Tinta Media: Literasi
Tampilkan postingan dengan label Literasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Literasi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Februari 2024

Menumbuhkan Budaya Literasi bagi Pendidik



Tinta Media - Dalam wikipedia budaya literasi didefinisikan sebagai suatu budaya di dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Komponen utama dalam pembentukan budaya literasi adalah kegiatan membaca, menulis dan berpikir kritis. 

Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan karya tulis ilmiah yang berdaya guna. 

Tuntutan perkembangan dunia pendidikan di era digital menuntut pendidik untuk memiliki kemampuan literasi yang baik. Apakah kemampuan literasi membaca,  menulis terlebih lagi literasi digital.  Dengan kemampuan literasi yang baik akan dapat mendorong pendidik untuk memanfaatkan berbagai macam kemudahan teknologi untuk menuangkan berbagai macam karyanya agar dapat memberikan kemanfaatan bagi orang lain terlebih lagi bagi peserta didiknya. 
Menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik merupakan hal yang harus terus menerus diupayakan dengan berbagai macam cara dan juga dengan pemanfaatan teknologi yang ada agar persepsi pendidik bahwa budaya literasi itu suatu hal yang sangat berat dan sulit diwujudkan akan dapat terkikis. Sehingga karya-karya produktif dapat dihasilkan oleh para pendidik melalui budaya literasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pendidik. Untuk menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik ada beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya: 

1. Membangun kebutuhan 
Membangun kebutuhan perlu dilakukan pertama kali untuk dapat menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik. Biasanya seseorang akan melakukan sesuatu didorong oleh rasa kebutuhan orang tersebut pada sesuatu itu. Semakin tinggi rasa kebutuhan pada sesuatu itu akan semakin besar pula usaha yang dicurahkan. Kebutuhan tentunya ada tingkatannya, ada kebutuhan dilandaskan pada nilai materi dan ada kebutuhan dilandaskan pada nilai spiritual. Dari dua nilai kebutuhan ini, Kebutuhan yang dilandaskan pada nilai spiritual yang memiliki kekuatan yang tinggi dikarenakan tujuan akhirnya bukan sekedar nilai materi tetapi nilai spiritual yang tidak bisa dinilai dan diukur dengan apa pun. 

Nilai spiritual akan menjadikan standar ukuran kebahagiaan adalah keridhoan Allah SWT bukan sekedar materi. Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ali ‘Imran ayat 133: 

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.  

Membangun kebutuhan spiritual perlu dikaitkan dengan suatu kesadaran bahwa hidup di dunia ini sangat sebentar, kisaran 60 – 70 tahun. Kalau diambil rata-rata kurang lebih 65 tahun. 65 tahun ini jika kita bandingkan dengan kehidupan di akhirat sekitar 0.5 hari akhirat. Sangat singkat sekali. Oleh karenanya, sangat disayangkan kehidupan dunia yang singkat ini kita pertaruhkan untuk kehidupan yang selama-lamanya kekal abadi di akhirat kelak. Maka penting bagi kita untuk menggunakan umur kita sebaik-baiknya agar hasilnya dapat kita petik di dunia dan kelak di akhirat.

Muncul pertanyaan, dengan umur yang sangat singkat ini apakah ada cara, agar kita dapat memiliki amal yang sebanyak-banyaknya? Bahkan amal itu dapat jauh melampaui umur kita sendiri? 
Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat merenungkan sabda Nabi SAW: “ Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim dan Ahmad). 

Sabda yang lain, “Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang yang mengikutinya ajakannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya menangung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka itu” (HR. Muslim).

Dua hadis ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa amal manusia akan terhenti ketika sudah meninggalkan dunia yang fana ini, kecuali beberapa amal yang pahalanya terus mengalir yakni Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya”. 

Ketiga amal ini ada satu amal yang mudah dilakukan oleh siapa pun tanpa harus menjadi orang kaya terlebih dahulu sehingga bisa shodaqoh jariyah, atau memiliki banyak anak yang shalih mengingat fakta hari ini tidak banyak yang berkeinginan memiliki anak yang banyak.  Amal itu adalah mengajak orang lain pada petunjuk Allah Swt, amal ini adalah salah satu aktivitas amal yang dicintai oleh Allah Swt dan menjadi amal yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para Sahabatnya. 
Menekuni amal ini perlu untuk terus melakukannya sehingga pengalaman yang didapatkan bisa menjadi pelajaran untuk terus menemukan pola dan cara yang tepat dengan berbagai macam latar belakang objek yang akan diajak. Salah satu hal yang bisa kita jadikan sebagai uslub ( cara) dalam mengajak orang lain adalah melalui tulisan. Menulis bukan perkara yang mudah namun bisa kita lakukan. Dengan tulisan kita, harapannya orang lain mendapatkan inspirasi baik dan tulisan kita bisa menjadi bukti kelak di hadapan Allah Swt bahwa kita sudah berupaya untuk memberikan kontribusi menyampaikan risalah yang diturunkan-Nya. Hidup kita sangat singkat, melalui tulisan yang kita hasilkan meskipun kita sudah meninggalkan dunia ini, orang lain masih mengenal dan mendapatkan inspirasi dari tulisan kita. 

“..Demi Allah, bila ada satu orang saja yang mendapat hidayah melalui perantaraan dirimu, maka itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah (benda/kendaraan yang paling dibanggakan orang Arab).” (HR. Al-Bukhari) 

Jika kebutuhan pendidik sudah didasarkan kepada nilai spiritual, maka budaya literasi akan dapat ditumbuhkan. Dengan dorongan untuk terus melahirkan karya yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi orang lain yang kelak akan menjadi amal kebaikan bagi diri pendidik ketika menghadap Allah SWT. 

2. Memulai dari yang paling mudah 
Untuk Menumbuhkan budaya literasi, mulailah dari yang paling mudah. Mulai membaca dari topik yang paling disenangi. Tujuannya adalah dalam rangka menumbuhkan kecintaan dan kesukaan dalam membaca. Jika rasa cinta dan suka tumbuh maka akan menjadi modal bagi kita untuk terus meningkatkan variasi topik yang akan kita baca. Semakin banyak bacaan kita akan menambah banyak informasi yang kita rekam di otak kita. Dan informasi ini akan membantu kita untuk menumbuhkan budaya literasi. 

3. Merawat rasa cinta dan rasa suka yang tumbuh 
Rasa cinta dan rasa senang yang mulai tumbuh harus terus dirawat. Ibarat tunas tanaman yang baru tumbuh perlu di sirami secara teratur dan dijaga dari faktor-faktor yang merusak tunas tanaman tersebut. Demikian halnya dengan rasa cinta dan senang membaca harus terus dirawat. Caranya bisa dengan membuat komitmen diri untuk mengalokasikan waktu membaca sehari berapa lama. 

Komitmen diri ini harus dijalankan dengan berbagai macam cara. Misal jika tidak dijalankan kita bisa memberi sangsi pada diri kita sendiri.  Bentuk sangsinya pun yang positif, misal jika saya tidak membaca sesuai dengan komitmen diri saya maka saya akan bercerita kepada teman saya topik bacaan yang sudah saya baca. Ataupun bentuk sangsi positif lainnya. Harapannya dengan komitmen diri dan adanya sangsi positif, kecintaan dan kesukaan yang sudah tumbuh dapat terus dirawat. 

4.Berbagi dalam forum kecil 
Berbagi dalam forum kecil sebagai bentuk untuk terus membuat otak kita yang menyimpan informasi yang kita dapatkan dari membaca topik yang kita suka akan terus optimal. Otak akan terus dipaksa bekerja menyimpan dan mengeluarkan informasi yang ada. Melatih lisan, melatih gestur, melatih merangkai informasi akan terus menyuburkan budaya literasi. Pendidik tentunya tidak akan kesulitan membuat forum kecil untuk berbagi. Bisa forum kecil bersama peserta didik atau forum kecil bersama pendidik yang lain. 

5. Tuangkan dalam bentuk tulisan 
Setelah tumbuh rasa cinta dan suka membaca, dan juga sudah berbagi dalam forum kecil. Untuk mengikat pemahaman yang sudah kita miliki dengan cara menuangkan dalam bentuk tulisan. Menulis bisa kita lakukan di mana saja. Bisa menulis di akun media sosial, bisa menulis di laptop, atau menulis di buku harian kita. 

Dalam menulis tidak harus terkungkung dengan persepsi harus sesuai dengan kaidah penulisan, harus tersistematis, harus sempurna dan persepsi lainnya yang justru membuat kita tidak akan menulis. Menulis saja seperti kita menulis balasan WA teman kita, atau balasan email. Setelah kita terbiasa menulis baru kemudian akan kita naikkan levelnya dengan standar penulisan yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. 

Semoga dengan lima hal ini, budaya literasi bagi pendidik dapat tumbuh dan terus berkembang. Didasarkan pada dorongan nilai spiritual menjadikan pendidik akan terus menghasilkan tulisan yang mampu menginspirasi pembaca menjadi pribadi yang semakin baik, yang akan memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan ini sesuai dengan ketentuan Sang pencipta alam semesta.

Oleh: Rudi Harianto
Praktisi Pendidikan 

Jumat, 08 Desember 2023

Giat literasi, Tak Lagi Menjadi Visi


Tinta Media - Pemkab Bandung melaksanakan Jambore Literasi Tingkat Kabupaten Bandung yang bertempat di Awana Resort Kecamatan Rancabali Rabu, 22 November 2023. Jambore Literasi itu dihadiri oleh 1200 peserta mulai dari siswa SD dan SMP yang berdomisili di Lingkungan Dinas Kabupaten Bandung. Dalam kesempatan itu, Bunda Literasi Kabupaten Bandung Hj. Emma Dety Dadang Supriatna menyatakan bahwa “Gerakan literasi Pemkab Bandung ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan budaya literasi pada ekosistem Pendidikan dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat  guna untuk meningkatkan sumber daya manusia menuju generasi emas Indonesia 2045”. 

Dety juga menambahkan bahwa salah satu faktor keberhasilan pembangunan fisik maupun non fisik adalah Sumber Daya Manusia (SDM), Upaya pembinaan terhadap kualitas SDM pun telah diupayakan salah satunya melalui jalur Pendidikan. Deti menyoroti bahwa hal mendasar dalam penyelenggaraan Pendidikan baik itu formal maupun non formal adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung). Kemampuan calistung inilah yang merupakan keterampilan yang harus dipupuk dan di bina sehingga nantinya dapat berkembang menjadi sebuah kebudayaan di tengah masyarakat. (pasjabar.com 23 November 2023)

Tingkat literasi Indonesia memang terhitung rendah, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2019 Indonesia berada di ranking 62 atau di posisi 10 negara terbawah dengan tingkat literasi rendah.

 Dalam kehidupan yang bernaung di bawah sistem kapitalisme, buku masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder bahkan tersier yang dipandang “mewah” bagi sebagian masyarakat. Harga buku yang terasa relatif mahal apalagi bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah menjadikan masyarakat lebih memilih membelanjakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok yang lebih urgen dan menyisihkan uang untuk memenuhi keperluan penting lainnya dibanding untuk membeli buku. 

Apalagi di era digitalisasi hari ini informasi sangat mudah didapat, masyarakat termasuk para pelajar lebih suka menggunakan mesin pencarian seperti Google, Youtube dan lainnya dalam gawai mereka dibanding harus membuka buku untuk mencari informasi ataupun dalam membantu pembelajaran karena dipandang lebih praktis, lebih menarik, dan tidak monoton. 

Mayoritas masyarakat masih menganggap aktivitas membaca buku sebagai aktivitas menghabiskan waktu (to kill time) bukan aktivitas mengisi waktu (to full time) sehingga mereka belum menjadikan aktivitas membaca sebagai “habit” melainkan hanya “iseng- iseng” saja. 

Minimnya minat baca masyarakat terutama pelajar juga tidak bisa dipisahkan dengan sarana dan prasarana pendidikan di negeri ini yang keadaannya belum merata. Infrastruktur yang tersedia di lapangan belum mencukupi dan masih kurang untuk mendukung kegiatan literasi masyarakat.

 Terbatasnya sarana dan prasarana literasi seperti ketersediaan perpustakaan yang belum sesuai standar dan memiliki buku yang kurang bervariasi menjadikan minat membaca para pelajar dan masyarakat masih kurang. Walaupun keberadaan sarana dan prasarana literasi ini adalah komponen penting yang mendukung dalam proses pembelajaran siswa, namun sayangnya masih banyak sekolah di Indonesia yang belum mempunyai sarana dan prasarana literasi yang mendukung dan lengkap.

Keadaan ini adalah dampak dari sistem kapitalisme yang tegak hari ini, dalam sistem ini paradigma kehidupan bertumpu pada keuntungan materi sebanyak mungkin. Hal ini jelas berpengaruh pada periayahan negara yang menjadi lebih memprioritaskan sesuatu yang bersifat menguntungkan. Ketika melihat pangsa pasar dan minat masyarakat lebih condong pada hiburan, negara pun mengikuti minat konsumen untuk lebih memprioritaskan fasilitas hiburan dibanding menyediakan fasilitas Pendidikan. 

Apalagi keadaan ini diperparah dengan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadikan negara tidak punya biaya yang mumpuni untuk membangun sarana pendidikan berkualitas seperti perpustakaan- perpustakaan yang lengkap sebagai sarana penunjang pendidikan. Apalagi untuk daerah pelosok, warga daerah harus pergi ke pusat kota untuk dapat menikmati fasilitas perpustakaan yang nyaman dan lengkap.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa kewajiban menuntut ilmu itu waktunya dari semenjak buaian ibu (bayi) hingga ke liang lahat (meninggal dunia). Dari sabda rasul ini kaum muslim akan mengetahui betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan, baik dalam beribadah, melakukan aktivitas amal sholeh dan dalam melakukan kegiatan keseharian. Maka dari itu negara dalam Islam menjadikan pendidikan sebagai wasilah dalam meraih ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan asasi warga negara Islam yang harus dipenuhi dan mudah untuk diakses masyarakat. 

Negara Islam juga memandang bahwa Pendidikan ini adalah kunci dibentuknya manusia- manusia yang bisa beribadah kepada Allah dengan benar dan manusia- manusia yang bisa memakmurkan bumi ciptaan-Nya dengan konsep inilah negara menyelenggarakan setiap kebijakan dalam Pendidikan. 

Apapun kebijakan yang ditempuh negara menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dan mengimplementasikan setiap kebijakan secara totalitas. Termasuk dalam menyediakan sarana Pendidikan seperti perpustakaan, apalagi perpustakaan adalah tempat tersimpannya buku- buku sebagai sumber ilmu. Hal ini menjadikan negara Islam menaruh perhatian besar terhadap perpustakaan. Perpustakaan dapat dengan mudah ditemukan di tempat umum seperti Istana Khalifah, sekolah- sekolah, rumah belajar membaca dan tulis, universitas- universitas, pusat ibu kota pemerintahan bahkan hingga ke kota- kota di daerah terpencil dengan koleksi perbendaharaan buku yang lengkap. 

Di masa negara Islam, perpustakaan dibuat menjadi tempat senyaman mungkin dan menyenangkan untuk belajar. Tak hanya itu, bagi siapa saja yang ingin menghabiskan waktu  untuk belajar, membaca dan menelaah buku- buku disediakan fasilitas penginapan, pemberian makanan dan minum, bahkan diberikan gaji oleh negara. Beberapa perpustakaan yang lengkap di masa Islam salah satunya adalah perpustakaan madrasah Al Fadiliyah yang mempunyai koleksi hingga 100.000 buku, padahal masa itu belum ada mesin percetakan.

 Perpustakaan lainnya yang terkenal adalah Khizanatul al Hakam ats Tsani dengan koleksi 400.000 kitab 
Dengan masyarakat yang berkepribadian Islam sebagai output dari Pendidikan Islam, menjadikan masyarakat gemar menuntut ilmu dan menghabiskan waktu mereka untuk menggali ilmu pengetahuan serta menulis banyak kitab, sebut saja diantaranya Al kindi yang menulis hampir 300 buku tentang masalah kedokteran, filsafat dan musik. Musa Al Khawarizmi matematikawan termahsyur dan penemu aljabar menulis kitab Al- Jabr wa’al- Muqabilah yang terkenal. Para ilmuan muslim mendedikasikan diri dan ilmu pengetahuan mereka semata untuk kemuliaan Islam dan umatnya. Dengan begitu cahaya ilmu pengetahuan akan dapat dirasakan dan menerangi peradaban gemilang.


Wallahu ‘alam bishawab.

Oleh : Selly Nur Amelia
Aktivis Muslimah

Jumat, 17 November 2023

Islam Mendorong Budaya Literasi



Tinta Media - Rapat di SMPN 1 Ciparay, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung telah dilaksanakan Jumat, 27 Oktober 2023. Rapat tersebut dihadiri oleh Teguh Purwayadi sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Bandung, bersama Kabid Pelayanan Perpustakaan, Firman Nugraha membahas terkait visi mereka untuk meningkatkan minat baca dan peran perpustakaan di wilayah mereka.

Menurut Teguh Purwayadi, di antara hasil rapat tersebut,  Dispusip akan menambah fasilitas perpustakaan,  misalnya membuat kafetaria di salah satu perpustakaan Bandung sebagai upaya untuk membuat masyarakat tertarik membaca buku.

Jika kita lihat fakta hari ini, mayoritas masyarakat Indonesia dikategorikan sangat minim literasi dan banyak pula di antaranya yang mengaku tidak minat untuk membaca buku. Bahkan UNESCO menyatakan minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, yakni hanya 0,001%, artinya, dari seribu orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Miris!

Menurutnya, selain disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan, dilansir dari web Kominfo, media lembaga riset digital marketing Emarketer, memperkirakan bahwa  besarnya jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia pada 2018, yaitu lebih dari 100 juta orang, juga menjadi penyebabnya. Indonesia menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. 

Perkembangan teknologi dengan hadirnya smartphone, membuat masyarakat semakin teralihkan dari budaya membaca. Kalau pun berminat untuk membaca buku, maka masyarakat kebanyakan saat ini lebih tertarik untuk membaca buku via online dibandingkan buku fisiknya secara langsung. Itu pun banyak dari mereka yang lebih tertarik untuk membaca buku-buku selain ilmu pengetahuan, semisal novel atau buku-buku fiksi lainnya,  untuk sekadar memenuhi imajinasinya, atau sekadar hiburan di tengah aktivitas dalam menjalani rutinitas hidup. Inilah gaya hidup hedonis, yang mempengaruhi orientasi manusia dalam mengonsumsi bacaan, sekadar untuk kesenangan semata. 

Gaya hidup hedonis ini telah mengakar dalam diri masyarakat, sehingga menjadi standar dalam mencapai kebahagiaan hidup, yaitu semata teraihnya kesenangan hidup semata. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini dan juga di negeri-negeri lain. Hanya sekedar untuk memuaskan kebutuhan jasmani atau mencapai keinginan sebanyak-banyaknya, dengan cara bebas sesuai dengan yang dikehendakinya dan cenderung lebih menuruti hawa nafsu. Perilaku apatis menjangkiti jiwa-jiwa kapitalis. Mereka menginginkan pencapaian tapi tidak berusaha dengan maksimal alias ingin mendapatkannya secara instan. Seperti keinginan untuk menjadi orang yang sukses, tetapi  malas untuk membaca buku ilmu pengetahuan. 

Akar masalah masyarakat sebetulnya bukan sekadar pada fasilitas yang disediakan, namun terdapat pada diri individu masyarakat yang belum sadar akan pentingnya literasi. Hanya segelintir orang yang mau menyadari serta menerapkan budaya literasi. Ditambah dengan tidak adanya suport system (sistem yang mendukung), baik di tengah keluarga, masyarakat atau bahkan negara, semakin menjauhkan budaya literasi ini dari diri individu.

Meski sistem pendidikan sudah mendorong masyarakat dalam menumbuhkan kecintaan terhadap membaca, namun jika masyarakat belum memiliki kesadaran diri akan pentingnya membaca buku maka hal itu tidak mengubah sama sekali keadaan masyarakat. Maka solusi bagi masalah ini bukanlah sekedar meningkatkan fasilitas perpustakaan di setiap daerah, namun masyarakat perlu dibimbing agar tumbuh rasa butuh terhadap literasi atau membaca buku.

Berbeda halnya jika di dalam Islam, yang menjadikan aktivitas mencari ilmu sebagai suatu hal yang penting, bahkan wajib untuk dilakukan, terutama dalam mencari ilmu dan tsaqofah Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

" Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim " (HR. Ibnu Majah dari Anas ra.)

Dorongannya karena semata-mata keimanan yang mengharuskan mereka mencari ilmu, karena ilmu sebagai pegangan dalam menjalankan ibadah (ketaatan) kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya:

Masyarakat dalam islam akan sadar dengan sendirinya akan kebutuhannya terhadap ilmu dan keutamaan orang yang berilmu disisi Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Mujadilah ayat 11:

" ...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." 
(TQS. Al-Mujadilah;11)

Pujian Allah terhadap orang yang beriman dan berilmu, menunjukkan kemuliaan orang yang berilmu di sisi Allah SWT. Masyarakat dalam Islam akan memiliki kesadaran akan kebutuhannya terhadap ilmu dan keutamaan orang yang berilmu disisi Allah.

Dorongan iman dan takwa lah menjadikan manusia memahami pentingnya menuntut ilmu. Sedangkan menuntut ilmu tidak akan terlepas dari membaca buku.  
Islam mendorong umatnya untuk menjadi orang yang berilmu. Di samping karena kewajiban, Islam pun telah memberi arahan kepada umatnya untuk menjadikan ilmu sebagai tumpuan dalam beramal. Orang yang beramal tanpa ilmu maka dia dikatakan sebagai orang yang sesat (bid'ah) serta amalnya tidak akan diterima oleh Allah karena menjalankan ibadah tidak sesuai syariat yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Maka Islam dalam wujud institusi negara akan berupaya secara maksimal agar masyarakat menjadi orang yang taat dan juga cerdas oleh banyaknya ilmu yang dikuasai.

Sistem Islam meniscayakan kesejahteraan dalam kehidupan. Khilafah akan menyediakan berbagai fasilitas umum secara maksimal. Dibarengi dengan bimbingan kepada masyarakat akan kesadaran untuk memiliki ilmu. Teknologi dalam negara Islam pun akan diatur untuk menunjang pendidikan bagi masyarakat. Khilafah akan memanfaatkan teknologi sebagai sarana masyarakat untuk belajar. Konten maupun tayangan yang disuguhkan kepada masyarakat adalah konten-konten dan tayangan yang berisi ilmu pengetahuan, yang dengan itu masyarakat akan tetap mendapat asupan ilmu-ilmu meskipun melalui smartphone ataupun televisi. 

Di sisi lain, negara akan menjaga masyarakat dari tayangan atau konten yang merusak. Tidak membiarkan konten pornografi, atau kriminalitas seperti hari ini berseliweran di sosial media masyarakat. Negara pun serta merta memotivasi masyarakatnya untuk menjadi hamba yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain.
Hal itu membuat mereka berlomba-lomba untuk menjadi orang yang berilmu, salah satunya dengan cara banyak membaca buku bahkan banyak menulis buku.

Oleh : Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 20 Agustus 2022

Ratu Erma: Literasi Sejarah Umat Hilang Akibat Reformasi Pendidikan Turki

Tinta Media - Reformasi sistem pendidikan menuju Turki Modern yang disebut dengan Undang-Undang Penyatuan menggantikan sistem pendidikan khilafah, dinilai oleh Tokoh Muslimah Ustazah Ratu Erma mengakibatkan hilangnya kemampuan umat Islam dalam literasi sejarah.
 
“Hanya dalam beberapa malam saja kemampuan umat Islam dalam literasi sejarahnya hilang begitu saja,” ungkapnya dalam MMC Explore: Sekularisasi Pendidikan Turki Modern Merusak Generasi Muslim, melalui kanal Youtube Muslimah Media Center, Jumat (19/8/2022).
 
Pasalnya, menurut Ratu, Undang-Undang Penyatuan yang diadopsi, memutuskan untuk menutup operasional madrasah yang dikelola oleh para syaikhul Islam.
 
“Menyusul aturan lebih rinci menetapkan dihapusnya pelajaran  tarikh, sejarah tarikh, hadis dan sejarah hadis, kemudian juga fikih serta  hal-hal lain yang terkait dengan teologi Islam. Akhirnya  pendidikan antara laki-laki dan perempuan menjadi bercampur baur,” paparnya.
 
Pasal-Pasal Sekuler
 
Ratu Erma lalu menyampaikan pasal-pasal yang mengatur pendidikan sekuler di Turki. “Pasal 2 dari undang-undang penyatuan tersebut menuliskan bahwa agama negara Turki adalah Islam.Tetapi pada tanggal 10 april 1928 aturan ini telah dihapus dan kemudian diikuti dengan penghapusan huruf Arab serta mengadaptasi abjad yang lain,” urainya.

Di pasal 11, ucap Ratu, mewujudkan dan mempertahankan sebuah masyarakat yang kuat dan stabil bebas dan demokratis.
 
“Pasal 12,  sekularisme adalah dasar dalam Pendidikan Nasional Turki. Pasal 13, pendidikan adalah bersifat akademis atau ilmiah. Dan pada pasal 15 dinyatakan bahwa pendidikan bersama  anak perempuan dan laki-laki dalam satu kelas adalah hal yang paling mendasar di sekolah,” bebernya.
 
Diubah
 
Ratu menyesalkan apa yang sudah berjalan pada kekhilafahan Usmani sebelumnya yakni pendidikan Islam sesuai dengan syariah, kemudian pengaturan murid laki-laki dan dan perempuan yang sangat terjaga, seketika itu diubah.

“Akibatnya  generasi Turki terputus dari masa lalu Islam. Mereka dibentuk berdasarkan kepribadian barat. Islam hanya sebagai identitas yang tercatat dalam kartu identitas penduduk saja,” sedihnya.
 
Ratu Erma menilai, Islam diperlakukan sebagai disiplin akademis dan kemudian direduksi hanya dalam unsur sejarah dan catatan semata.
 
“Pelajaran sejarah Islam yang disajikan terhadap murid-murid juga penuh dengan fitnah, sehingga melepaskan pemuda dari sejarah mereka dan warisan-warisan yang sangat berharga yang sebelumnya  umat Islam ini mencapai kejayaan,” ulasnya.
 
Menurutnya, filsafat hanya sekedar mengajarkan opini sesat dan doktrin doktrin saja. Demikian juga psikologi, sosiologi yang diajarkan juga sebagaimana yang dipahami di barat.
 
“Akibatnya para pemuda Turki khususnya sebagai pemuda pewaris kebaikan Islam ini terjebak dalam dua cara hidup yaitu mereka kehilangan kelayakan hidup di dunia dan juga kelayakan di akhirat,” sesalnya.
 
Akhirnya, lanjut Ratu, terbentuk generasi sekuler yang tidak bangga  dengan Islam bahkan menganggap Islam itu sebagai kuno dan tradisional.
 
“Banyak di antara mereka yang untuk shalat saja tidak menutup aurat dengan sempurna, tidak bisa membaca Al-Qur'an dengan baik,  bahkan kalau kita melihat satu survei  generasi muda Turki ini terlibat narkoba,  perdagangan seks anak-anak sekolah, dan lain-lain,” ungkapnya.
 
Ratu akhirnya menyimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan sekuler adalah  membuat keterpecahan pribadi muslim, menjauhkan mereka dari agamanya agar mereka tidak melihat kebaikan Islam, sehingga mereka tidak ingin memperjuangkan agamanya.
 
“Dengan sangat menyesal saya menyampaikan hal ini, tapi ini menjadi bahan renungan bahwa hancurnya umat Islam hancurnya generasi ke depan karena sekularisasi termasuk dalam pendidikan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab