Tinta Media: Kunci
Tampilkan postingan dengan label Kunci. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kunci. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Mei 2023

Kiai Yasin Muthohar: Pengetahuan Kunci Kemenangan

Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Al Abqory, KH Yasin Muthohar mengatakan bahwa pengetahuan itu adalah kunci kemenangan.

"Rasulullah selalu waspada, selalu mengetahui kabar-kabar tentang lingkungan sekitar. Jadi, al ma'rifah miftahun nashr, pengetahuan itu adalah kunci kemenangan," tegasnya dalam Kajian Kitab ad Daulah al Islamiyyah, Perang Khaibar: Dahsyat, Sejarah Kaum Yahudi Ditaklukan Dengan Gagahnya Oleh Umat Islam, Selasa (9/5/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Ia katakan bahwa Rasulullah mengetahui konspirasi yahudi ini, meski ini konspirasi yang rahasia. "Konspirasi ini sebenarnya konspirasi yang rahasia. Tidak diumumkan, tapi Rasulullah tahu. Mengetahui apa saja yang terjadi diantara mereka," tegasnya.

Ia menambahkan bahwa pengetahuan Rasulullah tentang konspirasi ini menunjukkan bahwa Rasulullah betul-betul memiliki kemampuan, memiliki kekuatan intelijen, mengetahui informasi terkait dengan musuh.

"Karena itu kalau kita ingin menang menghadapi musuh maka kita harus tahu. Punya banyak pengetahuan tentang musuh itu," pungkasnya.[] Cicin Suhendi

Selasa, 27 September 2022

Ajengan YRT Berikan Dua Kunci Penting bagi Penuntut Ilmu

Tinta Media - Mudir Ma’had Khodimus Sunnah Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) memberikan dua kunci bagi penuntut ilmu.
 
“Yang pertama himmah yang kedua tanggung jawab,” tuturnya di acara Bincang Hangat: Mengkaji Tsaqofah Islam, Penting dan Perlu, Ahad (25/9/2022), melalui kanal Youtube UIY Official.
 
YRT lalu menjelaskan tentang himmah. Himmah adalah cita-cita, harapan dan terkait dengan niat yang benar. “Imam Ibnu Jama’ah dalam kitab Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim, menjelaskan hal penting yang harus ditanamkan oleh pelajar itu adalah benarnya niat diawal, yaitu mengharap ridha Allah Swt. dan mengamalkan ilmu. Bukan sekedar disimpan dibenak yang tidak lahir dalam bentuk amal,” jelasnya.
 
Ia mencontohkan ilmu yang tersimpan dibenak dan tidak lahir dalam bentuk amal. “Ada mahasiswi yang ditugasi mentakhrij hadis tentang  haramnya kholwat. Dalam mengerjakan tugas itu dia kerja bareng dengan laki-laki (khalwat). Ini bukti ilmu yang tidak diamalkan. Padahal ilmu itu untuk menghidupkan syariah, untuk dekat dengan Allah di yaumil qiyamah nanti,” tandasnya.
 
Manfaat dari menuntut ilmu, jelas YRT, adalah terus menyebarkan ilmu itu. Ini masalahah himmah, dan tanggung jawab menyebarkan dakwah untuk kebaikan umat.
 
Metode Memahami Tsaqofah
 
Konsekuensinya, kata YRT,  penuntut ilmu harus mengerahkan segenap kemampuan dalam belajar.  Dalam kitab Sakhsiyyah Islamiyyah jilid  l dalam judul metode Islam dalam belajar  Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan gambaran metode memahami tsaqofah Islam.
 
“Pertama sesuatu dipelajari dengan mendalam hingga difahami hakikatnya dengan pemahaman yang benar dengan mencurahkan seluruh kemampuan dalam belajar. Kedua, meyakini apa yang dipelajarinya sampai dia mengamalkannya. Ketiga, mempelajari tsaqofah Islam itu harus praktis untuk diterapkan dalam kehidupan,” urainya.
 
Ia kembali menegaskan bahwa seseorang mengkaji tsaqofah itu untuk menyelesaikan realitas kehidupan yang  dapat diindera dan dirasakan, bukan kajian yang bersifat teoritik.
 
“Di masa mendatang kita akan membangun kehidupan Islam yang dibangun berdasar tsaqofah Islam (akidah dan syariah). Karenanya mesti ada kefahaman yang cukup terhadap tsaqofah tadi serta bagaimana menerapkan dalam kehidupan. Bagaimana mungkin kita akan membangun kehidupan Islam kalau tidak ada kaum muslimin yang mengambil peran untuk terus belajar hingga kehidupan Islam yang hendak dibangun itu benar-benar berdasarkan akidah dan syariah Islam,” ungkapnya.
 
Tidak Memberikan Solusi
 
YRT menyayangkan banyak kaum muslimin yang belajar di fakultas syariah, fakultas ushuluddin, fakultas dakwah tapi tidak memberikan solusi pada persoalan umat hari ini. “Menurut mereka Islam itu sesuatu dan masalah sesuatu yang lain, Islam bukan untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Maka harus ada reformasi bahwa belajar tsaqofah Islam itu untuk menyelesaikan masalah,” harapnya.
 
YRT mengungkap sebab lain mengapa sebagian ulama yang menguasai tsaqofah Islam tidak mendakwahkan tsaqofahnya. “Ini masalah politik. Begitu kuat arus penolakan syariah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sehingga membuat tidak semua person berani menampakkan  tsaqofah islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jadi ini tantangan secara politik,” bebernya.
 
Ia lalu menyimpulkan, kenapa banyak alumni syariah tapi tidak tergerak mendakwahkan penerapan syariah karena metode belajar yang tidak tepat dan tekanan politik. “ Inilah dua faktor utama penyebabnya, tsaqofah hanya menarik untuk dibicarakan tapi tidak menarik untuk diterapkan,” tegasnya.
 
Menentang Syariah
 
Terkait fakta banyaknya ulama yang menentang syariah, YRT mengatakan setidaknya ada dua sebab,  pertama terjadi pembaratan dan kedua diperalat.
 
“Banyak sarjana muslim terbawa arus taghrib (pembaratan). Apa yang mereka sebut dengan tajdid, modernisasi, konstektualisasi itu kata lain dari taghrib (Westernisasi) sebagai muara dari sekularisasi. Bahkan bukan hanya sekularisasi tapi sudah mengarah pada pembaratan,” sesalnya.
 
Ia menyontohkan taghrib yang terjadi di Mesir. “Kalau di Mesir itu ada Pembaharuan Seruan Agama (Tajdid khitob ad-diin)  itu diseminarkan berkali-ali dan disponsori oleh Kementerian Agama di Mesir, serta mengundang dari berbagai negara termasuk Indonesia  dalam berbagai macam seminar untuk merumuskan Pembaharuan Seruan agama,” ungkap YRT.
 
Selain taghrib, kata YRT,  tidak  banyak kaum muslimin yang memahami peta politik terkait bagaimana membangun kekuatan umat, sehingga akhirnya mereka  diperalat oleh kekuatan penguasa.
 
“Tidak sedikit mereka mendukung  program-program yang dibawa oleh pemerintah. Ini persoalannya. Mereka menikmati kekuasaan dan akhirnya dibeli. Ada ulama yang awalnya baik tapi berhasil dibeli dan diadudomba dengan  umat yang lain,” tuturnya sedih.
 
Jadi, simpul YRT, yang pertama bersifat ideologi sementara yang kedua bersifat pragmatis. Termasuk sebab ideologis yang berbahaya,  kata YRT, adalah faham wasatiyah yang mengkompromikan Islam dengan peradaban lain yang terjadi di hampir seluruh negeri Islam tak terkecuali Indonesia.
 
Meski demikian YRT tidak khawatir karena masih banyak ulama yang diam ketimbang yang terbaratkan atau terbeli. “Ulama yang faham tapi diam ini menjadi peluang untuk konsolidasi kekuatan kaum Muslimin. Mereka adalah mutiara umat yang  faham fikih, hadis, dan lain-lain yang bersembunyi di pesantren, madrasah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab