Tinta Media: Kunjungan
Tampilkan postingan dengan label Kunjungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kunjungan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2024

Rezim Sekuler Menyambut Serius Kunjungan Paus Fransiskus



Tinta Media - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus melakukan kunjungan ke Indonesia pada tanggal 3-6 September 2024. Selama di Indonesia, Paus Fransiskus terjadwal menghadiri beberapa agenda, di antaranya melakukan pertemuan dengan Presiden Indonesia Joko Widodo, berkunjung ke Gereja Katedral, Masjid Istiqlal, hingga melakukan Misa Akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Dalam menyambut kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia ini, sebanyak 33 tokoh muslim Indonesia meluncurkan buku berjudul “Salve, Peregrinans Spei”, yang memiliki arti “Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan”. Bukan hanya sekadar sambutan semata, tetapi buku ini  juga menggambarkan semangat keberagaman dan pluralisme yang hidup di Indonesia. Selain itu, buku ini juga diharapkan dapat menjadi simbol komitmen Indonesia terhadap toleransi dan keadilan sosial.

Dalam pertemuannya dengan Presiden RI, Paus Fransiskus memberikan sebuah pidato sambutan yang berisi beberapa hal. Di antara poin dari sambutan tersebut yaitu, memuji semboyan negara Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”, membicarakan sumber daya alam Indonesia, mengajak untuk memperjuangkan kerukunan, keadilan sosial, serta menyerukan perdamaian.

Apabila kita kaji lebih dalam, tentu kunjungan pemimpin tertinggi Katolik ini ke Indonesia memiliki maksud dan target yang besar. Begitu juga dengan pemilihan negara yang dikunjungi, bukanlah tanpa pertimbangan matang.  Kunjungan Paus kali ini sebetulnya dengan membawa misi, yakni tekanan global soal toleransi ala moderasi, juga misi liberalism & pluralism. Hal tersebut dapat diketahui dari berbagai statement yang dipaparkan oleh Paus tersebut.

Ironinya, kedatangan Paus ini direspon positif oleh para pemimpin dan masyarakat muslim. Dari awal kedatangan di Masjid Istiqlal, Paus telah disambut dengan pembacaan ayat Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 62 yang dianggap berisi ajaran toleransi, dilanjut dengan mencium kening Paus Fransiskus yang dilakukan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal. Paus Fransiskus bahkan dipuja-puji demikian luar biasa seolah-olah orang suci. Paus juga diposisikan sebagai orang yang harus diteladan gaya hidupnya.

Apalagi, acara Misa Akbar disiarkan secara langsung di seluruh stasiun televisi nasional di negara mayoritas muslim. Parahnya, acara tersebut menabrak waktu Maghrib sehingga harus menggeser tayangan azan menjadi hanya sekadar pemberitahuan lewat running text saja. Ternyata hal seperti ini pun dianggap wajar oleh masyarakat, tokoh-tokoh, juga mahasiswa muslim.

Sebagai umat Islam, seyogyanya kita dapat lebih kritis dan waspada. Sebagaimana umat Islam berdakwah, orang kafir pun demikian. Di antara modus dakwah kafir yaitu bisa melalui ekonomi, pendidikan, politik, budaya, dan kota mandiri.

Penyambutan terhadap Paus Fransiskus oleh negara yang begitu semarak merupakan sikap toleransi yang kelewat batas dan tidak dibenarkan dalam Islam. Islam memiliki konsep toleransi yang khas berdasarkan akidah Islam. Konsep toleransi inilah yang harus kita gunakan. Allah Swt. melarang untuk mencampuradukkan perkara aqidah dan ibadah. 

Sikap toleransi dalam Islam adalah sebatas menghormati, menghargai, dan membiarkan umat agama lain meyakini dan beribadah menurut agamanya. Membiarkan nonmuslim beribadah dengan tenang dan damai merupakan bentuk toleransi tertinggi, bukan dengan bekerja sama (kolaborasi), menghadiri (berpartisipasi), atau bahkan penyatuan (unifikasi) dengan keyakinan dan ibadah mereka. 

Dialog antaragama merupakan suatu hal yang dilarang dalam Islam. Sebab, di dalamnya meyakini bahwa semua agama sama. Padahal, Allah Swt. berfirman,

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.” (QS Ali Imran [3]: 19)

Oleh karena itu, umat harus sadar bahwa saat ini kondisinya masih terjajah oleh orang-orang kafir. Jangan sampai terjebak oleh narasi yang dibangun Barat, seperti toleransi dan moderasi yang selalu digaungkan. 

Dengan demikian, penting adanya sebuah Institusi yang mampu menjaga izzah atau kemuliaan dan kehormatan Islam. Institusi inilah yang akan menjadi pembebas umat Islam dari penjajahan dan kezaliman orang-orang kafir, yaitu khilafah ala minhajin nubuwah. Allahu A'lam Bishawwab.



Oleh: Nabilah Ummu Yazeed
Sahabat Tinta Media

Selasa, 12 Juli 2022

Mengevaluasi Misi Jokowi Damaikan Ukraina-Rusia



Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi mempertanyakan misi dari kunjungan presiden Jokowi ke Ukraina.

"Apa misi dari kunjungan presiden Jokowi ini?" tuturnya dalam acara Menjadi Politisi Islam: Kunjungan Jokowi ke Ukraina, Ada Apa? Senin (27/6/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, kunjungan ini tidak bisa dilepaskan dari kapasitas Indonesia sebagai pemegang Presidensi G-20 atau sebagai tuan rumah. "Presiden Jokowi berencana mendorong negara-negara G-7 untuk mengampanyekan perdamaian di Ukraina. Pesan yang akan dibawa oleh Presiden Jokowi adalah pesan perdamaian untuk menghentikan perang (krisis di Ukraina)," ungkapnya.

"Pertanyaan mendasarnya itu adalah sejauh mana kapasitas kemampuan Indonesia atau Presiden Jokowi untuk menghentikan krisis di Ukraina ini atau membawa perdamaian bagi krisis Ukraina?" tanyanya.

Kapasitas dan Kapabilitas

Ustaz Farid mengatakan, kemampuan negara untuk mempengaruhi negara lain atau mempengaruhi konstelasi politik internasional, termasuk menyerukan perang atau menghentikan perang atau menyerukan perdamaian, itu tidak bisa dilepaskan dari kapasitas dan kemampuan negara untuk mempengaruhi negara lain dan mempengaruhi konstelasi politik internasional.

"Jadi, kalau negara itu tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mempengaruhi negara lain dan mempengaruhi konstelasi politik International, tentu negara itu akan sulit untuk menghentikan perang atau mengajak perdamaian. Ini tentu sangat sulit," terangnya.

Menurutnya, kemampuan negara untuk mempengaruhi konstelasi politik internasional sangat tergantung kepada profil negara itu. "Apakah negara itu memenuhi apa yang disebut negara utama atau daulatul ula? Jadi, karena negara utama inilah yang secara signifikan bisa mempengaruhi negara lain, bisa mempengaruhi konstelasi politik internasional," ungkapnya.

"Negara utama ini misalkan, saat ini adalah negara Amerika Serikat secara global di dunia," ujarnya.

Ustaz Farid menilai, Amerika Serikat bisa menentukan konstelasi politik International. Menurutnya, hampir semua krisis politik dunia  yang penting tidak bisa dilepaskan dari peran Amerika dan pengaruh Amerika di dalamnya.

"Krisis di Timur Tengah misalkan, pasti ada kepentingan, pengaruh, dan peran Amerika," ujarnya.

Krisis di Pasifik misalkan. Asia Pacifik itu juga tidak bisa dilepaskan dari peran dan pengaruh Amerika, karena Amerikalah yang saat ini sebagai negara utama atau ad daulah al ula.

Ia menilai, negara itu menjadi negara utama tidak bisa dilepaskan dari kapabilitas di dalam negerinya.

"Pertama, bahwa negara itu biasanya negara yang mengusung ideologi yang menyebarluaskan ideologinya ke seluruh penjuru dunia. Jadi, ideologi ini sangat penting untuk membuat negara-negara lain tunduk, terikat, ataupun terpengaruh," terangnya.

Maka, kata Ustaz Farid, tidak mengherankan politik luar negeri Amerika secara umum adalah bagaimana menyebarluaskan ideologi kapitalisme di seluruh penjuru dunia dan memastikan negara-negara di dunia ini tunduk pada ideologi kapitalisme. Karena, semakin banyak negara-negara lain yang tunduk pada ideologi kapitalisme, berarti negara itu berada di bawah pengaruh Amerika, sebagai negara pengusung utamanya.

"Karena itu, syarat menjadi negara utama adalah biasanya dia mengusung ideologi yang sifatnya global, ideologi yang sifatnya mendunia" jelasnya.

Ia menegaskan, negara-negara yang tidak mengusung ideologi yang sifatnya global atau mendunia, sulit untuk menjadi negara utama di dunia.

"Soviet, misalkan, kenapa pernah menjadi negara utama di dunia? Karena dia mengusung ideologi komunisme yang sifatnya global. Membuat negara-negara lain berada dalam pengaruhnya, karena mengusung ideologi yang sama," terangnya.

Ustaz Farid menilai, sama halnya dengan umat Islam. Umat Islam pernah mempengaruhi dunia, karena memiliki negara adidaya, al-Khilafah (al-Khilafah al-Islamiyah 'ala minhaji an-nubuwwah). Negara adidaya yang menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Mulai dari satu negara utama di Madinah, kemudian menyebar ke seluruh jazirah Arab , kemudian menyebar ke seluruh Afrika.

"Hingga bisa disebut setengah dunia itu, tidak bisa dilepaskan karena ada negara yang mengusung, menyebarluaskan ideologi Islam," ungkapnya.

Kekuatan Ekonomi

Namun, ujar Ustaz Farid, ideologi bukan satu-satunya yang membuat negara itu menjadi negara utama. Kemampuan ekonomi misalkan, juga sangat menentukan.

Menurutnya, kemampuan ekonomi sangat dipengaruhi oleh sumber daya alam yang dimiliki ataupun kontrolnya terhadap sumber alam dunia.

"Jadi, mungkin dia tidak memiliki secara langsung sumber alam tersebut, tapi dia memiliki pengaruh dan kendali atau kontrol terhadap sumber alam di dunia. Maka, dia juga akan bisa memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab