Inilah Upaya untuk Melahirkan Ahlu Jannah
Tinta Media - Ustazah Dedeh Wahidah mengungkapkan beberapa upaya yang bisa dilakukan keluarga Muslim agar menjadi ahlul jannah.
“Bagaimana upaya yang harus kita lakukan untuk melahirkan ahlul Jannah? Keluarga kita menjadi penduduk surga, apa yang harus kita lakukan?” tuturnya pada rubrik Fiqih Rumah Tangga: Melahirkan Karakter Ahli Surga dalam Keluarga, Sabtu (6/8/2022) di kanal YouTube MMC.
Pertama, harus meyakini bahwa surga itu sesuatu yang pasti ada. “Bahkan kalau di dalam keyakinan kita, umat Islam itu termasuk rukun iman. Bahwa kita mengimani hal-hal yang gaib mengimani apa yang ada di dalam kitab Allah, di dalam Al-Qur’an,” jelasnya.
Ustazah Dedeh mengungkapkan bahwa nanti ketika manusia sudah dimatikan semuanya, maka nanti akan dibangkitkan, kemudian manusia dikumpulkan, kemudian nanti akan dibalas. “Apakah dia banyak melakukan kemaksiatan atau melakukan ketaatan. Bagi yang taat maka balasannya surga, bagi yang maksiat balasannya adalah neraka,” ungkapnya.
Menurutnya, ini adalah poin penting bagi manusia yang mengimani bahwa surga itu ada. “Bahwa surga itu memang hakiki, bukan khayalan, bukan juga rekaan. Nah, tentu saja ini juga harus kita tularkan, harus kita transfer, keyakinan ini kepada anak-anak kita, kepada keluarga kita, bahwa surga itu sesuatu yang pasti,” paparnya.
Kedua, Allah memberitahu bagaimana karakter atau sifat-sifat penduduk surga. “Apakah cukup hanya dengan mengimani atau ada sifat yang lain? Ini tentu saja ketika kita sudah mengetahui sifat-sifat ini, maka kita akan memiliki dorongan untuk mewujudkan sifat itu pada kita juga pada anak-anak kita, pada keluarga,” tegasnya.
Ia menyampaikan adanya banyak nash, baik di dalam Al-Qur’an, maupun hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang karakter ahlul Jannah (karakter penduduk surga).
“Diantaranya yang akan kita kupas adalah Al-Qur'an surat Al-Insan (surat 76, ayat 6 sampai ayat 12),” ucapnya.
“Di situ Allah menyebutkan mereka itu penduduk surga, memenuhi, melaksanakan nazar,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, nazar menurut banyak ulama yang diantaranya Imam Syaukani. “Bahwa nazar adalah melaksanakan apa-apa yang menjadi taklif, apa-apa yang menjadi kewajiban dari Allah. Sholat, shaum, zakat juga perintah-perintah Allah yang lainnya, menutup aurat, tidak berkholwat dan lain sebagainya,” jelasnya.
“Tentu saja tercakup di dalam aturan syariat Islam yang kaffah tentunya,” tambahnya.
Ketiga adalah menumbuhkan rasa takut. “Yaitu takut kepada hari dimana pada saat itu keburukannya, azabnya itu merata di mana-mana. Hari apakah itu?” tanyanya.
“Hari dimana pada saat itu tidak ada orang yang bisa lari dari azabnya, tidak ada orang, tidak ada makhluk Allah yang bisa Selamat dari keburukannya. karena keburukannya itu merata di mana-mana (di barat, di timur, di selatan, di utara, di atas, di bawah), yaumul kiyamah (pada hari kiamat),” bebernya.
Ustazah Dedeh menilai karakter pertama itu menjadi pondasi. “Yaitu keimanan tadi,” tegasnya.
Keempat, memberikan makanan, atau menginfakkan sesuatu. “Memberikan makanan. Makanan itu yang mereka sukai, yang mereka cintai, sabar memberikan sesuatu, menghadiahkan sesuatu, bukan hal yang sulit,” jelasnya.
Ia melihat sekarang banyak terjadi, bukan hanya orang muslim yang saling memberi hadiah bahkan mungkin dari rakyat kepada pejabat. “Ketika pejabat datang ke lapangan, turun ke daerah, biasanya pulangnya dengan membawa berbagai hadiah,” ungkapnya.
Tetapi ia menilai bahwa pemberian pejabat, rakyat atau bawahan itu ternyata bukan karena kecintaan, bukan karena berharap kepada pahala dari Allah. “Tapi karena apa ada udang di balik batu. Lagi-lagi karena dipengaruhi kapitalisme,” tuturnya.
“Bagi kapitalisme, tidak ada makan siang yang gratis. Mereka memberi karena mereka berharap kalau dekat dengan pejabat, kalau menghadiahi pejabat, nanti pejabat akan memberikan kemudahan-kemudahan,” jelasnya lebih lanjut.
Ia menyontohkan mungkin dengan dimuluskan tendernya, atau mungkin ketika berkasus, harusnya dipidanakan, karena dekat dengan pejabat maka menjadi bebas. “Nah bagi orang atau penduduk surga ternyata memberi hadiahnya itu bukan karena apa pertimbangan dunia, tetapi semata-mata karena berharap kerindhoan dari Allah,” bebernya.
"Mereka itu terdorong untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah," imbuhnya.
Tentu saja tidak cukup keimanan, kata Ustazah Dedeh, harus dipadukan dengan apa saja kewajiban dari Allah. "Kesimpulannya, harus terikat dengan hukum syara secara kaffah,” pungkasnya.[] Raras