Tinta Media: Liberalisasi
Tampilkan postingan dengan label Liberalisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Liberalisasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Agustus 2024

Legalisasi Aborsi Wujudkan Liberalisasi Pergaulan



Tinta Media - Praktik aborsi kini menjadi hal yang lumrah dilakukan. Pasalnya, Presiden Joko Widodo baru saja melegalkan PP Kesehatan terbaru, yakni berupa pelegalan tindakan aborsi untuk korban pemerkosaan. 

KH Muhammad Cholil Nafis, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tentang aborsi. Aturan tersebut menyatakan bahwa menggugurkan kandungan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. 

Sebagai contoh, dibolehkan melakukan aborsi jika dokter mengatakan bahwa kandungan dapat menyebabkan kematian sang ibu atau jika anak dalam kandungan tidak hidup. Kemudian, jika perempuan menjadi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual, mereka juga dapat melakukan aborsi. (rri.co.id, 02/08/2024)

Akibat Buruk Sistem Kehidupan

Sungguh pilu membayangkan janin-janin tidak berdosa harus meregang nyawa dan membayangkan sakit yang dirasakan para janin. Alat vakum yang menyakitkan digunakan untuk mengeluarkan raga mungil, kemudian dibuang ke saluran pembuangan. Ini sungguh menyayat hati nurani dan perasaan. 

Meningkatnya jumlah kasus aborsi menunjukkan kualitas sistem kehidupan modern yang buruk. Muda-mudi dapat berduaan secara terbuka tanpa ada yang menegur.

Mereka berperilaku seperti pasangan suami istri hingga terjadi kehamilan yang tidak terduga. Jika itu terjadi, hanya ada dua kemungkinan, yaitu mengaborsinya atau mempertahankannya. 

Saat ini, sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan sangat liberal. Pornoaksi dan pornografi tersedia di mana-mana. Aurat bebas diperlihatkan tanpa batas. Media penuh dengan dorongan syahwat. Zina pun terus meningkat.

Dakwah amar makruf nahi mungkar, di sisi lain, malah diabaikan. Ajakan untuk menerapkan Islam kafah dianggap melanggar hukum. Seruan untuk melindungi generasi melalui Khilafah dipandang sebagai bahaya. Akhirnya, pergaulan menjadi tidak terkendali. 

Selain itu, kontrol atas masyarakat telah hilang sebagai akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang telah menjadikan manusia bersifat individualis.

Akhirnya, sistem pergaulan liberal yang bebas tanpa batas menyebabkan banyaknya kematian pada janin. Janin manusia seolah-olah tidak berharga dengan adanya praktik aborsi. Tidak hanya itu, kasus pembuangan bayi di jalan, tempat sampah, dan sungai sering diberitakan di media. Mereka dibuang begitu saja hingga terluka, bahkan sampai mati. 

Meningkatnya jumlah aborsi dan pembuangan bayi menunjukkan bahwa sistem liberal tidak mampu melindungi nyawa manusia. Padahal, nyawa manusia sangatlah berharga. 

Islam memandang hilangnya satu nyawa manusia merupakan urusan yang sangat berat timbangannya. Sebagaimana hadis riwayat Nasai 3987, Turmudzi 1455, Rasulullah saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”

Setiap masyarakat, khususnya perempuan harus memahami dampak dan risiko dari praktik aborsi. Pasalnya, praktik aborsi memiliki dampak dan risiko yang berbahaya. Risiko dari praktik ini, antara lain, infeksi pada rahim, saluran tuba serta panggul, mengalami kerusakan rahim, syok sepsis, bahkan sampai pendaharan hebat hingga kehilangan nyawa. Alhasil, pelegalan praktik aborsi hanya akan menambah masalah baru bagi perempuan.

Solusi dalam Islam

Dalam Islam, hukum-hukum syariat dan keterkaitannya merupakan standar bagi seluruh perbuatan manusia yang menjadi kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Negara dalam Islam pun bertanggung jawab penuh atas keamanan dan kesejahteraan rakyatnya serta negara harus menerapkan syariat dalam sistem pemerintahannya. Selain itu, negara menjaga kesejahteraan dan keselamatan perempuan, termasuk yang hamil akibat pemerkosaan.

Dalam hal aborsi, para ulama setuju bahwa hukumnya haram jika dilakukan setelah roh ditiupkan selama 120 hari. Mereka yang melakukan aborsi akan dikenakan diat. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah orang yang melakukan aborsi harus membayar kafarat atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa selain membayar diat, mereka juga harus membebaskan budak atau berpuasa selama dua bulan. Kemudian, aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dalam situasi darurat yang membahayakan ibu hamil.

Dengan demikian, negara yang menerapkan sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan aturan pergaulan islami untuk mencegah aborsi. Laki-laki dan perempuan hidup terpisah, dan mereka hanya bertemu jika ada hajat syar'i. Zina, khalwat, dan ikhtilat tidak akan dilegalkan oleh negara. Semua orang wajib menutup aurat. Selain itu, laki-laki dan perempuan diminta untuk menundukkan pandangan. 

Polisi siber akan secara ketat mengawasi media sosial dan media massa untuk mencegah konten yang bertentangan dengan Islam. Pornografi dan tindakan porno juga dilarang, dan pelaku dan pengedarnya akan dihukum. Setiap individu akan terlindungi dari perbuatan buruk, seperti pelecehan dan kejahatan, berkat ketakwaan individu (selalu terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan), kontrol masyarakat (amar makruf nahi mungkar) serta adanya peran negara dalam menjalankan sanksi. 

Negara memiliki otoritas untuk memberikan sanksi yang tegas kepada individu yang melakukan pelanggaran, karena negara bertanggung jawab untuk menerapkan hukum Islam. Untuk mendorong ketaatan kepada hukum Islam, Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan yang didasarkan pada akidah Islam. Maka dari itu, jika sistem Islam diterapkan dalam negara, praktik aborsi tidak akan pernah menjadi bumerang bagi kehidupan masyarakat.



Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd 
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)


Minggu, 18 Agustus 2024

Legalisasi Aborsi, Rusaknya Dampak Liberalisasi

Tinta Media - Kebijakan terkait kebolehan aborsi bagi para korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual, menuai polemik. Kebijakan tersebut telah diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 terkait Kesehatan (tirto.id, 30/7/2024). Kutipan pasal tersebut menyebutkan bahwa aborsi adalah perbuatan terlarang, namun ada beberapa pengecualian, yakni bagi seseorang yang terindikasi darurat secara medis,  atau terhadap korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual lainnya.

Kehamilan akibat tindakan perkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual harus mampu dibuktikan melalui surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam (mediaindonesia.com, 1/8/2024). Cholil juga menjelaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, serta usia kehamilan sebelum 40 hari atau saat sebelum peniupan ruh.  Ketentuan aborsi akibat tindakan perkosaan harus ada batasan usia, yaitu sebelum ditiupkan ruh. Demikian lanjutnya.

Refleksi Buruknya Sistem

Kebolehan aborsi dianggap sebagai solusi atas kasus pidana pemerkosaan yang kian marak. Padahal sebetulnya, tindakan aborsi hanya akan menambah beban korban, karena proses aborsi tetap berisiko terhadap nyawa. Pelaksanaan aborsi mestinya disandarkan pada alasan kuat yang diatur oleh aturan yang jelas dan tegas. Tidak hanya asal dilakukan terhadap korban pemerkosaan.

Banyaknya kasus pidana aborsi di negeri ini menunjukkan betapa rendahnya tingkat keamanan hidup perempuan. Perempuan selalu dijadikan sasaran dan korban kejahatan. Meskipun beragam regulasi terkait perlindungan perempuan telah banyak ditetapkan, namun keberadaannya sama sekali tidak mampu menjadi perisai pelindung bagi nasib perempuan. Faktanya, kekerasan terhadap perempuan kian marak dan tidak terkendali.

Inilah potret sistem kapitalisme liberalistik. Sistem rusak ini telah gagal mewujudkan perlindungan pada nasib perempuan. Perempuan terus didera derita tanpa henti. Sementara, negara yang mestinya melindungi justru abai menjaga. Sistem kapitalisme tidak akan pernah mampu mewujudkan perlindungan perempuan. Karena sistem inilah yang menjadi biang kerok terjadinya pemerkosaan dan tindak asusila lainnya.

Sistem kapitalisme menjadikan cara pandang masyarakat hanya berkutat pada kepuasan jasmaniyah, termasuk kepuasan seksual yang dianggap harus dipuaskan dan dicurahkan agar mampu tercipta keseimbangan. Konsep ini jelas-jelas sebagai konsep keliru yang merusak dan menjadikan perempuan sebagai barang murahan. Paradigma yang dimiliki sistem ini telah membentuk pemikiran masyarakat yang serba bebas tanpa batas, alias liberalisme. Sistem rusak ini telah mengabaikan peran nilai dan norma agama dalam membentuk dan menjaga perilaku dan pola pikir manusia. Wajar saja, masyarakat begitu mudah melakukan kejahatan dan kemaksiatan.

Fakta ini pun kian parah keadaannya, saat sistem hukum yang ada sangat lemah, tidak mampu tegas mengendalikan berbagai tindakan kejahatan dan kriminalitas. Hukuman yang ada pun jauh dari efek jera. Sehingga kejahatan makin merajalela dan mengancam masyarakat. Penerapan kebijakan legalisasi aborsi sama saja dengan melegalkan kejahatan.

Sungguh ironi. Negara yang mestinya melindungi, justru telah membuka jurang kerusakan bagi seluruh rakyatnya. Tidak bisa dipungkiri, dengan kebijakan legalitas aborsi, kejahatan bukannya terkendali, justru malah difasilitasi.

Islam dan Perlindungan Perempuan

Sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu memuliakan perempuan. Sistem shahih ini telah terbukti memberikan jaminan keamanan atas perempuan secara utuh dan menyeluruh.

Rasulullah SAW. bersabda,

"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya"

(HR. Al Bukhori)

Negara sebagai institusi pelindung, mampu secara sempurna menetapkan mekanisme dan strategi penjagaan bagi seluruh rakyat, termasuk perempuan. Inilah institusi khilafah. Satu-satunya wadah yang menerapkan syariat Islam yang kaffah.

Khilafah menetapkan berbagai strategi khas terkait penjagaan dan perlindungan kemuliaan umat.

Pertama, menetapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan ini mampu membentuk kepribadian Islam yang niscaya menjaga pola pikir dan pola sikap agar senantiasa menjadikan syariat Islam sebagai tuntunan utama. Dengan konsep ini, kejahatan dan kriminalitas termasuk perkosaan mampu dieliminasi secara efektif.

Kedua, sistem Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur pola interaksi laki-laki dan perempuan. Dengan strategi ini, konsep syariat mampu ditaati secara sempurna, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ghadul bashar bagi laki-laki dan menutup aurat bagi perempuan. Khilafah pun mampu menetapkan regulasi yang melarang segala bentuk tontonan, konten atau semacamnya yang dapat merangsang syahwat. Secara umum, kejahatan seksual berasal dari rangsangan luar. Sehingga ketegasan regulasi terkait hal ini bersifat urgent (darurat).

Ketiga, Islam memiliki kontrol sosial yang ampuh menjaga. Saling menasihati dalam kebaikan sebagai bentuk ketundukan pada syariat Islam.

Keempat, khilafah menetapkan penjaminan terhadap keamanan seluruh umat, termasuk perempuan melalui mekanisme sistem sanksi yang bersifat jawabir (paksaan/hukuman) dan zawajir (pencegahan). Dengan strategi tersebut, setiap sanksi akan melahirkan efek jera bagi pelaku dan tidak akan terulang lagi di tengah umat.

Betapa sempurna perlindungan dan jaminan keamanan perempuan dalam dekapan sistem Islam. Hanya dengannya, umat terjaga dan mulia.

Wallahu a'lam bisshoowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Jumat, 05 Januari 2024

Rakyat Menangis di Tengah Liberalisasi Sumber Daya Alam


Tinta Media - Warga sekitar kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung mengalami gangguan kesehatan akibat debu batu bara stockpile di daerah tersebut. Mereka merasakan sesak napas dan matanya perih saat berada di luar rumah. 

Saat angin kencang berembus, apalagi di musim panas, debu dari tumpukan batu bara beterbangan dan mau tak mau pasti terhirup oleh warga. Debunya selalu mengotori sekitar rumah warga, hingga masuk ke dalam rumah. Mirisnya, hingga saat ini, belum ada solusi. Dari 2.000 kepala keluarga di Kelurahan Wailunik, terdapat 5 TR yang terdampak dari debu stockpile atau batubara tersebut. (REPUBLIKA.CO.ID, Sabtu, 23/12/2023) 

Warga Waylunik juga mempertanyakan kepada Pemkot Bandar Lampung, mengapa pihaknya belum mengeluarkan sanksi atau tindakan kepada perusahaan stockpile yang mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat sekitar. Padahal, semua itu sudah berlangsung kurang lebih lima bulan terakhir. 

Terkait debu beterbangan yang mengganggu kesehatan warga sekitar, Direktur PT Sentral Mitra Energi, William Budiono, selaku perusahaan stockpile batu bara di kawasan Waylunik belum bisa dikonfirmasi hingga saat ini. 

Fakta di atas menunjukkan bahwa rakyat tidak pernah mendapatkan haknya sebagai warga negara yang harus diayomi dan dilindungi, serta dicukupi kebutuhannya. Padahal, kesehatan adalah hak setiap individu secara keseluruhan. Semua adalah tanggung jawab negara dalam mengurus urusan rakyat. Namun, pada faktanya rakyat selalu terpinggirkan dan menderita. 

Kenapa bisa terjadi hal demikian? Semua berawal dari aturan dan sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu kapitalisme sekuler. Sistem rusak yang diadopsi ini berdampak pada penderitaan yang dirasakan oleh rakyat. 

Kapitalisasi dan liberalisasi mengakibatkan para oligarki bebas mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia. Dalam kapitalisme sekuler, pihak asing atau segelintir orang (oligarki) akan menguasai dan mengeruk kekayaan alam tanpa memikirkan penderitaan orang lain. Bagi mereka, yang penting bisa untung besar dan dapat legalitas dari negara melalui kebijakan atau undang-undang yang dibuat oleh negara. 

Di sistem kapitalisme, posisi negara hanya sebagai regulator saja. Begitulah watak dari sistem demokrasi sebenarnya. Walaupun sudah terjadi kesepakatan dengan lurah atau perangkat desa setempat, bahwa selama perusahaan beroperasi jangan sampai merugikan warga sekitar, toh semua itu hanya sebuah kesepakatan belaka, nihil dalam pelaksanaan. 

Begitulah kalau pengelolaan tambang seperti batu bara diserahkan kepada asing. Yang terjadi adalah berbagai kerusakan dan kerugian yang dirasakan oleh rakyat yang terdampak dari perusahaan tersebut. 

Semua berawal dari sistem yang salah, sehingga solusinya harus dengan sistem juga, tidak bisa hanya dengan solusi yang pragmatis seperti yang ditawarkan saat ini. Karena itu, harus ada sistem sahih yang sudah pasti mampu memberi solusi yang hakiki, yaitu Islam. 

Islam secara rinci mengatur semua aspek kehidupan, mulai dari urusan bangun tidur hingga bangun negara. Terkait pengelolaan barang tambang pun ada aturannya. Dalam Islam, sumber daya alam yang ada, seperti air, api, dan rumput adalah milik umum, tidak boleh dikuasai oleh pihak swasta atau individu. 

Barang tambang termasuk harta kepemilikan umum, sehingga pengelolaannya dilakukan oleh negara, lalu hasilnya diserahkan kembali kepada rakyat dalam bentuk berbagai layanan, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.  

Itulah tugas dari seorang khalifah atau pemimpin dalam Islam. Pemimpin dalam Islam adalah orang terpilih yang selalu tunduk dan takut kepada Allah SWT, sehingga dalam kepemimpinannya, ia akan betul-betul mengabdikan diri untuk mengurusi urusan rakyat dengan baik sesuai syariat Islam. 

Begitu juga dengan para aparat negaranya, mereka adalah orang yang bertakwa, serta takut akan perbuatan dosa, seperti korupsi dan berbagai penyimpangan yang akan merugikan rakyat. Keimanannya terjaga karena terkondisikan dengan semua aturan yang berasal dari Sang Khalik, yaitu syariat Islam. 

Jadi, solusi untuk semua permasalahan tersebut hanya ada satu, yaitu penerapan Islam secara kaffah di setiap aspek kehidupan. Itulah solusi hakiki dari problematika kehidupan, sehingga rakyat akan merasakan keadilan dan mendapatkan haknya. Kesejahteraan akan terwujud nyata dan dirasakan oleh semua mahluk Allah Swt. seluruhnya. 

Wallahu a'lam bishawab.
.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 28 Oktober 2023

Liberalisasi Sumber Daya Alam

Tinta Media - Peletakan batu pertama pembangunan Kampung Sunda dilakukan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna, di Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kamis (12/10/2022). Bupati Bandung mengatakan bahwa keberadaan Kampung Sunda harus mampu menjadi filter dalam menjaga nilai kearifan lokal dan kebiasaan yang telah tumbuh, hidup dan berkembang di masyarakat Sunda tetap lestari dan tidak hilang. 

Menurut Bupati Bandung, mewujudkan Kabupaten Bandung yang semakin bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera adalah dengan  memberdayakan masyarakat, karena nilai, tradisi, adat istiadat, budaya yang tumbuh pada suatu masyarakat pada dasarnya juga menjadi asset atau modal yang penting. 

Penetapan program prioritas, salah satunya melalui pemberlakuan muatan lokal pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda di tingkat SD dan SMP, se-Kabupaten Bandung. Beliau mengharapkan bahwa langkah tersebut diikuti oleh seluruh komponen pembangunan masyarakat Kabupaten Bandung, bagaimana bisa bersatu dan bersinergi dalam menjaga dan melestarikan budaya serta kearifan lokal agar memberikan kontribusi positif terhadap upaya pencapaian kesejahteraan yang dilakukan melalui berbagai aktivitas pembangunan. 

Rencananya, Bupati membuat Desa Laksana sebagai Desa Wisata untuk menarik para wisatawan. Menurutnya, Desa Laksana, Kecamatan Ibun akan meningkatkan perekonomian di Kabupaten Bandung.

Pemerintah Kabupaten Bandung mendorong pariwisata secara jor-joran, hanya untuk meraup keuntungan semata. Potensi pariwisata memang dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pemasukan utama APBN/APBD selain pajak. Tentunya, yang paling diuntungkan adalah pemilik modal yaitu asing. 

Sungguh ironi memang, pemerintah tidak memikirkan dampak negatif yang akan terjadi ke depannya, yaitu liberalisasi di segala  bidang. Kucuran dana untuk pariwisata jelas mery kebijakan yang alpa, karena pada saat yang sama, banyak kebijakan lain yang menghalalkan asing, aseng, juga jejaring swasta oligarki untuk meliberalisasi Sumber Daya Alam Indonesia.

Sungguh, sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negri ini telah memuluskan jalan bagi kaum korporat untuk merampok SDA tanpa menyisakan sedikit pun bagi ratusan juta rakyat yang membutuhkannya. 

Sistem ekonomi kapitalisme  membebaskan manusia untuk memperoleh kekayaan, serta mengelola dengan cara sesukanya. Inilah yang menimbulkan gejolak dan kekacauan, serta mengakibatkan kerusakan dan keburukan. 

Alih-alih pemerintah ingin melestarikan kearipan lokal dan memperbaiki pendapatan anak daerah, tetapi pada faktanya, masyarakat hanya menjadi objek saja. Tentunya akan terjadi liberalisasi ekonomi dan pastinya harta yang ada di tengah masyarakat hanya akan dikuasai oleh orang-orang yang kuat, yaitu kapitalis besar. 

Pemerintah berperan sebagai makelar dan fasilitator bagi masuknya para investor asing dai memberi kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya alam indonesia atas nama investasi.

Pengelolaan ekonomi dalam sistem Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Pengelolaan ekonomi dalam Islam dilakukan oleh negara, berdasarkan pembagian jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. 

Negara melindungi kepemilikan individu dari upaya perampasan oleh pihak lain. Negara juga menjamin terlaksananya distribusi harta di kalangan individu secara adil. Negara menggunakan standar syara' untuk mengklarifikasi jenis-jenis harta kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki individu dan negara, harta milik negara pun tidak boleh bercampur dengan harta kepemilikan individu maupun umum. 

Negara memegang peranan penting untuk mengelola harta milik umum agar digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Jelas sekali bahwa di dalam perekonomian Islam, SDA tidak boleh dimiliki oleh individu tertentu. Inilah salah satu urgensi penerapan sistem Islam, agar SDA tidak dikelola oleh asing secara rakus, sementara masyarakat tidak menikmati hasilnya. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah, Sahabat Tinta Media

Selasa, 22 Agustus 2023

Liberalisasi Pergaulan Remaja

Tinta Media - Pergaulan remaja zaman dulu dengan saat ini jelas banyak berbeda. Zaman dulu, untuk mengungkapkan perasaannya, anak remaja cukup dengan membuat coretan di kertas lalu dilempar kepada seseorang yang menjadi idamannya, atau sebatas mengirim surat bertabur puisi cinta. Namun, saat ini melakukan ciuman, bahkan hubungan seksual menjadi hal biasa.

Lebih miris lagi ketika melihat temuan data dari BKKBN, hasil survei Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Dari data yang didapat, 60% remaja usia 16 sampai 17 tahun telah melakukan hubungan seksual. Usia 14 sampai 15 tahun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 20%, dan usia 19 sampai 20 tahun sebanyak 20% (www.merdeka.com).

Melihat fakta tersebut, timbul tanda tanya, apa sebenarnya penyebab usia seks remaja semakin muda? Adakah solusi yang bisa menuntaskan permasalahan seks remaja?

Cepatnya Usia Baligh Anak

Psikolog Nuzulia Ahmad Rizky Harun menyatakan bahwa kasus hubungan seksual remaja itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dampak dari seks bebas di antara para remaja. Kemudian juga disebabkan oleh faktor ekonomi, karena ingin mendapatkan uang secara instan. Ditambah lagi kurangnya pengawasan dari keluarga dan lingkungan yang apatis. Kondisi ini diperparah oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, sehingga anak tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dalam bentuk quality time. Maka, anak mencari pemenuhan kasih sayang di luar rumah (republika.co.id, Sabtu, 15/04/2023).

Senada dengan Nuzulia, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyatakan, "Semakin ke sini ternyata remaja itu berhubungan seks semakin awal, sementara usia nikah semakin mundur."  

Menurut hasto, hal itu disebabkan pola pergaulan antara lawan jenis dan pengaruh media sosial yang semakin bebas. Memang diakui, masa pubertas remaja wanita saat ini lebih cepat dari pada zaman dulu. Kalau dulu pubertas dialami pada usia 17 atau 18 tahun, pada saat ini maju pada usia 12 tahun. 

Lebih lanjut, Hasto mengajak remaja untuk memahami dampak negatif dari seks dini. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, maka ketika hamil dalam usia dini, pertumbuhannya akan terganggu akibat kalsium pada penyusun tulangnya tersedot untuk tumbuhnya janin, sehingga akan terjadi pengeroposan tulang lebih awal. persalinannya pun rawan karena panggulnya masih sempit (jogja.bkkbn.go.id, Rabu, 22/03/2023) 

Maraknya Pergaulan Bebas Remaja

Maraknya pergaulan bebas merata di mana-mana. Baik di desa maupun di kota, kebebasan pergaulan menjadi hal yang lumrah terjadi di kalangan remaja. Tidak ada lagi batas-batas syariat yang dipergunakan dalam pergaulan. Agama tidak lagi dijadikan sebagai standar dalam pergaulan. 

Asas sekulerisme telah mewarnai kehidupan, yakni asas yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai dalam masalah ibadah saja, sedangkan dalam masalah muamalah, peran agama dipinggirkan, termasuk dalam masalah pergaulan pria dan wanita.

Maka, tidak aneh ketika terjadi bencana akibat pergaulan bebas tersebut. Salah satunya adalah yang pernah terjadi di daerah Gumukmas Jember satu tahun yang lalu, yakni kasus pembunuhan yang dialami oleh remaja inisial AR usia 16 tahun yang terbunuh oleh pacarnya sendiri setelah diketahui hamil 2 bulan (detikjatim, Kamis, (29 /12/2022). 

Dengan modus membawa korban untuk periksa ke bidan, pelaku kemudian membawa korban ke tengah persawahan, kemudian menghabisi nyawa korban dengan menggorok leher dan perutnya menggunakan celurit yang disembunyikan di balik baju. Korban meregang nyawa dengan bersimbah darah akibat luka menganga sepanjang 25 cm, hingga akhirnya ditemukan warga dalam kondisi sudah tidak bernyawa di tempat kejadian, daerah Wonosari Kecamatan Kencong.

Inilah buntut dari adanya pergaulan bebas di antara remaja. Masih banyak fakta lain yang merupakan dampak turunan dari seks remaja. Sebut saja tindakan aborsi, pernikahan yang dipaksakan, gangguan psikologis, terjangkit kanker mulut rahim, dsb.

Sesak rasanya dada inj mendengar kasus kenakalan remaja yang semakin marak dan terus berulang. Adakah yang salah dalam sistem pendidikan hari ini? Siapa yang bertanggung jawab atas problema ini? 

Butuh Solusi Paripurna

Kerusakan generasi tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diberlakukan di negeri ini, juga sistem pergaulan yang tidak diatur oleh negara dengan aturan Islam. Kurikulum yang ditetapkan oleh negara telah gagal mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dari makin merosotnya moral generasi. Visi pendidikan bersifat sekular-kapitalistik. Ini tampak dari output yang dihasilkan dari pendidikan yang hanya berorientasi pada penyerapan tenaga kerja untuk industri kapitalis. 

Islam sebagai agama yang paripurna telah memberikan seperangkat aturan dalam kehidupan manusia, khususnya sistem pergaulan antara pria dan wanita. Islam menetapkan hukum asal pria dan wanita adalah terpisah atau infishal. Mereka boleh bertemu ketika ada hajat syar'i, misalnya dalam pendidikan, kesehatan, persaksian, peradilan, jual beli dan sebagainya. Islam juga memerintahkan seorang wanita ketika keluar rumah untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An Nur ayat 31, 

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya atau auratnya kecuali yang biasa terlihat, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya ...."  

Firman Allah Swt. yang lain dalam surah Al-Ahzab ayat 59, 

"Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ...."

Begitu pula Islam memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangann. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An-Nur ayat 30,

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sungguh Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat."  

Di samping itu, Islam juga melarang seorang perempuan bertabaruj di hadapan pria asing. Islam juga melarang wanita dan pria berdua-duaan (khalwat) tanpa disertai mahram. Demikianlah islam sudah memberikan aspek pencegahan terjadinya pergaulan bebas di antara manusia, khususnya remaja.

Islam juga memberlakukan sanksi yang tegas terhadap mereka yang melakukan perzinaan. Bagi mereka yang belum menikah, maka hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan di suatu tempat. Bagi mereka yang sudah menikah, maka hukumannya rajam hingga mati. Hukuman ini memberikan aspek jera dan sebagai penebus dosa. Anak yang sudah baligh adalah manusia yang sudah terkena beban hukum, maka mereka akan dikenai sanksi sebagaimana orang dewasa.

Khatimah

Jelas, penyebab utama terjadinya seks bebas di kalangan remaja adalah diadopsinya asas sekularisme dan diambilnya asas kebebasan ala Barat, baik oleh individu, masyarakat, maupun negara. Maka, tidak ada solusi lain selain harus mencampakkan asas sekuler-kapitalisme itu dari kancah kehidupan, baik oleh individu, masyarakat, ataupun negara, kemudian menggantinya dengan sistem paripurna yang datang dari Sang Khalik, yakni sistem Islam. 

Sistem Islam itu harus diambil secara menyeluruh (kaffah), baik terkait hubungan individu dengan tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun hubungan individu dengan manusia yang lain. Jadi, masalah ibadah, makanan, pakaian, akhlak, pergaulan, jual beli, pendidikan, kesehatan, peradilan, pemerintahan dll harus mengacu pada syariat Islam saja. 

Maka, kondisi rusaknya pergaulan remaja hari ini menjadi tanggung jawab bersama, baik individu (keluarga), sekolah (masyarakat) dan negara. Semua bersinergi, berupaya menjauhkan remaja dari tsaqafah asing yang merusak, membina mereka dengan pemahaman Islam yang benar, mengajarkan tsaqafah Islam yang sahih, dan mengantarkan mereka menjadi generasi cemerlang seperti saat kegemilangan peradaban Islam. Dalam hal ini, negara mempunyai peran penting karena negara adalah junnah (pelindung) dan pihak yang mempunyai otoritas untuk memberlakukan sistem/aturan, yakni sistem Islam kaffah. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Dyah Rini
(Kontributor Tintamedia)

Sabtu, 06 Mei 2023

Bencana Kekeringan Bukan Hanya karena El Nino, Namun...

Tinta Media - Muslimah Media Center menegaskan memang benar bahwa bencana kekeringan yang terjadi saat ini bukan hanya disebabkan oleh el Nino, tapi semakin diperparah dengan liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang menyebabkan perubahan iklim.

"Memang benar bahwa bencana kekeringan bisa terjadi karena faktor alam seperti El Nino. Namun, bencana kekeringan ini semakin diperparah dengan liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang menyebabkan perubahan iklim," tutur narator Muslimah Media Center dalam program Serba-Serbi MMC: Cuaca Panas Ekstrem Berujung Kekeringan, Akibat Tata Kelola Kapitalistik, Senin (1/5/2023) di Kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC)

Menurutnya, kekeringan adalah salah satu masalah cabang yang diciptakan oleh penerapan ideologi kapitalisme di negeri ini. "Sebab dalam paradigma kapitalisme sumber daya alam boleh dikelola atau diprivatisasi oleh pihak swasta demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Termasuk sumber daya air dan hutan. Alhasil terjadilah pembabatan hutan dan penguasaan sumber mata air oleh swasta dengan cara masif atas legalisasi penguasa dan atas nama investasi,” ungkapnya.

Narator menilai, hutan memiliki peranan penting dalam mengatur kondisi iklim di bumi melalui siklus karbon. Hutan yang ada di bumi mampu menyerap sebanyak 2,4 miliar ton karbondioksida per tahun. Nilai ini sebanyak 30% dikontribusikan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.

“Namun kini habitat hutan di Indonesia makin berkurang. Meski laju deforestasi berhasil ditekan, namun berdasarkan penelitian terbaru laju deforestasi masih lebih cepat dari pertumbuhan hutan di Kalimantan," ujarnya. 

Oleh karena itu, ia menilai  suhu ekstrem hingga kekeringan akan terus melanda masyarakat di dunia ini selama sistem kapitalisme liberal masih diberlakukan di dunia.[] Sofyan Zulkarnaen 

Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Nuansa Liberalisasi dan Sekulerisasi di Dunia Pendidikan Makin Kuat

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai penerapan sistem kapitalisme liberal berdampak pada semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam bidang pendidikan sepanjang tahun 2022.

"Menurut saya, yang paling signifikan dari pengamatan saya sepanjang tahun 2022 itu adalah semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam dunia pendidikan kita. Tentu semua itu sebagai dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme liberal di negara kita ini," tuturnya pada Tinta Media pada hari Sabtu (31/12/2022).

Menurutnya, hal ini berdampak pada semakin masifnya upaya untuk menghilangkan identitas atau jati diri dari para pemuda, baik siswa/mahasiswa. "Ada problem identity lost di situ yang kemudian justru didukung oleh negara," paparnya.

Ustaz Fajar pun memaparkan problem lain yang tidak kalah mengerikannya adalah adanya pembajakan potensi (potensial hijacking) di dalam diri pemuda. "Kalau kita perhatikan ada sebuah skenario yang sudah disiapkan dengan baik oleh negeri orang kafir Barat agar bisa mencengkram para pemuda Islam itu agar mereka juga bisa mencengkram Indonesia lebih lama lagi," tambahnya.

Modifikasi Kurikulum

Fajar menilai, negara banyak melakukan modifikasi kurikulum pendidikan diantaranya kurikulum deradikalisasi, Islam wasathiyah, atau program moderasi beragama. "Alat yang paling merusak bagi pemuda kita manakala diperkenalkan tentang kurikulum moderasi beragama," imbuhnya.

Menurutnya, tujuan akhir kurikulum pendidikan moderasi beragama adalah untuk membentuk agar Islam yang ada di Indonesia dan yang dianut oleh para pemuda ini adalah Islam yang sejalan dengan nilai-nilai barat. 

"Islam yang kemudian menganggap tidak masalah jika ada seorang muslim kemudian tiba-tiba datang ke gereja ikut Misa atau perayaan natal, ikut perayaan paskah, dan seterusnya. Demikian pula, ketika idul Fitri orang-orang kafir itu datang ke masjid-masjid ikut dalam acara kita," tambahnya.

Di bidang ekonomi, Ustaz Fajar menerangkan bahwa dengan dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi dan merdeka belajar kampus merdeka sebenarnya mereduksi orientasi atau tujuan/visi pendidikan hari ini. "Dari visi mewujudkan seorang intelektual, seorang yang kritis, seorang calon-calon ilmuwan, atau cendekiawan jadi hanya direduksi menjadi orang-orang yang berorientasi produksi. Orientasi untuk labour supplier atau suplay tenaga kerja alias hanya menghasilkan jongos-jongos baru bagi industri kapitalis yang sedemikian masif juga ada di negeri ini," bebernya.

Menurutnya tak hanya itu, di dunia wirausaha bermunculan start up yang ujung-ujungnya mengeksploitasi potensi para pemuda. "Di dunia industri kreatif pun sama. Mereka hanya dibonsai sebagai content creator. Lagi-lagi membuat para pemuda kita ini terjerat oleh cengkraman kapitalis," terangnya.

Begitu pula dengan peta jalan pendidikan pesantren, menurut analis senior ini dapat membahayakan visi/orientasi pesantren ke depan. Alih-alih mengejar pada penguasaan keilmuan tapi lebih mengutamakan bagaimana kemudian pesantren menjadi mandiri, para santri jadi semua berwirausaha. "Terus kapan belajar ilmunya?" serunya.

Kesadaran Politik

Menurutnya, umat Islam harus bisa memahami kerangka secara makro bahwa adanya moderasi beragama kemudian dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi, merdeka belajar kampus belajar, atau dorongan orientasi belajar, itu semua dalam kerangka untuk memuluskan para kapitalis global untuk tetap melanggengkan penjajahannya ke negeri-negeri muslim. "Ini yang harus menjadi kesadaran kritis semua," tandasnya.

Ustaz Fajar menambahkan kesadaran politik ini akan memahamkan umat bahwa sebenarnya ada pertarungan antara ideologi Islam dengan ideologi kapitalis, dan juga komunisme sosialis. "Dua abad terakhir ini yang dominan di dunia ini adalah peradaban barat. Tentu Barat juga sebisa mungkin berusaha untuk mempertahankan dominasinya dan tidak memberikan ruang kesempatan bagi peradaban lain untuk mendominasi," terangnya.

Ia pun menyeru agar umat Islam menjadi umat yang cerdas kalau ingin hidup bebas dari masalah termasuk masalah pendidikan. "Tidak hanya bicara tataran praktis operasional atau strategis saja tapi harus bicara pada tataran paradigmatis ideologis," pungkasnya. [] Lussy Deshanti 

Jumat, 07 Oktober 2022

Waspada Modus Liberalisasi Melalui Program Pendampingan Desa Wisata

Tinta Media - Indonesia terkenal memiliki banyak tempat wisata, terutama pantai yang dapat memikat perhatian para wisatawan lokal maupun mancanegara. Karena itu, pemerintah menilai bahwa pengembangan wisata di berbagai lokasi eksotik yang ada di tanah air merupakan hal yang lebih menarik dibandingkan eksploitasi sumber daya alam. Bukan masyarakat lokal saja yang bisa menikmatinya, tetapi juga turis mancanegara.

Pemerintah saat ini sedang gencar meluncurkan program pendampingan desa wisata. Pendampingan ini menurutnya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi segala sumber daya yang ada di desa wisata tersebut agar menarik bagi wisatawan dan berkelanjutan. 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Sandiaga Uno, mengatakan bahwa desa wisata merupakan kekuatan untuk membangun Indonesia dan mendorong kebangkitan ekonomi melalui terbukanya lapangan kerja. 

"Saat pariwisata mengalami banyak tantangan di 2021, jumlah kunjungan ke desa wisata justru meningkat 30 persen," kata Sandiaga Uno dalam Rapat Koordinasi dan Kick Off Pendampingan Desa Wisata di Pullman Hotel, Jakarta, Kamis, 20 Januari 2022. (Tempo.co, 21/1/22).

Sebab menurutnya, desa wisata memiliki kekuatan dan momentum kebangkitan pemulihan ekonomi pascapandemi. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat pun akan terpenuhi, karena peluang usaha dan lapangan kerja terbuka lebar bagi warga sekitarnya. Ini adalah kesempatan emas untuk mendapat kompensasi lebih besar dengan memanfaatkan sisi keindahan alam yang ada, tanpa harus mengeluarkan modal banyak. 

Dalam mendampingi pengembangan desa wisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun menggandeng 20 perguruan tinggi dan 16 komunitas yang tersebar di berbagai daerahnya.

Sayangnya, upaya itu dilakukan tanpa mempedulikan kondisi lingkungan. Pada intinya, keberadaan objek wisata yang sudah menjadi ajang bisnis ini hanya berfokus untuk meraup keuntungan tanpa melihat apakah hal itu bertentangan dengan syariat Islam atau tidak.

Daya tarik pesisir pantai dijadikan objek oleh para pemilik modal untuk menggenjot pariwisata. Dalih mendongkrak perekonomian warga setempat dan menambah pemasukan APBD seolah menjadi alasan utama. Padahal, belum tentu rakyat mendapatkan kompensasi yang dijanjikan itu. Hal ini semakin memperpanjang daftar pembuktian bahwa basis dan corak ajang promosi wisata didasari atas kapitalistik.

Berbagai cara dilakukan untuk mengantongi izin dari pemerintah maupun peserta, menjadi senjata para kapitalis mengelabui masyarakat demi kepentingan yang dicapai. Masyarakat dengan mudahnya percaya bahwa ke depannya akan berpeluang meningkatkan citra pariwisata di mata dunia, berharap akan tercipta kesejahteraan bagi masyarakat. 

Di sisi lain, program desa wisata ini hanya memikirkan bagaimana cara menyuguhkan sesuatu agar terlihat menarik untuk menyedot para wisatawan berkunjung. Tanpa disadari, telah terjadi kerusakan alam, bahkan penyimpangan akidah seperti kesyirikan dan kemaksiatan lain. Tidak hanya itu saja, di tempat-tempat seperti itu, bisa dipastikan terjadi percampuran budaya negatif antara wisatawan asing dengan masyarakat setempat. Bahayanya, arus liberalisasi semakin deras karena pemikiran asing masuk dengan bebas tanpa filter yang bisa memengaruhi masyarakat.

Islam tidak melarang untuk mengembangkan potensi wisata, asalkan sesuai jalur syariah. Sebagaimana cara pandang negara Islam tentang pariwisata sebagai jalan dakwah, negara akan menerapkan seluruh hukum Islam yang di dalam dan luar wilayah. Tujuannya adalah untuk menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran di tengah masyarakat. Prinsip dakwah inilah yang dijadikan tameng untuk menutup pintu kemaksiatan di dalam negara, termasuk melalui sektor wisata tingkat internasional.

Dalam pandangan Islam, objek wisata bisa berupa potensi keindahan alam yang bersifat natural dan anugerah dari Allah Swt., seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air terjun, dan lain sebagainya, termasuk peninggalan bersejarah dari peradaban Islam. Objek wisata seperti ini layak dipertahankan, sebagai sarana untuk menanamkan pemahaman Islam kepada wisatawan yang berkunjung ke tempat-tempat tersebut. 

Di sisi lain, promosi ajang wisata ini hanya memikirkan bagaimana cara menyuguhkan sesuatu agar terlihat menarik untuk menyedot para wisatawan berkunjung. Tanpa disadari, telah terjadi kerusakan alam, bahkan penyimpangan akidah seperti kesyirikan dan kemaksiatan lain. Tidak hanya itu saja, di tempat-tempat seperti itu, bisa dipastikan terjadi percampuran budaya negatif antara wisatawan asing dengan masyarakat setempat. Bahayanya, arus liberalisasi akan semakin deras. Ini karena pemikiran asing akan bisa masuk dengan bebas tanpa filter dan dapat mempengaruhi masyarakat.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Mulk ayat 15, "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."

Berdasarkan ayat tersebut, berarti ketika kita melihat dan menikmati keindahan alam, akan tertancap kesadaran akan Kemahabesaran Allah Yang Maha Menciptakan. Sedangkan peninggalan bersejarah dari peradaban Islam, menunjukkan kehebatan Islam dan umatnya yang mampu menghasilkan produk madaniah luar biasa. Hal ini semakin mempertebal keyakinan wisatawan yang melihat dan mengunjunginya akan keagungan Islam.

Bagi wisatawan muslim, objek-objek wisata ini justru akan dapat mengokohkan keyakinan mereka kepada Allah, Islam dan peradabannya. Sementara untuk wisatawan nonmuslim, baik itu kafir mu’ahad maupun kafir musta’man, objek-objek ini dapat menjadi sarana untuk menanamkan keyakinan mereka akan Kemahabesaran Allah. Hal itu juga menunjukkan kepada mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam dan peradabannya. Dan tentunya akan diberlakukan hukum publik bagi wisatawan asing agar menutup aurat, tidak ikhtilat, tidak berkhalwat, tidak mabuk, ataupun berzina.

Sementara objek wisata dari peninggalan bersejarah peradaban lain, pemimpin negara akan menetapkan dua kebijakan.

Pertama, apabila objek-objek tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir, maka harus diperhatikan. Jika masih digunakan sebagai tempat peribadatan, maka akan dibiarkan. Tetapi, tidak boleh direnovasi jika mengalami kerusakan. Namun, jika sudah tidak digunakan sebagai tempat peribadatan, maka objek-objek wisata tersebut akan ditutup, dan bahkan bisa dihancurkan.

Kedua, jika objek-objek tersebut bukan tempat peribadatan, maka tidak ada alasan untuk dipertahankan. Maka, tempat-tempat tersebut akan ditutup, dihancurkan, atau diubah. Misalnya tempat hiburan yang di dalamnya terdapat berbagai patung makhluk hidup, seperti manusia atau binatang. Semua itu akan dihancurkan agar tidak bertentangan dengan syariat dan peradaban Islam.

Maka sangat jelas dan tegas bahwa pemimpin negara di dalam Islam hanya menetapkan kebijakan terkait objek wisata tersebut sebagai bentuk sarana dakwah, bukan dengan maksud lain, seperti mengeksploitasi tanpa batas untuk kepentingan ekonomi dan bisnis semata, yang hanya menguntungkan segelintir orang tanpa mempedulikan nasib rakyat. Selain itu, praktik kemaksiatan dan hal-hal yang mengandung kemudharatan tidak akan terjadi.

Hal ini dikarenakan sumber pendapatan negara diperoleh dari hasil pertanian, perdagangan, industri, dan jasa.

Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung bagi negara dalam memenuhi segala kebutuhannya. Selain itu juga melalui sumber lain, seperti zakat, jizyah, kharaj, fa'i, ghanimah hingga dharibah. Semuanya ini memiliki kontribusi besar dalam membiayai perekonomian negara secara keseluruhan, tidak terkecuali dunia wisata, demi kemaslahatan umat.

Dengan demikian, negara sebagai pengemban ideologi Islam, akan tetap bisa menjaga kemurnian ideologi dan peradabannya dari berbagai invasi budaya asing yang datang dari luar. Pada saat yang sama, justru negara Islam bisa menyebarluaskan dakwah ke seluruh penjuru dunia, baik kepada penduduk muslim maupun nonmuslim di luar wilayah.

Wallahu ‘alam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media


Rabu, 03 Agustus 2022

Liberalisasi Pangkal Krisis Generasi


Tinta Media - Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, serta sederet pemuda muslim lainnya yang hidup dalam sistem Islam adalah bukti optimalisasi dan kontribusi besar pemuda pada perubahan. Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, Shalahuddin Al-Ayyubi mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin, dan Thariq bin Ziyad membebaskan tanah Cordoba. Mereka semua berperan membawa perubahan yang lebih baik untuk dunia.

Adapun sosok pemuda muslimah yang tak kalah luar biasa adalah Fatimah Al-Fihri. Pendiri universitas pertama dan tertua di dunia, yaitu Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko. Universitas yang berawal dari mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin, termasuk belajar-mengajar, kala itu mampu menyaingi Cordoba sebagai pusat peradaban negara Islam (Daulah Islamiyyah).

Pemuda adalah harta karun tak ternilai dengan potensi hebatnya. Allah Swt. bahkan menyebut kekuatan pemuda dalam firman-Nya di surat Ar-Ruum ayat 54, yang artinya:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

Namun sayang, kekuatan luar biasa pemuda tersebut telah direnggut dan dibajak oleh sistem rusak bernama sekularisme. Sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini telah melahirkan sistem cacat liberalisme, suatu paham yang mengusung konsep kebebasan dalam menjalani kehidupan dan menolak adanya aturan untuk mengatur hidupnya.

Upaya untuk menerapkan paham liberal, atau disebut sebagai liberalisasi, telah berhasil membajak dan merusak generasi. Faktanya dapat dicermati melalui berbagai fenomena yang sedang hangat dan menjadi buah bibir masyarakat.
 
Dimulai dari kasus bullying ekstrem dan di luar nalar yang terjadi di Tasikmalaya, F diduga mengalami depresi berat, akibat perundungan yang ia terima dari teman-temannya. Sebelumnya, seorang anak kelas 5 SD mengalami perundungan oleh teman sekolahnya. Ia dipaksa melakukan hubungan badan dengan seekor kucing dan direkam menggunakan kamera ponsel. Rekaman adegan itu kemudian disebarluaskan ke teman-teman sekolah korban. Korban pun mengalami depresi berat karena perundungan yang dilakukan para pelaku hingga akhirnya meninggal dunia. (kompas.com/22072022)

Isu terkini yang tak kalah heboh adalah fenomena Citayam Fashion Week (CFW), sebuah acara yang “katanya” mendukung kreativitas pemuda dalam berpenampilan. Anak bangsa berlomba-lomba berpakaian apik lalu berlenggak-lenggok di jalanan ibu kota untuk mendapatkan validasi kreativitasnya dari orang lain. Malangnya, acara ini menjadi ajang generasi menanggalkan kemaluan dan kehormatannya.

Atas nama kreativitas, laki-laki berpenampilan layaknya perempuan ikut memadati CFW. Sedang mereka yang perempuan, membuka auratnya dan mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan-Nya.

Peristiwa di atas tentu hanya sedikit dari fakta lapangan akibat liberalisasi yang menerpa generasi. Bila dibiarkan, problematika serupa bahkan berbeda akan muncul tiada henti. Sebab kerusakan ini adalah kerusakan sistemik, yang berasal dari penerapan sistem sekuler-liberal oleh negara.

Negara hanya mampu memberi peringatan, membuat kebijakan, serta mengeluarkan pernyataan normatif, tetapi dilandasi oleh asas kebebasan. Lalu bagaimana cara mengatasinya bila kebebasan masih menjadi pijakan dalam menetapkan regulasi negara?

Sejatinya, seluruh persoalan berangkat dari paradigma penguasa, mulai dari visi, misi, dan fungsi dalam bernegara. Demikian juga dengan optimalisasi potensi pemuda. Semuanya bergantung pada bagaimana pandangan penguasa terhadap potensi pemuda, serta menyadari tanggung jawab yang diemban terhadap pemuda dan rakyat secara keseluruhan.

Bila paradigma negara berlandaskan pada sistem sekuler-liberal, yang terjadi adalah seperti hari ini. Generasi mengalami krisis. Potensinya dibajak dan dirusak. Pemuda yang semestinya menjadi agen perubahan dunia malah berputar arah menjadi generasi pembebek peradaban Barat. Hidupnya bebas dari aturan dan meniadakan agama dalam menjadi kehidupan sehari-hari.

Berkaca pada sejarah di masa lalu, sungguh berbeda bukan, bagaimana pemuda yang hidup di bawah sistem Islam dan sistem sekuler-liberal?

Mereka yang hidup di bawah naungan Daulah Islam akan lahir menjadi pemimpin, negarawan, ilmuwan, serta peran besar lainnya dalam mengarahkan dunia kepada sesuatu yang lebih baik dengan Islam. Sedang pemuda hari ini, hidupnya tidak terarah, potensi besarnya tergerus, dan peran pembawa perubahan tidak lagi menjadi cita-cita tingginya. Wallahu a’lam bishshawaab.

Oleh: Azizah Nur Hidayah
Aktivis Dakwah


Kamis, 07 Juli 2022

Ada Mekanisme Baru Beli Pertalite, FAKKTA: Pemerintah Ingin Liberalisasi Sektor Migas


Tinta Media - Terkait mekanisme baru dalam pembelian BBM subsidi (Pertalite), Ekonom Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Hatta, S.E, M.M. menilai pemerintah menginginkan liberalisasi migas atau energi.

"Yang diinginkan oleh pemerintah tidak lain tidak bukan adalah liberalisasi sektor migas atau energi," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (05/07/2022).

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa pemerintah beranggapan subsidi hanya menjadi beban negara. "Subsidi energi dianggap hanyalah beban bagi negara dan menguntungkan segelintir orang kaya. Sehingga harus diminimalkan bahkan dihapus," ujarnya.

Hal ini, lanjut Hatta, sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari sejak tahun 2005 sebagaimana yang tertuang dalam blue print pengelolaan energi nasional 2005-2025. Pada tahun 2001, melalui undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi juga telah diatur bahwa harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme pasar meskipun kemudian menggunakan kalimat persaingan usaha yang sehat dan wajar.

Sebagai ekonom, ia menjelaskan mengenai peranan dan intervensi Bank Dunia terhadap Indonesia.

"Ini pulalah yang diinginkan dan disarankan oleh Bank Dunia kepada Indonesia sebagaimana disampaikan dalam laporan berkala mereka untuk Indonesia yang berjudul Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2022," terangnya.

Terakhir, Hatta menegaskan bahwa motif yang ada di balik kebijakan ini adalah membatasi jumlah pembelian.

"Target antara yang ingin dicapai oleh pemerintah adalah membatasi jumlah pembelian. Harapannya kompensasi yang harus dibayar kepada pertamina tidak akan naik tajam," pungkasnya. [] Nur Salamah

Selasa, 28 Juni 2022

Waspada Racun Liberalisasi Melalui Eksploitasi Wisata Bahari

Tinta Media - Indonesia dikenal memiliki banyak tempat wisata, terutama pantai yang dapat menarik para wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satu di antaranya yaitu Krui, Pesisir Barat Lampung yang memiliki pantai indah sehingga menjadi tempat pilihan destinasi favorit wisatawan beberapa tahun terakhir ini.

Ada juga Pantai Tanjung Setia yang terkenal karena gulungan ombaknya yang besar. Maka tidak heran jika para turis asing menyebutnya sebagai tempat favorit untuk berselancar. Alhasil, pada bulan Juni ini, Pantai Tanjung Setia dijadikan lokasi berlangsungnya World Surf League (WSL) Krui Pro 2022 yang diikuti peserta dari berbagai negara di dunia, tak terkecuali peserta atlet surfing lokal asal Pesisir Barat, Lampung yang mendapatkan wildcard.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno ikut menghadiri dan membuka acara kejuaraan Liga Selancar Internasional (WSL) Krui Pro 2022 pada Sabtu 11 Juni 2022. Beliau juga mendukung ajang promosi wisata bahari Kabupaten Pesisir Barat yang bertujuan demi meningkatkan pendapatan masyarakat setempat (Tempo.co, 12/6/2022).

Senada dengan pendapat Bupati Pesisir Barat, Agus Istiqlal juga mendukung diselenggarakan even ini setiap tahun. Alasannya, sebagai upaya membangkitkan sektor ekonomi bidang pariwisata maupun UMKM setelah pandemi Covid-19. Dengan begitu, kesejahteraan bagi masyarakat akan terpenuhi, karena peluang usaha dan lapangan kerja terbuka lebar bagi warga sekitar pantai (Lampungpro.co, 12/6/2022).

Pemerintah menilai bahwa pengembangan wisata di berbagai lokasi eksotik yang ada di tanah air merupakan hal yang lebih menarik dibandingkan eksploitasi sumber daya alam, terutama dengan memaksimalkan potensi pariwisata pesisir pantai. Bukan hanya masyarakat lokal saja yang bisa menikmati, tetapi juga turis mancanegara.

Ini kesempatan emas untuk mendapat kompensasi lebih besar dengan memanfaatkan sisi keindahan alam yang ada, tanpa harus mengeluarkan modal banyak. 

Sayangnya, upaya itu dilakukan tanpa memedulikan kondisi lingkungan. Pada intinya, keberadaan objek wisata yang telah menjadi ajang bisnis ini hanya berfokus untuk meraup keuntungan tanpa melihat apakah hal itu bertentangan dengan syariah ataukah tidak?

Daya tarik pesisir pantai dijadikan objek para pemilik modal untuk menggenjot pariwisata. Dalih mendongkrak perekonomian warga setempat dan menambah pemasukan APBD seolah menjadi alasan utama. Padahal, belum tentu rakyat mendapat kompensasi yang dijanjikan. Hal ini semakin memperpanjang daftar pembuktian bahwa basis dan corak ajang promosi wisata didasari atas kapitalistik.

Berbagai cara dilakukan untuk mengantongi izin dari pemerintah maupun peserta, menjadi senjata para kapitalis mengelabui masyarakat demi kepentingan yang dicapai. Masyarakat dengan mudahnya percaya bahwa ke depannya akan berpeluang meningkatkan citra pariwisata di mata dunia, berharap akan tercipta kesejahteraan bagi masyarakat. 

Di sisi lain, promosi ajang wisata ini hanya memikirkan bagaimana cara menyuguhkan sesuatu agar terlihat menarik untuk menyedot para wisatawan berkunjung. Tanpa disadari, telah terjadi kerusakan alam, bahkan penyimpangan akidah seperti kesyirikan dan kemaksiatan lain. Tidak hanya itu saja, di tempat-tempat seperti itu, bisa dipastikan terjadi percampuran budaya negatif antara wisatawan asing dengan masyarakat setempat. Bahayanya, arus liberalisasi semakin deras karena pemikiran asing masuk dengan bebas tanpa filter yang bisa memengaruhi masyarakat.

Islam tidak melarang untuk mengembangkan potensi wisata, asalkan sesuai jalur syariah. Sebagaimana cara pandang negara Islam tentang pariwisata sebagai jalan dakwah, negara akan menerapkan seluruh hukum Islam yang di dalam dan luar wilayah. Tujuannya adalah untuk menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran di tengah masyarakat. Prinsip dakwah inilah yang dijadikan tameng untuk menutup pintu kemaksiatan di dalam negara, termasuk melalui sektor wisata dalam balutan ajang promosi tingkat internasional.

Adapun dalam pandangan Islam, objek yang dijadikan tempat wisata berupa potensi keindahan alam yang bersifat natural dan anugerah dari Allah Swt., seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air terjun, dan masih banyak lagi, termasuk peninggalan bersejarah dari peradaban Islam. Objek wisata seperti ini layak dipertahankan sebagai sarana untuk menanamkan pemahaman Islam kepada wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat tersebut. 

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Mulk ayat 15, 

"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."

Berdasarkan ayat tersebut, berarti ketika melihat dan menikmati keindahan alam, akan tertancap kesadaran akan Kemahabesaran Allah Yang Maha Menciptakan. Sedangkan peninggalan bersejarah dari peradaban Islam, menunjukkan kehebatan Islam dan umatnya yang mampu menghasilkan produk madaniah luar biasa. Hal ini semakin mempertebal keyakinan wisatawan yang melihat dan mengunjunginya akan keagungan Islam.

Bagi wisatawan muslim, objek-objek wisata ini justru akan mengokohkan keyakinan mereka kepada Allah, Islam, dan peradabannya. Sementara bagi wisatawan nonmuslim, baik kafir mu’ahad maupun kafir musta’man, objek-objek ini menjadi sarana untuk menanamkan keyakinan mereka pada Kemahabesaran Allah. Hal itu juga menunjukkan kepada mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam dan peradabannya. Tentunya berlaku hukum publik bagi wisatawan asing agar menutup aurat, tidak ikhtilat, tidak berkhalwat, tidak mabuk, ataupun berzina. 

Sementara objek wisata yang merupakan peninggalan bersejarah dari peradaban lain, pemimpin negara akan menetapkan dua kebijakan.

Pertama, jika objek-objek tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir, maka harus diperhatikan. Jika masih digunakan sebagai tempat peribadatan, maka objek-objek tersebut akan dibiarkan. Tetapi, tidak boleh direnovasi jika mengalami kerusakan. Namun, jika sudah tidak digunakan sebagai tempat peribadatan, maka objek-objek tersebut akan ditutup, dan bahkan bisa dihancurkan.

Kedua, jika objek-objek tersebut bukan merupakan tempat peribadatan, maka tidak ada alasan untuk dipertahankan. Maka akan ditutup, dihancurkan, atau diubah, misalnya tempat hiburan yang di dalamnya terdapat berbagai patung makhluk hidup, seperti manusia atau binatang. Semua dihancurkan agar tidak bertentangan dengan peradaban Islam.

Maka sangat jelas dan tegas bahwa pemimpin negara di dalam Islam hanya menetapkan kebijakan terkait objek wisata tersebut sebagai bentuk sarana dakwah, bukan dengan maksud lain, seperti mengeksploitasi tanpa batas untuk kepentingan ekonomi dan bisnis semata, yang hanya menguntungkan segelintir orang tanpa memedulikan nasib rakyat. Selain itu, praktik kemaksiatan dan hal-hal yang mengandung kemudharatan tidak akan terjadi.

Hal ini karena sumber pendapatan negara diperoleh melalui hasil pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung bagi negara dalam memenuhi keperluannya. Selain itu, juga melalui sumber lain, seperti zakat, jizyah, kharaj, fai’, ghanimah hingga dharibah. Semuanya ini mempunyai kontribusi besar dalam membiayai perekonomian negara secara keseluruhan, tak terkecuali dunia wisata demi kemaslahatan umat.

Dengan demikian, begara sebagai pengemban ideologi Islam, akan tetap bisa menjaga kemurnian ideologi dan peradabannya dari berbagai invasi budaya asing yang datang dari luar. Pada saat yang sama, justru negara Islam bisa menyebarkanluaskan dakwah ke seluruh penjuru dunia, baik kepada penduduk muslim maupun kafir di luar wilayah.

Wallahu ‘alam

Oleh: Yeni Purnamasari, S.T.
Muslimah Peduli Generasi



Sabtu, 21 Mei 2022

UU TPKS, Solusi atau Liberalisasi?


Tinta Media - Dalam rapat paripurna, Selasa, 12 April 2022, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani resmi ketok palu untuk mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang setelah enam tahun dibahas dan menjadi polemik di Senayan. 

UU TPKS yang terdiri dari 8 BAB dan 93 pasal ini mengatur tentang pencegahan, penanganan, perlindungan hingga pemulihan korban tindak kekerasan seksual. UU TPKS di pasal 4 ayat 1 memasukkan sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.

Pro dan kontra terjadi di masyarakat akan pengesahan UU TPKS. Sekilas kita akan melihat gambaran positif dari UU ini dan menganggap bahwa UU ini dapat dijadikan solusi terkait tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Namun, jika kita telaah lebih lanjut, terdapat pasal yang justru menunjukkan legalisasi terhadap seks bebas alias perzinahan. 

Salah satu pasal dalam UU ini menyatakan, bahwa kekerasan seksual terjadi saat ada pemaksaan. Seorang istri bisa menuntut suaminya jika merasa terpaksa harus melayani kebutuhan seksual dan dia tidak rida. Sementara, jika aktivitas seksual dilakukan atas dasar suka sama suka, maka tidak ada sanksi apa pun alias sah-sah saja, walaupun itu dilakukan oleh pasangan yang belum terikat pernikahan. Selain itu, ada beberapa lagi pasal yang ambigu dan multitafsir. 

Kasus tindak kekerasan dan pelecehan seksual di negeri ini memang cukup tinggi. Tercatat lebih dari 8.000 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi dari tahun 2021 hingga Maret 2022. Dari 11 ribu korban kelerasan terhadap anak, 58%-nya adalah korban kekerasan seksual.

Namun, pengesahan RUU TPKS  menjadi UU tidak lantas menjadi solusi, karena memang masih menyisakan banyak persoalan. Adanya penghapusan poin pemerkosaan dan aborsi, juga tidak secara komprehensif mengatur tindak pidana kesusilaan, seperti perzinaan dan penyimpangan seksual seperti L68T, karena tidak ada ketegasan dalam UU ini dalam menindak pelaku perzinaan dan L68T. Maka, tak heran jika UU ini dianggap oleh sebagian kalangan justru melindungi para pelaku seks bebas dan penyimpangan seksual.

Hal ini wajar terjadi dalam negara kita yang menerapkan sistem demokrasi-sekuler, yaitu sistem buatan akal manusia yang terbatas, serta memisahkan peran agama untuk mengatur kehidupan bernegara. 

Seks bebas dan L68T tidak dianggap sebagai tindak kejahatan, tetapi justru dianggap sebagai kebebasan berperilaku, yaitu mengekspresikan perilaku seksual dan dijamin oleh HAM. Karena itu, walaupun UU TPKS ini disahkan untuk mengatur tentang tindak kesusilaan, tetapi kekerasan seksual tak akan pernah bisa diselesaikan. 

Kehidupan masyarakat yang sekular dan liberal telah menyuburkan hadirnya konten-konten pornografi maupun pornoaksi yang dapat menjadi pemicu tindakan asusila. Terlebih lagi, maraknya pergaulan permisif serta hilangnya budaya amar ma'ruf nahi mungkar, semakin memicu tindakan asusila. Ditambah lagi keberadaan negara yang menerapkan sistem sekularis-demokrasi telah secara langsung menjadi legalisator kemaksiatan, melalui produk UU-nya.

Berbeda dengan Islam yang merupakan sistem yang berasal dari Sang Pencipta. Islam memiliki aturan yang terperinci dan sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan. Dalam Islam, negara atau khilafah memiliki tanggung jawab mengurus dan menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Melalui penerapan syariat Islam secara kaffah yang tegak melalui tiga pilar utama, yaitu ketakwaan  individu dan keluarga, kontrol masyarakat, serta peran negara, maka rakyat akan terjaga dari berbagai bahaya. Salah satunya yaitu terjaganya akal dan nasab, dengan mencegah masuknya paham-paham kufur beserta produk-produk turunannya, semisal sekularisme-demokrasi dengan liberalisme, dan lain-lain.
Selain itu, akan diterapkan sanksi yang tegas jika ada pelaku kemaksiatan, khususnya dalam masalah tindak asusila hingga perzinaaan, dengan sanksi dari syariat Islam.

Peran negara dalam menerapkan sistem sanksi, akan mampu menyelesaikan persoalan kekerasan seksual mulai dari pangkal hingga akarnya, dengan efek jawabir (penghapus dosa) dan zawazir (efek jera). Sanksi bagi pelaku perkosaan berupa had zina yaitu hukum rajam (dilempari batu) hingga mati jika mpelakunya sudah menikah,  dan jilid (cambuk) 100 kali serta diasingkan selama satu tahun jika pelakunya belum menikah.

Negara dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh merupakan kunci untuk menjaga pergaulan dalam masyarakat. Dengan ini, umat akan terjaga dari tindakan kekerasan seksual, seks bebas, maupun penyimpangan seksual.

Wallahu'alam bishshawab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab