Tinta Media: Mafia Tanah
Tampilkan postingan dengan label Mafia Tanah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mafia Tanah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Juni 2023

AGUNG SEDAYU GROUP MELAKUKAN TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING): MENYEROBOT TANAH SK BUDIHARDJO & NURLELA

Tinta Media - Sidang lanjutan kasus kriminalisasi dan fitnah keji terhadap ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) SK Budihardjo dan Nurlela, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa (20/6). Agenda sidang kali ini mendengar keterangan ahli hukum pertanahan, pidana pertanahan, perdata dan tata usaha negara pertanahan, Dr Ir Tjahjo Arianto, SH M Hum.

Ahli dihadirkan dalam rangka membantu terangnya perkara Kriminalisasi berupa tuduhan menggunakan surat palsu dan memasukan keterangan palsu dalam akta, sebagaimana didakwakan oleh Jaksa berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHP dan Pasal 266 ayat (2) KUHP.

Secara substansial, terdapat 6 (enam) pokok keterangan yang diberikan ahli sehubungan dengan perkara yang didakwakan oleh Jaksa, sebagai berikut:

*Pertama,* ahli menerangkan bahwa jika ada sengketa kepemilikan hak atas tanah karena masing-masing memiliki alas hak, baik SHGB maupun Girik, maka sengketa keperdataan ini harus diselesaikan terlebih dahulu dan tidak bisa langsung mengambil tindakan penyidikan pidana dengan dalih salah satu lebih berhak atas objek tanah dibandingkan pihak lainnya.

Dalam kasus ini, PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA/Agung Sedayu Group) yang mengklaim memiliki tanah berdasarkan SHGB 1633 tidak pernah menggugat secara perdata terhadap SK Budihardjo yang memiliki dan menguasai fisik tanah secara sah sejak tahun 2006 hingga 2010 berdasarkan Girik C No. 1906, C No 5047 dan C No. 391, yang totalnya luas 10.259 m².

Pada bulan April 2010, sekonyong-konyong Tanah SK Budihardjo dirampas, 5 kontainer dicuri dan mengalami pemukulan dari preman suruhan Agung Sedayu Group, dan diatas lahan tersebut kemudian dibangun komplek perumahan Golf Lake Residence, milik Agung Sedayu Group. Tidak cukup merampas tanah, SK Budihardjo dan Nurlela juga dikriminalisasi dengan tuduhan menggunakan surat palsu dan memasukan keterangan palsu dalam akta, atas kepemilikan sah tanah berdasarkan bukti Girik Girik C No. 1906 dan C No 5047.

Ketika hal ini ditanyakan Rekan Yahya Rasyid kepada ahli (secara ilustrasi), ahli menjawab bahwa tindakan seperti ini jelas tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Padahal, sebelumnya Nono Sampono selaku direktur PT SSA menyatakan perusahannya selalu taat hukum. Kasus yang dialami SK Budihardjo ini adalah bukti nyata, bahwa PT SSA adalah perusahaan yang tidak taat hukum karena main ambil paksa tanah SK Budihardjo tanpa mengajukan gugatan terlebih dahulu ke pengadilan. (Main hakim sendiri).

*Kedua,* untuk memastikan apakah sebuah hamparan tanah yang dikuasai berdasarkan kepemilikian Girik merupakan bagian dari tanah hak SHGB, maka pemegang SHGB harus memohon kepada BPN untuk melakukan pengukuran ulang untuk menegaskan batas-batas, sehingga dapat dipastikan tanah yang dikuasai berdasarkan Girik apakah bagian dari SHGB atau tidak.

Pada kasus ini, PT SSA tidak pernah melakukan pengukuran ulang bersama BPN untuk menegaskan batas-batas Tanah milik PT SSA berdasarkan SHGB 1633. PT SSA langsung klaim tanah Girik C No. 1906, C No 5047 dan C No. 391, yang totalnya luas 10.259 m² milik SK Budihardjo adalah tanah milik PT SSA.

Padahal, telah dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bahwa khusus tanah Girik C 1906 atas nama Abdul Hamid Subrata milik SK Budihardjo bukan bagian dari SHGB 1633. Hal itu dikuatkan dengan putusan perkara No. 442/PDT.G/2006/PN.JKT.BRT.

*Ketiga,* SHGB yang telah direkomendasikan dibatalkan karena memuat tanah Girik yang bukan bagian dari SHGB berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sejatinya dapat dilakukan tindakan pembatalan SHGB oleh BPN tanpa menunggu proses eksekusi, sebagai bentuk penghormatan terhadap putusan pengadilan.

Dalam kasus ini, SHGB 1633 milik PT SSA yang dibeli dari PT BMJ, telah diusulkan untuk dibatalkan oleh BPN Jakarta Barat, berdasarkan Surat No. 1734/09-03/SKP tanggal 4 Agustus 2008, untuk menindaklanjuti putusan perkara No. 442/PDT.G/2006/PN.JKT.BRT.

Jadi, sejatinya secara substansial alas hak kepemilikan PT SSA berdasarkan SHGB No. 1633 telah cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

*Keempat,* timbulnya Surat Perintah Bayar untuk pengukuran tanah pada permohonan pendaftaran tanah (peningkatan hak) di BPN, adalah konfirmasi seluruh dokumen pendukung termasuk girik yang dimohonkan adalah sah dan telah melalui ferifikasi di tingkat kelurahan (baik administrasi maupun fisik).

Dalam kasus ini, bukti Girik C 1906 dipersoalkan karena diklaim tidak terdaftar di kelurahan. Padahal, terhadap girik ini telah dilakukan pengukuran tanah untuk pendaftaran hak di BPN. Lalu dimana problemnya? Kalau tanah ini bermasalah di kelurahan, tentulah BPN tidak dapat melakukan pengukuran bahkan tidak mengeluarkan surat perintah pembayaran.

*Kelima,* tidak terdaftarnya Girik di Kelurahan bukan bukti kepalsuan girik, Girik adalah produk departeman pajak sehingga yang berwenang untuk menyatakan kepalsuan girik adalah departeman pajak (Kementerian Keuangan).

Pada dakwaan, Jaksa selalu mempersoalkan Girik C 1906 tidak terdaftar di kelurahan, dan karena itu dianggap palsu.

*Keenam,* perubahan alamat fisik tanah Girik yang tidak sesuai dengan alamat tertera pada girik karena adanya faktor pemekaran wilayah adalah sesuatu yang lazim dan bukan konfirmasi girik palsu.

Dalam kasus ini, Jaksa mempersoalkan Girik C 5047 tertera di kelurahan Kapuk tapi fisiknya ada di kelurahan Cengkareng Timur. Padahal telah ada bukti surat keterangan dari kelurahan Cengkareng Timur, yang menerangkan Girik C 5047 dahulu memang berasal dari kelurahan Kapuk, namun setelah ada pemekaran tahun 1989 lokasi Girik C No 5047 saat ini memang masuk di kelurahan Cengkareng Timur.

Luar biasa memang kejahatan mafia tanah dalam kasus ini. Penulis menduga kuat, bukan hanya klien penulis saja yang menjadi korban tetapi banyak korban lainnya yang menjadi korban kriminalisasi, kezaliman dan fitnah keji Agung Sedayu Group pada berbagai proyek properti yang mereka kembangkan. Modusnya dengan menekan korban dan mengendalikan aparat penegak hukum.

Apakah hal itu karena mereka merasa kebal hukum? Kenapa negara tidak hadir untuk membela korban mafia tanah? Apakah mereka berani ngawur karena pemilik Agung Sedayu Group merasa dekat dengan Presiden Jokowi yang juga bermasalah dengan ijazah palsunya?

Semakin mendalami Kasus ini, penulis semakin memahami bagaimana modus operandi perampasan tanah dan bagaimana cara menekan orang yang berhak atas tanah agar menyerah. Untungnya, SK Budihardjo dan Nurlela bukan tipikal orang yang mudah menyerah, bahkan bisa dikatakan pantang menyerah dan terus melawan kezaliman Mafia Tanah dimana mereka berdua menjadi korbannya. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum SK Budihardjo & Nurlela

_Catatan Persidangan Kasus Kriminalisasi ketua FKMTI di Pengadilan Negeri Jakarta Barat]_
https://heylink.me/AK_Channel/

Senin, 10 April 2023

MEMBENTUK ENTITAS ANTARA (PERUSAHAAN FIKTIF), MODUS OPERANDI MAFIA TANAH MERAMPAS HAK ATAS TANAH RAKYAT



“Kalau masih ada mafia yang main-main silakan detik itu juga gebuk. Ini meruwetkan ngurus sertifikat. Tidak bisa kita biarkan rakyat tidak dilayani urus sertifikat, setuju enggak?”

[Presiden Joko Widodo, 22 Agustus 2022]

Tinta Media - Saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto serius memberantas mafia tanah karena menyulitkan masyarakat yang mengurus sertifikat, penulis mengapresiasi tindakan tersebut namun belum dapat sepenuhnya percaya. Mengingat, praktik perampasan tanah oleh mafia melalui penerbitan sertifikat aspal secara umum marak terjadi dan meresahkan masyarakat.

Hanya saja, sejak menangani kasus SK Budihardjo, pemilik tanah yang diserobot tanahnya namun malah menjadi tersangka pemalsuan dokumen, penulis baru memahami detail cara kerja dan modus operandinya. Mereka, membentuk sejumlah langkah dan tahapan sebelum akhirnya melakukan perampasan tanah berdalih telah membeli.

Selasa, 4 April 2023, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, JPU menghadirkan Saudara ROHMAT, yang menjadi Direktur PT Bangun Marga Jaya (PT BMJ). Dari PT BMJ inilah, dalih PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA, anak usaha Agung Sedayu Group) menguasai tanah seluas 112.840 M2 melalui transaksi jual beli, yang diatas tanah tersebut dibangun perumahan GOLF LAKE RESIDENCE.

Sayangnya, kehadiran Saksi ROHMAT bukannya membuktikan dakwaan JPU tentang pemalsuan dokumen dan menempatkan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP dan pasal 266 KUHP. Keterangan Saksi ROHMAT, justru membuka kotak pandora bagaimana modus operandi dan cara kerja mafia tanah.

ROHMAT mengaku menjadi Direktur PT BMJ sejak 15 Maret 2007 sampai dengan 29 Januari 2010. Dia membeli 500 lembar saham PT BMJ senilai Rp 7,5 Miliar. Berdalih tidak ada hasil selama mengelola PT BMJ, lalu ROHMAT menjual 500 lembar dengan harga Rp 10 Miliar.

Lucunya, saat membeli saham, ROHMAT tidak melakukan sejumlah tindakan yang lazimnya dilakukan bagi siapapun yang hendak membeli saham, apalagi senilai Rp7,5 Miliar. Dalam fakta persidangan terdapat sejumlah keganjilan, diantaranya:

*Pertama,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui dan/atau mendapatkan rincian laporan keuangan dan kinerja PT BMJ, yang menurut klaim ROHMAT telah berdiri sejak tahun 1982. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Kedua,* Saksi ROHMAT tidak memiliki akte pengesahan Kemenkumham PT BMJ yang diklaim berdiri sejak tahun 1982, sementara hasil pengecekan data DITJEN AHU PT BMJ baru berdiri pada tahun 2008, dengan SK No. AHU-01306.AH.01.02 Akta No. 24, tanggal 25 November 2008. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Ketiga,* Saksi ROHMAT tidak mampu menjelaskan, kenapa dia membeli saham dari PT BMJ yang bergerak di bidang property, namun sejak tahun 1982 hingga dia beli (tahun 2007), tidak ada satupun perumahan karya PT BMJ. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Keempat,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui batas-batas tanah milik PT BMJ yang sahamnya dia beli, padahal semestinya dia sangat berkepentingan untuk mengetahui detail aset perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli sahamnya. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Kelima,* Saksi ROHMAT sengaja menutupi fakta bahwa PT BMJ telah kalah berperkara dengan ABDUL HAMID SUBRATA dengan perkara No. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT yang diputus tanggal 17 Juli 2007 (periode ROHMAT masih menjabat direktur PT BMJ). ABDUL HAMID inilah, selaku pemilik tanah dengan Girik C.1906 yang telah dijual dan dibeli oleh klien penulis SK Budihardjo. 

Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Keenam,* Saksi ROHMAT sengaja menutupi fakta bahwa PT BMJ telah diberi surat tembusan dari BPN Jakbar yang ditujukan ke BPN Kanwil DKI, yang isinya menindaklanjuti No. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT yang telah berkekuatan hukum tetap, *untuk mengeluarkan tanah Girik C 1906 seluas 2.231 M2 dari tanah seluas 112.840 M2 dengan No SHGB No. 1633 a/n PT BMJ.*

Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Ketujuh,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui asal usul tanah seluas 112.840 M2 dengan 
SHGB No. 1633 a/n PT BMJ. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

Dan banyak lagi pertanyaan penting dan mendasar, untuk membuktikan kepemilikan tanah PT BMJ seluas 112.840 M2 dengan SHGB No. 1633 a/n PT BMJ, benar-benar diperoleh secara sah, namun tidak mendapatkan jawaban. Hal ini penting diungkap, mengingat, NONO SAMPONO selaku direktur PT SSK saat diperiksa, mengklaim memiliki tanah secara sah melalui transaksi jual beli dari PT BMJ.

Dari fakta persidangan tersebut, patut diduga PT BMJ hanyalah entitas antara yang sengaja dibentuk sebagai dasar legitimasi kepemilikan PT SSA. Apalagi, setelah selesai menjalankan tugas perantara untuk mentransaksikan tanah ke PT SSA, selanjutnya PT BMJ bubar (tidak ada aktivitas).

Kalau dalam kasus kejahatan Money Loundry (pencucian uang), kasus menghindari pajak, biasanya para pelaku kejahatan membentuk perusahaan cangkang (offshore) sebagai modus operandi untuk menyembunyikan atau mencuci uang hasil kejahatannya, atau untuk menghindari pajak. Nah, dalam kasus mafia tanah pembentukan perusahaan antara seperti PT BMJ sebelum akhirnya tanah dikuasai PT SSA ini, patut diduga menjadi modus operandi untuk merampas hak tanah rakyat berdalih jual beli.

PT SSA berdalih telah membeli tanah dari PT BMJ, sementara PT BMJ tidak dapat menjelaskan asal usul tanah yang dijual kepada PT SSA kecuali hanya menjawab dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU. Dengan begitu, patut diduga PT BMJ adalah entitas (perusahaan) bentukan mafia tanah, sementara ROHMAT hanya nomine, hanya alibaba yang ditempatkan di perusahaan sebagai direkturnya. 

Semoga, melalui kasus ini Presiden Joko Widodo bisa paham modus operandi mafia tanah bekerja dan segera menggebuknya. Sebab, jika kasus mafia tanah ini dibiarkan, penulis khawatir pribumi penduduk negeri ini lama-lama akan terusir dari tanah kelahirannya sendiri. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum SK Budihardjo

[Catatan Persidangan Kasus SK Budihardjo & Nurlela, Korban Kriminalisasi Mafia Tanah 'Golf Lake Residence' Persembahan Agung Sedayu Group]

https://heylink.me/AK_Channel/
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab