Tinta Media: Makan Siang Gratis
Tampilkan postingan dengan label Makan Siang Gratis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makan Siang Gratis. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Agustus 2024

Makan Gratis Dipangkas, Bagaimana Persoalan Bisa Tuntas?

Tinta Media - "4 sehat 5 sempurna" slogan yang tak asing lagi, kerap menjadi sorotan masyarakat Indonesia setelah terpilih calon presiden-wakilnya kian diagungkan untuk memperbaiki gizi anak di Indonesia. Hingga muncul pemberian makan siang, susu gratis untuk anak sekolah serta pesantren adalah salah satu program unggulan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran. kerap mendapat sorotan. Dari uji coba yang dilakukan secara langsung oleh wakil presiden yang belum dilantik ini diwilayah-wilayah tertentu, seperti solo dan Tangerang hingga beredar penurunan anggaran yang berawal 15.000 per anak menjadi 7,500. Meskipun dibantah oleh Gibran tak akan memangkas hal tersebut. Bahkan sempat diganti menjadi program "makan bergizi "karena tak setiap siang akan mendapatkannya.

Menuai beberapa kontroversi, meski Pemerintahan Presiden Jokowi telah mengalokasikan Rp 71,5 triliun untuk program makan bergizi gratis pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan anggaran Rp7.500 per porsi untuk program makan gratis, dinilai cukup bahkan termasuk besar untuk daerah tertentu.

"Saya kira untuk daerah tertentu Rp7.500 sudah sangat besar itu," kata Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (18/7).

Bahkan dengan dalih agar bisa menjangkau sebanyak-banyaknya anak di setiap tempat. Tetapi fakta di lapangan masyarakat, merasa ini akan berjalan beberapa kali saja, bahkan mungkin akan lebih rendah lagi anggaran setiap anaknya. Bahkan fakta warung pinggir jalan merasa "cuma bisa dapat nasi, bakwan 1 dan sayuran yang sedikit"

Tak Sesuai Realitas

Namun sejak awal , tentu program yang diagungkan kian menjadi ilusi, mengapa? Karena harapan besar masyarakat terhadap program unggul di saat kampanye pasti lah tak seindah surga pandangan masyarakat jika masih dibaluti sistem kapitalisme. Dari dalih memperbaiki gizi penanganan stunting anak yang ada di Indonesia. Bukanlah solusi yang tepat. Dari pernyataan WHO saja perbaikan gizi tepat diawal pertumbuhan yakni 1000 hari pertama. Bukan masa anak - anak menduduki sekolah dasar.

Belum lagi , hasil riset ini hanya sekedar memenuhi sebagian kecil janji yang digemparkan pada saat itu. Namun lebih tepatnya janji kian plesetan yang mengarah tak sesuai janji di saat kampanye. Padahal seharusnya menjadi yang tujuan utama adalah pelayanan terbaik untuk masyarakat.

Ditambah lagi nantinya, pengalokasian yang tidak tepat sasaran. Bahkan kemungkinan potensi korupsi oleh para koruptor dalam dana tersebut karena ada kesempatan bagi para koruptor. Dan membuat anggaran untuk rakyat kian mengecil.

Ini bukanlahlah hal pertama yang terjadi, namun sudah kerap menjadi watak praktek  politik kapitalis, meski harapan besar masyarakat harus tenggelam lagi dengan ekspetasi yang ada. Belum juga dilantik sudah memupuskan harapan.

Mengapa bisa terjadi? Dari aspek tujuan utama mereka saja bukanlah umat yang menjadi tujuan murni adanya, karena pola dasar hidup yang dibangun kapitalisme adalah materi diatas segalanya ,baik  menghalalkan segala cara mereka tebus. Tak peduli akan dampak bagi rakyat, sedangkan rakyat sendiri sungguh terpuruk. Sudahlah angka kemiskinan semakin tinggi, rakyat pun mabuk dengan pungutan ini-itu. Lihatlah Tapera, kenaikan UKT, kenaikan pajak, dan yang terbaru wajib asuransi kendaraan beroda dua.

Seolah -  olah semua ini hanyalah interaksi penjual dan pembeli, dimana rakyat terus membeli kebutuhan hidupnya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Hati nurani yang kian buta kerap rakyat jadi korban atas kerakusan para penegak hukum negara.

Sudah semestinya rakyat membuka mata  dan pikiran dari solusi buntu ini, dengan fakta yang terjadi membuktikan segala janji manis pun tak akan terealisasikan kecuali sebagin kecil dengan maksud keuntungan kembali pada mereka. Sehingga rasa percaya mereka mulai pupus terhadap sistem hari ini.

*Hanya islam yang bisa mensejahterkan*

Jauh berbeda dengan sistem pemerintahan islam, yang mengutamakan pelayanan maksimal untuk rakyat. Karena Islam memandang dengan adanya pemerintahan adalah sebuah amanah yang wajib ditunaikan serta akan ada pertanggung jawaban setiapnya.

Sebagaimana potongan hadist. Ibn umar r.a berkata "...setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya..."

Setiap apa yang dijanjikan harusnya ditunaikan dengan optimal karena takutnya pertanggung jawaban kelak atas periayahannya, bukan malah melontarkan segala janji manis demi kemenangan kampanye.

Islam dengan solusi paripurnanya, tentu memiliki langkah dalam mensolusikan hal tersebut. Dari penanganan stanting tentu negara yang utama dalam menyiapkan pokok utama, yang disumberkan dari baitulmal daulah. Dari pengoalahan SDA yang tepat, tanpa korup dan penggelapan dana, tanpa campur tangan asing serta upaya semua dikembalikan ke rakyat. Serta pembelanjaan negara yang sesuai syariat. Terlagi pemimpin yang tentunya menjadikan iman sebagai landasan memimpin urusa umat.

Bahkan, sudah terjamin tanpa program semacam itu, negara Islam memiliki kebijakan berdasarkan syariat Islam yang diturunkan untuk menjadi rahmatal lil alamin  yang akan menjamin kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan tanpa terkecuali,baik kelaparan, kurang gizi, ataupun terancam stunting. Dengan begitu, yang dibutuhkan umat butuhkan saat ini adalah paradigma kepemimpinan yang bervisi mengurus dan melayani umat agar seluruh persoalan mereka -termasuk stunting- bisa teratasi secara tuntas dan paripurna. Lantas harus menunggu apa lagi, jika semua ingin terealisasikan sesuai harapan rakyat semua?  

Oleh: Fariha Maulidatul Kamila, Mahasiswa

Minggu, 10 Maret 2024

Makan Siang Gratis Hanya Janji Manis


Tinta Media - Pemilu 2024 telah selesai dilaksanakan. Meskipun hasil final belum keluar, tetapi asumsi siapa yang akan menjadi pemenang sebetulnya telah terprediksi sejak jauh-jauh hari.

Prediksi itu kini terbukti. Terlihat dari proses hasil hitung cepat, pasangan Prabowo - Gibran jauh memimpin dari ke-dua rivalnya yang lain, walaupun di berbagai daerah kabarnya ada proses pemungutan suara yang tertunda.

Terlepas dari karut-marutnya pemilu 2024, yang paling menarik adalah bertebarannya berita sehari setelah pemilihan umum dilakukan.

Berbagai media masa, khususnya media elektronik mengabarkan bahwa program yang akan digagas oleh paslon 02, yakni makan siang gratis baru bisa tercapai pada tahun 2029 mendatang sebagaimana yang di beritakan oleh tvOnenews.com.

Tidak cukup di situ, berita miring kemudian muncul kembali, yakni soal dari mana sumber dana yang akan digunakan untuk merealisasikan program tersebut.

Masyarakat dikejutkan dengan wacana pemangkasan subsidi BBM agar program makan siang gratis bisa terealisasi. Kabar ini sontak membuat masyarakat gelisah, pasalnya sudah kita ketahui bersama jika BBM naik, maka bisa dipastikan seluruh kebutuhan pokok ikut naik. Bahkan, hingga harga cabai di pasar pun bisa ikut melambung.

Permasalahannya, umat harus mulai sadar jika urusan makan gratis itu tidak bisa dijadikan program baku oleh seorang penguasa mana pun, sebab pada dasarnya yang namanya makan adalah kebutuhan bagi seluruh manusia di muka bumi ini.

Terlebih di dalam Islam, makan yang merupakan kebutuhan pokok selain sandang dan papan adalah hal yang sudah seharusnya menjadi perhatian seorang pemimpin. Tidak perlu seorang pemimpin di dalam Islam memberikan janji-janji manis dengan memberikan makan siang gratis kepada masyarakat yang dipimpinnya. Justru, ia harus berpikir keras bagaimana agar bahan makanan pokok bisa terjangkau, melimpah dan berkualitas sehingga bisa dipastikan tidak ada warga negara (Daulah Islam) yang terkena stunting ataupun kelaparan.

Salah satu kisah yang sangat fenomenal di masa pemerintahan Islam (Khilafah), yakni ketika Khalifah Umar bin Khattab memikul sekarung gandum dari baitul mal (kas negara) menuju salah satu rumah penduduk yang tidak memiliki persediaan makanan bagi keluarganya.

Ini bukan menjadi dalil program makan siang gratis harus dilaksanakan di Indonesia. Akan tetapi, ini sebagai gambaran bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin ketika ada warga negara yang kelaparan, maka ia sendiri yang turun tangan menyelesaikan masalah tersebut. Sebab, tugas seorang pemimpin adalah melayani rakyat, bukan memberi janji manis kepada sebagian masyarakat agar ia dipilih dalam pemilu.

Jadi, bisa kita simpulkan bahwa makan siang gratis bukanlah sebuah program bagus dari seorang pemimpin. Ini hanya sebuah janji manis belaka agar masyarakat miskin tergiur dan yakin memilih pasangan tersebut.

Pasalnya, bagi masyarakat kalangan menengah ke atas, masalah makan bukan menjadi masalah utama. Toh pada faktanya, mereka sampai saat ini masih bisa makan, bahkan makan enak di restoran kelas atas. Akan tetapi, masyarakatlah yang kesulitan mendapatkan bahan makanan berkualitas. Bahkan, yang tidak bisa makan jauh lebih banyak ketimbang masyarakat yang sudah hidup enak.

Program penyediaan bahan makanan yang melimpah, berkualitas, dan mudah didapat adalah program yang seharusnya digagas oleh para pemimpin di negeri ini. Namun sayang, program ini tidak mungkin bisa terealisasi dalam sistem kapitalis, sebab penguasa harus tunduk pada nilai harga yang telah dipatok oleh para pebisnis kapitalis dalam penentuan harga sembako.

Karena itu, hanya sistem Islamlah yang mampu merealisasikan itu semua. Sebab, di dalam sistem Islam penyediaan kebutuhan pokok adalah sektor yang harus dikelola oleh negara sehingga bahan makan pokok yang berkualitas, murah, dan melimpah ruah akan tercapai, dan seluruh warga negara bisa menikmatinya.

Oleh: Cesc Riyansyah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab