Tinta Media: Kurban
Tampilkan postingan dengan label Kurban. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kurban. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Juni 2023

Jurnalis Sebut Tiga Tips Meresapi Makna Berkurban

Tinta Media - Meneladani kisah Nabi Ibrahim as yang diperintah Allah Swt. agar menyembelih Ismail, putra satu-satunya –saat itu--  yang begitu disayangi dan diidamkan kelahirannya selama puluhan tahun, Jurnalis senior Joko Prasetyo (Om Joy) menyebut tiga tips meresapi makna pengorbanan nabi Ibrahim itu.
 
“𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒌𝒆𝒕𝒂𝒂𝒕𝒂𝒏. Bila diresapi, tentu saja tidak ada alasan bagi kita untuk tidak taat kepada perintah Allah Swt. Toh seberat apa pun perintah-Nya, Allah Swt. tidak pernah menyuruh kita sampai menyembelih anak satu-satunya yang telah diidamkan puluhan tahun,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (26/6/2023).
 
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, sebutnya, 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒈𝒖𝒉𝒂𝒏. Ia berharap tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.” Ismail saja yang paham betul bila perintah Allah tersebut dilaksanakan akan menyebabkan dirinya menemui ajal tetapi ia terus mendorong ayahnya untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Hingga setan yang silih berganti menggoda untuk membatalkan penyembelihan pun putus asa,” ujarnya.
 
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, sambungnya, 𝒌𝒆𝒋𝒖𝒋𝒖𝒓𝒂𝒏. “Harus jujur dalam menyampaikan kebenaran meskipun tidak jarang terasa pahit. Tapi ingat sepahit apa pun tidaklah sepahit yang dialami Nabi Ibrahim. Meskipun kasih sayangnya terhadap Ismail begitu besar, namun tidak sedikit pun beliau menyembunyikan atau merekayasa perintah-Nya. Dalam keadaan normal yang begitu sulit, beliau tetap menyampaikan apa adanya perintah Allah SWT itu kepada Ismail,” bebernya.
 
Om Joy berharap, dengan meresapi makna berkurban seperti di atas menjadi lebih mudah taat, tetap teguh dan jujur dalam menerima, mengamalkan dan menyampaikan kebenaran dari Allah Swt. [] Irianti Aminatun.
 
 

Rabu, 14 Juni 2023

Ajengan YRT: Sejak Disyariatkan, Nabi Muhammad SAW Tidak Pernah Meninggalkan Ibadah Kurban

Tinta Media - Mudir Ma'had Khodimus Sunnah, Ajengan Yuana Riyan Tresna (YRT) mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad Saw, tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkan hingga wafat.

"Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat, meskipun kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (13/6/2023).

Ketentuan kurban sebagai sunah muakkad, kata Ajengan, dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Adapun Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. 

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa anjuran berkurban hanya bagi yang mampu. "Anjuran berkurban hanya bagi mereka yang mampu. Sementara, standar mampu dalam Mazhab Syafi'i bukan dihitung dengan nominal tertentu," bebernya.

Dikategorikan mampu, imbuhnya, ialah yang mempunyai uang cukup untuk beli hewan kurban. Dia juga memiliki uang untuk menafkahi keluarga beserta orang-orang yang ditanggungnya selama hari-hari penyembelihan; 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Ajengan kemudian mengutip sebuah dalil yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud

"Dalilnya adalah hadits Nabi, 'Siapa yang meminta-minta padahal dia punya sesuatu yang mencukupkannya, sesungguhnya dia sedang mengumpulkan api neraka.' Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasul, siapa yang mampu atau cukup itu?' Beliau menjawab: 'Yang punya kecukupan untuk sehari dan semalam'. (HR Abu Daud)," paparnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa dikategorikan mampu atau tidaknya seseorang dihitung sejak waktu penyembelihan datang bukan sejak awal Zulhijjah.

"Dikatakan mampu atau tidak menurut Mazhab Syafii dihitung sejak waktu menyembelih itu datang, bukan sejak awal Zulhijjah masuk. Jika tidak mampu, tidak memenuhi standar di atas, maka tidak perlu memaksakan berkurban," pungkasnya.[] Nur Salamah

Selasa, 28 Juni 2022

Ibadah Kurban Bukanlah Ibadahnya Orang Yang Kaya Raya, Tetapi...


Tinta Media  - "Ibadah sunah kurban bukanlah ibadahnya orang yang kaya raya, tetapi merupakan ibadahnya orang yang mampu mengatur keuangannya dengan baik dan bertekad bulat untuk berkurban", tulis jurnalis Joko Prasetyo dalam artikel: Tips Agar Tahun Depan Bisa Berkurban, yang dimuat tintamedia.web.id, Selasa (24/5/2022). 

Menurutnya, orang yang mampu secara finansial sangat mungkin tidak berkurban bila tidak sungguh-sungguh dalam menganggarkan dana untuk ibadah sunah ini. "Sebaliknya, orang yang finansialnya biasa saja ternyata bisa berkurban," ungkapnya. 

Selanjutnya, Om Joy, sapaan akrabnya, memberikan kiat mengatur keuangan agar bisa berkurban. "Berikut kiat mengatur keuangan agar bisa berkurban tahun depan. InsyaAllah," ujarnya. 

Pertama, bulatkan tekad. Terlepas pada Idul Adha tahun ini sudah berkurban atau belum, kuatkanlah tekad pada lebaran haji tahun depan akan berkurban. Sehingga anggaran untuk kurban akan diutamakan dibandingkan dengan pengeluaran yang lainnya. 

Kedua, menabung secara rutin. Misalnya harga hewan kurban tahun depan Rp3 juta. Bagi yang berpenghasilan bulanan, begitu gajian langsung menabung Rp300 ribu; kalau harian sehari menabung Rp10 ribu; yang gajiannya tak menentu, sisihkanlah uang berapa saja begitu dapat, tapi jangan tenang dulu bila sebulan belum menyisihkan uang dengan nilai total Rp300 ribu. Sehingga dalam sepuluh bulan sudah terkumpul Rp3 juta. 

Ketiga, pisahkan dengan uang lainnya. Pisahkan uang untuk kurban dengan uang lainnya. Bila biasa menyimpan uang di rekening, maka haruslah membuat rekening baru yang khusus untuk menyimpan uang kurban. Masukan ke rekening setiap jumlahnya sudah Rp300 ribu. Jika bepergian atau mau berbelanja, kartu ATM rekening kurban jangan dibawa. 

Keempat, berkelompok. Bila mengalami kesulitan dalam berdisiplin dalam menabung untuk kurban. Berkumpullah dengan suadara dan atau teman yang memiliki tekad yang sama. Angkatlah yang paling tegas sebagai pemimpin untuk mengumpulkan uang kurban secara rutin.  

Kelima, buat grup WA. Bila kesulitan untuk rutin berkumpul, buat saja grup WhatsApp, yang isinya khusus untuk saling menyemangati agar tetap istiqamah menabung per bulan Rp300 ribu untuk kurban. 

Keenam, pelihara anakan hewan kurban. Bila memiliki lahan yang cukup dan ada waktu pula untuk mengurusnya, memelihara anakan hewan kurban bisa dilakukan. Bila tidak, bisa pula menggunakan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya atau lembaga yang khusus menangani masalah ini. Kita hanya membeli anakan dan membayar biaya pemeliharaan per hari. Kambing misalnya, ada lembaga yang menjual anakan Rp1,1 juta dan biaya pemeliharan per hari Rp5 ribu. "Bila dihitung-hitung, biayanya memang lebih murah daripada membeli hewan kurban di bulan Dzulhijjah," pungkasnya.[] Arip

Kamis, 09 Juni 2022

Bolehkah Berkurban Dulu Sebelum Aqiqah? Ini Jawabannya...


Tinta Media - Menanggapi pertanyaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat terkait pelaksanaan kurban sebelum aqiqah, Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. menegaskan bahwa boleh dan sah berkurban sebelum menyelenggarakan aqiqah.

"Boleh dan sah seorang muslim berkurban walaupun belum melakukan aqiqah untuk dirinya," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (2/6/2022).

Menurutnya, antara kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang berdiri sendiri. "Hal ini karena kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang masing-masing berdiri sendiri, yang satu tidaklah mensyaratkan yang lain," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. "Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban," tegasnya.

Karena itu, katanya kembali, jika seseorang belum melaksanakan aqiqah untuk dirinya, boleh dia berkurban dan tidak apa-apa. Adapun kondisinya yang belum beraqiqah tidaklah berpengaruh pada keabsahan ibadah kurban yang dia laksanakan.

Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya menjelaskan dengan membandingkan bahasan fiqih. "Hal ini berbeda dengan dua hukum yang masih satu rangkaian, atau dalam bahasa fiqih, masih *satu masalah* dimana dua hukum syara' tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain," terangnya.

Selanjutnya, ia memberikan contoh ibadah yang sepaket, yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. "Misalnya antara wudhu dan sholat, dimana wudhu merupakan syarat bagi sahnya sholat. Atau rukyatul hilal dengan pelaksanaan puasa Ramadhan, dimana rukyatul hilal merupakan sebab syar'i bagi sahnya pelaksanaan Ramadhan," paparnya.

Adapun antara aqiqah dan kurban, tegasnya, tidak terdapat dalil syar'i yang mengkaitkan hukum aqiqah sebagai syarat bagi ibadah penyembelihan kurban. Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. Maka tiadanya syarat aqiqah untuk kurban, berarti sah qurban tanpa aqiqah lebih dulu.

Kemudian ia menyampaikan dalil terkait masalah di atas. "Syekh Muhammad Mushthofa Az Zuhaili menjelaskan tentang syarat sebagai berikut," katanya.

فالشرط وصف يتوقف عليه وجود الحكم، وحقيقته أن عدمه يستلزم عدم الحكم، ولا يلزم من وجوده وجود ولا عدم، ولا يتحقق الحكم بشكل شرعي إلا بوجود الشرط الذي وضعه الشارع له

"Jadi syarat itu adalah sifat yang padanya bergantung keberadaan hukum, dan hakikatnya adalah ketiadaannya mengharuskan tiadanya hukum, namun sebaliknya keberadaannya tidak mengharuskan hukum itu ada atau tiada. Dan suatu hukum syar'i itu tidaklah terwujud secara syar'i kecuali dengan adanya syarat yang telah ditetapkan oleh Asy Syari' (Allah SWT)."
(Muhammad Mushthofa Az Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, 1/403).

Terakhir ia menegaskan kembali bahwa boleh dan sah bagi seorang muslim menyembelih kurban meskipun belum melaksanakan aqiqah.

'Dengan demikian, jelaslah bahwa boleh dan sah seorang muslim menyembelih kurban walaupun dia belum menjalankan aqiqah, karena tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa aqiqah itu menjadi syarat sahnya kurban," pungkasnya. [] Nur Salamah

Sabtu, 04 Juni 2022

BENARKAH YANG BELUM AQIQAH TIDAK BOLEH BERKURBAN?


Tinta Media - Tanya :
Benarkah orang yang belum aqiqah tidak diperbolehkan untuk kurban (harus aqiqah dulu)? (Nur, di bumi Allah)

Jawab :

Boleh dan sah seorang muslim berkurban walaupun belum melakukan aqiqah untuk dirinya. 

Hal ini karena kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang masing-masing berdiri sendiri, yang satu tidaklah mensyaratkan yang lain.

Dengan kata lain, alasannya adalah karena tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban.

Karena itu, jika seseorang belum melaksanakan aqiqah untuk dirinya, boleh dia berkurban dan tidak apa-apa. Adapun kondisinya yang belum beraqiqah tidaklah berpengaruh pada keabsahan ibadah kurban yang dia laksanakan.

Hal ini berbeda dengan dua hukum yang masih satu rangkaian, atau dalam bahasa fiqih, masih "satu masalah", dimana dua hukum syara' tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain. Misalnya antara wudhu dan sholat, dimana wudhu merupakan syarat bagi sahnya sholat. Atau misalnya antara rukyatul hilal dengan pelaksanaan puasa Ramadhan, dimana rukyatul hilal merupakan sebab syar'i bagi sahnya pelaksanaan Ramadhan.

Adapun antara aqiqah dan kurban, tidak terdapat dalil syar'i yang mengkaitkan hukum aqiqah sebagai syarat bagi ibadah penyembelihan kurban. Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. Maka tiadanya syarat aqiqah untuk kurban, berarti sah qurban tanpa aqiqah lebih dulu.

Syekh Muhammad Mushthofa Az Zuhaili menjelaskan tentang syarat sebagai berikut : 

فالشرط وصف يتوقف عليه وجود الحكم، وحقيقته أن عدمه يستلزم عدم الحكم، ولا يلزم من وجوده وجود ولا عدم، ولا يتحقق الحكم بشكل شرعي إلا بوجود الشرط الذي وضعه الشارع له

"Jadi syarat itu adalah sifat yang padanya bergantung keberadaan hukum, dan hakikatnya adalah ketiadaannya mengharuskan tiadanya hukum, namun sebaliknya keberadaannya tidak mengharuskan hukum itu ada atau tiada. Dan suatu hukum syar'i itu tidaklah terwujud secara syar'i kecuali dengan adanya syarat yang telah ditetapkan oleh Asy Syari' (Allah SWT)." (Muhammad Mushthofa Az Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, 1/403).

Dengan demikian, jelaslah bahwa boleh dan sah seorang muslim menyembelih kurban walaupun dia belum menjalankan aqiqah, karena tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa aqiqah itu menjadi syarat sahnya kurban.

Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 2 Juni 2022

Oleh: KH M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Kontemporer 

Selasa, 31 Mei 2022

BERKURBAN DENGAN HEWAN YANG BERPENYAKIT MULUT DAN KUKU


Tinta Media - Tanya :

Ustadz, mau nanya penyakit mulut dan kuku pada hewan qurban, apakah menjadikan hewan qurban tidak sah untuk dikurbankan? (Irwan S., bumi Allah).

Ustadz, ada yang bilang hewan yang kena penyakit mulut dan kuku tidak apa-apa dijadikan hewan kurban, karena penyakit mulut dan kuku katanya tidak bisa menular kepada manusia? (Hamba Allah).

Jawab :

Berkurban dengan hewan kurban yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) hukumnya tidak sah menurut syara’, karena tidak memenuhi salah satu syarat yang wajib ada pada hewan kurban, yaitu hewan itu harus selamat dari cacat yang menghalangi keabsahan kurban (salîmah min al-‘uyûb al-mâni’ah min shihhat al-udh-hiyyah). (Husâmuddin ‘Ifânah, Al-Mufashshal fî Ahkâm Al-Udh-hiyyah, hlm. 64). 

Dalil yang menetapkan syarat tersebut adalah hadits dari Barra` bin Azib RA, bahwa Rasulullah SAW telah berkata :

أَرْبَعَةٌ لاَ يَجْزِينَ فِي الأَضَاحِي الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِي

”Ada empat macam hewan yang tidak mencukupi untuk hewan-hewan kurban; yaitu : hewan yang nyata-nyata buta sebelah (bermata satu) (Jawa : pécé), hewan yang nyata-nyata sakit; hewan yang nyata-nyata pincang; dan hewan yang sangat kurus sehingga seolah-olah tidak ada sumsum di tulangnya.” (HR Tirmidzi, no. 1497; Nasa`i, no. 4371; Ahmad, no. 18675. Redaksi ini menurut Imam an-Nasa`i. Hadits shahih).

Dalam hadits ini terdapat empat persyaratan yang disepakati ulama untuk hewan kurban. Salah satunya adalah bahwa hewan kurban tidak boleh hewan yang nyata-nyata sakit (al-marîdhah al-bayyin maradhuhâ; Eng : the sick animals that is obviously sick). 

Kriteria “sakit yang nyata” (al-maradh al-bayyin) yang dimaksud hadits ini menurut para ulama adalah : sakit yang merusak kualitas daging hewan itu, dan dapat menyebabkan berkurangnya harga hewan jika hewan itu dijual (al-maradh al-bayyin : al-mufsid li al-lahmi wa al-munqish li al-tsaman).

Misalnya, hewan kurban itu menderita penyakit kudisan (al-jarbâ’u), atau penyakit bisul (al-butsûr), atau mengalami luka-luka (al-qurûh), dan yang semisalnya. (Husâmuddin ‘Ifânah, Al-Mufashshal fî Ahkâm Al-Udh-hiyyah, hlm. 64).

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa hewan kurban yang berpenyakit mulut dan kuku (PMK), termasuk hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, karena menurut para pakar kedokteran hewan, penyakit mulut dan kuku menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar yang disebabkan oleh penurunan berat badan permanen pada hewan yang berpenyakit PMK. 

Memang benar, menurut ilmu kedokteran hewan, penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi tidak dapat menular kepada manusia, kecuali pada kasus yang sangat-sangat jarang. 

Dalam situs en.wikipedia.org disebutkan bahwa,”Humans are only extremely rarely infected by foot-and-mouth disease virus (FMDV).” (Manusia sangat-sangat jarang terinfeksi oleh virus penyakit mulut dan kuku (FMDV). 

Namun demikian, hewan yang berpenyakit mulut dan kuku tersebut tetap tidak sah dijadikan hewan kurban, karena terdapat syarat-syarat khusus yang wajib dipenuhi pada hewan kurban, di antaranya adalah tidak boleh berpenyakit dengan sakit yang signifikan (nyata), terlepas dari dampak penyakit hewan itu bagi manusia, apakah dagingnya menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia atau tidak. 

Berbeda halnya jika sapi yang terkena PMK itu bukan untuk dijadikan hewan kurban, melainkan disembelih untuk konsumsi biasa. Jika disembelih untuk konsumsi biasa, hukumnya sah disembelih dan boleh dimakan menurut syariah Islam. Hanya saja secara kesehatan ada rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi organ-organ tertentu yang terpapar virus penyebab PMK secara langsung, yaitu jeroan, mulut, bibir, lidah, dan kaki. Wallahu a’lam.

Jogjakarta, 23 Syawal 1443 / 23 Mei 2022

Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Kontemporer 

http://fissilmi-kaffah.com/index/tanyajawab_view/469

Senin, 30 Mei 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi: Tidak Sah Berkurban dengan Hewan Berpenyakit Mulut dan Kuku


Tinta Media - Menanggapi pertanyaan masyarakat mengenai kriteria hewan kurban, Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si menyatakan tidak sah berkurban dengan hewan berpenyakit mulut dan kuku.

"Berkurban dengan hewan yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK), hukumnya tidak sah menurut syara’," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (28/5/2022).

Menurutnya, tidak sahnya karena tidak memenuhi salah satu syarat yang wajib ada pada hewan kurban, yaitu hewan itu harus selamat dari cacat yang menghalangi keabsahan kurban (salîmah min al-‘uyûb al-mâni’ah min shihhat al-udh-hiyyah).(Husâmuddin ‘Ifânah, Al-Mufashshal fî Ahkâm Al-Udh-hiyyah, hlm. 64).

Ia juga menyampaikan dalil syara' terkait syarat hewan kurban tersebut. "Dalil yang menetapkan syarat tersebut adalah hadits dari Barra` bin Azib RA," ujarnya.

Rasulullah SAW bersabda :

أَرْبَعَةٌ لاَ يَجْزِينَ فِي الأَضَاحِي الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِي

”Ada empat macam hewan yang tidak mencukupi untuk hewan-hewan kurban, yaitu : hewan yang nyata-nyata buta sebelah (bermata satu) (Jawa : pécé), hewan yang nyata-nyata sakit, hewan yang nyata-nyata pincang, dan hewan yang sangat kurus sehingga seolah-olah tidak ada sumsum di tulangnya.” (HR Tirmidzi, no. 1497; Nasa`i, no. 4371; Ahmad, no. 18675. Redaksi ini menurut Imam an-Nasa`i. Hadits shahih).

Ustadz Shiddiq kemudian menegaskan bahwa dalam hadits di atas ada empat syarat yang disepakati oleh para ulama.

"Dalam hadits ini terdapat empat persyaratan yang disepakati ulama untuk hewan kurban. Salah satunya adalah hewan kurban tidak boleh  yang nyata-nyata sakit," terangnya.

Kriteria sakit yang nyata kata Ustadz Shiddiq (al-maradh al-bayyin) yang dimaksud dalam hadits tersebut menurut para ulama adalah sakit yang merusak kualitas daging hewan itu  dan dapat menyebabkan berkurangnya harga jika hewan itu dijual (al-maradh al-bayyin : al-mufsid li al-lahmi wa al-munqish li al-tsaman).

Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya, memberikan contoh-contoh hewan yang dikatakan menderita penyakit. "Misalnya, hewan kurban itu menderita penyakit kudisan (al-jarbâ’u), atau penyakit bisul (al-butsûr), atau mengalami luka-luka (al-qurûh) dan yang semisalnya. (Husâmuddin ‘Ifânah, Al-Mufashshal fî Ahkâm Al-Udh-hiyyah, hlm. 64).

Namun, sebagai ahli fiqih ia menegaskan bahwa, hewan yang menderita PMK tidak sah untuk dijadikan hewan kurban, tapi sah disembelih untuk dikonsumsi biasa.

"Berbeda halnya jika sapi yang terkena PMK itu bukan untuk dijadikan hewan kurban, melainkan disembelih untuk konsumsi biasa. Jika disembelih untuk konsumsi biasa, hukumnya sah disembelih dan boleh dimakan menurut syariah Islam," jelasnya.

Hanya saja, katanya di akhir penjelasan, secara kesehatan ada rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi organ-organ tertentu yang terpapar virus penyebab PMK secara langsung, yaitu jeroan, mulut, bibir, lidah, dan kaki.[] Nur Salamah

Selasa, 24 Mei 2022

TIPS AGAR TAHUN DEPAN BISA BERKURBAN


Tinta Media  - Orang yang mampu secara finansial sangat mungkin tidak berkurban bila tidak sungguh-sungguh dalam menganggarkan dana untuk ibadah sunah ini. Sebaliknya, orang yang finansialnya biasa saja ternyata bisa berkurban. Itu terjadi karena ibadah sunah kurban bukanlah ibadahnya orang yang kaya raya, tetapi merupakan ibadahnya orang yang mampu mengatur keuangannya dengan baik dan bertekad bulat untuk berkurban. Berikut kiat mengatur keuangan agar bisa berkurban tahun depan. InsyaAllah.

Pertama, bulatkan tekad. Terlepas pada Idul Adha tahun ini sudah berkurban atau belum, kuatkanlah tekad pada lebaran haji tahun depan akan berkurban. Sehingga anggaran untuk kurban akan diutamakan dibandingkan dengan pengeluaran yang lainnya.

Kedua, menabung secara rutin. Misalnya harga hewan kurban tahun depan Rp3 juta. Bagi yang berpenghasilan bulanan, begitu gajian langsung menabung Rp300 ribu; kalau harian sehari menabung Rp10 ribu; yang gajiannya tak menentu, sisihkanlah uang berapa saja begitu dapat, tapi jangan tenang dulu bila sebulan belum menyisihkan uang dengan nilai total Rp300 ribu. Sehingga dalam sepuluh bulan sudah terkumpul Rp3 juta.

Ketiga, pisahkan dengan uang lainnya. Pisahkan uang untuk kurban dengan uang lainnya. Bila biasa menyimpan uang di rekening, maka haruslah membuat rekening baru yang khusus untuk menyimpan uang kurban. Masukan ke rekening setiap jumlahnya sudah Rp300 ribu. Jika bepergian atau mau berbelanja, kartu ATM rekening kurban jangan dibawa.

Keempat, berkelompok. Bila mengalami kesulitan dalam berdisiplin dalam menabung untuk kurban. Berkumpullah dengan suadara dan atau teman yang memiliki tekad yang sama. Angkatlah yang paling tegas sebagai pemimpin untuk mengumpulkan uang kurban secara rutin. 

Kelima, buat grup WA. Bila kesulitan untuk rutin berkumpul, buat saja grup WhatsApp, yang isinya khusus untuk saling menyemangati agar tetap istiqamah menabung per bulan Rp300 ribu untuk kurban.

Keenam, pelihara anakan hewan kurban. Bila memiliki lahan yang cukup dan ada waktu pula untuk mengurusnya, memelihara anakan hewan kurban bisa dilakukan. Bila tidak, bisa pula menggunakan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya atau lembaga yang khusus menangani masalah ini. Kita hanya membeli anakan dan membayar biaya pemeliharaan per hari. Kambing misalnya, ada lembaga yang menjual anakan Rp1,1 juta dan biaya pemeliharan per hari Rp5 ribu. Bila dihitung-hitung, biayanya memang lebih murah daripada membeli hewan kurban di bulan Dzulhijjah.[] 

Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis 

Dimuat pada rubrik Tips newsletter Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) edisi 83 (September 2018).
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab