Siap-Siap, Harga Makanan bakal Naik Lagi
Tinta Media - Diungkapkan oleh pengusaha makanan dan minuman (mamin) bahwa akan terjadi kenaikan harga untuk produk olahan makanan dan minuman khususnya, rencana kenaikan ini merupakan imbas dari melonjaknya harga bahan baku, biaya operasional, sampai dengan biaya produksi. CNBC Indonesia (01/12/2022).
Hal ini diungkapkan Adhi S Lukman sebagai ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI)seluruh Indonesia, bahwa tahun depan akan terjadi kenaikan harga di industri makanan dan minuman karena beberapa faktor.
Salah satu penyebabnya adalah resesi yang disebut-sebut bakal terjadi pada tahun 2023. Ia memperkirakan akan terjadi kenaikan harga makanan dan minuman 5-7%.
"Persediaan masih oke, cuma masalahnya memang harga. Saya perkirakan harga tahun depan akan meningkat 5 sampai 7 persen," ujarnya
Meski demikian, ia menyampaikan bahwa kenaikan harga tersebut tidak akan begitu signifikan di tingkat konsumen. Sebab, pengusaha tetap harus menyesuaikan daya beli masyarakat terhadap produk yang dijual.
Menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap rupiah menjadi biang kerok di balik kenaikan harga semua. Kondisi ini banyak menimbulkan efek terhadap industri makanan dan minuman di dalam negeri, sebab sampai saat ini masih banyak bahan baku dan bahan penolong dari industri makanan minuman di dalam negeri yang masih memerlukan impor.
Tentu hal ini sangat memengaruhi harga pokok produksi. Selain itu pula, kendala pasokan dari negara-negara lain juga sering terganggu masalah logistik, ditambah ada kendala dari komoditi yang dalam pengawasan, seperti halnya garam, gula dan lainnya.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Liberalisme Penyebabnya
Dalam sistem kapitalisme, kenaikan harga makanan dan minuman tidak bisa terhindarkan, bahkan bisa berefek pada tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Hal ini karena sebagian makanan dan minuman olahan juga menjadi kebutuhan gizi masyarakat.
Sistem ekonomi kapitalistik neoliberal yang diterapkan di negeri ini memastikan peran negara sangat minim dalam mengurus urusan rakyat sehingga kebijakan yang dihasilkan seringkali tidak prorakyat dan cenderung berpihak pada korporasi.
Hal ini nampak dari tidak adanya upaya serius dari pemerintah untuk menstabilkan harga komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, tetapi sebagai pelaku bisnis. Negara menyerahkan harga komoditas pada mekanisme pasar bebas yang dituntut dalam sistem ekonomi kapitalis, tanpa memedulikan apakah masyarakat secara keseluruhan mampu membeli kebutuhan tersebut ataukah tidak.
Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, hanya fokus pada produksi dan abai pada aspek distribusi. Memang benar, bahwa negara menyediakan pasokan makanan sesuai dengan jumlah penduduk, tetapi tidak ada pemastian komoditas tersebut mampu dibeli oleh setiap individu masyarakat atau tidak. Bahkan, sangat mungkin sebagian masyarakat yang memiliki daya beli tinggi membeli komoditas makanan dalam jumlah berlebih, sehingga dipandang bahwa distribusi makanan telah terjadi dengan indikasi ketersediaan pasokan makanan telah habis.
Padahal di saat yang sama, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa membeli komoditas tersebut sama sekali karena rendahnya daya beli.
Sistem ekonomi kapitalis juga memastikan kenaikan harga komoditas terus terjadi, sebab kebijakan moneter sistem ekonomi kapitalis hari ini berbasis riba dan banyak menciptakan problem inflasi yang berkepanjangan.
Bahkan, sistem moneter dunia saat ini berada dalam kendali negara Barat yang mengoperasikan moneter negara berkembang. Ditambah lagi kebijakan fiskalnya yang bertumpu pada pungutan pajak sehingga makin menggerus pendapatan masyarakat.
Sistem Ekonomi Islam adalah Solusi
Kondisi ini berbeda dengan sistem Islam. Islam memosisikan negara sebagai pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memandang rakyat sebagai objek bisnis.
Pemerintah wajib menjamin seluruh kebutuhan umat. Peran distribusi adalah hal utama yang harus dilakukan pemerintah.
Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan dan tidak mampu mengakses lantaran miskin, cacat, tidak ada satu pun kerabat yang mampu memenuhi nafkah mereka, atau yang lainnya, maka negara akan hadir dan menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka. Bukan hanya pangan, tetapi seluruh kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan semuanya dijamin oleh negara.
Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar sesuai dengan syariat. Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan, dan transaksi berdasarkan tata kelola pemerintahan.
Dalam Islam, negara akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya bukan hanya pertumbuhan ekonomi.
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang stabil dan antiresesi, sebab negara Islam memiliki sistem moneter berbasis dinar dan dirham.
Dinar dirham merupakan alat tukar yang adil bagi semua pihak, terukur dan stabil dalam perjalanan sejarah penerapannya. Dinar dirham sudah terbukti sebagai mata uang yang nilainya stabil karena didukung oleh nilai intrinsiknya. Tiap mata uang emas yang dipergunakan di dunia ditentukan dengan standar emas yang akan memudahkan arus barang, uang, dan orang.
Selama ini mata uang dollar sering dijadikan alat oleh Amerika Serikat untuk mempermainkan ekonomi dan moneter suatu negara, tak terkecuali dalam masalah impor yang banyak merugikan industri makanan dan minuman dalam negeri.
Alhasil, hanya dengan penerapan syariah Islam, rakyat sejahtera dan kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi secara sempurna.
Oleh: Umi Nurbani
Pegiat Literasi & Ibu Rumah Tangga