Tinta Media: Larangan
Tampilkan postingan dengan label Larangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Larangan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Agustus 2024

Larangan Pakai Kerudung, Islamophobia Akut



Tinta Media - Protes keras terkait pelarangan jilbab pada petugas paskibraka perempuan yang menganut agama Islam dalam perayaan hari kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia tahun ini dilayangkan oleh Cholil Nafis selaku ketua Majelis Ulama Indonesia dalam bidang dakwah. Pelarangan hijab tersebut menurut beliau merupakan kebijakan yang tidak pancasilais. (CNN Indonesia)

Cholil mendesak pencabutan aturan yang melarang petugas paskibraka perempuan untuk memakai jilbab. Menurutnya, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin setiap orang untuk melaksanakan ajaran agama masing-masing. Namun, anggota Dewan Pengarah BPIP Amin Abdullah dan Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Benny Susetyo  belum merespon terkait berita yang ramai diperbincangkan warganet tersebut. 

Sebagai seorang hamba, sudah seharusnya muslimah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini karena jilbab adalah sebuah kewajiban dari Allah dan kehormatan bagi muslimah. 

Seorang muslimah yang taat syariat harus menjadikan halal haram sebagai tolok ukur perbuatannya. Jangan sampai tergoyahkan hanya karena aturan atau kebijakan dari manusia. Sungguh disayangkan jika para peserta paskibra muslimah sampai menanggalkan kerudung karena masih ada rasa takut atau tertekan dengan aturan tersebut.

Jika ditelaah lebih mendalam, sesungguhnya kebijakan dari BPIP ini merupakan gerakan islamphobia yang harus diwaspadai oleh kaum muslimin, tak terkecuali oleh para orang tua muslimah paskibraka tersebut. Sudah tentu ini sangat menyakitkan dan harus ada perlawanan, jangan hanya diam. 

Sungguh, kejadian ini membuat para orang tua terkejut dan kaget ketika melihat putri mereka tidak memakai jilbab, padahal tahun-tahun sebelumnya masih diperbolehkan untuk memakai kerudung.

Walaupun pihak BPIP berdalih tidak ada pemaksaan terhadap muslimah karena sudah menandatangani kesepakatan, tetapi perlu diketahui bahwa aturan tersebut sudah melenceng dan bertentangan dengan Islam. 

Pemerintah menganggap bahwa semua aturan yang diberlakukan sudah berlandaskan konstitusi UUD 45, tetapi pada faktanya justru mereka melanggar peraturan. Hal ini karena secara konstitusi, warga negara bebas melakukan keyakinan agamanya, termasuk bagi muslimah yang harus menggunakan jilbab dan kerudung.

Oleh karena itu, tampak jelas kebencian yang diperlihatkan oleh pihak BPIP, yaitu kebencian terhadap agama, dalam hal ini adalah agama Islam karena memang arahnya ke situ. 

Walaupun yang membuat aturan kebanyakan adalah orang Islam, tetapi ketika negara menerapkan sistem yang bukan dari Islam, maka semua kebijakan yang diambil sudah tentu tidak berdasarkan Islam. 

Tidak dimungkiri, saat ini negara mengadopsi sistem batil buatan manusia yang bertentangan dengan ajaran Islam, walaupun mayoritas penduduknya beragama Islam. Sehingga, wajar jika muncul peraturan atau kebijakan yang menyudutkan agama, bahkan mereka menganggap Agama adalah musuh Pancasila. 

Fakta di atas membuktikan bahwa negara ini memang sekuler. Negara memisahkan agama dari kehidupan, sehingga kewajiban memakai kerudung bagi muslimah dianggap mengganggu pada acara kenegaraan. 

Di sinilah pentingnya mempunyai akidah yang kuat bagi muslimah, serta kritis dalam menghadapi masalah kehidupan. Para petugas paskibraka muslimah harus bisa memilih satu di antara persimpangan dua jalan, yaitu mundur dengan kemuliaan memegang syariat atau tetap maju, tetapi membangkang terhadap Allah Swt. 

Di sinilah perlu adanya negara yang mampu menjaga akidah umat dari berbagai penyimpangan, yaitu khilafah, yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. 

Jika negara menjadikan Islam sebagai landasan, maka semua kebijakan yang diberlakukan akan disandarkan pada halal haram. Negara hanya menjalankan syariat Islam dalam mengatur dan menjaga warga negaranya, yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan generasi muda yang beriman dan berkepribadian Islam. 

Para siswa pun akan mempunyai akidah yang kokoh dan tidak mudah terbawa arus, menjadikan Islam sebagai kepemimpinan berpikir. Jadi, ketika berada di persimpangan jalan, mereka bisa memilih sesuai dengan syariat Islam. Itulah bentuk penjagaan  yang harus dilakukan oleh individu. Penjagaan secara sistematis adalah dengan adanya negara independen yang menerapkan syariah Islam, yaitu khilafah, agar kaum muslimin bisa melaksanakan kewajiban dan keyakinannya dengan bahagia, aman, dan sejahtera. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Selasa, 01 Agustus 2023

LBH Pelita Umat Sangat Mendukung Putusan MA Terkait Larangan Pernikahan Beda Agama

Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. menyatakan dukungannya terkait putusan Mahkamah Agung atas larangan pernikahan beda agama.

"Kami sangat mendukung mahkamah Agung (MA) yang telah secara resmi melarang pengadilan mengabulkan pernikahan beda agama," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (26/7/2023).

Hal ini disampaikan sebagai bentuk pendapat hukum yang berkaitan dengan Mahkamah Agung yang mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait larangan pengadilan mengabulkan pernikahan beda agama.

Menurutnya, keputusan itu dimuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. SEMA tersebut telah sesuai dengan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Pada pasal 2 ayat (1) berbunyi "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu," ujarnya

"Dari pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa *'...menurut hukum masing-masing agama..'*. Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah," imbuhnya.

Ia menilai SEMA tersebut juga telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022 yang menolak permohonan dilegalkan pernikahan beda agama. Dan Ketentuan pasal diatas diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. "Hal ini dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/MunasVII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama," bebernya.

Ia juga mengingatkan bahwa orang tua muslimah yang anaknya telah menikah beda agama dapat melakukan gugatan pembatalan. "Gugatan pembatalan melalui pendekatan Perbuatan Melawan Hukum," pungkasnya.[] Ajira

Kamis, 22 Desember 2022

Larangan Seks di Luar Nikah Menuai Kontroversi

Tinta Media - Masalah RKUHP menjadi KUHP pada 6 Desember kemarin menuai banyak sorotan. Pasalnya, undang-undang baru tersebut mengandung larangan seks di luar nikah yang berujung pada ketidaknyamanan para wisatawan asing yang sering melakukan kunjungan wisata ke Indonesia.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikabarkan dalam laman CNBC Indonesia bahwa ada beberapa media asing, seperti Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), media Australia SBS dan juga Euronews yang mengemukakan ketidaknyamanan para turis tersebut. Tak cukup sampai di situ, ternyata hal ini juga mampu membuat negara adidaya (AS) kepanasan atas undang-undang tersebut.

Duta Besar AS Sung Kim menyatakan bahwa, mengkriminalkan keputusan pribadi individu akan membayangi matriks keputusan banyak perusahaan yang menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia. Mereka juga mengkhawatirkan selain adanya larangan seks di luar nikah, hukum baru ini akan melarang hidup bersama antara pasangan yang belum menikah. Itu disahkan dengan dukungan dari semua partai politik dan meskipun ada peringatan dari kelompok bisnis bahwa itu dapat menakuti turis dan merusak investasi. 

Larangan seks di luar nikah dianggap mengancam keberlangsungan pariwisata, bahkan investasi. Narasi ini jelas menunjukkan keberpihakan kepada perilaku sesat yang diharamkan agama, dan menggambarkan dengan jelas bagaimana aturan dalam sistem sekuler kapitalis ini berlaku. 

Menghalangi kepentingan pihak tertentu, utamanya dalam membentur paham yang dipegang oleh para penguasa yang mengusung kapitalis dengan gaya hidup liberalnya, tentu akan menuai banyak ketidaksenangan atas aturan tersebut. 

Namun, di sisi lain, aturan ini juga menunjukkan betapa sekulernya cara berpikir anggota dewan karena memasukkan zina dalam delik aduan dan membatasi pelapor hanya keluarga dekat. Hal ini secara tidak langsung memberi peluang bagi para pelaku zina sehingga perbuatan yang tidak dibenarkan dalam agama tersebut berubah menjadi membolehkan perzinaan, bahkan negara pun mentolerir perbuatan ini sebagai hal yang biasa, bahkan mereka memfasilitasi tempat-tempat untuk menuangkan hasrat dan juga membolehkan pola pergaulan yang tak beradab.

Inilah gambaran kehidupan sekuler yang jelas bertentangan dengan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa kita membutuhkan institusi yang tegas dalam menerapkan aturan. Aturan tersebut bukan hanya lahir dari buah pikiran belaka, melainkan harus ada pertimbangan kuat berdasarkan hukum-hukum yang telah dijelaskan dalam Islam.

Kebutuhan umat akan tegaknya aturan Islam menunjukkan kebutuhana akan tegaknya khilafah islamiyyah, sebab sistem kekhilafan ini akan menerapkan aturan Islam secara totalitas, seperti politik, sosial, ekonomi, pergaulan, keamanan dan lain-lain. Islam juga tidak akan melakukan tindakan diskriminasi pada sebagian pihak hanya karena mereka beda agama. 

Seks di luar nikah menurut Islam merupakan tindakan amoral yang menimbulkan dosa, serta akan merusak tatanan kehidupan. Maka dari itu, khilafah akan berupaya menutup jalur masuk perbuatan ini dari arah mana pun. Khalifah juga akan memberi sanksi bagi para pelaku sesuai kadar islam.

Khilafah tidak akan memanfaatkan jalan keharaman sebagai sumber pemasukan. Selain itu, jalur pariwisata di dalam Islam bukanlah sumber utama pemasukan negara. Adapun sumber pemasukan negara khilafah adalah harta fa'i, kharaj, harta umum, dan juga sedekah. Sedangkan pariwisata digunakan sebagai sarana untuk tadabbur alam dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan mengagungkan ciptaan-Nya yang indah.

Adapun dalam penyelesaian masalah zina, maka khilafah akan melakukan beberapa tindakan seperti, 

Pertama, memberikan pendidikan yang berbasis akidah Islam untuk mengokohkan keimanan para peserta didik dengan menguatkan keterikatan mereka pada hukum syara'. 

Kedua, khilafah akan menerapkan sistem pergaulan Islam sehingga masyarakat diimbau untuk tetap berada pada koridor syar'i, seperti mewajibkan para wanita menutup aurat secara sempurna ketika keluar rumah, melarang ikhtilat dan berkhalwat tanpa ada uzur syar'i. 

Ketiga, khilafah akan mengupayakan kesejahteraan hidup keluarga dapat terjamin, sehingga seorang ibu dapat fokus dalam menempa anak-anaknya menjadi generasi mulia. 

Keempat, khilafah akan memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku maksiat, seperti zina. Jika ia termasuk zina mukhsan maka hukumannya akan dirajam. Jika masuk dalan zina gairu mukhsan, maka ia akan dicambuk sebanyak 80 kali kemudian diasingkan.

Beginilah cara Islam dalam menyelesaikan masalah, sehingga tak berlarut-larut. Selain itu, sanksi yang diberlakukan  di dalamnya akan menimbulkan efek jera dan ketakutan sehingga orang lain tak akan berniat untuk melakukan hal yang sama. Ketika aturan Islam diterapkan, maka hukuman yang akan mereka rasakan cukup sampai didunia saja, karena hukuman di akhirat telah tertebus.

Wallahua'lam bissawab.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis Dakwah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab