai Politik Komunis Cina itu di dalamnya sebenarnya terpecah. Perpecahan yang terjadi dengan berbagai fraksi di dalamnya menjadi potensi perpecahan dan bisa mengarahkan pada kudeta.

“Ada yang pro Xi Jinping, dan ada yang pro terhadap reformasi yang lebih liberal dan seterusnya,” ujarnya.

Ia mengakhirinya dengan menyatakan bahwa belum ada informasi update terkait isu kudeta terhadap Xi Jinping.

“Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, yang ada adalah upaya Xi Jinping untuk mengamankan posisinya, memobilisasi orang-orang yang pro terhadap Xi Jinping untuk datang ke kongres yang akan datang dan menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan alasan pemberantasan terorisme,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Kamis, 15 September 2022

Mata Uang Turki Merosot Hingga Alami Devaluasi


Tinta Media - Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rahmah menyampaikan bahwa tidak hanya Indonesia yang mengalami buruknya ekonomi, namun Turki pun demikian, bahkan mata uang Turki telah mengalami devaluasi.

“Di Indonesia tidak banyak tahu bahwa masyarakat Turki juga mengalami sebuah apa namanya, kondisi perekonomian yang sangat sulit. salah satunya saya akan bahas bagaimana mata uang Turki, yaitu Lyra mengalami devaluasi yang luar biasa,” jelasnya dalam sebuah tayangan bertema ‘Mata Uang Turki Merosot Tajam, Harga Barang Jadi Mahal’ di laman YouTube MMC, Kamis (8/9/22)

Ia menceritakan, seorang temannya menyampaikan bahwa hari ini sewa rumah di Turki harganya meledak dan naik luar biasa. Temannya menyebut bahwa sewa rumah di Turki sekitar 10.000 Lyra atau sekitar 10 juta perbulan. “Padahal upah minimum yang ditetapkan di negeri ini ya kurang lebih segitu,” kata Ustazah Iffah.

Kemudian, tambahnya, ada lagi seorang warga Turki menceritakan bahwa ia baru beli salah satu merek sepatu yang banyak dipakai orang, tapi impor, harganya seribu Lyra. “Tetapi beberapa hari yang lalu 1000 Lira. Hari ini ternyata kata temannya yang menelepon hari ini harganya sudah menjadi 1505 atau sekitar satu setengah juta rupiah,” terangnya. 

Ini menunjukkan, menurutnya, ada devaluasi yang luar biasa pada mata uang Turki, yaitu Lyra. Dan tentu masyarakat umum Turki mereka juga mengerti kenapa nilai mata uang merosot dan harga barang-barang, terutama barang-barang yang ada komponen impornya naik luar biasa. Hal ini terjadi karena nilai tukar Turki terhadap dolar turun begitu tajam.

“Bahkan ada yang warga Turki yang lainnya mengatakan beberapa tahun yang lalu saya tuh masih mendapati bahwa satu dolar itu sama dengan sekitar lima Lyra. Tetapi hari ini 1 dollar sama dengan 20 lyra. Ini adalah sebuah penurunan nilai yang luar biasa,” tuturnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa terjadi penurunan nilai mata uang lokal yang luar biasa yang tentu saja Ini membuat harga-harga naik. Dan naiknya nilai tukar mata uang ini sangat berdampak besar pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat Turki.

Mata Uang Mengambang

Terjunnya nilai kurs mata uang dinilai Ustazah Iffah Ainur Rahmah disebabkan negara-negara hari ini memakai mata uang mengambang.

“Ini adalah karena memang mata uang yang dipakai bagi Turki ataupun negeri Islam yang lain seperti di Indonesia adalah mata uang ‘floating money’ atau mata uang mengambang,” ungkapnya.

Sementara, sambungnya, di dalam sistem Islam Allah SWT. memerintahkan kaum muslimin menggunakan mata uang  Dinar dan Dirham. 

“Kenapa Dinar dan Dirham, sesungguhnya Allah Ta'ala membuat setiap syariat mengandung kemaslahatan dan setiap kali syariat itu dipraktekkan maka akan ada kebaikan, akan ada kesuksesan, akan ada tujuan-tujuan yang diinginkan oleh manusia dari pemberlakuan setiap hukum-hukum Syariah," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 01 Mei 2022

Aktor Konflik Rusia Ukraina Masih dalam Skenario Amerika


Tinta Media  - Aktor yang terlibat dalam konflik Rusia vs Ukraina dinilai oleh  Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana M.Si  masih dalam skenario Amerika.

“Arah dari tindakan-tindakan aktor yang terlibat,  Rusia,  Ukraina juga bagaimana respon dari Uni Eropa, dari NATO  ini semua masih dalam skenario kerangka Global  Amerika,” tuturnya dalam acara Kabar Petang : AS Dalang Konflik-konflik Internasional? Kamis (28/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Dikatakan Rusia bisa tetap dilemahkan oleh Amerika Serikat sehingga tidak bisa ke kancah internasional. "Dengan serangan Rusia ke  Ukraina pasti akan menguras sumber daya Rusia  baik dalam kontek  militer atau pun juga dalam konteks ekonomi,dengan adanya embargo  ekonomi  yang bertubi-tubi kepada Rusia," paparnya.

Di sisi lain kata Budi, Amerika juga tidak ingin Ukraina itu dikorbankan demi kepentingan melemahkan Rusia. Amerika punya cara  untuk menjaga agar Ukraina bergantung kepada Amerika Serikat baik via NATO atau pun Uni Eropa. “Sehingga tidak boleh juga Ukraina itu  dikalahkan oleh Rusia,” tukasnya.  

Namun lanjut Budi, Amerika tidak memberikan bantuan militer secara langsung  kepada Ukraina.  Tetapi melalui bantuan bantuan pihak ketiga atau bantuan bantuan yang dimanfaatkan oleh Ukrania  untuk meningkatkan kemampuannya memperlambat invasi  Rusia kepada  Ukraina.

 “Ini juga dibalut dengan  positioning Ukraina di Eropa,  bahwa dia belum menjadi anggota NATO,  dia juga belum menjadi anggota Uni Eropa sehingga  seolah-olah  itu menjadi justifikasi bahwa dibantu tetapi tidak secara langsung,” tambahnya.

Budi menilai, dalam konteks invasi Rusia ke Ukraina, Eropa baik Uni Eropa atau beberapa negara sentral di Eropa seperti Jerman, Perancis, Inggris tetap di bawah kendali Amerika. Hal ini karena  Eropa dalam kondisi dilematis. Satu sisi Eropa punya ketergantungan energi ke Rusia. Di sisi lain seharusnya Eropa membantu Ukraina agar Rusia tidak menjadi ancaman bagi Eropa. Tapi ini tidak bisa dilakukan oleh Eropa.

Cina

Menurut Budi, Cina bermain di dua sisi. "Pertama, dia berusaha tetap menjaga mitra strategis Rusia dengan Cina.  Tetapi Cina berpikir dua kali untuk bisa membantu secara langsung pada Rusia. Amerika  beberapa kali memberikan warning  terhadap Cina agar tidak  membantu Rusia dalam konteks konflik Ukraina," ungkapnya

“Kalau kita lihat sebelumnya strategi global Amerika  coba  menggeser dari Timur Tengah ke  Indo  Pasifik. Tapi di sisi lain dengan  adanya konflik Ukraina Rusia ini  menjadikan Cina punya peluang untuk menaikkan level politiknya  di level global. Cuman tadi keburu di warning  oleh Amerika Serikat sehingga Cina berusaha berhati-hati untuk memainkan situasi ini,” tambahnya.

Panjang

Budi memperkirakan konflik Rusia vs Ukraina akan berlangsung panjang karena tidak mudah mencapai titik kesepakatan.

“Rusia tetap  harus bisa memastikan bahwa Barat terutama Amerika Serikat  melalui NATO dengan perluasan keanggotaan di Eropa Timur nya itu tidak mengancam secara langsung  teritori Rusia. Kalaupun Rusia harus mundur maka ancaman Barat ini betul-betul harus dipastikan tidak terjadi,” jelasnya.
Di sisi lain lanjut Budi,  Ukraina  juga harus  memastikan bahwa dia tetap menjadi sebuah negara yang berdaulat.

“Tinggal bagaimana kemudian negara-negara NATO , khususnya Amerika Serikat bisa menerima tuntutan ini. Karena sebenarnya   secara normatif negara  punya kebebasan untuk bisa bergabung atau tidak bergabung dengan sebuah aliansi internasional,” tandasnya.

Tetapi di sisi lain tentu setiap negara juga harus mempertimbangkan realitas  politik yang terjadi dalam konteks ketetanggaan. Apalagi merasa terancam dengan negara tetangga ini. “Makanya  saya melihat selama tidak ada titik temu dalam negosiasi ini, maka konflik akan berlangsung panjang,” tambahnya.

Indo Pasifik

Budi  memprediksi pesaing  global Amerika itu Cina.  “Dari skenario yang diprediksikan oleh NIC  (Dewan Intelegen Nasional  Amerika) 2040 itu memang Cina disebut sebagai negara yang punya potensi ancaman secara militer. Dan tentu arena pertarungan  kalau dengan Cina pasti  di Indo Pasifik,” paparnya.

Budi mengatakan bahwa Indo Pasifik, baru belakangan ini menjadi perhatian Amerika. Pasca  Cina  melakukan modernisasi  besar-besaran, Cina  menjadi negara yang secara ekonomi menjadi ancaman Global  bagi Amerika. “Bahkan  Cina kemudian memperkuat aspek militernya, meski  belum teruji  kekuatannya, karena memang belum ada konflik yang di situ Cina terlibat untuk menguji kekuatannya,” jelas Budi.  

“Tetapi dengan sumber daya manusia yang besar, penduduknya  1,5 miliar,  dengan kekuatan ekonomi yang besar tentu  Amerika juga tidak bisa mendiamkan Cina  mengambil alih posisi Amerika di level global. Makanya kita  bisa memahami bagaimana Biden ini menggeser imperialisnye ke arah Pasifik,” imbuhnya.

Mengekor

Budi menilai meski Indonesia memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah tapi belum layak disebut sebagai great power. “Jangankan super power, great power saja masih jauh,” nilainya.

Penyebabnya lanjut Budi,  negeri-negeri  muslim khususnya  Indonesia masih menjadi negara yang mengekor  kepada ideologi negara Global.  Tidak bisa menunjukkan kemandirian, tidak bisa menunjukkan  sikap  yang berbeda dengan keinginan negara-negara  global seperti Amerika Serikat.

“Secara militer juga masih  belum sepadan.  jumlah  personil militer di Indonesia kan masih  sedikit. Belum lagi kalau kita bicara alutsista. Kita masih bergantung kepada alutsista buatan dari negara-negara lain. Padahal untuk bisa menjadi negara  super power atau great power itu dia harus punya kemandirian secara militer,” terangnya.

Budi menjelaskan bahwa di masa lalu kaum Muslimin menggunakan Islam sebagai way of life yang mengatur tatanan kehidupan ala Islam.Saya pikir Islam bisa menjawab untuk menghadapi kekuatan kapitalisme global.

“Dalam konteks turunannya seperti  kekuatan militer dan kekuatan  ekonomi, bisa mandiri karena kita punya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang banyak. Tinggal bagaimana itu dikuasai negara untuk kepentingan negara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               

 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab