Tinta Media: Lensa Daerah
Tampilkan postingan dengan label Lensa Daerah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lensa Daerah. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 April 2023

Keutamaan Ilmu Menjadi Tanda untuk Setiap Hal yang Terpuji

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat, Ustadzah L. Nur Salamah, S.Pd. membacakan syair dari Muhammad bin Hasan tentang Keutamaan Ilmu yang menjadi tanda untuk setiap hal yang terpuji.

"Dan keutamaan ilmu menjadi tanda untuk setiap hal yang terpuji," tuturnya pada saat menyampaikan kajian umum Kitab Adab Ta'limu al Muta'alim, Sabtu (1/4/2023) di Batam.

Maksud dari menjadi tanda, kata Ustadzah Nur, sebagai penuntut ilmu, semestinya, ilmu yang dipelajari, diamalkan dan disebarkan. Sehingga mampu mengantarkan dirinya menjadi hamba yang terpuji. Setiap amal perbuatan yang dilakukan senantiasa berpedoman pada ilmu yang telah dikaji. Sehingga terhindar dari hal-hal yang tercela.

Ia melanjutkan membaca syair yang isinya agar menjadi manusia yang senantiasa mengambil faedah. "Dan jadilah orang yang selalu mengambil faedah setiap harinya bertambah," ujarnya.

Orang yang menuntut ilmu, imbuhnya, seyogyanya setiap hari bertambah kebaikannya. Semakin hari semakin menjadi lebih baik. Baik di sini bukan hanya diukur dengan materi duniawi atau sesuatu yang bersifat jazadiah semata. Akan tetapi, baik di sini bisa jadi tambah faqih dalam hal agama. Semakin tentram hati dan jiwanya, tenang hidupnya, menjadi orang yang qanaah dan bahagia karena ketaatan terhadap syariat Islam.

Bunda, sapaan akrabnya, masih melanjutkan bait-bait syair dari Muhammad bin Hasan yang isinya merupakan nasihat bagi penuntut ilmu agar berenang di lautan ilmu. "Dari ilmu, berenanglah di lautan yang penuh faedah," ungkapnya. 

Maksud dari berenang di lautan ilmu, lanjutnya, ketika menuntut ilmu atau sedang belajar harus dinikmati atau bersenang-senang. Namun, tidak lupa harus dipenuhi juga kebutuhan dalam menuntut ilmu (syarat-syarat dalam  menuntut ilmu. Seperti halnya masalah biaya, dibutuhkan kesabaran dan lain-lain. Tetapi tetap harus bisa menikmatinya.

Terakhir, ia berpesan agar mempelajari ilmu fiqih. Karena ilmu tersebut adalah sebaik-baik petunjuk yang mengantarkan kepada kebaikan dan ketakwaan.

"Dan belajarlah ilmu fiqih, karena sesungguhnya ilmu fiqih sebaik-baik aturan yang akan mengantarkan seorang hamba kepada kebaikan dan ketakwaan serta lebih adil. Karena ilmu akan memberikan petunjuk kepada sebaik-baik petunjuk," pungkasnya.[] Bey

Jumat, 31 Maret 2023

Ustadzah L. Nur Salamah : Penuntut Ilmu Sebaiknya Tidak Memilih Ilmu Sesuai Kemauan Sendiri

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus penulis, Ustadzah L. Nur Salamah, S.Pd. menyampaikan bahwa seorang penuntut ilmu sebaiknya tidak memilih ilmu sesuai kemauan sendiri.

"Seyogyanya bagi penuntut ilmu untuk tidak memilih jenis ilmu sesuai kemauannya sendiri. Akan tetapi menyerahkan urusan kepada gurunya," tuturnya saat menyampaikan kajian umum Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim, Selasa (21/3/2023) di Batam.

Karena sesungguhnya, kata Ustadzah Nur, seorang Ustadz, telah ada padanya pengalaman dalam hal itu. Maka guru itu lebih paham apa yang tepat bagi setiap orang-orang dengan kebiasaan dan tabiatnya masing-masing.

Selanjutnya ia menceritakan tentang kisah seorang ulama yang bernama Syekh Burhanuddin Al-Hak atau Burhanul Hak Waddin.

"Dan adapun seorang Syaikhul Imam Al-Ajal (yang mulia) Ustadz Burhanul Hak Waddin. Semoga Rahmat Allah tercurah kepadanya. Beliau berkata: Bahwa para penuntut ilmu pada zaman awal-awal, mereka menyerahkan dalam urusan belajarnya kepada gurunya. Maka mereka sampai kepada tujuan mereka dan keinginan mereka dalam menuntut ilmu," bebernya.

Pada zaman dahulu, kata Ustadzah Nur, para penuntut ilmu itu terbiasa dipilihkan oleh gurunya. Kitab apa yang pertama dan utama untuk dikaji. Ilmu apa yang cocok untuk dipelajari. Gambarannya seperti yang dicontohkan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabani. Untuk pemula, kitab pertama yang dikaji adalah Nidzomul Islam bab Thoriqul Iman dan begitu seterusnya. Karena pertama bagi seorang muslim adalah ilmu tauhid atau ketuhanan, sampai keimanannya tertancap kuat, tidak mudah tergoyahkan. Setelah dirasa cukup kuat baru beranjak pada pelajaran atau kitab yang lain.

Bunda, siapa akrabnya juga menjelaskan maksud zaman awal itu seperti apa. "Zaman awal yang dimaksudkan yaitu lahirnya Imam Az-Zurnujii (pengarang kitab ini), yaitu sekitar tahun 600 Hijriyah. Sudah mulai ada perubahan pada sikap penuntut ilmu. Berarti sekitar 800 tahun yang lalu. Itu sudah mulai ada perubahan, apalagi kondisi sekarang. Malah ambyar gak karuan. Pelajar atau penuntut ilmu memilih jurusan sesuai keinginan dan hawa nafsunya. Demi orientasi dunia semata. Wajar jika tidak mendapatkan arti dari sebuah keberkahan dan kebermanfaatan ilmu," paparnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa jika penuntut ilmu memilih jenis ilmu sesuai keinginannya, maka tidak akan mendapatkan hasil apapun dan jauh dari kefaqihan.

"Dan sekarang, mereka memilih jenis ilmu, menurut kemauannya sendiri, maka tidak menghasilkan tujuan mereka dari menuntut ilmu dan dari kefaqihan terhadap agama," pungkasnya.[] Bey

Sabtu, 25 Maret 2023

Prof Dr. Fahmi Amhar: Tolak Ukur Ketakwaan Dilihat dari Empat Aspek

Tinta Media - Anggota Ikatan Alumni Program Habibie, Prof Dr Fahmi Amhar menjelaskan tolak ukur sebuah ketakwaan dapat dilihat dari empat aspek.

"Ketakwaan itu bisa diukur dalam empat aspek yaitu tawadhu, qona'ah, wara', dan yakin," tuturnya saat menjadi pembicara Tarhib Ramadan 1444 H: Meraih Takwa di Segala Matra, Ahad (19/3/2023) di Batam.

Pertama, takwa itu harus dibuktikan dengan sikap tawadhu. Takwa itu tidak hanya cukup pada percaya saja, tapi juga dibuktikan dengan sikap tawadhu.

"Orang yang tawadhu, akan lebih berhati-hati terhadap pencitraan. Karena pencitraan, akan mengantarkan manusia pada perbuatan yang sia-sia, baik ia individu maupun sebagai penguasa," ujarnya. 

Ia menegaskan bahwa sikap tawadhu itu harus terus meningkatkan amal perbuatannya agar mencapai derajat yang tinggi dan mulia.

"Untuk meraih tawadhu, setiap amalannya harus mampu ditingkatkan sehingga akan melejit kualitasnya. Tawadhu juga sebagai dasar pemersatu, sehingga setiap orang tidak akan membanggakan materi atau kedudukan, dapat melatih kesabaran, menjadi dasar kepribadian seorang pemimpin, sehingga ia menjadi insan yang takwa," bebernya.

Kedua, orang yang bertakwa harus qana'ah atau merasa cukup. "Qana'ah di saat mengkonsumsi menu berbuka, qana'ah menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber hukum tertinggi bagi umat islam, serta apapun yang ditetapkan Allah Ta'ala pada dirinya, ia akan menerima dan merasa cukup terhadap pilihan hidupnya," ungkapnya.

Ketiga, orang yang bertakwa harus memiliki sifat wara' (berhati-hati). "Orang yang bertakwa juga harus memiliki sifat waro atau berhati-hati dalam ibadah, dalam bersikap dan dalam mengambil keputusan," terangnya.

Standar wara', menurutnya, adalah hukum syariat, butuh pembuktian dengan cara yang benar atau kausalitasnya, meliputi aspek ruhiyah dan sakhsiah, harus dalam kesatuan jama'ah untuk saling menguatkan. Oleh karenanya perlunya daulah untuk menjaga urusan agama. Adapun kehati-hatian itu dilakukan secara global.

Keempat, bahwa ketakwaan itu harus ada keyakinan secara totalitas. "Ketakwaan itu harus ada keyakinan secara totalitas yang didasarkan pada dalil syara' sebagai landasan," katanya.

Orang yang bertakwa, tuturnya, emosionalnya tetap terjaga dan tunduk pada syari'at, diiringi dengan kecerdasan intelektual, berupaya ikut menguatkan finansial dan rela mengeluarkan harta, dan istikomah dalam lingkup sosial dan jangka waktu yang panjang.
 
Ia menegaskan bahwa keempat aspek itu harus dimiliki oleh mereka yang menjadi penguasa agar meraih gelar takwa. "Keempat aspek itu harus dimiliki oleh seorang penguasa agar mencapai derajat takwa di segala matra," tegasnya.

Di dalam Al-Qur'an, katanya, banyak sekali muncul kata takwa. "Misalnya pada surat al Baqarah ayat 1, yang bermakna percaya kepada yang gaib, meliputi percaya Allah Ta'ala, percaya kepada malaikat, kepada Nabi dan Rasul, percaya pada hari kebangkitan, dan qada dan qadar," pungkasnya.[] Neni

Rabu, 22 Maret 2023

Pahala Membaca Al-Qur'an Dilipatgandakan 700 kali di Bulan Ramadhan


Tinta Media - Ustadz Suwaji Abu Fajri, S.E. dari Majelis Qolbun Salim, Kuningan mengatakan bahwa pahala Membaca Al-Qur'an akan Dilipatgandakan hingga 700 kali di bulan Ramadhan.

“Membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pahalanya akan dilipatgandakan 700 kali,” ujarnya dalam orasi pada kegiatan Tarhib Ramadhan 1444 H: Happy Ramadhan Happy Family yang diselenggarakan oleh Majelis Qolbun Salim, Selasa (21/3/2023) di Kabupaten Kuningan.

Menurutnya, al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk dan pembeda antara haq dan batil bagi seluruh umat manusia. "Jika al-Qur’an dipelajari dan ditadabburi maka pahalanya akan lebih besar," ungkapnya. 

"Apalagi jika hukum-hukum syari’at di dalam al-qur’an diperjuangkan supaya tegak, sudah tentu pahalanya jauh lebih besar lagi," tambahnya. 

Oleh karena itu ia mengajak umat Islam untuk meningkatkan aktivitas dakwah ini sampai Islam yang kaffah tegak di muka bumi ini.

Bulan Perubahan

Dalam orasi yang kedua, Ustadz Askawirman Aika mengatakan, bulan Ramadhan adalah bulan perubahan. 

"Bulan Ramadhan hakikatnya adalah bulan pelatihan sikap dan perbuatan dalam meraih ketakwaan. Di bulan Ramadhan juga diturunkan Al Qur'an sebagai huda (petunjuk), bayan (penerang) dan juga furqan (pembeda antara haq dan batil)," tuturnya. 

Syi’ar Islam

Setelah selesai kegiatan, Ustadz Puji Hernawan selaku koordinator lapangan menyampaikan tujuan diadakannya kegiatan tarhib ini adalah sebagai syi’ar Islam. 

"Sebagai umat Islam sudah seharusnya merasa senang akan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Harapannya adalah masyarakat lebih paham lagi tentang makna puasa yang sesungguhnya. Sehingga bisa diterapkan di dalam kehidupan," jelasnya. 

Pawai kendaraan roda empat dan dua yang dihiasi dengan al-liwa dan ar-rayah tersebut mengambil rute dari jalan baru Panawuan menuju Kuningan Islamic Center melalui terminal Kertawangunan, Jalan Otista dan Jalan Pramuka.[] Sofyan Zulkarnaen

Selasa, 21 Maret 2023

Dengan al-Qur'an, Rasulullah Bangkitkan Manusia dari Jahiliyah Menuju Cahaya Islam

Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah Dra. Irianti Aminatun mengatakan bahwa dengan al-Qur'an Rasulullah Saw. membangkitkan manusia dari jahiliyah menuju cahaya Islam.
 
“Ramadhan merupakan bulan turunnya al-Qur’an. Dulu dengan al-Qur’an itu Rasulullah Saw. membangkitkan manusia dari kejahiliyahan menjadi umat yang diterangi cahaya Islam,” ungkapnya di acara Bincang Islam bersama Tokoh: Marhaban Ya Ramadhan, Siapkan Diri Menjemput kemuliaan, di masjid al-Qudwah, Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Ahad (19/3/2023).
 
Dengan al-Qur'an itu, lanjutnya Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya menyelesaikan persoalan, menerapkan keadilan, menunjuki manusia.
 
“Al-Qur’an menjadi sumber hukum dalam memecahkan persoalan hidup baik tataran individu, masyarakat maupun negara sehingga ketakwaan terwujud baik secara individu, maupun kolektif,” imbuhnya.
 
Tidak hanya itu, jelas Irianti, shaum tidak menghalangi Rasulullah untuk berjihad. Rasulullah Saw. memimpin perang Badar pada 17 Ramadhan tahun kedua hijrah. Tentara Islam yang hanya berjumlah 313 orang mampu mengalahkan kekuatan kaum kafir yang berjumlah 1.000 orang.
 
“Pada 20 Ramadhan tahun kedelapan hijrah,  Nabi bersama 10.000 Sahabat melakukan penaklukan kota Mekah yang merupakan imperium Arab Quraisy. Ketika ibukota itu jatuh ke tangan kaum muslimin, seluruh Jazirah Arab berbondong-bondong menyatakan ketundukannya kepada Negara Islam di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Saw. Seluruh berhala dihancurkan, digantikan oleh gema tauhid yang memenuhi langit Mekah al-Mukarramah,” kisahnya.
 
Adapun terkait ibadah, sambungnya, Rasulullah mendorong kaum Muslimin untuk meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal kebajikan, karena bulan Ramadhan adalah bulan melipatgandakan pahala serta bulan ampunan.
 
“Dalam pelaksanaan ibadah  shaum Rasulullah mencontohkan agar menyegerakan berbuka, serta mengakhirkan sahur. Berbuka dan sahur dengan sederhana. Dikisahkan, untuk berbuka, Rasulullah hanya mengonsumsi beberapa biji kurma kering atau kurma basah. Jika keduanya tidak ada, cukup meneguk sejumlah tegukan air putih. Menu yang sama juga sering disantap kala sahur,” tutur irianti mengisahkan kesederhanaan Rasulullah dalam berbuka dan sahur.
 
Dalam hal ibadah, Irianti mengutip penuturan Bunda Aisyah yang menuturkan bahwa ia  tidak pernah melihat Nabi Saw membaca Al-Quran seluruhnya dalam semalam dan tidak shalat hingga shubuh, serta tidak puasa sebulan penuh, kecuali di bulan  Ramadhan.
 
“Dengan aktivitas Rasulullah mengisi Ramadhan seperti diatas,  umat Islam bersatu dibawah satu kepemimpinan Rasulullah, masyarakat Islam menjadi masyarakat yang penuh berkah serta Islam menjadi rahmat bagi wilayah yang sudah tersentuh dakwah Rasulullah,” jelasnya.
 
Kehidupan Islam seperti inilah yang dilanjutkan oleh para Sahabat pasca Rasulullah wafat. “Dalam bentangan 13 Abad umat Islam  pada saat Ramadhan senantiasa berada dalam keadaan menerapkan syariat Islam di bawah naungan Khilafah,” ungkapnya.
 
Namun Irianti menyayangkan  sejak Khilafah diruntuhkan pada 3 Maret 1924 lalu, hingga hari ini sudah lebih dari satu abad umat Islam memasuki Ramadhan tidak lagi ada dalam satu kepemimpinan. Hukum Islam dicampakkan, kaum muslimin tercerai berai dan terjajah.
 
Oleh karena itu ia mengajak kepada para tokoh yang hadir agar  dalam mengisi  Ramadhan meneladani  Rasulullah dengan meningkatkan ibadah dan berjuang agar hukum al-Quran diterapkan dalam kehidupan dalam naungan Islam. [] Sri Wahyuni

Senin, 20 Maret 2023

Tarhib Ramadhan 1444H, Ketua AMMPERA Tanjungbalai: Tutup Tempat Maksiat dan Jaga Toleransi Antar Umat Beragama

Tinta Media - Ketua Aliansi Masyarakat Muslim Pembela Rasulullah (AMPPERA) Kota Tanjungbalai Muhammad Ridho mengingatkan pemerintah dan masyarakat agar menutup semua tempat maksiat dan menjaga toleransi antara umat beragama di bulan suci Ramadhan 1444H. 

"Kami meminta kepada pemerintah kota Tanjungbalai, anggota DPRD, beserta bapak Kapolres Tanjungbalai untuk menutup tempat judi, mengamankan tempat-tempat maksiat dan kepada bapak/ibu yang berjualan di siang hari tolong dijaga toleransi antar umat beragama. Tolong ditutup warung makanannya di siang hari. Sambut Ramadhan dengan hati gembira, tinggalkan maksiat terapkan syariat, takbir!“ serunya dalam acara Pawai Obor menyambut bulan suci Ramadhan 1444H, Sabtu (18/3/2023) di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara. 

Ia mengajak warga Tanjungbalai afar menyambut bulan suci Ramadhan, meninggalkan maksiat dan menerapkan syariat.

Selain Ridho, tampak juga para ustadz, aktivis dan tokoh pemuda Tanjungbalai menyampaikan seruannya seperti Ustadz Riandi, Ustadz Firman Dani, Ustadz Muhammad Ali Rukun, Ustadz Ammar dan Faisal. Mereka menyerukan hal yang sama yakni mari menyambut bulan Ramadhan 1444 H dengan hati gembira dengan meninggalkan segala maksiat dan menerapkan syariat. 

Pawai Obor yang dilaksanakan untuk menyambut bulan suci Ramadhan sekitar 500 orang Umat Islam Kota Tanjungbalai. Para peserta pawai obor, sebagian besar dihadiri para pemuda muslim Tanjungbalai dan dikawal langsung oleh Polres Tanjungbalai. 

Pawai obor yang dilaksanakan Aliansi Mayarakat Muslim Pembela Rasulullah (AMMPERA) tersebut dimulai ba’da Isya dengan titik kumpul Masjid Raya Sultan Rahmadsyah Jl.Masjid Tanjungbalai dengan long march keliling kota Tanjungalai.

Pawai Obor tersebut berjalan dengan tertib dengan pengawalan dari Polres Tanjungbalai. Acara tersebut juga menarik perhatian masyarakat kota Tanjungbalai. Warga Tanjungbalai tampak antusias menyaksikan pawai obor yang rutin dilaksanakan menjelang Ramadhan tersebut.


Di sepanjang jalan para pemuda tersebut menyampaikan seruan kepada warga masyarakat dan pemerintah kota Tanjungbalai. [] Ali

Tarhib Ramadhan 1444 H, Syekh Ahmad: Saat Sahur, Warga Palestina Tidak Tahu Apakah Bisa Berbuka atau Mati Syahid di Hari Itu

Tinta Media - Syekh Ahmad Abdul Nasir As’ad Al Safadi, Imam Masjid Abu Ayyub Al Anshari dari Palestina menceritakan keadaan warga Palestina saat menghadiri Tarhib Ramadhan 1444H.

"Tidak ada tempat yang aman dari bom-bom itu. Setiap mereka sahur, warga Palestina tidak tahu apakah mereka bisa berbuka ataukah mati syahid pada hari itu," tuturnya dalam Tarhib Ramadan 1444 H: Inspirasi Kebangkitan, Momentum Perubahan, Sabtu (18/3/2023) di Masjid Nurul Iman di Pekanbaru Riau. 

Ia mengatakan, keadaan Palestina tahun ini masih di bombardir oleh Israel laknatullah. "Tidak hanya di Ramadan tapi juga sepanjang tahun terutama di Gaza," ungkapnya. 

Sepanjang tahun Palestina terus menerus mencetak para ulama dalam kondisi keterbatasan. Mencetak penghafal Al-Qur'an dalam usia muda yakni 6 tahun. "Mereka juga membaca Al-Qur'an sepanjang hari dan menghafalkan Al-Qur'an hingga Khatam berkali-kali dalam sehari. Mereka ridho akan ujian Allah SWT dan mereka selalu berharap pertolongan Allah SWT," ucap Syekh.

Agenda Tarhib diramaikan oleh Pengemban Dakwah Islam Kaffah bersama masyarakat sekitar Jalan Teropong dalam keadaan hikmat.

Selain pembicara dari Palestina, hadir juga dalam safari dakwah ini, Ustadz Muhammad Toha dari Sungai Pagar dan KH Dodi Okri, Lc. M.A., seorang ulama Riau idola para remaja.

Ustadz Muhammad Toha menyampaikan Kaifiyyatul Shaum atau bagaimana melaksanakan ibadah puasa sesuai dengan anjuran Islam. "Ada Kalanya kita harus dipaksa berbuat kebaikan. Terutama dakwah kepada Penerapan Syariat Islam Kaffah," tegasnya.

Ia juga menjelaskan secara garis besar apa saja amalan yang membatalkan puasa dan amalan apa saja yang paling utama dilakukan ketika puasa. "Selama Ramadhan mari fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan dalam membaca Al-Qur'an misalnya," paparnya.

Sedangkan KH Dodi Okri, Lc. MA. menyampaikan bahwa habitatnya umat Muhammad SAW itu memimpin. Karena dunia ini diwariskan untuk orang-orang beriman.

Inspirasi kebangkitan dan momentum perubahan hendaknya mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW yaitu ideologi Islam yang jelas dan tegas. "Bicara perubahan, ubah dulu mindset kita tentang dunia dan alam semesta. Perjelas dulu ideologinya, baru bahas perubahan," ucap Ustadz Dodi.

Perubahan yang diarahkan kepemimpinan Islam adalah perubahan membebaskan penjajahan kafir terhadap umat Islam dunia, termasuk Palestina. "Seorang muslimah dilecehkan tentara Romawi. Beliau memanggil Al-Mu'tashim Billah, Khalifah dari Bani Abbasiyah. Gagah umat Islam kala itu dalam kepemimpinan Islam," sebutnya.

Agenda Tarhib ditutup dengan do'a bersama menyambut Ramadan dan foto bersama.[] Yenni Sarinah, S.Pd.



Sabtu, 18 Maret 2023

Hal-hal yang Disesali oleh Penuntut Ilmu

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat (mutu) sekaligus penulis, L. Nur Salamah, S.Pd. kembali menceritakan kisah berkaitan dengan hal-hal yang disesali oleh penuntut ilmu.

"Diceritakan dari seorang syaikh al imam, Majduddin as-Sharkhoki. Bahwasanya dia berkata, apa-apa yang pernah kami tulis (huruf kecil-kecil atau tidak jelas atau ala kadarnya) kami sesali. Dan apa yang kami pilih-pilih, kami sesali, dan apa-apa yang tidak kami bandingkan juga kami sesali," tuturnya pada saat menyampaikan kajian mutu, Selasa (14/3/2023) di Batam.

Adapun maksud kalimat 'yang kami pilih-pilih', lanjutnya, kadang dalam sebuah majelis ilmu, ketika guru menjelaskan tentang suatu hal, kita pilih-pilih, mana yang menurut kita penting dicatat, kalau dirasa kurang penting tidak dicatat, karena dianggap 'gampang'. Padahal suatu saat adakalanya kita lupa atau bingung maksud dari penjelasan tersebut, karena kita tidak mencatat dengan lengkap penjelasan dari guru kita.

Ia juga menjelaskan maksud dari 'apa-apa yang tidak kami bandingkan'. "Bahwasanya ketika dalam suatu majelis ilmu atau sedang belajar, tidak selamanya kita duduk di depan atau dekat dengan guru/ustadz. Sehingga, bisa jadi apa yang kita catat kurang lengkap dibandingkan dengan murid yang lain atau peserta kajian yang lain. Jadi, agar catatan kita lengkap, kita bandingkan dengan orang lain yang dekat dengan guru atau duduk di depan. Seandainya ada maksud yang belum paham kita tanyakan kepada teman kita," bebernya.

Selanjutnya, ia juga menyampaikan tentang anjuran bahwa buku tulis atau kitab itu sebaiknya berbentuk segi empat, agar lebih memudahkan dalam menyusun.

"Sebaiknya untuk mengadakan bentuk atau potongan buku tulis itu segi empat, karena hal tersebut (bentuk segi empat) lebih mudah untuk dibawa, mudah diletakkan dan mudah disusun," ujarnya.

Bunda, sapaan akrabnya juga menyampaikan, termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah dengan tidak menggunakan tinta berwarna merah. Karena bukan bagian dari kebiasaan ulama Salafus Saleh.

"Dan sebaiknya, tidak digunakan dalam buku atau kitab sesuatu/warna merah. Karena sesungguhnya warna merah itu kebiasaan ahli filsafat, bukan kebiasaan ulama Salafus Saleh. Dan adapun guru-guru kami tidak suka menggunakan kendaraan dengan warna merah," terangnya.

Ustadzah Nur juga menjelaskan bahwasannya seorang penuntut ilmu itu sebaiknya saling mengasihi/ berkasih sayang terhadap teman-temannya (sejenis). 

"Dan sebagian dari menghormati ilmu adalah menghormati teman dalam menuntut ilmu, dan kita belajar darinya. Berkasih sayang (sesama jenis) itu tercela kecuali dalam menuntut ilmu. 

Maksud dari pernyataan tersebut, imbuhnya, kita tidak boleh saling berkasih sayang sesama jenis (gay atau lesbian) karena itu perbuatan tercela. Kasih sayang yang dimaksudkan adalah saling memberi semangat, saling memotivasi dan saling menolong maupun saling mendoakan dalam hal menuntut ilmu. 

Ia juga menyampaikan bahwasanya termasuk bagian dari mengagungkan ilmu adalah mengasihi Ustadz dan teman-temannya untuk mengambil faedah dari mereka. "Maka sebaiknya untuk mengasihi ustaznya dan teman-temannya, untuk mengambil faedah darinya," katanya.

Setiap orang (penuntut ilmu), lanjutnya, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya kita harus bijak. Tidak boleh saling menonjolkan diri. Semestinya saling melengkapi kekurangan, saling menyemangati dan saling memotivasi. 

Bunda juga menyampaikan bahwa sebagai penuntut ilmu harus senantiasa mendengarkan ilmu dan hikmah dengan penuh hormat. Karena itu yang akan mengantarkan kepada keberkahan.

"Sebaiknya bagi penuntut ilmu, ketika mendengarkan ilmu dan hikmah dengan rasa mengagungkan dan menghormati. Meskipun telah mendengar masalah dan hikmah yang sama seribu kali," jelasnya.

Dikatakan, ujarnya kembali, barang siapa yang menghormati ilmu, setelah seribu kali, sebagaimana ketika ia mendengar yang pertama kalinya, maka dia bukanlah ahli ilmu.

Terakhir, Bunda menjelaskan maksud dari pernyataan di atas. "Maksudnya, meskipun kita sudah sering mendengar, tentang suatu ilmu, dan sikap kita tetap harus hormat. Karena jika kita terbesit untuk meremehkan, maka ilmu yang kita pelajari tidak akan barokah. Misalnya : Itu lagi itu lagi. Dah pernah aku mendengar kajian itu dan lain-lain. Maka jika ada yang seperti itu, maka dia itu bukan ahli ilmu," pungkasnya.[] Bey

Sabtu, 18 Februari 2023

Ustazah L. Nur Salamah: Wujud Memuliakan Ilmu adalah Memuliakan Kitab

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus Aktivis Muslimah Kota Batam, Ustazah L. Nur Salamah kembali menjelaskan tentang wujud mentakzimkan (memuliakan) ilmu adalah dengan memuliakan kitab. 

"Masih dalam pembahasan mentakzimkan ilmu dan ahli ilmu yakni dengan memuliakan kitab. Bagian dari memuliakan ilmu yang wajib bagi penuntut ilmu untuk tidak menyelonjorkan atau menjulurkan kaki ke arah kitab," ungkapnya sebagai awal pembukaan kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (14/02/2023) di Batam. 

Bunda, sapaan akrab pemateri juga menegaskan bahwa salah satu wujud memuliakan kitab yakni tidak meletakkan kitab (buku-buku) lain di atas kitab tafsir. Maksudnya adalah tidak sembarangan menimpa buku-buku tafsir agama dengan buku tulis atau sejenisnya. Apalagi Al-quran, jelas harus dimuliakan tidak boleh sembarangan menyusunnya. 

Alangkah baiknya, lanjutnya, ketika menyusun Al-Qur'an, kitab-kitab tafsir, atau buku-buku agama yang berbahasa Arab di atas buku-buku yang lain. Kemudian juga tidak dibenarkan meletakkan sesuatu di atas kitab seperti HP, kacamata, makanan, pena atau sejenisnya. 

Selanjutnya, Bunda mengangkat sebuah kisah seorang guru bernama Burhanuddin yang merupakan guru dari Imam Az-Zurnuji. 

"Adapun guru kami Syaikhul Imam Burhanuddin pernah mengisahkan tentang salah seorang guru di hadapan para guru (gurunya para guru). Bahwa ada seorang fakih atau ahli fikih meletakkan bak tinta (tempat tinta yang isi ulang) di atas kitab. Lalu Syaikh tersebut mengatakan padanya dalam Bahasa Persia, "Jika caramu seperti itu (yakni meletakkan bak tinta di atas kitab) maka tidak akan berkah ilmumu." Begitulah adab penuntut ilmu pada zaman dahulu. Begitu memuliakan kitab," bebernya dengan sangat gamblang. 

Mirisnya generasi saat ini sangat jauh dari adab menuntut ilmu terutama dalam memuliakan kitab atau buku-buku pelajaran. Sembarangan meletakkannya dan tidak menjaganya dengan baik. Penyebabnya tidak lain adalah sistem kehidupan hari ini yang mengantarkan para penuntut ilmu jauh dari adab.

Pun, ada kisah menarik tentang seorang guru pada zaman keemasan Islam.  Ada kisah seorang guru sekaligus qadhi yakni seorang hakim yang memutuskan sebuah perkara bernama Syaikh Fakhruddin. 

"Guru kami Al-Qadhi Al-Imam yang mulia Fakhruddin yang dikenal dengan Qadhi  pernah berkata,"Jika hal itu (meletakkan barang-barang tadi di atas kitab, seperti bak tinta tadi) tidak bermaksud meremehkan, maka tidak mengapa. Namun, alangkah baiknya jika hal itu dihindari," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai

Setiap Muslim Wajib Mempelajari Ilmu Kondisi (Ilmu Hal)

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus reporter, Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan bahwa yang wajib dipelajari oleh setiap muslim adalah ilmu kondisi (ilmu hal).

"Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya tidaklah diwajibkan atas setiap muslim menuntut semua ilmu. Dan sesungguhnya yang diwajibkan atasnya adalah ilmu kondisi (ilmu hal)," tuturnya pada saat mengisi kajian umum Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'alum, bab pertama, Sabtu (11/2/2023) di Batam. 

Pasal pertama dari kitab ini, kata Ustadzah Nur, adalah hakikat ilmu fikih dan keutamaannya, dibuka dengan sebuah hadis yang sangat familiar tentang kewajiban menuntut ilmu: 

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim.

Kendati demikian, ia mengatakan tidak semua ilmu harus dipelajari dalam waktu yang bersamaan. "Meskipun hadits di atas menegaskan kewajiban menuntut ilmu. Akan tetapi tidak semua ilmu wajib dipelajari pada saat yang bersamaan," ujarnya.

Sebagaimana yang dikatakan para ulama, imbuhnya, seutama-utamanya ilmu adalah ilmu kondisi. Dan seutama-utamanya amal adalah menjaga kondisi.

Kemudian ia menjelaskan maksud dari seutama-utamanya amal adalah dengan menjaga kondisi.

"Adapun maksud dari seutama-utamanya amal adalah menjaga kondisi yaitu ketika kita sudah memahami ilmu lalu diamalkan, dan tidak ada salahnya kita terus memurojaah atau mengulang-ulang kembali pelajaran yang telah kita dapatkan," terangnya.

Bunda, sapaan akrabnya, juga memberikan contoh tentang ilmu kondisi. "Sebagai seorang muslim, salat merupakan suatu kewajiban, maka wajib baginya mempelajari ilmu tentang fiqih shalat. Contoh lain, ketika ada seorang mualaf, maka seorang mualaf tersebut jangan langsung di ajarkan Bahasa Arab atau tahsin, atau yang lainnya. Maka, hal yang utama untuk diajarkan pada seorang mualaf adalah ilmu tauhid yakni ilmu mengenal Tuhan, agar keimanannya tertancap kuat. Contoh lain, ketika seseorang ingin menikah, maka yang wajib dipelajari yakni fikih munakahat dan skil berumah tangga," bebernya.

Terakhir, ia menjelaskan bagaimana Islam mengatur berbagai permasalahan kehidupan. Termasuk urusan muamalah (jual beli). Sama halnya dengan pedagang. Ketika ingin berdagang, maka wajib hukumnya mempelajari ilmu fikih jual beli. 

"Dalam sistem Islam akan ada pihak-pihak yang mengontrol para pedagang, seperti qadhi hisbah yang akan keliling di pasar, melihat seorang pedagang tersebut memahami fikih jual beli atau tidak. Jika belum memahami, maka diperintahkan untuk belajar terlebih dahulu sebelum berdagang," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai

Kamis, 09 Februari 2023

Pengasuh Kajian Mutu: Allah Muliakan Manusia dengan Ilmu dan Amal

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat (Mutu) sekaligus Penulis, L. Nur Salamah, S.Pd. menuturkan bahwa Allah memuliakan Bani Adam atau manusia dengan ilmu dan amal.

"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memuliakan bani Adam yakni manusia dengan ilmu dan amal," tuturnya pada saat Pengajian Umum kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'alum bab mukadimah atau pendahuluan, Sabtu (4/2/2023) di Batam.

Diantara makhluk ciptaan Allah di alam semesta, imbuhnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia jika dibandingkan makhluk yang lain, termasuk malaikat. Namun ada syaratnya, yakni karena dua perkara yaitu dengan ilmu dan amal. Manusia akan mulia jika berilmu lalu beramal dengan ilmu tersebut. Bukan salah satunya. Kemuliaan seseorang juga tidak diukur dengan banyaknya materi seperti harta, jabatan, popularitas, strata sosial, titel dan bentuk fisik yang lain atau sesuatu yang bersifat jazadiah semata.

"Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin bangsa Arab dan ajami' (non Arab), beserta para keluarganya, sahabat-sahabatnya, yang merupakan sumber ilmu dan hikmah," tambahnya. 

"Ketika saya (Imam Az-Zarnuji) melihat betapa banyaknya dari penuntut ilmu pada zaman kita, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, tetapi tidak mendapatkan hasil apa-apa, tidak dapat mengambil manfaat darinya, tidak mendapatkan buahnya ilmu, yaitu mengamalkan dan menyebarkannya. Hal itu disebabkan karena mereka (para penuntut ilmu) keliru dalam menempuh jalan atau metode untuk mencari ilmu dan meninggalkan syarat-syaratnya, dan siapa yang salah jalan maka akan tersesat dan tidak akan meraih tujuan, kecuali hanya sedikit saja," jelasnya dalam mukadimah tersebut. 

"Maka saya (Imam Az-Zarnuji) ingin menjelaskan kepada mereka cara menuntut ilmu seperti yang saya pahami dari buku-buku dan yang saya dengar dari guru-guru saya yang memiliki ilmu dan hikmah. Dengan semua itu saya mengharapkan doa dari siapa saja yang menyukainya, para mukhlisin, supaya mendapatkan kemenangan dan keselamatan pada hari kiamat. Dan ini saya lakukan setelah istikharah (memohon petunjuk dari Allah). Maka ini saya (Imam Az-Zarnuji) memberikan judul pada buku ini dengan nama Kitab Ta'lim Al-Muta'alim Thoriqotu Ta'alum, dan saya bagi menjadi beberapa pasal.

Adapun beberapa pasal dalam kitab ini diantaranya: 
1. Pasal: Hakikat ilmu fikih dan keutamaannya
2. Pasal: Niat dalam mencari ilmu 
3. Pasal: Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan
4. Pasal: Mengagungkan ilmu dan ahlinya (guru/ulama)
5. Pasal: Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, beristikamah dan cita-cita yang luhur
6. Pasal: Bagaimana memulai perjalanan menuntut ilmu, kadarnya dan susunannya.
7. Pasal: Tawakal. 
8. Pasal: Waktu untuk menuntut ilmu (belajar)
9. Pasal: Saling mengasihi dan menasihati 
10. Pasal: Mengambil manfaat ilmu, mengutip dan mempelajari adab
11. Pasal: Bersikap wara' ketika menuntut ilmu 
12. Pasal : Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan hal-hal yang dapat melemahkan
13. Pasal: Hal-hal yang dapat mempermudah datangnya rezeki, hal-hal yang mencegahnya dan hal-hal yang dapat menambah memanjangkan umur dan hal-hal yang dapat menguranginya. 

Sebagai tambahan dalam mukadimah, Bunda sapaan akrabnya, juga menjelaskan sedikit pembahasan tentang sikap wara'. Banyak faktor yang menyebabkan ilmu tidak melekat atau hapalan sering lupa pada diri seorang penuntut ilmu salah satunya lalai dalam masalah memilih makanan. Sebagai contoh gemar memakan makanan cepat saji seperti ayam goreng, nugget, dan sosis. Secara bahan memang halal, namun kita harus benar-benar wara' atau berhati-hati apakah makanan tersebut diolah dengan cara syar'i misalnya dalam penyembelihan. Benarkah mengucapkan kalimat Allah atau tidak saat menyembelihnya, atau yang menyembelihnya seorang Muslim atau tidak. Hal-hal seperti ini wajib kita perhatikan, dan masih banyak hal lainnya yang wajib kita kroscek ulang agar ilmu benar-benar melekat dan berkah pada diri kita serta keluarga kita. 

"Sebagai penutup di paragraf terakhir, dan tidak ada taufik bagiku (Imam Az-Zarnuji) melainkan dengan pertolongan Allah. Hanya kepada Allah saya bertawakal dan hanya kepada-Nya saya kembali," pungkasnya sebagai penutup mukadimah. [] Reni Adelina/Nai

Selasa, 07 Februari 2023

Kisah Khalifah Harun Ar-Rasyid yang Mengirim Putranya untuk Menuntut Ilmu dan Belajar Adab

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus Aktivis Muslimah Kota Batam kembali menerangkan kisah teladan dari sosok Khalifah Harun Ar-Rasyid yang mengirimkan putranya untuk menuntut ilmu dan belajar adab.

"Dikisahkan Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah mengutus atau mengirim putranya kepada seorang guru bernama Al-Ashma'i supaya diajari ilmu dan adab," terangnya para kajian rutin Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (31/1/2023).

"Pada suatu hari Khalifah Harun Ar-Rasyid melihat Al-Ashma'i berwudhu dan membasuh kakinya, sementara putra Khalifah tadi menuangkan air ke kaki gurunya," tambahnya. 

"Melihat hal itu, sang Khalifah marah dan langsung menegur Al-Ashma'i. Kira-kira apa penyebab sang Khalifah marah?" tanyanya kepada para peserta kajian. 

Bunda sapaan akrabnya, menjelaskan kemarahan sang Khalifah bukan karena kesombongan karena beliau seorang Khalifah. Bukan pula marah karena tidak rela jika anaknya diperintahkan demikian. Justru kemarahan sang Khalifah adalah marah kebaikan, ia menginginkan putranya seharusnya bersikap lebih mulia lagi dalam memuliakan sang guru. 

Khalifah Harun Ar-Rasyid pun berkata, "Sesungguhnya aku mengirim putraku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab kepadanya. Tapi mengapa, engkau tidak menyuruhnya membasuhkan air tersebut dengan salah satu tangannya."

"Maksud dari perkataan sang Khalifah adalah alangkah baiknya jika sang guru menyuruh putranya membasuh kaki gurunya saat berwudhu dengan tangannya. Tangan yang satu menuangkan air dan tangan satunya lagi membasuh kaki gurunya," jelasnya dengan sangat gamblang. 

Begitulah kisah teladan dari sang Khalifah yang mengirim putranya untuk belajar ilmu dan adab. Tidak ada kesombongan di dirinya sekalipun ia seorang pemimpin umat di masanya. Sang Khalifah pun mengajarkan kepada putranya agar senantiasa mentakzimkan atau memuliakan guru meskipun harus membasuh kedua kaki sang guru. 

"Dari kisah tersebut bisa kita simpulkan, tidak ada sikap yang berlebihan dalam memuliakan para guru. Begitulah adanya Islam mengajarkan bagaimana memuliakan para guru sebab profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Sekalipun kita sebagai seorang ibu rumah tangga, kita adalah seorang guru. Yakni sekolah pertama dan guru utama bagi anak-anak kita," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai]
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab