Tinta Media: Makna
Tampilkan postingan dengan label Makna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makna. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 Desember 2023

Makna dan Keajaiban Laa Haula walaa Quwwata illaa billaah.


Tinta Media  - Sobat. Alhamdulillah penulis dapat amalan dari para guru kami sebuah wiridan yang diambil dari QS. Al-Kahfi ayat 39. Ternyata mengandung makna yang luar biasa dan membuat kita banyak bersyukur dan meyakini bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali semua itu berasal dari dan atas izin Allah SWT. Para ulama menjelaskan, “ Tidak ada daya dalam menjauhi maksiat kepada Allah kecuali dengan penjagaan-Nya, dan tidak ada kekuatan untuk taat kepada Allah kecuali dengan pertolongan-Nya.” 

Sobat. Rasulullah SAW memerintahkan membaca Laa haula walaa quwwata illaa billaah  bahkan memerintahkan para sahabatnya untuk  memperbanyak bacaan itu dan selalu membiasakan diri membacanya. Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Hurairah, “ Perbanyaklah membaca Laa haula walaa quwwata illaa billaah.” Dikabarkan bahwa kalimat itu akan menutup tujuh puluh pintu bencana dan bahaya.

Sobat. Syeikh Abdullah Al-Haddad menjelaskan maksud dan makna yang tepat dan paling lengkap adalah “ Tidak ada daya dan kekuatan melainkan hanya dengan izin Allah yang Mahatinggi dan Mahaagung.” Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan “ Daya di sini maksudnya adalah gerakan, dan kekuatan di sini maksudnya adalah kemampuan.” Maka tidak ada gerakan dan kemampuan bagi satu makhluk pun atas segala sesuatu kecuali dengan izin Allah yang Mahakuat dan Mahakuasa.
وَلَوۡلَآ إِذۡ دَخَلۡتَ جَنَّتَكَ قُلۡتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالٗا وَوَلَدٗا 
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,” ( QS. Al-Kahfi (18) : 39 )

Sobat. Dalam Penjelasan Tafsir ayat ini, Yahuza lalu meneruskan kata-katanya kepada Qurthus, "Seharusnya kamu mengucapkan syukur kepada Allah ketika memasuki kebun-kebunmu dan merasakan kagum terhadap keindahannya. Mengapa kamu tidak mengucapkan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu, berupa harta dan anak yang banyak yang belum pernah diberikan-Nya kepada orang lain."

"Katakanlah "masya Allah" ketika itu, sebagai tanda pengakuan atas kelemahanmu di hadapan-Nya, dan bahwa segala yang ada itu tidak mungkin terwujud tanpa izin dan kemurahan-Nya. Di tangan-Nya nasib kebun-kebun itu, disuburkan menurut kehendak-Nya ataupun dihancurkan menurut kehendak-Nya pula. Mengapa kamu tidak mengucapkan la quwwata illa billahi (tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) sebagai tanda pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat memakmurkan dan mengurusnya kecuali dengan pertolongan Allah swt." Ayat ini mengandung pelajaran tentang zikir yang baik diamalkan. 

Nabi Muhammad saw berkata kepada sahabatnya, Abu Hurairah:
Maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga yang terletak di bawah Arasy? Aku menjawab, "Ya, saya mau." Rasul berkata, "Kamu membaca la quwwata illa billahi." (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah)

Demikian pula banyak hadis-hadis Rasul SAW yang mengajarkan kepada umatnya sewaktu mendapat nikmat dari Allah supaya dia mengucapkan bacaan itu, Rasulullah SAW bersabda:

Setiap Allah SWT memberikan kepada seorang hamba nikmat pada keluarga, harta, atau anak lalu dia mengucapkan "masya' Allah, la quwwata illa billah", tentu Allah menghindarkan dia dari segala bencana sampai kematiannya, lalu Rasulullah membaca ayat 39 Surah al-Kahf ini. (Riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Mardawaih dari Anas r.a.)

Setelah Yahuza selesai menasehati saudaranya supaya beriman, dan sudah menjelaskan tentang kekuasaan Allah SWT, mulailah dia menanggapi perkataan saudaranya yang membanggakan harta dan orang-orangnya. Yahuza berkata, "Jika kamu memandang aku lebih miskin daripada kamu, baik mengenai harta kekayaan, maupun mengenai anak buah, maka tidaklah mengapa bagiku."

Sobat. Syeikh As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani  menjelaskan Laa haula walaa quwwata illaa billaah adalah obat untuk menyembuhkan 99 penyakit. Ia menolak penyakit sedih, gelisah, galau, dan membuat seorang hamba sibuk sehingga tidak sempat melakukan amal kebajikan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa mengucapkan Laa haula walaa quwwata illaa billaah, maka itu akan menjadi obat bagi 99 penyakit, yang paling kecil adalah rasa gelisah.” ( HR Ath-Thabrani dan Al-Hakim )

Sobat. Laa haula walaa quwwata illaa billaah adalah tanaman surga. Barang siapa banyak  membacanya, ia telah banyak menanam untuk dirinya tanaman di surga. Ini wasiat Ibrahim as untuk umat Nabi Muhammad SAW.


Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari; Pada malam Isra’ Mikraj, Rasulullah melewati Ibrahim as, lalu Ibrahim bertanya,” Siapa yang bersamamu, wahai Jibril?” Malaikat Jibril menjawab,” Ini Muhammad.” Lalu Ibrahim berkata kepada Rasulullah, “ Wahai Muhammad, perbanyak tanaman di surga, karena sesungguhnya aromanya dan tanahnya luas.” Lalu Rasulullah SAW bertanya, ”Apakah yang dimaksud dengan tanaman surga?” Ibrahim menjawab, ”Ucapkanlah Laa haula walaa quwwata illaa billaah.” ( HR. Ahmad dengan sanad hasan, Ibnu Abi Dunya, dan Ibnu Hibban )
Rasulullah SAW bersabda, kepada Abu Musa, “ Ucapkanlah Laa haula walaa quwwata illaa billaah karena sesungguhnya ia termasuk perbendaharaan Surga.” ( HR.Muslim, An-Nasaí, Tirmidzi dan Ibnu Majah )

Sobat. Manfaat Laa haula walaa quwwata illaa billaah berikutnya adalah untuk menjaga nikmat dari Allah, dan agar kebaikan dan anugerah Allah selalu bersama hamba. Hal di atas telah dicoba dan sering dilakukan oleh para sahabat saat mereka banyak menghadapi berbagai bencana dan kesulitan. Hasilnya terbukti sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah SAW , bahkan lebih dari itu.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah SAW bersabda," Barang siapa diberi nikmat oleh Allah dan ia ingin nikmat tetap ada padanya, hendaknya ia memperbanyak mengucapkan Laa haula walaa quwwata illaa billaah." 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Psikologi Dakwah. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Selasa, 08 Agustus 2023

Guru Luthfi Menjelaskan Makna Surat Al-Baqarah Ayat 199


 
Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur'an, Yayasan Tapin Mandiri Amanah Kalimantan Selatan Guru H. Luthfi Hidayat mengungkapkan makna Surat Al Baqarah ayat 199, yakni perintah untuk wukuf di Arafah dan bertolak di Arafah dalam rangkaian ibadah haji.
 
"Kita sama-sama meresapi makna Surat Al-Baqarah ayat 199 tentang penjelasan salah satu rangkaian tertib pelaksanaan ibadah haji. Mulai bertolak dari banyak orang bertolak, yakni Arafah, termasuk pula dalam ayat ini memerintahkan untuk berwukuf di Arafah," ungkapnya dalam Program Jumat Bersama Al-Qur'an: Wukuf dan Bertolak di Arafah, di kanal Youtube Baitul Qur'an Ta'lim Center, Jumat (28/7/2023).
 
Ia mengutip firman Allah di surat tersebut:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 
"Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yakni Arafah) dan mohon lah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
 
“Penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa kata tsumma pada ayat di atas menunjukkan untuk menyambungkan pernyataan dengan pernyataan secara berurutan dan tertib. Seolah-olah Allah Ta'ala memerintahkan orang yang telah berwukuf di Arafah agar bertolak ke Mudzalifah untuk dzikir kepada Allah di Masy'aril haram, juga memerintahkan supaya wukufnya di Arafah bersama orang banyak sebagaimana orang banyak melakukannya," ujarnya.
 
Guru Luthfi juga menyebutkan penjelasan dari Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dari kalimat:
أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفاضَ النَّاسُ
"Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yakni Arafah),”  bahwa arah dari ayat ini untuk pembicaraan orang-orang Quraisy. Sebab mereka saat wukuf berada di Mudzalifah, mereka mengajak orang-orang untuk wukuf bersama mereka dengan mengatakan 'Kami adalah keluarga Allah dan penduduk haram, kami tidak keluar darinya," ucapnya.
 
Kemudian, ia mengatakan,  Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk datang dan berwukuf di Arafah, lalu bertolak dari Arafah (Mudzalifah).
 
Setelah Islam datang, Allah Swt. memerintahkan Nabi-Nya untuk datang ke Arafah dan berwukuf di sana, setelah itu bertolak  darinya. Maksud kalimat dari ayat di atas yaitu "Dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah),” jelasnya.
 
Ia mengutip dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan bertolak (ifadhah) dalam ayat tersebut adalah bertolak dari Muzdalifah menuju Mina untuk melempar jumrah.
 
Kalimat selanjutnya dari ayat ini, yakni:
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
 
Ia menguraikan bahwa Allah memerintahkan  untuk memohon ampunan (di tempat tersebut).
"Sebab tempat itu merupakan tempat untuk memohon ampunan, sekaligus merupakan tempat yang diasumsikan diterimanya permohonan ampun dan diturunkannya rahmat," urainya.
 
Imam Ibnu Katsir, ucapnya, menambahkan makna kalimat di atas dengan menyatakan bahwa seringkali Allah Swt. memerintahkan untuk berdzikir (mengingat-Nya) setelah selesai menunaikan ibadah haji.
 
"Oleh karena itu diriwayatkan dalam sahih Muslim bahwa Rasulullah seusai salat senantiasa beristigfar sebanyak tiga kali. Dan dalam kitab sahih al Bukhari dan Muslim menganjurkan membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali," jelasnya.
 
Menurutnya,  jika disederhanakan rute haji itu dimulai dari kaum muslimin yang sudah berada di Makkah.
 
"Mulai start diangkut Arafah pada tanggal 08 Dzulhijjah. Niat dan berpakaian ihram untuk berhaji. Besok tanggal 09 Dzulhijjah mereka wukuf Arafah. Selepas zuhur (salat zuhur dan ashar di jamak qashar) kemudian bertolak (Afaadha) ke Muzfalifah untuk mabit," tuturnya.
 
Lalu ia menerangkan tentang prosesi ibadah haji. Mabit artinya bermalam, sambil mengambil kerikil (kelak untuk melontar zumrah di Jamarat di Mina). Setelah lewat malam di Mudzalifah, lalu bertolak (Afaadha) lagi menuju Mina. Di Mina mabit, bermalam, dan melontar zumrah.
 
"Ada jumrah Aqabah, Wula, dan Wutha. Dan di Mina ada yang dua hari disebut Nafal Awal, dan ada yang tiga hari disebut Nafar Tsani. Selanjutnya kembali ke Makkah untuk melakukan thawaf ifadhah, lalu melakukan tahallul. Maka selesai prosesi ibadah haji," pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 08 Maret 2023

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Makna Zuhud

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat, Ustazah L. Nur Salamah kembali menjelaskan tentang makna zuhud pada pembahasan pasal pertama yang menyinggung kewajiban mempelajari ilmu kondisi yang masih merujuk pada Kitab Adab Ta'limu Al-Muta'alim Thoriqotu Ta'alum, Sabtu (25/02/2023) di Batam.

"Dikatakan kepada Muhammad bin Hasan Rahimahullah, 'Kenapa Anda tidak menulis kitab tentang zuhud?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku telah menulis kitab tentang jual beli.' Maksudnya, orang yang zuhud adalah orang yang menghindarkan diri dari perkara syubhat dan makruh," ungkapnya.

Kaitannya dengan ilmu kondisi, lanjutnya, bahwa yang namanya ilmu kondisi itu tidak sebatas pada ibadah mahda (ibadah yang ada syarat dan rukunnya) saja. Seperti fiqih salat, zakat, shaum, maupun haji. Namun, lebih dari itu termasuk dalam urusan jual beli dan kegiatan muamalah yang lainnya harus terikat kepada hukum syara'.

Bunda, sapaan akrabnya memberikan contoh tentang implementasi dari sikap zuhud. "Bersikap zuhud bukan berarti tidak boleh kaya atau berpakaian compang-camping, memakai sepeda engkol kemana-mana, dan lain sebagainya. Namun makna zuhud di sini berarti meninggalkan perkara syubhat (samar-samar/ abu-abu) dan makruh," tegasnya.

Islam tidak menghalangi seorang muslim untuk kaya, terangnya, termasuk memiliki harta. Hendak membeli helikopter sekalipun, bukan masalah, jika dia mampu, dan keberadaan helikopt itu semakin menjadikan dirinya taat kepada Allah. Termasuk membeli rumah yang luas dan besar dengan tujuan rumah tersebut dapat digunakan untuk kajian, atau membeli mobil yang diniatkan untuk bisa lebih banyak membantu orang lain, itu tidak menjadi masalah. Hal tersebut tidak bisa dikatakan tidak Zuhud.

Dalam pembahasan ini, Bunda juga mendekatkan dengan fakta jual beli yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada era modern saat ini. Misalnya sistem COD, sistem talang kurir dan kreditan. Hal-hal seperti ini wajib kita ketahui ilmu fiqihnya agar muamalah kita lebih berkah.

"Kita singgung sedikit sistem jual beli saat ini. Contohnya sistem COD atau bayar di tempat, sah saja jika bukan kurir yang menalangi. Namun, jika kurir yang menalangi biaya pembelian konsumen maka ini diharamkan, karena telah terjadi multi akad alias lebih dari satu akad," jelasnya.

Karena, imbuhnya, kurir yang seyogianya hanya mengambil upah dari pekerjaannya mengantarkan barang, ini bisa menjadi pembeli karena menalangi pembayaran terlebih dahulu. Begitu pun dengan sistem kredit. Hukum asalnya mubah atau boleh, yang diharamkan adalah ada riba di dalamnya, misalanya ada embel-embel di pertengahan jalan berupa denda atau penambahan harga. Akad seperti ini wajib dihindari. 

Terakhir, ia menegaskan bahwa sikap zuhud tidak terbatas pada ibadah mahda saja, namun dalam seluruh amal perbuatan dalam seluruh aspek kehidupan.

"Begitu lah makna zuhud, tidak bisa diartikan secara sempit, atau wilayah ibadah saja. Namun lebih luas lagi dalam hal muamalah dalam seluruh aspek kehidupan harus bersikap zuhud," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai

Selasa, 23 Agustus 2022

Siyasah Institute: Ada Tiga Cara Pandang terhadap Kemerdekaan

Tinta Media - Bicara tentang makna kemerdekaan, Direktur Siyasah Institut, Ustadz Iwan Januar menuturkan ada tiga cara pandang terhadap kemerdekaan.

"Ada tiga cara pandang terhadap kemerdekaan ini," tuturnya sebagaimana rilis yang diterima Tinta Media, Kamis (18/8/2022).

Pertama, cara pandang dangkal (fikr al-suthiy). "Mereka yang berpandangan dan berpikiran dangkal, imbuhnya, beranggapan merdeka adalah kalau kebutuhan pribadinya tercukupi. Meskipun sebenarnya mereka hanya kebagian seuprit, dan bagian besarnya diboyong bangsa asing," ungkapnya. 

Ustadz Iwan, sapaan akrabnya juga menyampaikan cerita atau kisah jaman penjajahan Belanda tentang kaum ekstremis.

"Di jaman penjajahan Belanda ada orang yang merasa merdeka dan bahagia, bahkan ikut membantu penjajah membasmi sesama pribumi yang disebut kaum ekstrimis inlander, yang oleh Belanda disebut sebagai pengacau keamanan dan mengganggu stabilitas," paparnya.

Warga pribumi yang membantu Belanda ini, kata Iwan, disebut sebagai ‘londo ireng’. Ikut bersekutu dengan Belanda padahal pribumi yang kulitnya ireng. Buat mereka, merasa sudah ‘merdeka’ ketika negerinya dijajah.

Kedua, ia menjelaskan tentang kemerdekaan berdasarkan cara pandang yang mendalam.
"Kemerdekaan versi mereka yang pemikirannya lebih mendalam. Menurut mereka, merdeka itu mutlak bebas secara fisik dari injakan bangsa penjajah. Bukan namanya kemerdekaan kalau moncong bedil tentara asing masih mengarah ke kepala," terangnya.

Walaupun para penjajah memberi fasilitas pendidikan, lanjutnya, lowongan kerja, seperti taktik politik etis alias balas budi milik Belanda, tetap itu namanya penjajahan.

Ia kembali menerangkan tentang makna kemerdekaan versi pemikiran mendalam.
"Namun pemilik pemikiran kemerdekaan level ini masih menggelar karpet merah untuk kedatangan negara asing, bisa dengan nama bantuan (aid), investasi, utang luar negeri, konsultasi, fakta perjanjian ekonomi, pasar bebas, dan sebagainya," bebernya.

Ia juga mengatakan bahwa mereka yang memiliki pemikiran mendalam berbagai investasi dan utang luar negeri merupakan konsekuensi hubungan internasional.

"Mereka sebut itu adalah konsekuensi hubungan internasional dan persahabatan, agar tidak dikucilkan di pergaulan tingkat dunia," ujarnya.

Menurutnya wujud kerjasama dan bantuan luar negeri merupakan jerat penjajahan gaya baru.

"Padahal, banyak bentuk hubungan yang mereka sebut ‘kerjasama’ atau ‘bantuan’ sekalipun adalah jerat penjajahan baru," katanya.

Kesepakatan pasar bebas misalnya, ujar Iwan, sudah dikritik banyak orang menguntungkan negara-negara besar yang lebih siap dengan beragam komoditi perdagangan. Negara-negara berkembang siap-siap diserbu dan industri dalam negeri alami sekaratul maut.

Ia juga menilai banyak pemimpin negara dan pejabat berperan sebagai sakes perusahaan transnasional.

"Banyak pemimpin negara dan pejabatnya yang berperan sebagai sales perusahaan transnasional atau multi national coorporate (MNC). Basa-basinya mereka membangun negeri dengan mengundang investor asing padahal keuntungan terbesar bukan milik negeri, melainkan diangkut perusahaan-perusahaan asing itu," bebernya.

Orang-orang yang berpikir kemerdekaan di level ini, kata Iwan, juga beropini dan menyebarkan opininya bahwa utang itu hal biasa, meski bunganya berlipat-lipat. Presiden Jokowi dalam pidatonya menyatakan akan tarik utang baru Rp 696 T dan bayar bunga utang Rp 441 triliun di tahun 2023.

Ia juga menjelaskan arti kemerdekaan bagi mereka yang berpikir mendalam adalah terlepas dari tekanan atau paksaan ajaran agama. Jika memaksa dianggap intoleran atau penjajahan.

"Untuk mereka, merdeka juga berarti harus lepas dari ‘tekanan’ dan ‘paksaan’ ajaran agama. Maka tak boleh ada yang memaksa ataupun sekedar menyarankan jilbab pada siswi di sekolah. Itu namanya penjajahan dan intoleran," jelasnya

Manusia-manusia seperti ini lanjutnya, tak sadar kalau sebenarnya mereka masih berada di alam penjajahan. Tapi secara subyektif mereka tetap yakin kalau diri mereka adalah manusia merdeka.

Ketiga, Ustaz Iwan menjelaskan mengenai konsep pemikiran yang cemerlang terhadap arti kemerdekaan. "Orang-orang yang seperti ini baru percaya, diri mereka merdeka ketika bebas dari penghambaan sesama mahluk," ujarnya.

Bukan saja merdeka dari todongan bedil atau bayonet, imbuhnya, tapi juga merdeka dari paksaan pemikiran dan ideologi buatan manusia.

Ia juga menegaskan bahwasanya tidak dikatakan merdeka jika kebijakan masih dikendalikan oleh bangsa lain. "Bukan namanya merdeka kalau kebijakan kita dikendalikan asing, aset bangsa dikeruk orang lain, bahkan kita jadi kuli di negeri sendiri saja semakin sulit," jelasnya.

Terakhir, Ustaz Iwan menegaskan kembali bahwa kemerdekaan hakiki akan terwujud Jika manusia tunduk hanya kepada Allah Swt semata.

Kemerdekaan seperti ini baru terwujud ketika manusia tunduk hanya pada Allah SWT Yang Maha Pencipta manusia," pungkasnya.[] Nur Salamah

Rabu, 17 Agustus 2022

Benarkah Kita Sudah Merdeka?


Tinta Media - Merdeka ... !  Begitulah yang diucapkan para pejuang bangsa kala itu, setelah merasa berhasil terbebas dari jeratan penjajah. Begitu banyak pengorbanan yang mereka berikan. Harta, keluarga, bahkan nyawa pun ikut dipertaruhkan sebagai bentuk rasa cinta kepada tanah air. 

Tujuh puluh tujuh tahun telah berlalu, apa yang sudah kita berikan untuk negeri ini? Apakah segudang prestasi atau malah sebaliknya, menjadi polusi? Bukan perbaikan yang kita lakukan, tetapi justru kerusakan yang kita perbuat. Bagaimana tidak, negeri yang katanya merdeka ini ternyata masih menyimpan banyak persoalan, di antaranya kemiskinan, pengangguran, sosial, kriminalitas, dan sebagainya. Bahkan, mata hukum pun sekarang telah buta dengan keadilan. 

Lalu, apakah benar kita telah merdeka? Apakah benar kita telah bebas dari belenggu penjajah? Atau malah mungkin sebaliknya, kemerdekaan itu hanya semu belaka? 

Bagaimana bisa disebut merdeka jika nyatanya negeri ini sedang dijajah? Walaupun tidak secara fisik, tetapi bukankah kita merasakan akibat dari penjajahan itu? Banyak sumber daya alam, tetapi entah siapa yang punya, entah siapa yang menikmati hasil kekayaan itu. Apakah rakyat yang merasakan hasil kekayaan itu? Nyatanya Tidak.

Kekayaan yang seharusnya menjadi hak rakyat, nyatanya hanya dinikmati sebagian orang yang tidak bertanggung jawab. Bukan hanya itu, penjajahan pun dilakukan dengan memasukkan pemikiran sekuler kapitalis, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan kekayaan atau materi sebagai standar sosial. Yang miskin semakin jatuh, yang kaya semakin kaya.

Isu radikalisme pun selalu menjadi alasan untuk adu domba umat, padahal negeri kita ini mayoritas dihuni oleh umat Islam. Pada akhirnya, banyak di antara kita yang tidak paham dengan agamanya. Pemikiran sekuler yang diadopsi juga mengakibatkan umat lalai akan kewajibannya.

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupan agar tidak terjadi kerusakan di mana-mana akibat meninggalkan petunjuk dari Sang Khaliq. 

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 96, artinya:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan".

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah akan memberikan keberkahan kepada penduduk negeri yang beriman dan bertakwa. Namun, jika mereka dusta terhadap ayat-ayat Allah, maka Allah akan menyiksa mereka. Mungkinkah semua itu terjadi di negeri yang kita cintai ini? Mari kita renungkan bersama.

Memang banyak yang sadar tentang kerusakan yang terjadi, tetapi hanya sedikit yang mau mencari solusi. Islam telah mengatur kehidupan ini, dari masalah individu sampai masalah negara. Hanya Islamlah yang mampu menyelesaikan problematika umat saat ini. Lalu, masihkah ingin bertahan dengan sitem selain Islam?

Saatnya umat kembali MERDEKA, yaitu meraih takwa dengan Islam kaffah.

Oleh: Akni Widiana
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab