Jumat, 30 Agustus 2024
Minggu, 18 Agustus 2024
Legalisasi Aborsi, Rusaknya Dampak Liberalisasi
Tinta Media - Kebijakan terkait kebolehan aborsi bagi para korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual, menuai polemik. Kebijakan tersebut telah diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 terkait Kesehatan (tirto.id, 30/7/2024). Kutipan pasal tersebut menyebutkan bahwa aborsi adalah perbuatan terlarang, namun ada beberapa pengecualian, yakni bagi seseorang yang terindikasi darurat secara medis, atau terhadap korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual lainnya.
Kehamilan akibat tindakan perkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual harus mampu dibuktikan melalui surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam (mediaindonesia.com, 1/8/2024). Cholil juga menjelaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, serta usia kehamilan sebelum 40 hari atau saat sebelum peniupan ruh. Ketentuan aborsi akibat tindakan perkosaan harus ada batasan usia, yaitu sebelum ditiupkan ruh. Demikian lanjutnya.
Refleksi Buruknya Sistem
Kebolehan aborsi dianggap sebagai solusi atas kasus pidana pemerkosaan yang kian marak. Padahal sebetulnya, tindakan aborsi hanya akan menambah beban korban, karena proses aborsi tetap berisiko terhadap nyawa. Pelaksanaan aborsi mestinya disandarkan pada alasan kuat yang diatur oleh aturan yang jelas dan tegas. Tidak hanya asal dilakukan terhadap korban pemerkosaan.
Banyaknya kasus pidana aborsi di negeri ini menunjukkan betapa rendahnya tingkat keamanan hidup perempuan. Perempuan selalu dijadikan sasaran dan korban kejahatan. Meskipun beragam regulasi terkait perlindungan perempuan telah banyak ditetapkan, namun keberadaannya sama sekali tidak mampu menjadi perisai pelindung bagi nasib perempuan. Faktanya, kekerasan terhadap perempuan kian marak dan tidak terkendali.
Inilah potret sistem kapitalisme liberalistik. Sistem rusak ini telah gagal mewujudkan perlindungan pada nasib perempuan. Perempuan terus didera derita tanpa henti. Sementara, negara yang mestinya melindungi justru abai menjaga. Sistem kapitalisme tidak akan pernah mampu mewujudkan perlindungan perempuan. Karena sistem inilah yang menjadi biang kerok terjadinya pemerkosaan dan tindak asusila lainnya.
Sistem kapitalisme menjadikan cara pandang masyarakat hanya berkutat pada kepuasan jasmaniyah, termasuk kepuasan seksual yang dianggap harus dipuaskan dan dicurahkan agar mampu tercipta keseimbangan. Konsep ini jelas-jelas sebagai konsep keliru yang merusak dan menjadikan perempuan sebagai barang murahan. Paradigma yang dimiliki sistem ini telah membentuk pemikiran masyarakat yang serba bebas tanpa batas, alias liberalisme. Sistem rusak ini telah mengabaikan peran nilai dan norma agama dalam membentuk dan menjaga perilaku dan pola pikir manusia. Wajar saja, masyarakat begitu mudah melakukan kejahatan dan kemaksiatan.
Fakta ini pun kian parah keadaannya, saat sistem hukum yang ada sangat lemah, tidak mampu tegas mengendalikan berbagai tindakan kejahatan dan kriminalitas. Hukuman yang ada pun jauh dari efek jera. Sehingga kejahatan makin merajalela dan mengancam masyarakat. Penerapan kebijakan legalisasi aborsi sama saja dengan melegalkan kejahatan.
Sungguh ironi. Negara yang mestinya melindungi, justru telah membuka jurang kerusakan bagi seluruh rakyatnya. Tidak bisa dipungkiri, dengan kebijakan legalitas aborsi, kejahatan bukannya terkendali, justru malah difasilitasi.
Islam dan Perlindungan Perempuan
Sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu memuliakan perempuan. Sistem shahih ini telah terbukti memberikan jaminan keamanan atas perempuan secara utuh dan menyeluruh.
Rasulullah SAW. bersabda,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya"
(HR. Al Bukhori)
Negara sebagai institusi pelindung, mampu secara sempurna menetapkan mekanisme dan strategi penjagaan bagi seluruh rakyat, termasuk perempuan. Inilah institusi khilafah. Satu-satunya wadah yang menerapkan syariat Islam yang kaffah.
Khilafah menetapkan berbagai strategi khas terkait penjagaan dan perlindungan kemuliaan umat.
Pertama, menetapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan ini mampu membentuk kepribadian Islam yang niscaya menjaga pola pikir dan pola sikap agar senantiasa menjadikan syariat Islam sebagai tuntunan utama. Dengan konsep ini, kejahatan dan kriminalitas termasuk perkosaan mampu dieliminasi secara efektif.
Kedua, sistem Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur pola interaksi laki-laki dan perempuan. Dengan strategi ini, konsep syariat mampu ditaati secara sempurna, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ghadul bashar bagi laki-laki dan menutup aurat bagi perempuan. Khilafah pun mampu menetapkan regulasi yang melarang segala bentuk tontonan, konten atau semacamnya yang dapat merangsang syahwat. Secara umum, kejahatan seksual berasal dari rangsangan luar. Sehingga ketegasan regulasi terkait hal ini bersifat urgent (darurat).
Ketiga, Islam memiliki kontrol sosial yang ampuh menjaga. Saling menasihati dalam kebaikan sebagai bentuk ketundukan pada syariat Islam.
Keempat, khilafah menetapkan penjaminan terhadap keamanan seluruh umat, termasuk perempuan melalui mekanisme sistem sanksi yang bersifat jawabir (paksaan/hukuman) dan zawajir (pencegahan). Dengan strategi tersebut, setiap sanksi akan melahirkan efek jera bagi pelaku dan tidak akan terulang lagi di tengah umat.
Betapa sempurna perlindungan dan jaminan keamanan perempuan dalam dekapan sistem Islam. Hanya dengannya, umat terjaga dan mulia.
Wallahu a'lam bisshoowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor
Jumat, 05 Januari 2024
Rakyat Menangis di Tengah Liberalisasi Sumber Daya Alam
Sabtu, 28 Oktober 2023
Liberalisasi Sumber Daya Alam
Selasa, 22 Agustus 2023
Liberalisasi Pergaulan Remaja
Sabtu, 06 Mei 2023
Bencana Kekeringan Bukan Hanya karena El Nino, Namun...
"Memang benar bahwa bencana kekeringan bisa terjadi karena faktor alam seperti El Nino. Namun, bencana kekeringan ini semakin diperparah dengan liberalisasi dan kapitalisasi sumber daya alam yang menyebabkan perubahan iklim," tutur narator Muslimah Media Center dalam program Serba-Serbi MMC: Cuaca Panas Ekstrem Berujung Kekeringan, Akibat Tata Kelola Kapitalistik, Senin (1/5/2023) di Kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC)
Menurutnya, kekeringan adalah salah satu masalah cabang yang diciptakan oleh penerapan ideologi kapitalisme di negeri ini. "Sebab dalam paradigma kapitalisme sumber daya alam boleh dikelola atau diprivatisasi oleh pihak swasta demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Termasuk sumber daya air dan hutan. Alhasil terjadilah pembabatan hutan dan penguasaan sumber mata air oleh swasta dengan cara masif atas legalisasi penguasa dan atas nama investasi,” ungkapnya.
Narator menilai, hutan memiliki peranan penting dalam mengatur
kondisi iklim di bumi melalui siklus karbon. Hutan yang ada di bumi mampu
menyerap sebanyak 2,4 miliar ton karbondioksida per tahun. Nilai ini sebanyak
30% dikontribusikan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.
“Namun kini habitat hutan di Indonesia makin berkurang. Meski laju deforestasi berhasil ditekan, namun berdasarkan penelitian terbaru laju deforestasi masih lebih cepat dari pertumbuhan hutan di Kalimantan," ujarnya.
Oleh karena
itu, ia menilai suhu ekstrem hingga kekeringan akan terus melanda masyarakat di dunia ini
selama sistem kapitalisme liberal masih diberlakukan di dunia.[] Sofyan Zulkarnaen