Tinta Media: Mahal
Tampilkan postingan dengan label Mahal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mahal. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Oktober 2024

Beras Mahal, Petani Kian Terjungkal



Tinta Media - Perekonomian di Indonesia masih bergantung pada sektor pertaian. Indonesia juga memiliki sumber daya alam dan air yang melimpah, tanah yang subur, dan berada pada iklim tropis sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Jadi, sudah sewajarnya jika Indonesia dikenal sebagai negara agraris. 

Sebagai negara agraris, harusnya ada banyak keuntungan bagi masyarakat. Hasil panen yang diperoleh harusnya bisa menjadi penopang perekonomian negara karena bisa mencukupi kebutuhan rakyat, sehingga tidak memerlukan impor dari negara lain. Bahkan, ini bisa menjadi sumber penghasilan negara apabila diekspor ke negara lain.

Namun mirisnya, ternyata semua itu jauh panggang dari api. Di negara yang subur,  kekayaan alam melimpah dan masih banyak sawah, tetapi harga beras mahal. Bahkan, Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan dengan harga beras di pasar global. Saat ini harga beras dalam negeri konsisten bercokol tertinggi di kawasan ASEAN (kompas.com 20/9/2024).

Mahalnya harga beras tidak lantas membuat kehidupan petani menjadi lebih baik. Justru, 
banyak petani yang berada di bawah garis kemiskinan karena mahalnya harga beras diikuti pula oleh mahalnya bahan kebutuhan pokok lain. 

Selain itu, biaya produksi pertanian pun semakin tinggi. Hal inilah yang membuat petani semakin susah. Bahkan, menurut hasil Survei Terpadu Pertanian 2021 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui bahwa pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD1 sehari atau USD341 dalam kurun waktu satu tahun (Metrotv, 20/9/2024).

Penerapan sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis telah menjadikan korporasi  sebagai  “penguasa” yang sesungguhnya dan hanya berorientasi pada keuntungan saja. Sehingga sektor pertanian pun tidak lepas dari cengkeraman oligarki dari hulu hingga ke hilir. Hal ini  sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani. Jadi tidak heran, walaupun harga beras mahal, kehidupan petani tidak semakin meningkat, malah kian terjungkal.

Seluruh faktor di atas sebenarnya merupakan kondisi klasik yang selama ini telah menjadi pemicu munculnya masalah dalam tata kelola beras. Sekalipun pemerintah telah menetapkan banyak kebijakan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah, nyatanya kebijakan itu tidak solutif karena regulasi yang dilahirkan hanya berupa kebijakan teknis yang tidak berbasis kebutuhan rakyat yang sebenarnya. Lantas, apa yang menjadi akar masalah sebenarnya?

Ini semua terjadi karena penerapan sistem kapitalisme. Di sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang lebih berpihak kepada oligarki. Konsep untung-rugi yang diterapkan makin melemahkan petani dengan modal terbatas dan menguatkan kaum kapitalis atau pemilik modal dalam pertanian. Begitu pula dengan konsep pertanian modern seperti food estate yang sekarang ini dikembangkan. Ini pun merupakan wujud dari korporatisasi atau industrialisasi pertanian yang sudah pasti bukan berorientasi pada rakyat. 

Berbeda dengan sistem Islam, negara menempatkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu basis pertahanan dan untuk menyejahterakan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam. 

Khalifah, pemimpin dalam sistem Islam akan menetapkan kebijakan yang berbasis pada rakyat. Kebijakan dalam sektor pertanian di antaranya adalah

Pertama, negara akan mendorong peningkatan produktivitas lahan pertanian.

Kedua, negara menjamin pembangunan infrastruktur pertanian seperti pembuatan irigasi, saluran air, serta akses transportasi di wilayah produksi pertanian. 

Ketiga, negara mengolah lahan-lahan mati serta memberikan insentif pemodalan dan sistem bagi hasil kepada para petani.

Salah satu bukti bahwa sistem Islam sangat memperhatikan sektor pertanian adalah dengan dibangunnya kanal di Fustat Mesir oleh Amr bin Ash di bawah kepemimpinan Umar. Kanal ini selain dimanfaatkan untuk infrastruktur pertanian, juga dimanfaatkan untuk kepentingan jalur transportasi dari Mesir ke Hijaz. Itulah beberapa langkah kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah dalam daulah Islam. Semua kebijakan pastinya akan lebih berpihak pada rakyat, bukan pemilik modal. Sehingga, kesejahteraan petani semakin baik.




Oleh: Rini Rahayu 
(Sahabat Tinta Media)

Rabu, 09 Oktober 2024

Beras Termahal Se-ASEAN, Mengapa Pendapatan Petani Rendah?



Tinta Media - Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia lebih mahal daripada harga beras dunia. Bahkan, harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN.

Namun, tingginya harga beras dalam negeri ini tidak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Merangkum hasil survei pertanian terpadu Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani sangat kecil, yaitu Rp15.199 per hari. Artinya, per tahun hanya mencapai Rp5,2 juta. Petani medapat keuntungan rendah, padahal harga jual beras kepada konsumen sangat tinggi.

Indonesia disebut sebagai negara agraris karena tanah pertaniannya yang subur dan luas. Seharusnya, kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya sendiri. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Hampir setiap tahun pemerintah Indonesia mengimpor beras dari negara lain.

Kendala terbesar yang dihadapi oleh para petani adalah kenaikan biaya produksi yang relatif tinggi, mulai dari  biaya tenaga kerja, sewa lahan, mahalnya harga pupuk, pestisida, sampai benih. Subsidi yang diberikan kepada para petani dibuat sulit, walaupun para petani diberi kartu tani untuk membeli benih, pupuk, dan lain sebagainya. Akan tetapi, prosesnya rumit, sulit,  juga terbatas. 

Menurut survei, para petani banyak meminjam uang untuk modal kepada individu, bank, atau lembaga keuangan lain seperti koperasi. Namun, ketika akan meminjam ke bank, ada kendala yang dihadapi, yaitu tidak mempunyai jaminan, prosesnya sulit, dan bunga yang tinggi. Karena prosesnya yang rumit, maka para petani sulit mendapatkan modal sehingga banyak yang terjerat rentenir dengan bunga tinggi, yang akhirnya memaksa petani untuk menjual lahan pertanian dan beralih menjadi buruh tani.

Di sisi yang lain, masuknya para kapitalis besar dalam bisnis di bidang pertanian menjadikan posisi para petani lokal semakin sulit. Hak ini karena para kapitalis berkuasa mulai dari proses produksi, melalui peminjaman modal yang dilegalkan oleh penguasa. 

Seperti para kartel, mereka memberi pinjaman kepada petani yang tidak mempunyai modal. Setelah panen, para kartel dan tengkulaklah yang mengendalikan harga. Ketika para petani ingin menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar induk agar harganya lebih tinggi, mereka tidak diterima karena hanya menerima dari para tengkulak saja. Akhirnya, para petani terpaksa menjual kepada tengkulak (lewat para kartel)  dengan harga yang sesuai keinginan mereka. 

Pada akhirnya, biaya produksi yang dikeluarkan tidak dapat ditutupi dengan apa yang didapat oleh mereka dari hasil penjualan gabah, sehingga petani sering mendapat keuntungan yang kecil, kalaulah tidak dikatakan merugi. Inilah penyebab harga beras tinggi sedangkan pendapatan petani rendah. 

Kondisi tersebut menyebabkan banyak yang tidak mau lagi jadi petani, termasuk generasi muda sehingga menyebabkan penurunan jumlah petani. Padahal, Indonesia adalah negara agraris dan beras merupakan makanan pokok orang Indonesia. 

Dengan kondisi ini, pemerintah menjadikannya sebagai alasan untuk membuka kran impor beras, yang akhirnya justru semakin menguntungkan para kartel (oligarki) dan menyengsarakan petani. Kebijakan impor juga membuat ketergantungan kebutuhan negeri ini terhadap beras, sehingga memengaruhi kedaulatan pangan.

Di sisi konsumen, daya beli masyarakat relatif lemah. Menurut perhitungan Bank Dunia, 40 persen penduduk indonesia masih dalam kategori miskin. Kondisi seperti ini menyebabkan tata niaga pangan menjadi tidak sehat. Para kartel, tengkulak, dan pedagang dengan mudah memainkan harga dan melakukan penimbunan barang. Sementara itu, solusi yang diambil pemerintah untuk menekan harga hanyalah dengan menetapkan batas harga eceran tertinggi (HET) pangan agar penjual tidak menjual di atas harga tersebut. Tentu hal ini tidak sedikit pun dapat membantu nasib para petani ataupun rakyat secara umum dalam memenuhi kebutuhan beras.

Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, serta berpihak kepada oligarki, termasuk para kartel dan tengkulak.

Negara seharusnya menyediakan lahan untuk ketahanan pangan (beras), pupuk yang terjangkau dengan proses yang mudah, pengadaan alat-alat pendukung untuk pertanian yang canggih, serta pengembangan bibit unggul, dan meningkatkan kemampuan petani sehingga semakin ahli. Negara juga harus menetapkan berbagai perangkat aturan yang dapat menguatkan ketahanan pangan dalam negeri, sehingga petani sejahtera dan rakyat pun memiliki kemampuan daya beli yang tinggi.

Untuk menangani problematika pangan yang terjadi, Islam mempunyai sistem politik ekonomi Islam yang bertujuan menjamin kebutuhan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, dan perumahan bagi seluruh rakyat, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Untuk mewujudkan ini, negara harus memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dapat  terjangkau, baik melalui mekanisme pasar maupun melalui pemberian bantuan.

Untuk mendorong produksi, negara dalam Islam akan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien, seperti tidak adanya biaya sewa lahan pertanian karena dilarang oleh syara'. Sebagai alternatif, akan diterapkan syirkah (kerja sama ) antara pemilik modal dengan penggarap sesuai dengan syariat, atau melalui akad ijarah, dan akad-akad lain yang sesuai syariat. 

Tanah juga dijaga produktivitasnya dengan larangan atas pemilikannya untuk menelantarkan tanah pertanian selama lebih dari 3 tahun. Negara juga bertanggung jawab kepada mereka yang membutuhkan dan mampu menggarap tanah, tetapi minim modal. Hal itu dilakukan dengan memberi biaya atau modal untuk berproduksi, seperti pupuk, benih, serta sarana dan prasarana pertanian yang dapat diperoleh dari baitul mal jika petani mengalami kesulitan. 

Selain itu, untuk memudahkan konsumsi, akan dibuat  mekanisme yang memudahkan pengaturan pasar agar beroperasi secara efisien dan tetap sesuai syariat, serta memberikan bantuan di luar kerangka pasar .

Negara juga akan memberikan dukungan dan dorongan kepada para petani untuk mengadopsi infit pertanian terbaik serta teknologi terkini agar hasil pertanian dapat ditingkatkan produktivitasnya secara efisien.

Negara Islam memiliki struktur pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak publik, yang diwakili oleh lembaga hisbah, yang tugasnya mengawasi kegiatan publik, termasuk para pedagang dan pekerja. Tujuannya agar mereka mematuhi hukum-hukum Islam dan menutup celah penipuan, seperti kecurangan, penimbunan, dan praktik-praktik yang diharamkan oleh syariah dalam perdagangan dan pekerjaan. Mereka juga bertugas memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran, seperti penggunaan timbangan atau takaran yang merugikan masyarakat.

Islam melarang pemerintah untuk mematok harga barang dan jasa yang diperdagangkan. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar yang sehat tanpa intervensi pembatasan harga yang merugikan produsen maupun konsumen dari harga yang terlalu mahal.
Solusi ini akan mencegah timbulnya para kartel dan tengkulak dalam mengendalikan harga yang merugikan para petani seperti di sistem kapitalisme.

Solusi Islam bisa memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, demi mewujudkan kesejahteraan, juga untuk mencapai rida Allah Swt. melalui penerapan Islam yang benar dan menyeluruh. Semua ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu khilafah. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media


Senin, 23 September 2024

Politik Demokrasi Mahal, Islam yang Paling Andal



Tinta Media - Fenomena wakil rakyat menggadaikan surat kuasa (SK) pasca dilantik adalah potret mahalnya biaya politik demokrasi. Saat ini, perilaku hedonis dari para wakil rakyat dan biaya politik yang tinggi di Indonesia telah meningkatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Profesor Anang Sujoko, seorang pengamat politik dari Universitas Brawijaya menilai bahwa tindakan tersebut cukup memprihatinkan. Biaya proses demokrasi yang sangat mahal dapat menjadi alasan beratnya beban bagi para anggota legislatif yang terpilih. 
( www.detik.com/7/9/2024)

Pemilihan umum adalah momen penting dalam sebuah negara demokratis. Namun, biaya politik yang mahal dapat menghambat partisipasi orang-orang yang tidak memiliki cukup dana untuk mengikuti proses pemilihan. Pada akhirnya, orang-orang yang mampu membayar biaya politiklah yang akan memiliki kesempatan terbaik untuk mencapai kesuksesan dalam pemilihan.

Besarnya dana kampanye dan praktik jual beli suara menjadi faktor terpenting dalam demokrasi. Ditambah dengan adanya kecenderungan masyarakat bergaya hidup hedonistik yang dipengaruhi oleh sistem kapitalisme sekuler, terutama bagi mereka yang memiliki akses lebih terhadap sumber daya dan kekayaan. Semua hal tersebut menjadi akar dari masalah korupsi dalam sistem politik saat ini. Para politisi yang terpilih karena menggunakan uang cenderung menjadi korup dan mencari keuntungan sebanyak mungkin, karena mereka tidak mau rugi setelah terpilih menjadi pejabat.

Selain itu tingginya biaya politik juga menjadi penyebab maraknya praktik oligarki kapitalistik, di mana para politisi yang ingin maju dalam pencalonan didukung oleh para oligarki. Para politisi yang terpilih karena didanai oleh kelompok tertentu cenderung memprioritaskan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya daripada kepentingan publik. Hal ini jelas merugikan masyarakat karena kepentingan publik tidak diutamakan dalam pengambilan keputusan politik.

Dalam paradigma Islam, jabatan adalah  amanah yang harus diemban dengan sungguh-sungguh. Landasan pandangan tersebut berasal dari akidah dan standar yang digunakan adalah hukum syara'. Oleh karena itu, segala tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik harus berpijak pada nilai-nilai kepemimpinan yang dibangun dengan memperhatikan kepentingan umat. Namun, dalam demokrasi hampir semua pejabat publik tidak memenuhi standar tersebut.

Dalam politik Islam, terdapat tujuh pilar atau perangkat yang membentuk pemerintahan, di antaranya khalifah, muawin, wali, kadi, amiruljihad, majelis umat, dan jihaz idari. Khalifah merupakan pemimpin tertinggi dalam pemerintahan Islam yang memastikan penerapan hukum Islam di negara Islam. 

Selain itu, sistem Islam juga mampu memangkas biaya politik yang mahal. Contohnya, pemilihan khalifah dilakukan dalam waktu singkat, paling lambat 3 hari 3 malam saja,  tidak seperti dalam demokrasi yang memakan waktu lama dan mahal. 

Pemilihan khalifah juga tidak dilakukan secara reguler, yaitu 5 tahun sekali. Sebab, khalifah tetap menjadi kepala negara selama tidak melanggar syariat Islam, sehingga tidak menguras biaya yang besar. 

Adapun kepala daerah, mereka dipilih oleh khalifah dan dapat diberhentikan kapan saja. Sistem politik Islam juga tidak disibukkan dengan pilkada rutin yang menguras energi, menimbulkan konflik, dan melibatkan biaya yang besar. 

Meski demikian, rakyat tidak perlu khawatir jika khalifah menjadi diktator. Sebab, rakyat tetap diperbolehkan mengoreksi kepala negara yang menyimpang dari kewajibannya. Ini karena dalam sistem Islam terdapat  Mahkamah Mazhalim yang akan siap mengadili perselisihan antara rakyat dan penguasa. 

Selain itu, di dalam Islam, dikenal Majelis Umat (MU), yaitu wakil langsung dari umat, bukan wakil partai. Fungsinya adalah melakukan muhasabah dan syuro. 

Berbeda dengan wakil rakyat saat ini (DPR), MU tidak memiliki fungsi legislasi (menetapkan hukum). Sebab, menetapkan hukum adalah hak Allah, sementara menerapkan hukum adalah tugas khalifah. Meski demikian, majelis umat bisa memberi masukan, tetapi sifatnya tidak mengikat. 

Syarat menjadi anggota MU juga sangat mudah. Sebab, baik muslim ataupun non-muslim dibolehkan menjadi anggota MU. Ini karena anggota MU dipilih berdasarkan kemampuan dan niat murni, bukan berdasarkan iklan atau pencitraan yang berbiaya mahal. Dengan demikian, penyalahgunaan jabatan dan korupsi dapat diminimalisir. 

Keberadaan MU dalam sistem politik tentunya dapat membantu mengatasi permasalahan yang kerap terjadi. Sebab, melalui MU, umat dapat menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum. 

Dengan adanya sistem politik Islam, campur tangan kapitalis dalam pembuatan UU yang berbahaya juga tidak akan ada. Sebab, dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syariat, bukan pada manusia. Sehingga, para kapitalis tidak akan bisa membuat atau memengaruhi berbagai kebijakan dan produk hukum sebagaimana dalam demokrasi. Sebab, sumber hukum dalam sistem Islam adalah Al-Qur’an dan Sunah. 

Dengan demikian, jelas bahwa politik dalam Islam berjalan efektif, murah, dan efisien. Kendati kondisi hari ini telah demikian rusak akibat sistem kapitalis demokrasi, tetapi kita masih memiliki harapan. Dengan upaya keras, kita akan dapat memperbaiki sistem politik kita. Caranya mengganti sistem hari ini dengan sistem Islam. Wallahu alam.



Oleh: Indri Wulan Pertiwi 
Aktivis Muslimah Semarang 

Minggu, 22 September 2024

Gadai Masal SK Anggota Dewan, Potret Demokrasi Berbiaya Mahal



Tinta Media - Baru saja dilantik menjadi anggota dewan, sejumlah Anggota DPRD di Jawa Timur ramai-ramai gadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya ke bank. Hal ini menunjukan bahwa ada beban berat yang harus mereka tanggung selama proses pemilihan atau kampanye yang membuat mereka harus mengeluarkan banyak biaya. Inilah potret mahalnya biaya politik dalam demokrasi. (detik.Jatim 7/9/2024).

Sungguh memperihatinkan, tidak hanya di Jawa Timur, tetapi di beberapa wilayah lain juga mengalami kejadian yang sama. Salah satunya di Subang. Sejumlah Anggota DPRD yang baru saja dilantik pada tanggal 4/9/2024 kedapatan menggadaikan SK ke bank sebagai agunan. Besarnya pinjaman pun beragam mulai dari 500 juta hingga 1 miliar (republika.co.id 7/9/2024)

Fenomena ini wajar terjadi di negara yang mengemban sistem demokrasi. Dalam sistem ini, uang dan materi menjadi ukuran kesuksesan. Jadi, tidak heran apabila membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam proses kampanye calon anggota dewan. 

Calon anggota legislatif harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk membiayai proses pemenangannya. Akibatnya, mereka harus segera berupaya untuk dapat melunasi utangnya setelah terpilih.

Politik Berbiaya Mahal

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi alasan mereka menggadaikan SK, antara lain:

Pertama, tentu saja beban keuangan yang tinggi selama proses kampanye, seperti perjalanan ke daerah pilihan, penyediaan peralatan kampanye, pembiayaan tim sukses, dan lainnya. 

Kedua, gaya hidup hedonis yang tentu saja membutuhkan biaya banyak, sehingga mendorong mereka untuk mencari sumber pembiayaan lain.

Ketiga, utang kepada pihak tertentu yang telah membiayai kampanye, sehingga saat sudah terpilih harus segera dikembalikan.

Politik yang berbiaya mahal ini telah menciptakan ikatan seperti benang kusut yang sulit diurai. Mau tidak mau, para calon harus mengeluarkan biaya mahal untuk membiayai kegiatan-kegiatan dalam masa kampanye. Maka, banyak di antara mereka yang mencari pinjaman dana atau sokongan dari para pengusaha atau pemodal untuk membiayai semua kegiatan mereka. 

Akibatnya, setelah terpilih, akan timbul persoalan lain, yaitu mereka harus mengembalikan modal yang telah digelontorkan atau bahkan harus membalas budi kepada para pemodal yang sudah ikut menyokong pembiayaan selama mereka kampanye.

Dampaknya, tentu saja akan berpengaruh terhadap kinerja, bahkan berpotensi memengaruhi keputusan politik mereka. Sehingga, mereka tidak lagi bekerja demi rakyat, tetapi demi uang, karena tidak ada yang gratis dalam negara dengan sistem demokrasi kapitalis ini. 

Para pemodal yang telah menyokong mereka dalam proses pemilihan, tentu saja akan menagih utang budi dan akan memaksa calon yang sudah terpilih untuk membuat aturan sesuai dengan keinginan mereka. Jadi, sebenarnya mereka mewakili rakyat yang mana, rakyat yang telah memilihnya atau yang telah mendanainya? 

Potret sistem demokrasi yang rusak inilah yang menjadi akar permasalahan sebenarnya.  Akan tetapi, masyarakat masih tetap meyakini bahwa sistem ini adalah yang paling baik, karena dianggap melibatkan rakyat dalam menjalankan proses berpolitik. 

Rakyat, melalui wakilnya dalam dewan dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Padahal, kenyataannya mereka hanya membawa suara rakyat yang telah ikut menyokong pembiayaan pada masa kampanye (pengusaha), bukan rakyat pada umumnya atau rakyat kecil yang tidak bermodal.

Selama ini, yang dianggap bermasalah adalah individu atau pelaku dalam sistem demokrasi, baik dalam pemerintahan maupun dalam dewan perwakilan rakyat. Padahal, akar permasalahan yang sebenarnya adalah sistem demokrasi itu sendiri. 

Siapa pun pemain dalam sistem ini akan terjebak dalam kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi, sebaik apa pun manusianya, tentu akan menjadi rusak karena mengemban sistem yang rusak. 

Demokrasi adalah sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas, sehingga aturan yang digunakan pun akan lemah dan terbatas. Aturan ini bahkan cenderung berubah-ubah sesuai dengan keinginan pihak tertentu, yaitu para pemilik modal bukan rakyat. Jadi, masih layakkah sistem ini dipertahankan?

Pemerintahan dalam Islam 

Islam merupakan agama dengan sistem kehidupan sempurna yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Sang Pencipta (Hablumminallah), tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia (Hablumminannas). 

Allah menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan lengkap dengan buku panduannya, yaitu Al-Qur'an. Tidak hanya itu, Allah Swt. juga memberikan role model yang sempurna sebagai contoh, bagaimana menjalani kehidupan di dunia ini, yaitu Rasulullah Saw.

Jadi, manusia tidak perlu lagi repot membuat peraturan dan bingung memilih contoh tokoh yang patut ditiru dalam kehidupan ini, karena semua sudah lengkap diberikan oleh Allah.

Pun dalam hal berpolitik, Islam memberi tuntunan bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dalam politik Islam, akidah dan  syariat menjadi landasan utama, berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan demikian, manusia tidak akan mengejar jabatan hanya demi kehidupan di dunia saja.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ada Majelis Umat (MU) yang beranggotakan wakil-wakil rakyat yang fungsinya adalah memberikan pendapat dan masukan kepada Khalifah (pemimpin) sebagai rujukan dalam berbagai permasalahan. MU juga melakukan kontrol dan koreksi (muhasabah) terhadap Khalifah dan para pejabat pemerintah (Al-Hukam).

MU merupakan wadah atau perantara yang menyampaikan aspirasi umat. Mereka dipilih karena kepercayaan dan kapabilitasnya, bukan karena pencitraan, sehingga tidak memerlukan biaya mahal dalam proses pemilihannya.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ada juga syura, yaitu hak rakyat terhadap penguasa untuk menyampaikan pendapat. Berbeda dengan parlemen dalam demokrasi, dalam Islam, MU tidak menentukan kebijakan, tetapi hanya melakukan kontrol dan koreksi saja terhadap Khalifah. Ini berbanding terbalik dengan parlemen dalam demokrasi yang salah satu tugasnya adalah membuat aturan atau kebijakan. Sudah sentu aturan ini akan berubah-ubah sesuai dengan keinginan pihak tertentu atau berdasarkan pesanan pihak-pihak yang sudah menyokong para wakil rakyat yang terpilih.

Dengan demikian, dalam sistem Islam tidak ada wakil rakyat yang harus terpaksa menggadaikan SK setelah terpilih, karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar dalam proses pemilihan. Mereka dipilih karena kepercayaan dan kemampuan, sehingga akan bekerja untuk kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat dengan hanya mengharapkan rida Allah Swt.

Sudah jelas bahwa hanya dengan kembali pada penerapan Islam secara kafahlah kita akan mendapatkan wakil rakyat yang amanah sehingga akan terwujud baldatun thayyibantun wa rabbun ghafur.



Oleh: Rini Rahayu 
(Pegiat Dakwah Peduli Umat)

Senin, 01 April 2024

Tiket Pesawat Mahal, Kado Pahit bagi Rakyat


Tinta Media - “Habis manis sepah dibuang.” Ungkapan ini sepertinya tepat disematkan kepada rakyat setelah hajatan lima tahunan usai. Pemberian Bansos menjelang Pemilu 2024 seolah menjadi awal babak baru ketika pemerintah menaikkan sejumlah bahan pokok hingga naiknya harga tiket pesawat setelah pesta berlalu. Sungguh, sebuah kado pahit bagi rakyat di tengah realitas hidup yang makin mengimpit.

Menurut Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati, berdasarkan pengawasan Kemenhub, kenaikan harga tersebut belum melanggar tarif batas atas tiket pesawat. Meski semua maskapai menaikkan harga, Adita menyatakan bahwa harga tiket masih dalam koridor sesuai aturan (detikfinance.com, 21-3-2024).

Prinsip Ekonomi Kapitalisme

Sudah menjadi rahasia umum, harga tiket selalu naik, tidak hanya menjelang lebaran, tetapi juga pada momen-momen tertentu. Tingginya laju inflasi yang belakangan ini terjadi menimbulkan sejumlah tuntutan, salah satunya kenaikan gaji karyawan. Selain itu, tingginya biaya operasional disinyalir menjadi penyebab naiknya harga tiket pesawat (Kompas, 21-2-2024).

Perhitungan untung rugi tentu wajar saja terjadi karena prinsip ekonomi yang diterapkan hari ini. Ketika permintaan terhadap suatu barang atau jasa meningkat, maka harga pun akan naik, padahal penawaran tidak bisa mengimbangi permintaan. Meskipun berbagai cara dilakukan, seperti menyediakan kursi tambahan, nyatanya tidak mampu memberikan solusi sehingga harga tiket pun dinaikkan.

Mindset bisnis dalam sistem ekonomi kapitalisme akan selalu memanfaatkan momen tertentu untuk meraup keuntungan, apalagi pada saat yang bersamaan, penumpang juga membutuhkan, tentu mereka berani membayar lebih. Akan tetapi, bagi masyarakat ekonomi bawah yang hidup di perantauan dan menginginkan berkumpul bersama keluarga pada saat momen Lebaran, sangat jauh dari harapan. Mahalnya harga tiket pesawat makin membuat mereka gigit jari. Mirisnya, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.

Begitulah ketika moda transportasi diserahkan kepada pihak swasta, negara tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya membuat regulasi yang sejatinya untuk membesarkan swasta. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, harga-harga diserahkan pada pasar sehingga ketika menginginkan keuntungan yang lebih, pihak maskapai tidak segan-segan menaikkan harga, tanpa peduli masyarakat yang kesulitan.

Sementara harga tiket pesawat saat ini saja sudah terbilang cukup mahal. Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang lahir dari ideologi kapitalisme. Sistem ini menganggap bahwa kebahagiaan diukur dari banyaknya materi sehingga melakukan berbagai macam cara agar mendapatkan limpahan materi, meski dengan cara-cara yang tidak benar.

Kapitalisme yang lahir dari pemisahan agama dengan kehidupan (sekularisme) memandang bahwa manusia bebas membuat aturan sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Agama hanya dipakai untuk ibadah ritual, bukan mengatur cara hidup, apalagi bernegara. Alhasil, berbagai masalah bermunculan tanpa ada solusi yang brilian.

Kebutuhan Pokok Publik

Dalam Islam, transportasi adalah kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu, negara wajib memperhatikan masalah ini secara serius. Islam memandang bahwa negara mempunyai tanggung jawab dalam menyediakan moda transportasi yang aman, murah, terjangkau, bahkan gratis.

Dengan sistem ekonomi Islam, negara tidak menyerahkan pengelolaan ataupun pembiayaan sarana dan prasarana publik kepada swasta atau asing. Seluruh pembiayaannya diambil dari kas negara (baitulmal) yang sumber pemasukannya berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam dan sumber pemasukan lain, seperti ghanimah, kharaj, fai, jizyah, dan lainnya.

Bagi negara yang menerapkan sistem Islam, pengadaan transportasi adalah dalam rangka melayani rakyat, bukan sekadar mencari keuntungan semata. Jika pun ada bayaran, tidak akan berbiaya mahal sebagaimana yang disaksikan hari ini.

Dalam hal ini, bukan berarti swasta tidak diberikan ruang untuk memiliki usaha. Akan tetapi, semua kebijakan dan aturan yang diterapkan tetaplah ditentukan oleh negara berdasarkan aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan dalil-dalil syar’i.

Melalui para pejabat yang amanah, negara akan mengontrol seluruh sarana dan prasarana publik, mulai dari hulu hingga hilir sehingga tidak ada celah untuk berbuat kecurangan. Negara juga memberikan sanksi Islam terhadap oknum-oknum nakal yang berniat mengambil keuntungan di tengah penderitaan rakyat.

Dengan demikian, hanya aturan Islam yang mampu menyediakan transportasi berkualitas, aman, dan nyaman sesuai kebutuhan masyarakat. Melalui aturan Islam pula, negara mampu mewujudkan transportasi ideal dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Wallahu a’lam.

Oleh: Yulweri Vovi Safitria (Freelance Writer)


Selasa, 12 Maret 2024

Menyoal Beras Mahal



Tinta Media - "Parah, sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini (2024) adalah yang tertinggi." Hal ini disampaikan oleh salah satu pedagang.

Para pembeli pun jelas mengeluh karena mau tak mau harus tetap membeli karena tak mudah juga untuk beralih ke pangan substitusi.  Kenaikan saat ini dirasa tidak masuk akal.  Bayangkan, dalam kurun waktu seminggu, beras bisa naiknya sampai dua kali. (bbc.com)

Penyebab kenaikan harga signifikan ini dicurigai terkait pesta demokrasi yang baru saja berlangsung. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi menyindir bahwa lonjakan itu dipicu masifnya gelontoran bansos dan bantuan pangan beras 10 kg sebelum pilpres 2024 kemarin. Dia mengamati realitas saat kelangkaan pasokan beras mulai terjadi. (cnnindonesia.com)

Masuk akal juga kalau barang langka di pasaran, harga akan naik. Akan tetapi, pemerintah tentu tak sepakat. Menurut mereka, penyebab harga beras melonjak adalah karena kondisi cuaca.

Mendag beralasan bahwa para petani belum panen. Akibat adanya siklus cuaca El Nino yang terjadi tahun lalu, kondisi ini membuat jumlah produksi beras turun. (detik.com)

Walaupun terlihat mengelak, Dirut Bulog Bayu K.  justru mengatakan bahwa lonjakan harga dan kelangkaan stok beras (khususnya beras premium ) dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:

Pertama, gencarnya bantuan beras dari pemerintah (bansos) sehingga faktor supply-demand tak seimbang.

Kedua, sejak tahun 2023 lalu, Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi sampai 2,05%, yakni dari sebelumnya 31,54 juta ton di tahun 2022 menjadi 30,90 juta di tahun 2023. Semua dipicu efek kemarau ekstrem akibat fenomena iklim El Nino. 

Ketiga, adanya lonjakan harga gabah di tingkat petani, bahkan sudah meroket ke atas HPP yang ditetapkan sejak Maret 2023 lalu. (rri.co.id)

Sedangkan Kepala Bappenas Arief Prasetyo menambahkan dua variabel lagi, yaitu naiknya harga sewa lahan dan harga pupuk.

Apa pun yang menjadi penyebab, harusnya bisa diantisipasi. Sudah tahu ada El Nino, sudah tahu pupuk mahal dsb., lalu apa yang dilakukan penguasa?

Harusnya penguasa fokus untuk mengantisipasi berbagai kondisi rawan pangan seperti ini, bukan malah sibuk urus yang lain. Wajar saja akhirnya muncul  tudingan sumir bahwa bansos disalahgunakan untuk merayu para  voters, terutama mereka dengan ekonomi menengah ke bawah.

Jadi, kericuhan dan jeritan rakyat soal melonjaknya harga beras, hanya dijawab dengan operasi pasar dan sidak, terkadang juga mematok harga. Sayangnya, hal tersebut tak mampu mengatasi persoalan rutin terkait tidak stabilnya harga sembako di negeri ini.

Harusnya Bagaimana?

Mestinya para penguasa muslim menyadari bahwa amanah yang dipikulnya akan dimintai tanggung jawab kelak di yaumul akhir.

Sabda Rasulullah ï·º:

" ... Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)

Maka, penguasa akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan dengan mudah, murah, juga berkualitas dan sampai di tangan rakyat, bukan hanya memastikan pasokan komoditas di Bulog atau di pasar.

Sistem Islam juga mengharamkan pematokan harga, sebab itu merupakan hak Allah. Yang dilakukan adalah memastikan pasokan di pasar cukup atau tidak langka agar bisa mencegah spekulan mengatrol harga sesuka hati. Negara juga mengatur distribusi komoditas dengan memotong rantainya sehingga minim bea.

Untuk mewujudkan ketahanan pangan, Islam pun memiliki kebijakan di hulu yaitu dengan menyediakan lahan pertanian. Jika ada lahan yang tidak digarap selama 3 tahun, maka akan disita oleh negara, lalu diserahkan kepada yang mampu mengelola.

Negara harus meminimkan alih fungsi lahan (lahan subur), tidak ditanami beton atau mall. Negara juga berupaya meningkatkan kualitas benih, pupuk,  mendorong para petani menerapkan metode pertanian modern, dsb.

Dalam semua mekanisme ini, jika kecurangan terjadi, maka sanksi  akan diberlakukan sesuai hukum pidana Islam.

Semua  tak akan terwujud kecuali penguasa sadar untuk kembali kepada hukum Allah dengan menerapkan Islam s kaffah dengan Khilafah. Wallahu’alam.


Oleh: Amila Nur
Sahabat Tinta Media

Minggu, 10 Maret 2024

Beras Mahal, Bagaimana Khilafah Mengelola Kebutuhan Pokok Rakyat?


Tinta Media - Masyarakat mengeluh harga beras mahal dan dijawab oleh Presiden Joko Widodo, “disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca yang memicu gagal panen” (Tempo. Co, pada 19 Februari 2024). Intinya menyalahkan perubahan iklim dan cuaca sebagai biang kerok (penyebab) beras mahal.

Kalau hanya bisa menyalahkan perubahan iklim dan cuaca, lalu di mana fungsi dan peran negara? Untuk apa, ada pemerintahan dengan segala jajarannya yang mengelola bidang pertanian? Seperti Menteri Pertanian, Bulog, BUMN yang ditugaskan mendukungnya seperti pabrik pupuk, dan lain sebagainya. Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran, sebagian rakyat, ketika mendengar pernyataan Presiden Joko Widodo yang  dimuat media Tempo. Co pada 19 Februari 2024. 

Pertanyaan selanjutnya adalah benarkah naiknya harga beras yang "ugal-ugalan" itu, seperti apa yang dinyatakan oleh presiden, sebagai penyebab utamanya? Apa yang terjadi sesungguhnya? Apakah benar, produksi terganggu karena iklim? Atau apakah stok beras ditimbun oleh pengusaha-pengusaha besar untuk mencari keuntungan, di saat Ramadhan? Atau apakah stok beras di "serobot" oleh para kontestan pilpres dan pileg untuk "menyogok" pemilih, di pemilu yang lalu? Atau negara memang tidak mampu mengelola, mengatur dan mengontrol bahan pokok ini, dikarenakan kuatnya “tangan-tangan” oligarki pengusaha? Dari semua kemungkinan itu, mana jawaban yang paling mungkin sebagai penyebabnya?.

Sebelum kita membicarakan tentang beras ini lebih jauh. Maka alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu, berapa sebenarnya kebutuhan beras Indonesia?. Berdasarkan data BPS, tahun 2023 jumlah penduduk Indonesia adalah 278.700.000 jiwa. Jika keperluan beras per kapita antara 94,9 - 150 kg per tahun (kita ambil rerata 122,5 kg per kapita per tahun), maka keperluan beras adalah 34,1 juta ton per tahun. Dari data dan informasi itu maka kita akan berhitung berapa luas lahan pertanian padi yang diperlukan, untuk menghasil beras sejumlah minimal 34,1 juta ton per tahun tersebut. 

Data luas lahan pertanian padi yang dimiliki Indonesia, berdasarkan data BPS tahun 2022 adalah 10,45 juta ha, dengan produktivitas per ha 5,08 ton GKG (di bawah Vietnam 5,57 ton GKG dan tertinggi adalah Australia 10 ton GKG), dan dengan rendemen 62%. Artinya, Indonesia memiliki kemampuan memproduksi beras dalam 1 kali musim tanam adalah 32,9 juta ton. Sehingga dengan 2 kali masa tanam dalam 1 tahun akan menghasilkan 65.8 juta ton per tahun, lebih dari cukup untuk kebutuhan makan seluruh penduduk Indonesia, yang hanya memerlukan 34,1 juta ton per tahun.

Dari data BPS pula, diketahui bahwa dalam 5 tahun terakhir produksi beras Indonesia, tahun 2019 : 31,31 juta ton, tahun 2020 : 31,33 jota ton, tahun 2021: 31,36 juta ton, tahun 2022 : 31,54 juta ton dan tahun 2023 : 31,10 juta ton (turun 1.4 % dari tahun 2022). Sedangkan total impor beras dalam 6 tahun terakhir adalah tahun 2018 : 2,2 juta ton, tahun 2019 : 444,5 ribu ton, tahun 2020 : 356,2 ribu ton, tahun 2021 : 407,7 ribu ton, tahun 2022 : 429,2 ribu ton, dan tahun 2023 : 3,3 juta ton. (catatan : Angka impor tahun 2018 dan 2023 mencapai jutaan ton dan itu adalah 1 tahun menjelang pilpres).

Kalau memperhatikan data-data di atas seharusnya tidak ada permasalahan terkait dengan stok beras. Jumlah produksi beras dalam negeri ditambah impor sudah sangat aman. Tetapi mengapa selalu saja ribut terkait beras ini terutama menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, serta pada tahun-tahun politik.

Apa yang dilakukan negara?. Pemerintah telah membuat program untuk mengatasi kekisruhan seputar beras ini, baik melalui penetapan harga, operasi pasar, pendistribusian beras SPHP, hingga pembagian bantuan sosial berupa beras 10 kg per keluarga. Program-program Ini juga dibarengi kontrol dan monitoring harga yang dikerjakan satgas pangan. Namun, kenapa program ini sepertinya terkesan jalan di tempat bahkan bisa disebut “gagal”, terbukti hal ini terus berulang dan berulang.

Jika kita amati lebih dalam, terkait kebijakan pemerintah dalam upaya untuk menyelesaikan problem yang terjadi, maka terkesan penyelesaiannya hanya pada gejolak harga, sedangkan problem sebab sesungguhnya tidak tersentuh. Kebijakan yang dibuat tidak mengakhiri dan menyelesaikan secara tuntas, tetapi sekedar menahan kenaikan harga. Ditambah, banyak yang menduga kebijakan bantuan beras saat ini berkelindan dengan agenda politik praktis pada saat pemilu yang lalu. Sehingga kebijakan dibuat lebih kepada untuk kepentingan segelintir pihak, dan itu yang lebih dominan, daripada untuk menyelesaikan persoalan rakyat.

Indonesia memiliki luas lahan pertanian padi cukup luas 10,45 juta ha, jika produktivitasnya ditingkatkan, maka sudah lebih dari cukup untuk mencukupi keperluan beras di dalam negeri, tetapi kenyataannya belum bisa. Mengapa hal ini bisa terjadi?, karena petani selalu berada dalam keadaan terimpit dan “mungkin” sudah terjepit. Petani selalu mengalami problem sebab sistemik, seperti minimnya (sempit) lahan pertanian, sulitnya mendapatkan saprotan dan harga jual gabah (beras) yang tidak berpihak kepada petani. 

“Bila harga beras mahal, maka petani ikut menikmati keuntungan”, kata seorang pejabat negara. Pernyataan itu sangat tidak realistis dan cenderung “hanya” ingin berkelit dari problem yang sesungguhnya. Karena kenyataannya walaupun harga beras mahal, tetapi petani tidak bisa menikmatinya. Mengapa? Dikarenakan harga saprotan juga terus naik. Dan sepertinya ada kesan, petani sengaja “diciptakan” secara terstruktur oleh sistem ekonomi kapitalisme yang liberal untuk tetap miskin dan terpinggirkan. Jika pemerintah melihat persoalan beras ini hanya dengan sudut pandang dari tataran teknis saja. Tidak menyelesaikan problem dasarnya maka harga beras mahal dan impor beras sebagai solusi akan terus terjadi. Bahkan mungkin kondisinya justru makin hari makin buruk dan terus berulang setiap tahun. 


Dari runyamnya tata niaga (harga) beras ini menunjukkan bukti, gagalnya sistem ekonomi kapitalisme secara politik. Negara bukan bertindak sebagai penanggung jawab dan pengurus rakyat tetapi hanya hadir sebagai fasilitator dan regulator. Justru korporasilah yang mengurus berbagai urusan rakyat, dan korporasi pula yang akhirnya “suka-suka” mengatur dan mengelola ekonomi untuk mencari keuntungan semata.

Lembaga Bulog dan BUMN yang seharusnya melayani dan membantu mengurusi kebutuhan rakyat sebagai kepanjangan tangan negara, ternyata bertindak layaknya korporasi swasta yang bersaing untuk mendapatkan profit pula. Bahkan dalam sebuah dengar pendapat di DPR RI, ternyata Bulog baru mampu menampung 20% hasil panen petani dengan harga yang wajar (harga ketentuan pemerintah), dan ini berarti 80% dikuasai pengusaha. 

Sedangkan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme pada aspek ekonomi adalah dengan paham kebebasan dan mekanisme pasar bebas, maka meniscayakan munculnya korporasi-korporasi raksasa, karena mereka memiliki modal yang sangat besar. Yang dengan kekuatan itu akhirnya seluruh aspek rantai usaha pertanian mereka kuasai (lahan, produksi, distribusi, pasar bahkan importasi). 

Maka sistem ekonomi kapitalisme yang penerapannya dibantu sistem demokrasi melahirkan oligarki pengusaha yang mengontrol (“mengendalikan”) pemerintahan yang lemah, abai, dan akhirnya gagal mengurusi rakyat. Sehingga yang mengurusi rakyat bukanlah negara tetapi “diserahkan” kepada korporasi. 

Lalu bagaimana dengan sistem ekonomi Islam dalam mengurusi kebutuhan pokok (dasar) rakyat?. Dalam sistem ekonomi Islam, pada aspek politik dinyatakan dengan tegas, bahwa negara bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Kepala negara yang dipegang oleh seorang khalifah menjadi penanggung jawab sekaligus pelaksana. Dan khalifah dilarang secara syar’i menyerahkan tanggung jawab dan pelaksanaannya kepada korporasi. 

Sedangkan pada aspek produksi, kebijakan pertanian yang akan dijalankan mencakup dua strategi, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Kedua strategi ini diikuti dengan penerapan hukum pertanahan yang akan menjamin lahan pertanian secara optimal berproduksi, tidak ada lahan-lahan pertanian yang nganggur serta dimudahkannya kepemilikan lahan bagi para petani.

Dan pada aspek distribusi, kehadiran negara mengawasi pembeli dan penjual, akan menjamin sistem distribusi dan harga terbentuk secara wajar. Negara melarang dan melakukan penegakan hukum secara tegas dengan sanksi sesuai syari’at Islam terhadap praktik kartel, tengkulak, riba, penimbunan dan sebagainya, yang dapat mengakibatkan distribusi terganggu.

Rasulullah Saw dalam sabdanya menegaskan dengan sangat tegas : “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya”. (HR Muslim dan Ahmad),

Dalam hadits yang lain, yaitu HR Muslim, Rasulullah Saw juga menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”.

Maka tidak ada hal yang lebih baik dan lebih sempurna dalam mengatur urusan umat manusia secara umum dan khususnya terkait kebutuhan pokok (beras) selain sistem Islam. Sehingga kewajiban menerapkan syariah Islam kaffah dalam kehidupan setiap muslim tidak bisa ditawar-tawar. Dan kehidupan seperti itu hanya bisa terlaksana jika umat Islam disatukan dengan sebuah naungan khilafah.

Wallau a’lam bishawab
Kota Raja, 6 Maret 2024


Oleh: A Darlan Bin Juhri
Aktivis Dakwah dan Konsultan Bisnis Syariah

Minggu, 03 Maret 2024

Beras Mahal Negara Lalai



Tinta Media - Saat ini harga beras terus mengalami kenaikan, hingga melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah pada Maret 2023 lalu. Harga eceran yang ditetapkan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPENAS) untuk beras medium sebesar 10.900-11.800 per kg dan beras premium sebesar 13.900-14.800 per kg tergantung zona masing-masing. 

Kenaikan beras premium rata-rata mencapai 21,58% dengan harga 16.900 per kg sedangkan beras medium rata-rata 28,44% dengan 14.000 per kg. Kenaikan harga beras yang terjadi tidak hanya di beberapa wilayah namun hampir di semua provinsi. Menurut Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti bahwa, kenaikan harga beras terjadi di 28 provinsi, termasuk seluruh provinsi yang ada di Jawa, Bali, NTT dan NTB. 

Sementara itu Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakah bahwa, lonjakan harga beras terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan dan ketersediaan. Dia memaparkan produksi beras Indonesia mengalami penurunan mencapai 2,05%, dari 31,54 juta ton menjadi 30,90 juta ton tahun 2023. Selain itu BPS menyampaikan bahwa supply dan demand yang tidak seimbang membuat harga beras melonjak naik.

Padahal kalau kita mau jujur Indonesia pada tahun 2023 melakukan impor beras dari Thailand. Badan Pusat Statistik mencatat impor beras Indonesia di tahun 2023 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Total impor beras mencapai 3,06 juta ton naik 429.210 ton. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Statistik Ditribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi persnya Senin (15/1/2024).

Artinya pernyataan di atas tidaklah tepat karena ketersediaan beras terpenuhi dengan adanya impor beras. Terlebih, menurut peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian, bahwa stok bulog masih 1,6 juta ton, di ID Food kurang lebih 2 juta ton, dan di level daerah ada 6,7 juta. Artinya, stok beras awal tahun masih di atas 10 juta ton, sedangkan kebutuhan beras nasional per bulan berkisar hingga 2,5 juta ton. (CNN Indonesia, 10-10-2023).

Selain itu kenaikan harga beras terjadi bukan baru-baru ini saja melainkan sudah setahun lebih, bahkan tahun 2023 kenaikan harga beras mencapai 20%. Artinya pemerintah harusnya sudah memikirkan langkah apa saja yang perlu diambil untuk mencegah lonjakan harga beras. 

*Penyelesaian dalam Islam*
Jika kita mau menganalisis paling tidak penyebab tingginya harga beras karena aspek produksi dan aspek distribusinya yang tidak berjalan dengan baik. Aspek produksi, pemerintah tidak mampu meningkatkan produksi beras karena adanya pengalihan fungsi lahan, pengurangan subsidi pupuk dan penyediaan benih yang berkualitas. Sehingga produksi tahun 2023 mengalami penurunan.

Aspek distribusi, pemerintah harusnya berperan aktif dalam menyalurkan beras hingga ke pelosok, jangan sampai ada monopoli distribusi oleh suatu perusahaan, sehingga perusahaan tersebut mampu mempermainkan harga dengan menahan beras, sehingga harga beras menjadi naik. Setelah naik barulah perusahaan menyalurkan beras dengan harga tinggi. Dalam sistem demokrasi hal seperti ini menjadi biasa, karena pengelolaannya diserahkan ke pasar, jika perusahaan memiliki modal besar maka mereka mampu memonopoli beras. Seperti hanya permasalahan minyak makan beberapa tahun lalu.

Masalah beras merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan pokok. Islam sebagai agama yang sempurna akan mampu menyelesaikan segala persoalan termasuk masalah beras. Islam akan mewujudkan stabilitas harga dengan terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan.

Kedaulatan pangan dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi dan distribusi dengan baik, maka Islam akan sangat memperhatikan kedua aspek tersebut agar masyarakat tidak mengalami kekurangan kemudian melakukan impor. Dalam mewujudkan hal tersebut maka Islam akan meningkatkan lahan pertanian dengan beberapa kebijakan meliputi hukum menghidupkan tanah mati, kewajiban mengelola tanah oleh pemiliknya, serta larangan untuk menyewakan lahan pertanian. Selain itu islam juga akan menyiapkan benih yang berkualitas kemudian menyediakan pupuk dengan harga murah.

Islam sangat memperhatikan dan memastikan distribusi dapat berjalan dengan baik, dengan tidak ada penimbunan, monopoli dan berbagai praktik yang tidak sesuai syariat. Islam tidak akan mengizinkan adanya perusahaan besar yang dapat menguasai pangan yang dapat mengakibatkan masyarakat mengalami kesusahan. Oleh karena itu perhatian Islam pada ketersediaan pangan merupakan perwujudan dari peran negara untuk melindungi rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ‘alayh).

Oleh: Burhanuddin Ihsan, S.Pi., M.Sc.
Dosen Universitas Borneo Tarakan

Sabtu, 02 Maret 2024

Penyebab Mahal dan Langkanya Beras

Tinta Media - Beras merupakan bahan makanan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama di Jawa Barat. Mahalnya harga pangan saat ini terutama beras bukanlah hal yang baru, setiap pergantian musim beras mengalami kekurangan pasokan, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Bandung yaitu di pasar Banjaran, dan pasar - pasar lainnya. 

Tak hanya terjadi di Jakarta, di daerah lain pun di ketahui terjadi kelangkaan beras, bukan hanya langka, namun harganya pun mahal, seperti di kabupaten Bandung Jawa Barat. IDXchanel.com. stok beras di beberapa agen beras dan mini market belakangan terjadi kelangkaan. Agen beras menduga kelangkaan tersebut karena musim kampanye pilpres dan pileg yang memborong beras untuk bantuan sosial (bansos).

Ternyata bukan hanya di Jakarta  saja, kelangkaan beras juga terjadi di daerah lain, kalaupun ada harganya lebih tinggi dari biasanya. Seperti di kabupaten Bandung, disebutkan Rizal, salah seorang agen beras mengatakan banyak faktor, salah satunya pasokan dari produsen yang berkurang. 

Rizal juga mengatakan, saat ini memang bukan waktunya panen raya, dan pedagang kesulitan untuk mendapatkan pasokan beras karena tersendat sejak Januari 2024, Rizal merupakan pemasok beras di daerah Banjaran kabupaten Bandung mendapatkan beras dari para petani beras di Garut Jawa Barat. 
Sebenarnya ini efek dari terjadinya kemarau panjang, selain itu para petani panen raya terjadi di bulan Maret, April. Portalindonesia. Com. Minggu (18/02/2024 ). 

Persoalan yang Terus Berulang 

Dari tahun ke tahun polemik naiknya harga kebutuhan pokok terus berulang, padahal kebutuhan pokok dalam hal ini pangan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan ini merupakan kebutuhan yang harus ada dan dipenuhi setiap saat. Ini artinya pemerintahan sebagai pihak yang wajib menyediakan kebutuhan tersebut harus sigap dalam mengatasi permasalahan tersebut, supaya terjadinya kelangkaan bahan pokok bisa di atasi dengan baik  dan tidak terus berulang.

Hal ini tidak lepas dari peran sistem kapitalisme yang menguasai perekonomian dunia, dan tidak memiliki solusi yang solutif dalam mengatasi kelangkaan, padahal pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus di penuhi dan negara harus menetapkan kebijakan yang strategis, sehingga rakyat akan terjamin dan tidak mengalami kelangkaan bahan pokok. Bukan sebaliknya, kebutuhan rakyat di politisasi, seperti pembagian beras bansos yang tidak merata, hanya menyentuh pada pihak-pihak tertentu, dan itu hanya solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar permasalahan. 

Berbeda halnya dengan Islam, Islam akan mengatur sedemikian rupa distribusi pangan agar terjangkau masyarakat dan memastikan ketersediaannya, karena itu merupakan kebutuhan pokok yang wajib di penuhi. 

Mekanisme Islam sangat jelas dalam menyediakan pasokan bahan kebutuhan pokok dari mulai pengadaan dan penyaluran sesuai dengan syariah, larangan menimbun barang, mekanisme pembentukan harga, permodalan dan sumber daya manusia, dan seterusnya. Dan tugas negara adalah melayani dan melindungi segenap rakyat. Dan semua ini bisa terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah ( menyeluruh) dalam bingkai daulah khilafah Islam. 
Wallahualam.


Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 12 Januari 2024

Pembangunan Tugu Berbiaya Mahal, Pentingkah bagi Rakyat?




Tinta Media - Pemerintah Kota Probolinggo berencana membangun beberapa tugu baru yang menjadi ikon dunia. Pembangunan tugu baru ini menjadi sorotan dan perbincangan publik di medsos. 

Seperti yang diberitakan media online iNewsProbolinggo.id (06/01/2024), anggaran untuk pembangunan beberapa tugu sebesar 2 miliar. Setiap tugu dianggarkan sebesar 400 juta. 

Ada lima tugu yang akan digantikan dengan tugu baru yang merupakan miniatur ikon dunia. Miniatur tugu Monas akan menggantikan Tugu Kota Probolinggo di jalan Pangsud. Miniatur Big Ben London menggantikan tugu Loji yang ada di pertigaan jalan Pahlawan. Miniatur Wind Mill Belanda akan menggantikan tugu Alun-alun Kota Probolinggo. Miniatur menara Eiffel Paris akan menggantikan tugu yang ada di jalan Pangsud perempatan King. 

Berpotensi Menimbulkan Bermasalah 

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembangunan tugu itu merupakan sesuatu yang percuma, buang-buang anggaran. Ketua Komisi 3 DPRD Kota Probolinggo Agus Riyanto berpendapat bahwa anggaran sebesar itu mending digunakan untuk hal yang bermanfaat. 

Bahkan, pegiat anti korupsi menegaskan bahwa beberapa LSM yang tergabung dalam Aliansi LSM sudah mengumpulkan data dan melakukan investigasi langsung ke lokasi. Pembangunan tugu ini disinyalir akan menimbulkan masalah. 

Pembiayaan yang besar hanya untuk pembangunan tugu juga berpotensi korupsi dalam penganggarannya. Apalagi, sebelumnya sudah ada tugu lama yang masih layak menjadi ikon Kota Probolinggo. 

Perencanaan pembangunan dalam sistem kapitalisme memang berorientasi duniawi. Kemegahan menjadi tujuan dari setiap pembangunan. Padahal, kemegahan belum tentu memberikan manfaat kepada rakyat. 

Pembangun tugu bukanlah sesuatu yang urgen dilakukan, karena masih banyak kebutuhan rakyat yang belum terpenuhi, di antaranya pengentasan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan di Kota Probolinggo masih terus meningkat. Di tahun 2021, indeks kemiskinan sebanyak 0,90 persen, tahun 2022 naik menjadi 1,04 persen. Indeks keparahan kemiskinan pada 2022 naik menjadi 0,23 persen dari sebelumnya 0,17 persen. 

Pembangunan dalam Islam 

Standart prioritas pembangunan di dalam Islam adalah mendahulukan kepentingan rakyat. Memenuhi kebutuhan rakyat adalah yang paling utama, sampai-sampai tidak boleh ada satu pun rakyat yang berada dalam kemiskinan. Masing-masing individu harus terpenuhi kebutuhan pokoknya. 

Membangun tugu adalah sesuatu yang mubah (boleh) dilakukan. Akan tetapi, penguasa dalam Islam perlu juga meninjau seberapa penting pembangunan tugu itu bagi rakyat. Anggaran negara harus direncanakan dengan perencanaan yang benar-benar sesuai dengan syariat. Negara akan membangun tugu yang akan menjadi ikon kota atau negara di atas asas keimanan kepada Allah. 

Negara Islam akan menganggarkan pembangunan infrastruktur tanpa utang, apalagi dengan riba. Pembiayaannya diambilkan dari pos-pos yang khusus untuk pembangunan melalui Baitul Mal. Perhitungannya pun akan transparan dan wajar sesuai fakta riil, sehingga tidak akan berpotensi menimbulkan masalah. 

Semua itu hanya bisa terwujud dalam negara yang berasaskan Islam, negara yang menjadikan keimanan dan ketakwaan kepada Allah sebagai asas dari setiap peraturannya. Negara itu tidak lain adalah negara Khilafah dengan metode kenabian. Sudah saatnya kita berupaya untuk mewujudkannya agar terwujud kesejahteraan bagi seluruh umat.
Wallahu a'lam.

Oleh: Sri Syahidah 
(Aktivis Muslimah) 

Selasa, 31 Oktober 2023

Harga Beras Mahal, Imbas Kapitalisme

Tinta Media - Harga beras premium di Kabupaten Bandung saat ini  masih cenderung tinggi, berkisar Rp13.300/kg atau lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp10.400/kg. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan waspada terhadap beredarnya beras plastik di pasaran.

Perbedaan harga beras hanya berkisar Rp1000. Harga beras premium hanya Rp14000/kg. Sedangkan masyarakat Kabupaten Bandung lebih menyukai beras medium. 

Menurut Dicky, Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Bandung, harga beras naik disebabkan karena penurunan produksi beras akibat dari fenomena el nino, sehingga terjadi gagal panen. Kondisi Ini bersifat nasional, bukan hanya di Kabupaten Bandung saja.

Menurut Dicky, dengan tingginya harga beras dan tersebarnya isu adanya beras plastik yang beredar di pasaran, pihaknya akan melakukan monitoring lapangan untuk memeriksa para pedagang beras. Namun, selama ini belum ditemukan adanya beras plastik beredar di pasaran.

Namun, warga tetap diimbau untuk waspada ketika membeli beras, karena dikhawatirkan beredar beras plastik ini terjadi lewat jalur distribusi lain. 
Adapun ciri-ciri beras plastik yaitu, butiran terlihat lebih kecil dan berwarna bening. Jika menemukan ciri tersebut sebaliknya langsung melapor. (AYOBANDUNG.COM, Jumat 20/10/2023).

Kita tahu bahwa beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi. Kenaikan harga beras semakin membuat masyarakat tertekan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah atau kalangan ekonomi menengah ke bawah. Padahal, jika melihat sumber daya alam yang ada, tentu negara ini sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan dasar masyarakat. 

Ditambah iklim tropis yang sangat strategis, seharusnya negeri ini bisa menghasilkan produk pangan yang melimpah. Dalam hal ini, pemerintah adalah institusi yang wajib menjamin tersedianya kebutuhan pangan bagi masyarakat. Namun, faktanya memang tidak sesuai dengan harapan. Harga berbagai bahan pokok justru semakin naik. Mirisnya, naiknya harga beras tidak berimbas pada kesejahteraan para petani. 

Mencari Akar Masalah

Jika dicermati, terjadinya kenaikan harga beras bukan hanya disebabkan karena el-nino, tetapi ada sebab yang jelas terlihat secara sistemik. Sistem  Kapitalisme Liberal menjadi akar masalah yang ada. Dalam hal pangan, ini juga disebabkan karena liberalisasi ekonomi yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme, sistem rusak dengan landasan manfaat, mengagungkan kebebasan dalam segala hal. 

Dengan kebebasan berperilaku tanpa adanya rasa takut kepada Allah, maka wajar jika kezaliman dan ketidakadilan selalu menimpa rakyat. Contohnya, lahan pertanian semakin sempit akibat banyaknya proyek pembangunan secara jor-joran dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian rakyat. 

Namun, ternyata rakyat tetap dalam kondisi yang selalu terjepit dengan naiknya berbagai macam kebutuhan bahan pokok. Begitu pun para petani, mereka seharusnya mendapatkan keuntungan dari naiknya harga beras, tetapi pada faktanya tidak demikian. Mereka tetap tidak mendapatkan kesejahteraan. Hal ini karena kebijakan pemerintah yang doyan impor, kran impor dibuka lebar, sementara petani di negeri sendiri dirugikan. 

Tersedianya stok beras ternyata tidak menjamin semua orang mudah memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya kecurangan dari segelintir orang yang suka menimbun barang, monopoli, harga beras tetap tinggi. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya. 

Di tengah kisruh kenaikan harga beras, muncullah isu  beredarnya beras plastik di pasaran. Hal itu menambah resah masyarakat yang sedang terpukul akibat mahalnya harga beras. Walaupun menurut keterangan, beras plastik itu tidak ditemukan. 

Solusi Hanya dengan Islam

Islam bukan seksdar agama ritual. Namun, Islam adalah solusi semua masalah, baik ekonomi, kesehatan, sosial,  politik, sandang, pangan, papan, dan lain-lain. Masalah kebutuhan dasar manusia, termasuk pangan adalah kewajiban negara sepenuhnya. Karena pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan rakyat. Agar ketersediaan pangan selalu terpenuhi, negara Islam akan sangat memperhatikan sektor pertanian dengan fasilitas yang bagus, seperti saluran air, bibit unggul, pupuk, dan sebagainya. 

Islam tidak membiarkan tanah terbengkalai tidak berproduksi. Ini karena setiap ada tanah mati, maka semua orang berhak untuk mengurus dan bercocok tanam. Sehingga, sangat besar kemungkinan hasilnya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Secara sistematis, Islam tidak memberi ruang kepada pihak asing untuk ikut campur dalam mengatur kebijakan, karena Islam akan menerapkan syariat Islam secara kaffah yang berlandaskan akidah. 

Islam akan memaksimalkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan rakyat seluruhnya. Dengan aturan sesuai syariat, maka tidak ada masalah beras mahal, yang ada justru sangat terjangkau sehingga rakyat tenang dan tentram, terlindungi, ketika diatur dengan aturan yang sesuai syariat. Semua itu bisa terwujud dengan adanya Daulah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 01 April 2023

IJM: Penguasa Abaikan Rakyat karena Ongkos Politik Mahal

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengungkapkan, ongkos politik yang mahal menciptakan penguasa yang abai terhadap rakyatnya.

"Mahalnya ongkos politik meniscayakan abainya para penguasa terpilih terhadap rakyatnya," tuturnya dalam program aspirasi: Sebagian Pajak Kita Untuk Mengongkosi Gaya Hedon Oknum Pejabat, di kanal YouTube Justice Monitor, Sabtu (25/3/2023)

Ia mengungkapkan bahwa hal Ini tervisualisasikan dalam pernyataan Lucky Hakim yang membongkar gaji siluman pejabat pemerintahan. "Lucky Hakim membongkar gaji pemerintahan yang tak lazim saat melakukan podcast dengan Arman Hermansyah," kisahnya.

 Ia menceritakan bahwa Lucky Hakim memutuskan mundur sebagai wakil bupati karena tidak mau tanpa bekerja, namun menerima uang begitu banyaknya. "Ini lah wajah buruk politik demokrasi," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 05 Februari 2023

Mahalnya Pendidikan, Sistem Makin Serampangan

Tinta Media - Berbagai kritikan datang, tatkala biaya pendidikan kian selalu naik dari tahun ke tahun. Tak sedikit korbannya. Banyak yang putus sekolah, putus kuliah karena mahalnya biaya yang harus digelontorkan demi menyenyam pendidikan. Bahkan ada juga yang mengakhiri hidupnya karena begitu sulit mendapatkan keringanan biaya kuliah.

Salah satu kisah tragis yang diunggah di tweeter Ganta Semendawai @rgantas, kisah tentang Riska (bbcindonesia.com, 14/1/2023). Kisahnya yang viral mengguncang dunia pendidikan. Hingga menyedot perhatian publik. Riska yang berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta, sangat keberatan dengan UKT, Uang Kuliah Tunggal yang mencapai Rp 3 juta. Saat itu Riska hanya memiliki uang sebesar Rp.130 ribu. Uang yang ada dialokasikan untuk ongkos dan biaya hidup seminggu di Yogyakarta. Riska yang notabene orang Purbalingga, tentu harus bertahan hidup di daerah orang. Dan ini bukan hal mudah. Masalah UKT ini menjadi masalah sebagian besar mahasiswa di UNY. Angka tagihan UKT, merupakan hasil dari gagalnya Riska mengunggah berkas-berkas yang dapat meringankan biaya kuliah. Seperti Surat Keterangan Tidak Mampu, dan Surat Pengantar dari wilayah asal.

Beberapa semester lalu, Riska dapat melanjutkan pendidikannya karena ada keringanan biaya kuliah sebesar Rp 600 rb. Pengajuan keringanan biaya pendidikan pun tak mendapat perhatian yang significant. Walhasil, dia tak mampu melengkapi berkas karena sedang mengidap sakit hipertensi kronis. Ancaman putus kuliah pun semakin membebani hidupnya. Hingga pembuluh darahnya pecah dan stroke. Akhirnya Riska meninggal pada Maret 2022 silam. Tragis. 

Riska, korban komersialisasi pendidikan.
Smeentara di UGM (Universitas Gadjah Mada), Aliansi Mahasiswa UGM ramai-ramai menyuarakan kritikan terhadap penolakan uang pangkal karena khawatir memberatkan mahasiswa, khususnya jalur mandiri. Penolakan ini ramai ditrendingkan dalam tagar UniveristasGagalMerakyat pada 28 Januari 2023 lalu (tempo.co, 29/1/2023). UGM yang diplesetkan sebagai Universitas Gagal Merakyat mendapat perhatian para netizen.

Uang pangkal sebetulnya merupakan uang awal masuk perguruan tinggi. Dan besarnya bervariasi tergantung pada pekerjaan orang tua, jenis program studi hingga keadaan ekonomi keluarga mahasiswa. Besaran yang dipatok berkisar belasan hingga puluhan juta rupiah. Uang pangkal ini dikatakan sebagai biaya untuk meningkatkan fasilitas serta kualitas akademik dan non akademik bagi mahasiswa selama perkuliahan.

Namun, faktanya, banyak penyelewengan dana hingga korupsi di lingkungan kampus. Miris. Dana yang seharusnya diperuntukkan untuk pendidikan justru malah digunakan untuk kepentingan beberapa pihak yang curang.

Begitu buruknya gambaran pendidikan dalam negeri. Melahirkan generasi yang depresi. Karena beragam himpitan yang semakin menyulitkan proses belajar. Segala kebijakan yang ditetapkan semakin memberatkan.

Dalam sistem kapitalisme, layanan pendidikan dijadikan ladang bisnis bagi rakyat. Pendidikan jadi objek kapitalisasi. Sistem kapitalisme menjadikan negara hanya sebatas regulator atau pembuat undang-undang bagi siapa pun yang ingin mendapatkan keuntungan. Tanpa memperhatikan segala akibat yang terjadi pada masyarakat. Tata kelola keuangan ala kapitalisme mengakibatkan kemiskinan yang sistemik. Budaya korupsi telah menjadi tradisi. Adanya konsep liberalisasi ekonomi meniscayakan adanya dominasi dalam pengelolaan sumberdaya alam oleh pihak korporasi atau swasta. Dampaknya, APBN, atau pemasukan negara pun menjadi minim hingga berpengaruh pada anggaran pendidikan yang terbatas. Alhasil seluruh biaya hidup, termasuk biaya pendidikan kian mahal. Dan memberatkan. Wajar saja, kemiskinan pun kian mencekik rakyat.

Sistem cacat ini pun akhirnya gagal memberikan pelayanan pendidikan yang layak bagi rakyatnya. Inilah yang terjadi saat ini. Saat institusi pendidikan ingin meningkatkan pelayanan dan kualitas pendidikan, biayanya pun dibebankan kepada para pelajar atau mahasiswa. Tak heran, sistem ini pun akhirnya hanya melahirkan generasi yang individualis dan materialistis. Menjadi budak korporasi yang tak memiliki kehormatan dan harga diri. Yang hanya mencari materi. Tak peduli pada masalah yang terjadi pada tubuh umat. Memprihatinkan. Sistem destruktif ini kian merusak dan serampangan dalam mengurusi masa depan generasi.

Berkebalikan dengan paradigma yang dibangun dalam sistem Islam. Sistem Islam memandang bahwa generasi adalah aset peradaban. Hingga wajib dididik dengan sebaik-baiknya melalui pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban memberikan semua pelayanan terhadap kebutuhan-kebutuhan umat. Termasuk pendidikan. Semua harus terpenuhi bagi setiap individu. Segala kebutuhan sarana dan prasarana lembaga pendidikan ditanggung negara. Tak membebankan biaya pendidikan pada rakyat. 

Akhirnya, generasi yang terbentuk pun generasi cerdas dengan pemikiran akidah Islam yang gemilang. Karena kurikulum utama dalam pendidikan Islam mengutamakan akidah Islam sebagai pengaturan kehidupan.

Sumber pendapatan negara bersistemkan Islam sangat melimpah. Karena mengampu pada aturan syariat Islam yang amanah. Sehingga sangat wajar saat pendidikan berkualitas mudah diberikan oleh negara bagi seluruh rakyat tanpa memandang status ekonomi. Karena setiap rakyat berhak atas seluruh pelayanan dari negara.

Para pemimpin negara dan pembuat kebijakan pun menyandarkan segala keputusannya pada syariat Islam. Sehingga terbentuklah karakter amanah, jujur penuh iman dan takwa. Serta melakukan segala kepemimpinannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan hanya pada Allah SWT.

Rasulullah SAW. bersabda
" Imam (Khalifah) adalah penggembala atau penanggungjawab dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu" (HR. Muslim).

Lantas, masih adakah keraguan atas segala pengaturan berpondasikan syariat Islam? Selayaknya kita yakin bahwa segala aturan yang Allah SWT. tetapkan adalah aturan terbaik untuk seluruh makhlukNya.
Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Senin, 09 Januari 2023

Harga Beras Mahal, Fakta: Ini Penyebabnya...

Tinta Media - Harga Beras Mahal, Dr. Erwin Permana dari Fakta mengungkapkan dua faktor penyebabnya.

"Ini yang menyebabkan harga beras di tanah air mahal yaitu tata kelola yang salah dan permainan oligarki yang merusak harga pasar," tuturnya dalam Kabar Petang: Harga Beras Termahal, Ada Mafia? melalui kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (31/12/2022).

Pertama, tata kelola beras. "Panjangnya rantai pasok beras dari petani sampai kepada rumah tangga konsumen akan meningkatkan harga operasional beras itu sendiri," ujarnya. 

Kedua, rusaknya harga pasar. "Yang memiliki kekuatan untuk merusak pasar itu adalah permainan monopoli atau oligarki. Ada importir-importir beras, artinya beras itu hanya dikuasai oleh segelintir orang saja yang pada akhirnya harga beras akan ditentukan oleh mereka,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa negara yang baik adalah negara yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya, oleh karena itu politik yang baik dari negara yang menciptakan kedaulatan pangan bukan hanya sebatas ketahanan pangan saja tetapi juga memastikan produksinya dengan tata kelola sendiri.

“Konsep kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan dalam Islam, dengan penerapan politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dari hasil produksi dalam negeri secara mandiri untuk menghilangkan intervensi negara lain, kecukupan lahan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, serta memastikan jumlah yang ada terdistribusi secara merata kepada tiap individu warga negara,” pungkasnya. [] Evi

Rabu, 23 November 2022

Harga Pupuk Mahal dan Langka Akibat Sistem Tata Kelola Pertanian yang Buruk

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai persoalan mahalnya harga pupuk non subsidi dan terbatasnya ketersediaan (langkanya) pupuk subsidi hanya masalah cabang dari tata kelola pertanian yang buruk. 

"Persoalan pupuk sejatinya hanya persoalan cabang yang berakar pada sistem tata kelola pertanian yang buruk yaitu kapitalisme neoliberal," tutur narator dalam Serba-serbi MMC: Tata Kelola Pupuk dalam Kapitalisme Mampukah Wujudkan Ketahanan Pangan? Senin (21/11/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, tata kelola kapitalisme neoliberal mengakibatkan minimnya kepemilikan lahan, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen. "Sistem ini telah meminggirkan peran negara hanya sebagai regulator sementara operator diserahkan kepada korporasi," ujarnya.

Bahkan bobroknya sistem ekonomi kapitalisme yang mengizinkan kebebasan secara mutlak, kata narator, menciptakan kapitalisasi korporasi pangan yang terus menggurita. "Sistem tata kelola inilah yang menyebabkan ketimpangan kepemilikan aset, penguasaan rantai produksi distribusi pangan, hingga kendali harga pangan oleh korporasi raksasa," bebernya. 

"Sementara pemerintah ibarat wasit yang juga cenderung berpihak pada korporasi," tegasnya. 

Sebagai contoh, ujar narator, akses terhadap sarana produksi pertanian atau saprotan yang murah dan berkualitas masih menjadi angan-angan petani. "Hingga saat ini pengadaan benih pupuk pestisida dan sarana lainnya masih dalam dominasi korporasi," ungkapnya. 

Bahkan selain mahalnya mendapatkan benih berkualitas dan unggul, menurutnya, benih-benih introduksi korporasi juga berhasil menciptakan ketergantungan petani hingga menghilangkan benih-benih varietas lokal. "Paradigma dan konsep batilnya liberal kapitalisme sangat berbeda dengan Islam," tandasnya. 

Sistem Islam 

MMC menilai aturan Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah telah terjamin keshahihannya dan teruji kemampuannya untuk menyelesaikan problematik manusia selama kurang lebih 1300 tahun.

"Konsep pertanian Islam pun berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan menyejahterakan rakyat termasuk petani di bawah institusi Islam Khilafah Islamiyah," tuturnya. 

Islam menetapkan bahwa pengaturan pertanian wajib berada dalam tanggung jawab negara atau Khilafah mulai dari hulu hingga Hilir sebab negara adalah roin dan junnah bagi rakyat. "Sebagaimana sabda Rasullullah shallallahu alaihi wasallam, Imam atau khalifah adalah roin atau pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. (HR Ahmad, Bukhari)," ungkapnya. 

Hadis tersebut, kata Narator, menunjukkan bahwa negara adalah penanggung jawab semua urusan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain apalagi korporasi. "Negara diharamkan membisniskan pelayanannya kepada rakyat," tegasnya. 

Ia menilai, pertanian wajib dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Pengaturan pertanian Islam ini akan mewujudkan dua hal sekaligus yaitu ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. "Dalam aspek produksi, Khilafah akan mengambil kebijakan, pertama, menjalankan hukum pertanahan Islam. Islam memandang asas dari pertanian adalah lahan. Ketika lahan dikelola dengan hukum yang shahih, maka semua problem seputar tanah akan terselesaikan. Islam menetapkan kepemilikan lahan pertanian sejalan dengan pengelolaannya. Bagi siapa saja yang mampu mengelolanya maka dia berhak memiliki lahan seluas apapun. Namun bagi yang tidak mampu, lemah dan malas memproduktifkannya maka hilanglah kepemilikannya," jelasnya. 


Menurutnya, hal ini terlihat pada tiga hukum terkait lahan yaitu hukum menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan lahan lebih dari tiga tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian. "Hukum ini menjamin terdistribusinya lahan kepada orang yang mampu mengelolanya dan akan terhindar dari banyaknya lahan-lahan yang menganggur," urainya. 

Kedua, dukungan penuh terhadap upaya memaksimalkan pengelolaan lahan. "Karena lahan pertanian tidak boleh ditelantarkan maka Khilafah akan memberikan berbagai bantuan kepada petani seperti saprodi, infrastruktur penunjang, modal, teknologi dan sebagainya untuk memaksimalkan pengelolaan lahan," katanya. 

Ketiga, mendorong pelaksanaan riset untuk menghasilkan bibit unggul dan berbagai teknologi dan inovasi yang dibutuhkan petani. Semua riset yang dilakukan berada di bawah pengaturan khilafah dan anggarannya ditanggung Baitul Mal. "Produk yang dihasilkan akan ditujukan bagi kemaslahatan petani," tuturnya. 

Bahkan untuk petani yang tidak mampu, kata narator, bisa dibagikan secara gratis. "Alhasil produk pertanian dalam negeri akan mencukupi kebutuhan seluruh rakyat. Oleh karena itu ketahanan pangan hanya bisa terwujud jika pertanian dikelola dengan aturan Islam di bawah sistem politik Khilafah," pungkasnya.[] Evi 

Selasa, 23 Agustus 2022

Mahalnya Biaya Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Biaya pendidikan mahal adalah hal yang tidak asing bagi masyarakat. Bahkan, seolah masyarakat dipaksa untuk menerima kondisi ini. Kita bisa melihat bagaimana para orang tua rela bekerja keras membanting tulang untuk melihat anak mereka menempuh pendidikan setinggi mungkin.

Beberapa waktu yang lalu media sosial diramaikan dengan pemberitaan tentang tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Salah satu akun di twitter mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Diketahui bahwa JKK tersebut mencantumkan rekening orang tua atau wali dengan nominal minimum 100 juta rupiah. Meskipun di perguruan tinggi menyediakan beasiswa, tetapi jumlahnya tidak sebanyak jalur mandiri yang sebagian universitas mematok 50 persen kuota.

Hal ini pun diakui oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, bahwa memang biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Dede Yusuf mengungkapkan, banyak orang tua tidak melanjutkan studi kuliah sang anak lantaran benturan biaya. Ia pun mengakui bahwa biaya mahal tersebut tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah, seperti beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP). Akhirnya, banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Adapun penyebab mahalnya biaya masuk jalur mandiri di universitas disampaikan oleh Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem, yaitu karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. Ia mengatakan sejak sebelum pandemi bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang.

Hal ini justru menjadikan beban pembiayaan PT semakin berat karena komersialisasi pendidikan. Pasalnya, dalam sistem kapitalisme neoliberal, pendidikan dianggap sebagai komoditas ekonomi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan, bahwa jasa pendidikan menjadi salah satu komoditas yang dapat diperdagangkan, walaupun pengaturan jasa pendidikan ini tidak dapat dilepaskan dari UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, serta UU nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi atau UU PT. Namun demikian, potensi komersialisasi pendidikan sudah terbuka lebar.

Selain itu, salah satu konsekuensi tata kelola negara kapitalistik menjadikan negara melepaskan tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk dalam hal pembiayaan pendidikan tinggi. Paradigma good governance dan reinventing government mengharuskan negara lepas tangan dari kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat.

Ditambah lagi, di kehidupan kapitalistik saat ini beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan pada penghasilan rakyat semakin besar. Seperti, pajak yang melangit. Harga bahan pokok, BBM, gas, dan listrik terus melonjak. Semua kondisi ini jelas akan mendorong pada semakin berkurangnya pandangan terhadap perguruan tinggi sebagai sumber ilmu dan penghasil para ilmuwan, bergeser menjadi pandangan materialistik.

Mahalnya biaya pendidikan bisa diselesaikan jika negara menerapkan aturan Islam secara kaffah, yaitu menerapkan hukum syariat baik dalam tatanan politik maupun ekonomi.

Dalam tatanan politik, negara berperan secara tegas sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung pengelolaan pendidikan. Negara tidak akan melemparkan tanggung jawab kepada swasta (korporasi) ataupun warga masyarakat seperti yang terjadi saat ini. Jikapun mereka hendak terlibat, keterlibatan mereka hanyalah sebagai amal saleh yang tidak sampai mengambil alih peran negara.

Adapun secara ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mendapatkan sumber-sumber pemasukan negara bagi pembiayaan pendidikan. Biaya pendidikan tersebut diperoleh dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara (fai dan kharaj). Semua pembiayaan ini diatur melalui mekanisme baitulmal.

Pendidikan, termasuk pendidikan tinggi merupakan kebutuhan primer masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Maka, negara akan memastikan bahwa seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut baik miskin atau kaya, pintar atau tidak, muslim atau non-muslim. Semuanya dilayani dan diberi kemudahan untuk memperolehnya. Oleh sebab itu negara akan memberikan anggaran berapa pun kebutuhannya. 

Negara harus mengupayakan melalui berbagai jalur sesuai tuntunan syariat. Kemampuan negara membiayai sektor pendidikan tinggi juga akan disertai peningkatan kualitasnya. Sebab, tata kelola pendidikan harus berdasarkan akidah Islam. Tujuan pendidikan, kurikulum, hingga metode implementasinya akan terjamin kebenarannya. Dengan sistem ini, akan terwujud sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini tidak perlu diragukan lagi. 

Sejarah telah mencatat kegemilangan pendidikan Islam yang pernah terwujud. Peradaban Islam terbukti mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang handal. Bahkan, hasil penemuan mereka di masa lalu masih kita rasakan pengaruhnya hingga hari ini.

Melalui pendidikan Islam, orientasi pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam dan mewujudkan kemaslahatan di tengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, tidak ada lagi yang berpikir bahwa tujuan pendidikan hanyalah untuk mencari uang, karena untuk menempuh pendidikan pun butuh modal sebagaimana bisnis. 

Pandangan ini akan ditepis melalui penerapan pendidikan Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Dalam khilafah, bukan hal yang mustahil untuk mendapatkan pendidikan terbaik bagi semua warganya.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
Aktivis Muslimah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab