Tinta Media: Longsor
Tampilkan postingan dengan label Longsor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Longsor. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Januari 2024

Islam Atasi Banjir dan Longsor


Tinta Media - Hujan yang turun secara terus-menerus yang mengguyur wilayah Kecamatan Pangalengan sejak Minggu (7/1/2024) hingga Senin subuh membuat sungai Cisangkuy meluap dan menjadi penyebab bencana banjir bandang dan longsor. Kejadian itu mengakibatkan tembok (TPT) dengan panjang 15 meter di sekitar  kantor desa ambruk.

Akibat dari bencana tersebut, 19 rumah warga terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 30 sampai 50 sentimeter. Adapun saat ini, banjir telah surut dan warga sudah membersihkan rumah mereka. 

Suhendar Rahmani, Kapala Desa Margamulya mengatakan bahwa pihak desa telah berkoordinasi dengan DAS Cisangkuy dan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk segera memperbaiki drainase aliran sungai Cisangkuy.

Akan tetapi, belum ada tindak lanjut, meskipun ada sedikit (TPT bantaran) yang dibangun melalui program dana Desa Margamulya. (BANDUNG,KOMPAS.COM)

Bagi kaum mukmin, musibah harus dihadapi dengan kaimanan. Seorang muslim wajib mengimani bahwa tak ada satu pun musibah yang dia alami, melainkan atas kehendak Allah Swt. 

Allah Swt. berfirman,
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin (kehendak) Allah." [QS. Taghabun (64): 11]

Dengan kata lain, musibah yang terjadi adalah bagian dari qadha Allah Swt. Sikap kita sebagai seorang muslim adalah rida terhadap ketetapan-Nya. Karena merupakan qadha, musibah pun harus dihadapi dengan kesabaran dan tawakal.

Selain sabar dan tawakal, saat terkena musibah, seorang muslim juga diperintahkan untuk segera bertobat kepada Allah Swt. dan banyak melakukan muhasabah. Itu sebabnya, Allah Swt. mengingatkan bahwa beragam musibah (bencana) sering datang karena perbuatan (dosa) manusia itu sendiri.

Jika kita lihat fakta saat ini, ketika musim penghujan tiba, bencana banjir seolah sudah menjadi langganan. Bagi sebagian wilayah di negeri ini, semua itu pasti ada penyebabnya. 

Selain karena faktor curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi akibat faktor tangan manusia sendiri. Ini mulai dari banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, terutama ke sungai dan saluran-saluran air, yang akhirnya mengakibatkan sampah tersumbat dan menghalangi jalanya air.

Belum lagi minimnya resapan air  (drainase) di sebagian wilayah, sehingga ketika hujan turun, air hujan pun meluber  ke pemukiman. Belum lagi akibat dari alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi resapan air, ini malah beralih menjadi hunian, perumahan, ataupun bangunan-bangunan lain. Sehingga, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah, terhalangi oleh material bangunan. Alih fungsi lahan ini biasanya dilakukan oleh para elite pengusaha demi meraup keuntungan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.

Belum lagi musibah tanah longsor yang juga kerap terjadi di musim penghujan. Dengan banyaknya penebangan pohon secara liar, ini jelas-jelas merugikan dan merusak lingkungan. Pohon yang seharusnya menjadi resapan air dan penyangga tanah, kini hilang akibat penebangan tersebut. Pantas saja musibah banjir dan longsor selalu datang tatkala musim penghujan tiba. Ini semua karena manusialah yang sudah membuat kerusakan di muka bumi.

Padahal, Allah Swt. telah memperingatkan di dalam 
Al-Qur'an, yang artinya:

"Telah tampak kerusakan  di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."  [QS. Ar-Rum (30): 41] 

Selain itu, sesungguhnya pangkal kemungkaran terbesar hari ini bukan hanya karena pribadi-pribadi yang bermaksiat pada Allah Swt., melainkan lebih dari itu, yaitu ketika hukum (syari'at) diabaikan dan tidak diterapkan. Justru sistem buatan manusialah yang dipakai dan diterapkan. Padahal, itu merupakan pangkal dari segala macam kerusakan.

Sudah kita ketahui bersama bahwa penerapan sistem kapitalis yang berasas manfaat inilah yang jelas-jelas adalah biang dari segala permasalahan. Nyaris kepentingan para kapitalis saja yang diprioritaskan, sedangkan rakyat yang menanggung penderitaan. 

Kerusakan-kerusakan ini hanya bisa terselesaikan saat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Maka, keberkahan dari langit dan bumi pun akan didapat dan dirasakan. 

Allah Swt. berfirman: 
"Andai penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka (mendustakan ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." [QS. Al-A'raf  (7): 96]

Saatnya umat kembali kepada aturan Islam, sebagai dasar keyakinan dan aturan kehidupan, karena hanya dengan aturan Islam, semua problematika kehidupan akan terselesaikan. Wallahu A'lam.

Oleh: Dedeh
Sahabat Tinta Media

Selasa, 23 Januari 2024

Banjir dan Tanah Longsor

Tinta Media - Ironis sekali banjir kembali terjadi tepatnya di kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. yang terdampak banjir kurang lebih 2000 warga, jumlah tersebut bisa terus bertambah karena masih banyak warga yang belum terdata secara akurat. 

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sungai Cikapundung tidak mampu menampung debit air yang tinggi, sehingga tanggul pembatas menjadi jebol. Luapan air menerjang rumah-rumah penduduk dan meluas ke ketiga kecamatan tersebut. Buruknya drainase juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. 

Selain itu di daerah dataran tinggi pun saat ini tidak luput dari banjir karena sudah tidak ada lagi lahan-lahan resapan air, banyak pohon-pohon ditebangi dan dibangun perumahan-perumahan elite sehingga memicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor. Pembebasan lahan yang begitu mudah hanya untuk kepentingan segelintir orang terus dilakukan tanpa memperhatikan akibat kedepannya yang akan dihadapi masyarakat secara luas. 

Bencana banjir yang berulang kali terjadi harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Pemerintah harus melakukan pembenahan tata kelola ruang, menyediakan daerah resapan air serta adanya kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak membuang sampah ke sungai, semua ini tidak akan terwujud ketika asas manfaat dijadikan standar kehidupan. Maka dari itu hanya dengan penerapan Islam secara kaffah yang mampu mewujudkan kehidupan yang damai, aman, adil dan sejahtera. Wallahua'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini 
IRT - Bojongsoang

Banjir dan Tanah Longsor

Tinta Media - Ironis sekali banjir kembali terjadi tepatnya di kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. yang terdampak banjir kurang lebih 2000 warga, jumlah tersebut bisa terus bertambah karena masih banyak warga yang belum terdata secara akurat. 

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sungai Cikapundung tidak mampu menampung debit air yang tinggi, sehingga tanggul pembatas menjadi jebol. Luapan air menerjang rumah-rumah penduduk dan meluas ke ketiga kecamatan tersebut. Buruknya drainase juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. 

Selain itu di daerah dataran tinggi pun saat ini tidak luput dari banjir karena sudah tidak ada lagi lahan-lahan resapan air, banyak pohon-pohon ditebangi dan dibangun perumahan-perumahan elite sehingga memicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor. Pembebasan lahan yang begitu mudah hanya untuk kepentingan segelintir orang terus dilakukan tanpa memperhatikan akibat kedepannya yang akan dihadapi masyarakat secara luas. 

Bencana banjir yang berulang kali terjadi harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Pemerintah harus melakukan pembenahan tata kelola ruang, menyediakan daerah resapan air serta adanya kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak membuang sampah ke sungai, semua ini tidak akan terwujud ketika asas manfaat dijadikan standar kehidupan. Maka dari itu hanya dengan penerapan Islam secara kaffah yang mampu mewujudkan kehidupan yang damai, aman, adil dan sejahtera. Wallahua'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini 
IRT - Bojongsoang

Kamis, 08 Juni 2023

Ketika Longsor Melanda, di Mana Tanggung Jawab Negara?

Tinta Media - Lempar bola sembunyi tangan, begitulah kira-kira yang terjadi saat ini dalam penanganan jalan KM 171 yang longsor di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan akibat aktivitas pertambangan yang aktif di sekitar wilayah tersebut. Manisnya keuntungan batu bara dirasakan oleh mereka, tetapi pahitnya ditelan bulat-bulat oleh masyarakat. Memang miris, tetapi ini realita!.

Sudah delapan bulan berlalu, tetapi penanganan longsor jalan KM 171 Tanah Bumbu masih belum terlihat perbaikannya. Protes yang dilakukan rakyat seolah-olah masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Lantas, apa yang menjadi kendalanya?

Satu bulan terakhir media ternama di Kalimantan Selatan berupaya untuk melobi pihak sekretariat negara, tetapi hanya menteri PUPR Basuki yang merespon. 

“Hal yang menjadi kendala utama dalam penangannya ialah belum adanya tindak lanjut atau kepastian dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara kementerian ESDM terkait pertanggungjawaban longsor yang terjadi.”

Namun hal yang patut kita soroti yaitu ketika ditanyakan seperti apa instruksi pemerintah atas  tragedi KM 171? Sontak pihak kementrian PUPR tidak menjawab. 

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka yang peduli terhadap nasib rakyat.
Belum adanya titik terang mengenai penanganan longsor semestinya mampu membuka mata hati rakyat bahwa ada yang tidak beres dengan penerapan peraturan hari ini.

Perpu demi perpu dikeluarkan. Tujuannya mengatur hilir mudik pertambangan. Akan tetapi, nyatanya ketika persoalan di depan mata, sekelumit aksi belum juga dilakukan. Artinya, kerusakan di depan mata, tetapi nihil aksi dalam penyelesaian. 

Negara sebagai institusi terbesar seharusnya tidak gagap dalam mengatur urusan masyarakat. Sebab, kewenangan terbesar ada di tangan negara. Jika negara sudah turun tangan mengatur, maka segala persoalan dengan mudah di-clearkan. Akan tetapi, ini hanya ilusi di negara yang mengadopsi sistem sekuler-kapitalis.

Pemisahan antara agama dan kehidupan sudah menjadi aktivitas masyarakat. Mereka mengadopsi hukum Islam ketika melaksanakan ibadah spiritual, perkwinan, dan hak waris. Terkungkung dalam lingkaran aturan buatan manusia menjadi momok menakutkan. Barang kali bagi sebagian orang yang awam dengan peraturan Islam, mengambil Islam sebagai solusi dalam penyelesaian masalah, termasuk masalah longsor di jalan KM 171 adalah sangat riskan.

Kasus jalan KM 171 hanya satu dari sekian banyak infrastruktur jalan yang rusak dan bahkan sudah berlangsung lama. Ini menjadi bukti lalainya negara dalam membiayai pembaharuan infrastruktur dan kurang tegasnya negara menindaklanjuti aturan pertambangan di negeri yang menerapkan sistem politik demokrasi.

Ini berbeda 360 derajat dengan penerapan sistem Islam. Dalam Islam, pemimpin ditempatkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan masyarkaat karena dalam Islam seorang penguasa atau pemimpin merupakan pelindung rakyat. Ia akan diminntai pertnaggungjawaban kelak di hari kiamat atas amanah kepimpinan yang diembannya. Karena itu, amanah kepemimpinan dalam Islam diberikan kepada individu yang berkompeten dan komitmen tinggi.

Khalifah Umar bin Khathab adalah seorang pemimpin dalam sistem Islam yang sangat memerhatikan keamanan dan kenyamanan infrastruktur rakyat. Beliau pernah mengatakan, "Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan yang rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Swt. 'Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?'”

Dalam Islam, pembangunan jalan harus baik dan gratis dengan tujuan untuk melayani kemaslahatan publik. Tidak seperti sistem hari  ini, pembangunan jalan untuk memuaskan nafsu para pemilik modal yang  bengis.

Penerapan ekonomi Islam untuk pengaturan penggunaan sumber daya alam dalam membiayai pembangunan infrastruktur harus dijalankan. Islam mengatur negara untuk  menyediakan anggaran mutlak dalam pembangunan infrastruktur termasuk jalan. Ada atau tidaknnya kekayaan negara, pengadaan infrastruktur tetap wajib dilaksanakan. Dengan penerapan syariat Islam, negara mampu menyediakan infrastruktur dengan kualitas terbaik secara gratis.

Wallahu A’lam Bishshawwab

Oleh: Rika Yuliana, S.IP
Aktivis Muslimah

Rabu, 15 Maret 2023

Kepri Berduka, Bagaimana Seharusnya?

Tinta Media - Musibah atau bencana bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Kita tidak bisa memintanya maupun menghindarinya sedikitpun. Sedih dan pilu, pasti dirasakan. Sebagaimana yang dialami oleh saudara kita di Kampung genting, Desa Pangkalan, Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna. 

Bencana tanah longsor yang terjadi telah mengakibatkan 10 orang meninggal, puluhan orang dinyatakan hilang dan sebagian tempat tinggal mereka tertimbun tanah.

Kejadian serupa juga terjadi di Batam, seorang sekuriti dinyatakan meninggal karena tertimbun longsor di daerah Tanjung Sengkuang, Batu Ampar. 

Musibah atau bencana memang bagian dari kuasa dan kehendak Allah SWT yang tidak bisa dihindari. Akan tetapi, sebagai orang beriman kita harus sabar dan ikhlas menerimanya. Karena apapun yang terjadi, musibah sekalipun pasti ada hikmah kebaikannya. Hal tersebut sebagai bukti maha Rahman dan Rahimnya Allah kepada HambaNya. Allah pasti menghendaki segala kebaikan untuk hambaNya. Sebagaimana hadits Nabi yang artinya, “Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan mengujinya dengan musibah”. (HR. Bukhari 5645).

Apabila kita perhatikan, bencana yang terjadi sepertinya bukan karena faktor alam semata. Longsor, seperti yang telah kita sebutkan di atas, tidak semata disebabkan oleh cuaca elstrem dan intensitas curah hujan yang cukup tinggi serta kondisi tanah yang labil. Namun justru lebih erat kaitannya dengan faktor manusia yang tidak ramah terhadap alam termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik dan eksploitatif serta tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.

Curah hujan tinggi tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi. Akan tetapi faktanya atas nama peningkatan pembangunan seperti proyek pelebaran jalan dan pembangunan perumahan, hutan-hutan ditebangi, bukit-bukit diratakan, sehingga lahan resapan semakin berkurang, sehingga banjir dan longsor tidak bisa dihindari. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 41, yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Begitulah tabiat asli dari sistem kapitalisme. Kebijakan penguasa cenderung berpihak pada kepentingan pemilik modal. Adapun pembangunan yang dilakukanpun hanya berorientasi pada kepentingan segelintir orang. Inilah yang menjadi sumber dari berbagai kerusakan dan mengundang bencana.

Sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam lahir dari keimanan dan ketundukan pada zat yang maha pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Apabila syariat Islam diterapkan secara keseluruhan maka akan terwujud keseimbangan dan keharmonisan antara alam semesta, manusia,dan kehidupan. Kemudian bicara masalah tata kelola hutan pertanian, perairan, pemukiman dan pembangunan akan diselaraskan dengan pola pelestarian alam.

Di samping itu, tidak diperkenankan melakukan perusakan ekosistem yang mengganggu keseimbangan alam. Hal tersebut di dalam Islam dianggap sebagai kemaksiatan.

Penguasa dalam Islam, betul-betul berperan sebagai pelayan umat, mengurusi kepentingan rakyatnya, dengan menerapkan aturan Islam secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan, dan menetapkan sumber daya alam termasuk hutan dan sungai sebagai kepemilikan umum. Sehingga tidak boleh dinikmati oleh swasta dan segelintir orang, tapi di kelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyatnya.

Ketika Islam diterapkan selama 13 abad lebih lamanya tidak pernah terjadi bencana yang penyebabnya dari luar faktor alam. Adapun musibah atau bencana yang terjadi pada masa itu statusnya benar-benar sebagai musibah dan ujian bukan dampak dari kerusakan dan ketamakan manusia terhadap lingkungan.

Oleh karena itu, untuk mencegah berbagai musibah tidak ada cara lain kecuali dengan menerapkan aturan Allah secara paripurna dalam institusi sebuah negara yaitu khilafah. Allahu’alam Bisshowab.

Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd.
Penulis, Pengasuh Kajian Mutiara Umat

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab