Tinta Media: Krisis
Tampilkan postingan dengan label Krisis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Krisis. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 13 April 2024

Krisis Dunia 2024: Gerhana Melanda Amerika Serikat, Momentum Terang bagi Indonesia?

Tinta Media - Dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia saat ini tengah berhadapan dengan pelemahan ekonomi yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama. Amerika Serikat dikabarkan hanya akan tumbuh 2,1 persen pada tahun 2024 dan 1,9 persen pada tahun 2025. Sementara Tiongkok akan tumbuh 4,8 persen pada 2024 dan 4,2 persen pada tahun 2025.

Sementara Jepang salah satu yang ekonomi terbesar setelah China di Asia akan semakin merosot dari pertumbuhan 1,9 persen tahun 2023 menjadi 1,5 persen pada tahun 2024 dan terus merosot ke 1,1 persen di tahun 2025. Perekonomian jepang tampaknya mengikuti alur krisis yang melanda Amerika Serikat saat ini sebagai dua ekonomi Pacifik yang terikat sangat kuat.

Dunia sangatlah mengkhawatirkan krisis yang melanda Amerika Serikat (AS). Peningkatan defisit anggaran pemerintah AS juga menimbulkan kekhawatiran Tiongkok sebagaimana diberitakan china Daily _The soaring deficit is making Chinese and other foreign buyers of US debt nervous, which could make them reluctant lenders down the road. It could also force the Treasury Department to pay higher interest rates to make US debt attractive longer-term._

_"These are mind-boggling numbers," said Sung Won Sohn, an economist at the Smith School of Business at California State University. "Our foreign investors from China and elsewhere are starting to have concerns about not only the value of the dollar but how safe their investments will be in the long run."_

Defisit anggaran AS memang makin mengkhawatirkan yang menandai memburuknya ekonomi negara tersebut. Sebagaimana dikatakan  _that the deficit in June totaled $94.3 billion, pushing the total since the budget year started in October to $1.09 trillion. The administration forecasts that the deficit for the entire year will hit $1.84 trillion in October._

Sementara satu satunya jalan yang dapat ditempuh oleh AS agar bisa _soft landing_ adalah meningkatkan belanja pemerintah. Artinya defisit anggaran dinaikkan untuk menjawab krisis anggaran yang makin parah. Ini sekaligus menjawab tantangan unemployment yang mencapai 9,5 persen termasuk terburuk sejak great depression. Sebuah anomali yang besar.

Adapun kondisi keruntuhan sektor penting dalam ekonomi AS digambarkan dari data bahwa  _Congress already approved a $700 billion financial bailout for banks, automakers and other sectors, and a $787 billion economic stimulus package to try to jump-start a recovery. Outlays through the first nine months of this  budget year total $2.67 trillion, up 20.5 percent from the same period a year ago._

Sementara total utang AS sebagaimana diberitakan _the US debt now stands at $11.5 trillion. Interest payments on the debt cost $452 billion last year -- the largest federal spending category after Medicare- Medicaid, Social Security and defense. The overall debt is now slightly more than 80 percent of the annual output of the entire US economy, as measured by the gross domestic product. During World War II, it briefly rose to 120 percent of GDP._

Masalah terbesar adalah AS   saat AS adalah tidak menjawab krisis dengan berhutang ke The Fed dan bank swasta terbesar di dunia tersebut tidak mencetak uang untuk diberikan sebagai utang kepada pemerintah AS. Sekarang AS menaikkan suku bunga untuk menarik uang dari seluruh penjuru dunia ke dalam ekonomi AS. Inilah yang akan secara significant membuat kering kantong pemerintah negara yang menjadi sekutu terkuat AS dalam ekonomi termasuk juga China, Jepang dan Inggris.

*Bagaimana Indonesia*

Krisis dunia ditandai dengan berbagai peristiwa penting diantaranya adalah kebijakan pengetatan moneter AS sebagai yang paling ketat selama 4 dekade terakhir, pelemahan ekonomi China, pertumbuhan ekonomi Inggris di bawah 1 persen sementara inflasi negara tersebut di atas 7 persen.

Pada saat yang sama dua peristiwa besar mengancam keselamatan penduduk dunia yakni perang Russia Ukraina dan perubahan iklim yang ditandai dengan berbagai bencana besar melanda dunia. Menyangkut perubahan iklim ini akan menjadi agenda utama yang menuntut jawaban segera secara global dan masing-masing negara. Mengapa? Karena penyelesaian krisis keuangan dunia saat ini tidak boleh dijawab dengan uang kotor atau uang yang dihasilkan oleh industri kotor atau uang yang pengadaannya didasarkan pada aktivitas yang membawa kerusakan bagi lingkungan hidup.

Maka atas dasar itu dunia ke depan akan menatap ke Indonesia sebagai _climate change super power_ atau sebagai sandaran utama bagi sumber kauangan baru dalam menjawab krisis keuangan global. Sebagaimana pemerintah Inggris sendiri beberapa waktu lalu telah memberikan gelar kepada Indonesia sebagai super powernya green energy atau super powernya transisi energi yang tidak ada tandingannya di dunia.

Sebagaimana dinyatakan oleh Cawapres terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bahwa Indonesia adalah gudangnya green, baik itu sumber sumber green energi maupun sebagai gudang oksigen global. Setiap satu batang pohon di Indonesia akan menjadi dasar bagi transaksi keuangan global saat ini dan masa yang akan datang.

Indonesia tentu akan memberi jawaban yang paling baik atas krisis global saat ini baik jawaban terhadap perang yang sedang dipropagandakan oleh global kapitalis lama, maupun jawaban atas krisis iklim yang diakibatkan oleh ulah oligarki negara-negara Industri yang belum mau memusnahkan aset aset kotor mereka. Negosiasi Indonesia ke depan untuk yang didasari oleh semangat Non Blok yakni perdamaian abadi, keadilan sosial akan menjadi jawaban atas perang dan bahaya besar krisis iklim. Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin.

Oleh : Salamuddin Daeng (Ketua Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia)

Sabtu, 24 Februari 2024

Dirty Vote Dirilis Bukti Krisis Ideologis


Tinta Media - Pekan lalu , tepat tiga (3) hari sebelum pelaksanaan Pemilu 2024 yakni pada tanggal 11/2/2024, publik Indonesia dibuat gempar dengan dirilisnya sebuah film dokumenter yang membongkar tentang dugaan adanya kecurangan-kecurangan yang disinyalir akan mewarnai pelaksanaan pemilu 2024. 

Dalam film yang berdurasi hampir dua jam ini, tiga pakar hukum tata negara turut berkontribusi menjadi narasumber, yaitu, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari yang ketiganya merupakan para pakar hukum dan ketatanegaraan. Film yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono ini berhasil ditonton oleh 9,2 juta viewers setidaknya sampai hari (21/02). 

Dandhy selama ini memang dikenal sebagai  seorang Jurnalis yang sering mengkritik berbagai kebijakan pemerintah melalui film. Kita tentu masih ingat, pada tahun 2019, saat itu masih dalam suasana yang sama yaitu menjelang dilaksanakannya pemilu 2019, Dandhy  dan timnya membuat dan merilis film dokumenter dengan judul “Sexy Killer” yang membongkar sisi gelap eksploitasi batu bara di Indonesia.

Kedua judul film dokumenter yang kami sebutkan di atas adalah dua diantara sekian banyak film yang pernah dibuat dan disutradarai oleh Dandhy. Keduanya sama-sama berhasil membuat publik terkaget-kaget. Bagaimana tidak, di dalamnya kita disuguhi fakta-fakta tentang adanya kongkalikong yang kentara diantara para pengusaha pemilik modal dan penguasa.

Sayangnya, menurut kami film “Sexy Killer” ataupun “Dirty Vote” kemudian hanya memiliki daya kejut sementara bagi masyarakat Indonesia yang ramai memperbincangkannya di awal kemunculan tapi dengan begitu mudah dilupakan tanpa diikuti dengan kesadaran tentang adanya bahaya dan ancaman nyata yang siap menghancurkan Indonesia sampai ke akar-akarnya.

Di tingkat masyarakat grass roots misalnya, film Dirty Vote sendiri hanya dilihat dari sisi adanya pihak-pihak yang berencana mencurangi pemilu 2024. Berbagai fakta dan data disampaikan, akan tetapi efeknya hanya sebatas pada munculnya himbauan-himbauan agar tidak memilih salah satu paslon karena disinyalir merupakan bagian dari pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Padahal, lebih dari itu Dirty Vote menjadi bukti nyata bagaimana kondisi kita hari ini yang sedang dikuasai oleh satu kekuatan hegemoni para kapitalis pemilik modal.
Seharusnya, menurut kami film ini harus dilihat dari sisi bagaimana kemudian sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini sangat berpeluang menjadi jalan bagi para kapitalis serakah untuk menguatkan hegemoni mereka melalui kekuasaan. Bukan malah sekedar menjadi alasan untuk tidak memilih salah satu paslon peserta pemilu yang baru selesai dilaksanakan hanya karena alasan kecurangan.

Adanya kecurangan dalam pemilu itu sebenarnya adalah akibat dari diterapkannya sistem demokrasi sekuler yang memisahkan peran Agama dalam pelaksanaan kekuasaan, sehingga wajar bila kecurangan demi kecurangan dalam pemilu yang justru melahirkan pemimpin-pemimpin korup itu sampai hari ini tidak bisa dielakkan dan terus berulang.

Dalam hal ini, kami sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Joko Prasetyo, salah seorang Wartawan senior Tabloid Media Umat. Menurutnya, “Dirty vote terjadi karena dirty regime, dirty regime subur karena dirty system, dirty system tegak karena evil ideology. Ganti evil ideology dengan Islam untuk mengakhiri segala ke-dirty-an ini! Allahu Akbar!” Tulisnya dalam salah satu status facebook beberapa hari yang lalu.

Oleh karena itu, Inilah yang seharusnya yang kita sadari, bahwa sebenarnya hari ini kita sedang berada dalam satu fragmen pertempuran ideologi, antara sosialisme-komunisme, kapitalisme-sekularisme, dan ideologi Islam.

Islam bukanlah sekedar agama yang membahas aspek ritual ibadah semata. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan hidup, mulai dari aturan yang mengatur urusan manusia dengan al-Khaliq (Penciptanya), aturan manusia dengan dirinya sendiri yang mencakup urusan makanan, minuman, pakaian dan akhlak, sampai aturan terkait hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam bab mua’amalah termasuk di dalamnya terkait dengan urusan tata-kelola kenegaraan (Daulah).

Keseluruhan cakupan aturan Islam ini bisa dibuktikan dan dikuatkan dengan berbagai landasan dalil yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, tidak hanya didasarkan pada asumsi satu golongan. 

Jadi bagaimana, mau bertahan dengan segala ke-dirty-an ini atau bersegera beralih kepada penerapan Ideologi Islam?

Wallahu a’lam.[]



Oleh : Rahmat S. At-Taluniy
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 10 Agustus 2023

HILMI: Indonesia Terindikasi Menuju Negara Gagal

Tinta Media - Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit, M.E.Sy., mengkhawatirkan banyaknya indikator ekonomi yang menunjukkan Indonesia menuju negara gagal.
 
“Indikator-indikator  yang ada justru  Indonesia menuju kepada negara gagal. Salah satu indikatornya adalah ketimpangan antara kaya dan miskin semakin melebar khususnya pasca pandemi,”  ungkapnya di acara kajian Politik dan Ekonomi Islam: Indonesia Negara Gagal Tinjauan Ekonomi? Melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn Sabtu (5/8/2023).
 
Faktor penyebab ragam indikator Indonesia menuju negara gagal itu, lanjutnya, karena kebijakan ekonomi yang pro kapitalis dan oligarki.
 
“Apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya cenderung sangat pro terhadap pemilik modal. Misalkan pemberlakuan Omnibus Law, Tax Amnesty, izin-izin pertambangan yang sangat  liberal, sangat pro terhadap pemilik modal,” ulasnya.
 
Menurutnya, solusi yang tepat agar Indonesia menjadi negara maju harus mengubah mindset.
 
“Jadi bagaimana kalau negara ingin maju, ingin sejahtera  mindset sistemnya itu harus berubah. Yang tadinya kapitalistik menjadi bagaimana sumber daya alam itu dikelola dengan syariah  Islam yakni barang tambang itu harus dikelola negara dan digunakan oleh sebesar-besarnya  kemakmuran rakyat,”pungkasnya. [] Sofian Siregar

Minggu, 23 April 2023

Pengamat: Hentikan Keburukan Sudan dengan Islam


Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Ustadz Umar Syarifuddin mengajak untuk mengambil solusi islam untuk menghentikan keburukan di Sudan. 

"Ambillah solusi Islam yang mulia dan jadikan kekuasaan untuk membebaskan umat dan negara dari penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Ini adalah langkah pasti yang mampu menghentikan keburukan di Sudan dari dominasi Barat dan organisasi-organisasi Barat lainnya yang menyuburkan korupsi di negara Sudan," ajaknya kepada Tinta Media, Kamis (20/4/2023).

Menurutnya, hanya solusi Islam yang dapat mengusir para agen kolonialisme. "Dan mengganti rezim busuk dengan orang-orang yang setia dan istiqomah dalam menjalankan perintah pada Allah dan Rasul-Nya," jelasnya. 

Ia menjelaskan, solusi Amerika tidak akan membawa penyelesaian terhadap krisis yang sulit di negara Sudan ini. 

"Solusi AS tidak akan menyelesaikan krisis pemerintahan yang sulit diselesaikan di negara ini, yaitu perselisihan antara tentara dan komponen-komponen politik, karena pada kenyataannya perselisihan adalah perebutan antara agen atas kursi kekuasaan atas nama kekuatan Amerika dan Inggris," pungkasnya.[] Robby Vidiansyah Prasetio

Rabu, 21 Desember 2022

Krisis Hubungan Keluarga, Buah Sistem Sekuler Kapitalistik

Tinta Media - Kekerasan kini semakin marak terjadi di dalam keluarga. Beberapa waktu lalu seorang anak meracuni orang tua dan kakaknya dengan sianida dan arsenik sampai mati karena permasalahan utang. Ada juga kasus seorang ibu membunuh bayi yang baru dia lahirkan karena ribut dengan suaminya. Ada juga seorang anak yang menggugat orang tuanya di pengadilan karena warisan. Di tempat lain, seorang anak SMP memperkarakan ibunya ke kantor polisi karena dilarang pacaran, dan masih banyak lagi kasus yang lain. 

Itu semua menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis hubungan keluarga, yang disebabkan oleh budaya hidup individualistik buah dari sistem sekuler kapitalistik.

Disfungsi Keluarga

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat aman untuk berlindung dan penuh dengan kasih sayang, justru sebaliknya. Sistem sekuler telah merusak nilai-nilai keluarga, sehingga kian renggangnya hubungan antar anggota keluarga, suami dengan istri, anak dengan orang tua.

Antar anggota keluarga kurang dekat, komunikasi jarang dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka. Frekuensi bertemu dan mengobrol dengan anak bahkan dengan pasangan semakin berkurang, termasuk juga hubungan biologis suami istri semakin berkurang, ditambah penggunaan teknologi digital di rumah semakin menjadikan mereka akhirnya individualistik. Anak-anak dan pasangan akan terabaikan dan kurangnya ikatan emosional serta kasih sayang.

Solusi Islam

Islam mendorong setiap keluarga untuk menciptakan suasana yang sakinnah mawaddah dan rahmah (samara), seperti keluarga Rasulullah Saw.

Islam menempatkan setiap anggota keluarga dalam fungsi dan kewajibannya masing-masing secara benar dan sesuai fitrah, di antaranya para ayah atau suami sebagai pemimpin keluarga (kowwam) berkewajiban menanggung nafkah anggota keluarganya dengan makruf. 

Hal itu sesuai dengan Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 233, yang artinya:

“Kewajiban seorang ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara layak. Seseorang tidak akan dibebani melainkan sesuai kemampuannya.” 
Para istri diwajibkan ta’at pada suami dan berperan sebagai ibu, serta pengatur rumah tangga. Ia akan menjadi madrasah pertama bagi pendidikan anak-anaknya. Setiap anak berkewajiban untuk berbakti pada orangt uanya serta memiliki adab dan akhlak terpuji.
Negara dalam Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok setiap rakyatnya, menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk setiap warga negara, menerapkan sistem ekonomi Islam, pendidikan Islam yang mencetak generasi berkepribadian Islam yang kuat, mengatur pertanian, industri dan sektor lainnya sesuai syariat Islam untuk kesejahteraan umatnya, sehingga terwujud keluarga-keluarga “Samara.”

Oleh: Evi
Pegiat Literasi dan Praktisi Pendidikan

Jumat, 09 Desember 2022

Anak SMP Laporkan Ibunya Ke Polisi, Pakar Parenting: Indonesia Krisis Nilai-Nilai Keluarga

Tinta Media - Menanggapi kasus pelaporan seorang anak SMP yang memperkarakan ibunya ke kantor polisi gegara tak terima dimarahi karena ketahuan pacaran kelewat batas, Pakar Parenting Iwan Januar mengungkapkan, Indonesia sedang mengalami krisis nilai-nilai keluarga.

"Indonesia sedang mengalami krisis nilai-nilai keluarga. Sederet kasus yang sering terjadi di masyarakat menunjukkan Indonesia sedang alami disharmonisasi dan disfungsi nilai-nilai keluarga, " tuturnya dalam wawancara dengan Tinta Media, Selasa (6/12/2022).

Ia memaparkan keluarga yang seharusnya menjadi salah satu benteng perlindungan bagi individu, justru menjadi tidak aman karena tengah meluncur deras ke jurang dehumanisasi. "Di antara dampak rusaknya nilai-nilai keluarga adalah kian renggangnya hubungan anak dengan orang tua. Hubungan yang harusnya penuh kasih sayang seringkali berganti menjadi saling tidak peduli bahkan bermusuhan," jelasnya.

Iwan menambahkan bahwa beberapa kali kita membaca pemberitaan konflik dan kekerasan orang tua terhadap anak. Rumah bukan lagi menjadi tempat  yang aman untuk anak-anak, karena tidak sedikit orang tua berlaku kasar baik secara verbal maupun fisik pada anak mereka. 

“Survei Kekerasan Terhadap Anak Indonesia 2013” dari Kementerian Sosial menunjukkan 73,7 persen anak Indonesia mengalami kekerasan di rumahnya sendiri," paparnya.

Akar Masalah

Ia pun mengungkap bahwa faktor penyebab rusaknya hubungan anak dengan orang tua adalah berkembangnya sikap individualistik. "Orang tua kehilangan kepedulian pada anak karena sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas pribadi. Kondisi ini akhirnya membuat ikatan emosional anak dengan orang tua menipis, sehingga anak pun ikutan menjauh," imbuhnya.

Hubungan yang individualistik ini, lanjutnya, membuat anak merasa tidak membutuhkan lagi orang tua secara utuh. "Ia menganggap orang tua sebagai orang asing. Kadang kala sikap keras pada anak adalah cara mereka ‘balas dendam’ pada orang tua yang kerap mengabaikan anak," tambahnya.

"Sehingga pada titik tertentu, anak-anak akan tega melakukan kekerasan bahkan pembunuhan pada kedua orang tuanya," sesalnya.

Menurutnya, ada perilaku lain yang merusak hubungan orang tua dan anak adalah budaya hedonisme, menciptakan kepuasan materi. Anak-anak dimanjakan dengan fasilitas oleh orang tua. Tak ada permintaan anak yang tak dikabulkan. "Anak-anak yang tumbuh dalam suasana ini merasa bahwa pemberian materi adalah simbol kasih sayang. Materi adalah ukuran kasih sayang. Semakin besar pemberian materi, semakin besar penilaian terhadap kasih sayang," tegasnya.

Iwan menguraikan adanya budaya hedonisme ini berpotensi menciptakan konflik antar anggota keluarga, termasuk anak dengan orang tua, karena ketidakpuasan akan materi. "Kondisi inilah yang terjadi belakangan; perebutan harta waris antar saudara kandung, atau anak menggugat warisan dari orang tua. Bahkan sampai terjadi kekerasan dan pembunuhan," ungkapnya.

Solusi 

Iwan menekankan bahwa persoalan yang membelit keluarga di tanah air tidaklah sederhana, semua berkaitan dengan tatanan nilai yang berlaku. Terbukti di negara-negara yang juga menerapkan nilai-nilai sekulerisme-liberalisme yang melahirkan sikap individualistik dan hedonis juga mengalami kondisi serupa, bahkan lebih parah. "Di AS, 90 persen anak menyaksikan kekerasan domestik. Lalu pada tahun 2020, ada 618,399 anak menjadi korban kekerasan," ungkapnya.

Menurutnya, disharmonisasi dalam keluarga, termasuk konflik anak dengan orang tua, tidaklah sederhana. Bukan sekedar persoalan domestik, atau perilaku pribadi tertentu. "Semua bersumber dari peradaban yang berlaku saat ini. Maka solusinya bukan sekedar memberikan perlindungan pada anak atau perempuan, tapi harus melindungi juga keluarga dan masyarakat," tegasnya.

"Solusi seperti itu hanya bisa dilakukan dengan membangun peradaban baru yang lebih sehat dan aman, dan itu hanyalah Islam," pungkasnya. [] Nita Savitri

Senin, 28 November 2022

Pengamat: Dunia Tengah Hadapi Krisis Pangan Global

Tinta Media - Menanggapi data terkait krisis pangan, pengamat sosial yang juga aktivis muslimah, Ustazah Najmah Sa'iidah menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi krisis pangan global.

"Benar, bahwa dari data-data tersebut, bisa dikatakan bahwa dunia ini tengah menghadapi krisis pangan global," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (3/11/2022).

Menurutnya, hal ini dikuatkan oleh pernyataan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang menilai angka krisis pangan cukup mengkhawatirkan.

"Diperkirakan 179 sampai 181 juta orang di 41 negara akan menghadapi krisis pangan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa jumlah orang yang rawan pangan meningkat dua kali lipat hanya dalam 2 tahun, 'Efek dari situasi Ukraina dapat mendorong jumlah ini meningkat menjadi 323 juta orang'," kutipnya.

Ia mengungkapkan banyak kalangan menilai bahwa krisis pangan dan energi dengan cepat menjadi bagian dari realitas dunia saat ini sebagai akibat dari pandemi disusul adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Sehingga, lanjutnya, lonjakan harga pangan dan energi tidak dapat dihindari. Karena Rusia serta Ukraina memiliki posisi yang penting dalam rantai pasok pangan dan energi global.

"Sedangkan di negeri kita sendiri, sesungguhnya lonjakan harga barang kebutuhan pokok sudah berlangsung lama dan beberapa bulan terakhir ini semakin menjadi, bahkan diiringi dengan kelangkaan beberapa kebutuhan pokok. Dan diperkirakan di akhir tahun ini negeri ini akan mengalami resesi atau krisis ekonomi lagi," paparnya.

Bukan Kali Pertama

Ia menilai kondisi ini bukan kali pertama, tapi sudah kesekian kalinya. Bahkan justru saat ini kondisinya sudah sangat parah. 

"Dunia saat ini, termasuk negeri kita saat ini dalam kondisi yang sangat buruk, tidak hanya dalam masalah ekonomi tapi dalam seluruh aspek kehidupan," ujarnya.

Ini terjadi, lanjutnya, karena sistem kehidupan yang diadopsi adalah sistem kehidupan atau aturan-aturan buatan manusia yang serba lemah dan terbatas  sehingga yang terjadi bukan kebaikan tapi justru kenestapaan.

Ustazah Najmah mengungkapkan bahwa berbagai kalangan menilai terjadinya krisis pangan saat ini diakibatkan karena pandemi Covid 19, dan juga invasi Rusia ke Ukraina. Namun, menurutnya jika kita telusuri lebih dalam sebenarnya pandemi dan adanya perang ini merupakan permasalahan cabang, karena krisis ini sesungguhnya sudah berlangsung lama. 

"Sedangkan akar masalahnya adalah sistem sekuler kapitalis yang mencengkeram dunia saat ini. Dimana sistem sekuler kapitalisme ini memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan penjajahan sebagai thoriqohnya," jelasnya.

Ia memandang negara-negara Barat berambisi menguasai dunia dan mendikte negeri-negeri lain, terutama negara-negara dunia ke-3 atau negara berkembang termasuk Indonesia.

"Memang bukan penjajahan secara fisik, tapi inilah sesungguhnya penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh negara Barat-negara sekular kapitalis besar- terhadap negeri-negeri yang menjadi agennya," paparnya.

Ia mengatakan bahwa penjajahan gaya baru inilah  yang akhirnya menjadikan negeri ini dan banyak negeri Islam mengikuti sistem kehidupan yang diterapkan negeri penjajah dan dengan leluasa negeri penjajah "menjerat" negeri-negeri terjajah sekaligus mengeksploitasi sumber daya alamnya.

"Tidak aneh jika negeri terjajah mengadopsi apa yang dikehendaki oleh negeri penjajah untuk mengeksiskan sistem sekuler kapitalisnya, seperti sistem ekonomi berbasis riba, sistem mata uang kertas yang semuanya memberikan dampak terjadinya krisis," terangnya.

Dan celakanya lagi, sambungnya, ketika negeri besar itu mengalami krisis, maka akan menyebabkan efek domino kepada negeri-negeri jajahannya. 

"Tentu situasi ini tidak boleh kita biarkan terus terjadi! Umat negeri ini harus bangkit dan melawan penjajahan," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Rabu, 09 November 2022

RUPIAH ANJLOK, DANA ASING KABUR, SEBERAPA KUAT SISTEM MONETER INDONESIA MELAWAN 'EKSPORT' RESESI AMERIKA KEPADA DUNIA?

Tinta Media - Beberapa waktu lalu, Anthony Budiawan mengkritik kebijakan Bank Indonesia (BI) yang terlalu over confident menyikapi kenaikan suku bunga The Fed. Hal itu diungkap dalam artikelnya yang berjudul No Free Rides, No Free Lunch: Kurs Rupiah Anjlok, Dolar Kabur.

Anthony menyebut, diantara sebab modal asing kabur adalah karena dampak dari inflasi global, dimana Bank Sentral AS, the FED, menaikkan suku bunga acuan hingga 3 persen, sejak Maret hingga September 2022. 

Sedangkan Bank Indonesia hanya menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen saja, masing-masing 0,25 persen dan 0,5 persen pada Agustus dan September 2022.

Akibatnya, selisih bunga acuan antara AS dan Indonesia menyempit. Dari sebelumnya sekitar 3,25 persen menjadi 1,0 persen. Suku bunga acuan AS saat ini sekitar 3,25%, dan Indonesia 4,25%. Hal ini tentu saja memicu dolar kabur keluar, dan kurs rupiah terpuruk.

Namun, penulis mengkritik pandangan tersebut. Penulis ajukan pertanyaan, apakah kondisi itu dapat dijadikan acuan simpulan, Bank Indonesia terlalu percaya diri, mengambil kebijakan moneter penuh risiko, dengan membiarkan selisih suku bunga acuan the FED dan BI menipis?

Atau, dengan logika lain, andai saja BI 'memberikan selisih bunga yang menggairahkan', apakah hal itu akan membuat 'modal asing betah bertelur di Indonesia?' atau dengan kata lain, kebijakan selisih bunga yang menggairahkan, dapat menyebabkan modal asing batal kabur dan kurs rupiah tetap tangguh?

Saat ini, Bank Indonesia (BI) memang menyadari keluarnya aliran modal (Capital Outflow) masih terus terjadi. Sederet kebijakan dikerahkan agar investor masih bertahan dan kembali masuk ke dalam negeri. Namun apakah hal itu bisa menolong kemampuan sistem moneter Indonesia dari dampak destruktif 'eksport' resesi Amerika melalui suku bungan The Fed dan mata uang dolarnya?

Sejak awal Januari hingga 6 Oktober 2022, dana asing yang kabur dari Indonesia atau keluar dari dalam negeri (outflow) sudah mencapai Rp 167,81 triliun di Pasar Surat Berharga Negara (SBN). Yield SBN 10 tahun meningkat ke level 7,20% pada perdagangan saat itu.

BI telah melakukan pembelian dan penjualan SBN, sehingga yield SBN menarik dari investor luar negeri, agar tak membebani fiskal dan mendukung fiskal dari pemerintah. *Modusnya, menjual SBN tenor pendek dan membeli SBN tenor panjang dengan selisih bunga yang menggairahkan.* Namun sampai kapan, modus gali lobang tutup lobang ala BI ini mampu menolong kurs rupiah terhadap dolar amerika, dan membendung arus modal keluar ?

Saat ini, nilai rupiah terhadap dolar sudah diangka Rp15.624,65 per USD. Kenaikan nilai dolar ini akan membebani APBN, terutama untuk memenuhi kewajiban penunaian utang dan pembayaran belanja import.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022) melakukan Langkah yang 'twist operation', atau bahasa kampungnya gali lobang tutup lobang. BI menjual Surat Berharga Negara (SBN) tenor pendek, namun membeli untuk tenor panjang, dengan harapan begitu yield SBN akan menjadi kompetitif.

"Kita lakukan operasi pasar di SBN untuk memasikan yield SBN menarik dari investor luar negeri, namun tak membenani biaya fiskal dari APBN," paparnya.

Problemnya, akan sejauh mana investor tertarik dengan selisih yield yang ditawarkan BI? *Kalau gagal menjual SBI tenor pendek, seberapa banyak cadangan devisa BI untuk memborong SBI tenor panjang, agar mampu menghambat laju Capital Outflow?*

Capital Outflow dan pelemahan rupiah sangat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan moneter Amerika. Sejak diterpa badai resesi, Amerika menaikan suku bunga The Fed untuk menambal kebutuhan modal dan mungkin saja mencetak dolar tambahan tanpa diketahui dunia. Amerika, kemudian mengeksport resesi itu melalui mata uang dolar dan kebijakan moneternya melalui kenaikan suku bunga The Fed.

Saat ini, laju inflasi tahunan AS sudah meningkat lebih dari 2% sejak April 2021 dan terus meningkat hingga 9,06% pada Juni 2022. Laju inflasi Juni merupakan yang tertinggi sejak 1981. Namun pada September 2022, inflasi AS turun hingga 8,3%.

Sementara Bank Sentral AS The Fed sudah menaikkan bunga acuan empat kali selama 2022: Mei 0,5%, serta Juni dan Juli masing-masing 0,75%, serta Agustus 0,75%. Suku bunga acuan (Fed funds rate) saat ini di kisaran 3%-3,25%. The Fed masih akan terus agresif ke depan sampai inflasi jinak.

Kalau sudah masalah separah ini, *penulis yakin semua Capres yang saat ini nampang dihadapan rakyat tidak memiliki solusi.* Semua Capres, hanya fokus pencitraan politik tanpa memiliki pikiran yang mendalam untuk memberikan solusi bagi masalah moneter yang menimpa negeri ini.

Padahal, posisi Cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 sebesar hanya 132,2 miliar dolar AS. *Berapa miliar dolar dari cadangan devisa yang mau digelontorkan, untuk menyiram 'kebakaran kurs' dalam rangka mengembalikan nilai rupiah ke angka Rp 14.000 per dolar AS atau lebih rendah dari angka itu ke Rp 10.000 per dolar seperti janji Jokowi?*

*Ini problemnya sistem Fiat Money ! Problemnya, kita mengikatkan diri dalam transaksi luar negeri kepada dollar Amerika. Akibatnya, kita dijajah Dolar Amerika !*

*Semestinya, mata uang harus memiliki nilai intrinsik. Harus berbasis emas dan perak, yang memiliki nilai instrinsik dan diakui oleh seluruh negara di dunia.*

Harusnya, seluruh negara di dunia mencampakan dolar Amerika dan kembali ke sistem emas dan perak. Sehingga, Amerika tidak dapat menjajah dunia dengan cukup mencetak dolar dan mengutak atik suku bunganya.

Kalau Indonesia dan dunia tidak terikat dolar, memutus transaksi non real, kembali pada sistem moneter berbasis emas dan perak, naka dunia akan aman dari dampak penjajahan dolar. Dunia juga tidak akan terganggu dengan resesi Amerika. Amerika juga tak akan mampu 'mengekspor' dampak resesi dengan mata uang dolarnya. 

Dan selanjutnya, Indonesia dan dunia harus mencampakan sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan Indonesia dan dunia terintegrasi dengan sistem moneter Amerika. Hanya sistem ekonomi Islam yang bebas riba, yang akan mampu memotong kebijakan penjajahan moneter Amerika terhadap sistem moneter dunia, melalui suku bunga The Fed.

Kalau sudah begini, Indonesia butuh Syariah & Khilafah. Bukan Copras - Capres. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Senin, 07 November 2022

Ironis, Rakyat Dilanda Krisis Kenapa Dana Parpol Justru Naik?

Tinta Media - Pemerintah melalui Menteri Dalam, Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp1.000 per suara menjadi Rp3.000 per suara. Sebagaimana dipahami bahwa sumber pendanaan partai ada tiga, yakni iuran anggota, bantuan pemerintah, dan sumbangan dari perorangan maupun perusahaan yang tidak pernah disebut asal dana itu.

Anggota Dewan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyebut bahwa dana bantuan partai politik (parpol) perlu ditambah. Subsidi dari negara untuk bantuan keuangan partai tidak signifikan atau hanya memenuhi sekitar 1% dari kebutuhan partai. Ia mengusulkan 50 persen dari kebutuhan partai politik sehingga membuka peluang parpol untuk memiliki otonomi secara finansial.

Namun, usulan tersebut mendapat komentar dari Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Hadar melihat bahwa kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasan lain, yaitu di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Karena itu, kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, dirasa kurang pantas.

Sungguh ironis, pemerintah mendorong kenaikan dana partai agar segera direalisasikan, sementara saat ini rakyat sedang mengalami kondisi ekonomi sulit akibat kenaikan harga BBM dan bahan-bahan pokok.

Parpol dalam Sistem Demokrasi

Parpol dalam sistem demokrasi, baik bercorak Islam maupun umum, pasti tidak terlepas dari transaksi politik. Selain itu, dalam pelaksanaan pemilu, partai politik harus memiliki dana yang tinggi yang digunakan untuk melakukan kampanye. 

Biaya politik yang mahal menjadikan partai-partai politik dalam sistem demokrasi menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana partai. Salah satunya menuntut pemerintah menaikkan bantuan dana parpol yang diatur dalam UU. Bantuan tersebut harus ditanggung oleh APBN yang tidak lain adalah uang rakyat.

Sayangnya, biaya politik yang mahal tidak sebanding dengan hasil yang diraih setelah memenangkan pemilu, yakni terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Ironisnya, pemimpin yang merupakan kader partai terpilih justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Belum lagi UU yang mereka hasilkan saat menduduki kursi kekuasaan justru malah menyengsarakan rakyat.

Lalu, apakah partai yang berdana besar akan memberi perhatian besar pada perbaikan nasib rakyat? Jawabannya tentu tidak. 

Partai politik dalam sistem demokrasi tidak akan membawa pada kebaikan pada rakyat. Sebab, parpol-parpol di atas berdiri dengan landasan sistem demokrasi.

Parpol dalam sistem demokrasi sangat erat kaitannya dengan politik uang dan banyak kecurangan. Kekuasaan dan uang merupakan kunci kemenangan, bukan pada kapabilitas parpol dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial. Suara rakyat mudah dibeli dengan iming-iming sekian rupiah saja, sungguh ironis.

Jargon demokrasi 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat', tetapi tampak hanya isapan jempol semata. Kenyataannya, kekuasaan hanya berpusat pada segelintir orang saja yang memiliki kepentingan, kekuasaan, dan uang, bukan berada di tangan rakyat. Semua yang mereka lakukan demi asas manfaat saja.

Parpol Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, politik tidak sepicik demokrasi yang berasaskan kepentingan dan manfaat. Politik dalam Islam bermakna riayah suunil umat. Artinya, melakukan pengurusan, perbaikan, dan pelurusan atas seluruh urusan rakyat.

Pada dasarnya, keberadaan parpol Islam dalam sistem Islam didirikan untuk melakukan kontrol dan muhasabah terhadap penguasa, terutama terkait dengan penerapan syariat Islam di dalam negeri, serta berbagai kebijakan luar negeri.

Oleh karena itu, berpolitik sangat penting. Tanpa adanya politik, maka urusan rakyat akan terabaikan. Sebab, salah satu fungsi utama parpol dalam Islam adalah muhasabah lil hukam, yakni parpol akan mengawasi berjalannya pemerintah.

Jika penguasa melakukan penyimpangan, maka parpol Islam akan melakukan koreksi dan muhasabah terhadap penguasa. Selain itu, tugas utama parpol Islam yaitu mendidik kesadaran politik umat.

Pada prinsipnya, parpol akan melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan penguasa. Namun, parpol akan memberikan dukungan penuh terhadap Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah selagi sejalan dengan syariat Islam.

Oleh sebab itu, parpol dalam sistem Islam tidak akan pernah berpihak kepada kepetingan penguasa maupun kepentingan rakyat. Parpol berdiri untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika penguasa melakukan kesalahan, maka tugas parpol adalah mengoreksi penguasa. Begitu juga dengan rakyat yang melakukan kesalahan, maka parpol juga akan mengoreksi dan mendidik rakyat agar memiliki kesadaran.
Wallahualam.

Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 03 November 2022

Bantuan Daerah Rawan Pangan Belum Sentuh Akar Permasalahan

Tinta Media - Penanganan rawan pangan seperti yang dilakukan Pemkab Bandung tentu baik. Hanya sayang, hal itu dilakukan dengan cara sporadis. Padahal, kesulitan pangan masyarakat terjadi terus-menerus. Selama ini, bantuan pangan belum menyentuh akar masalah.

Mengapa terjadi rawan pangan? 
Akar masalah terjadinya rawan pangan sebenarnya bukan karena tidak ada bahan pangan. Akan tetapi, masyarakat tidak mampu membeli bahan pangan tersebut karena harganya mahal, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil. 

Hal ini dikarenakan pengelolaan pangan dan pertanian ditangani oleh swasta. Ini adalah pengelolaan cara kapitalis, yaitu pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Hal ini memudahkan jalan swasta menguasai rantai pasokan bahan pangan, mulai dari produksi sampai konsumsi. Terlebih, pengaturan ala kapitalisme ini hanya berorientasi profit, bukan kemaslahatan rakyat. 

Krisis pangan rupanya sudah dirasakan di Kabupaten Bandung. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bandung menyalurkan beras guna menangani masyarakat miskin di 8 kecamatan yang masuk kategori rawan pangan. (Neraca/12/10/2022)

Berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), ada sekitar 1000 keluarga yang akan menerima bantuan beras tersebut.  Selain bantuan beras,  Pemkab Bandung juga menyiapkan Operasi Pasar Murah bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat rawan pangan.

Semua bantuan ini diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.  Operasi Pasar Murah dilaksanakan di 31 kecamatan,  Kab Bandung. 

Menurut Islam, pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi oleh negara. Islam mempunyai visi mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan untuk rakyat. Sistem perekonomian Islam bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil yang dilaksanakan oleh negara, bukan swasta apalagi asing. 

Rakyat membutuhkan solusi yang tepat dan adil agar terbebas dari krisis pangan, bukan solusi sesaat. Solusi tersebut adalah kembali pada aturan Sang Pencipta, Allah Swt,  yaitu dengan menerapkan Islam kaffah. 

Islam menekankan bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Nabi Muhammad saw. telah mengingatkan, 

"Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan, dan orang miskin,  kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan,  kebutuhan dan kemiskinannya." (HR at Tirmidzi). 

Penanganan rawan pangan dalam Daulah Islam pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab r a. dengan membangun irigasi ke area pertanian dan pengendalian suplai pangan saat musim paceklik di suatu daerah.

Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyat wajib dipenuhi oleh negara melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian.  

Intensifikasi lahan dilakukan dengan meningkatkan kualitas benih, penggunaan obat-obatan, pemanfaatan teknologi, pelatihan petani dalam budidaya pertanian dan pemberian modal bagi yang membutuhkan. 

Ekstensifikasi dilakukan dengan menggarap kembali tanah-tanah mati (lebih dari 3 tahun tidak diolah) oleh siapa saja yang membutuhkan.

Demikianlah Islam mengatasi rawan pangan, karena bagi seorang pemimpin muslim, haram hukumnya menelantarkan rakyatnya.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media

Selasa, 01 November 2022

Hadapi Krisis Pangan, FAKTA: Negara Harus Memiliki Kedaulatan

Tinta Media - Untuk menghadapi ancaman krisis pangan, Koordinator Forum Analisis Kebijakan Strategis (FAKTA) Dr. Erwin Permana mengatakan seharusnya negara memiliki kedaulatan pangan.
 
“Kalau perspektif Islam yang namanya pangan itu harus memiliki kedaulatan pangan, tidak cukup hanya ketahanan pangan saja. Artinya kita harus mandiri dalam hal pangan, tidak bergantung pada negara lain,” tuturnya di acara Kajian Ekonomi Islam: Krisis Pangan Dunia, Kegagalan Kapitalisme Global, Sabtu (29/10/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
 
Kalau pangan bergantung  pada negara lain sama artinya menggantungkan kedaulatan pada negara lain. “Bergantung terhadap negara lain sama dengan mempersembahkan negara kita untuk dijajah negara lain,” sambung  Erwin.
 
Erwin mengatakan krisis pangan bukan hanya terjadi di Indonesia tapi di seluruh dunia. Ia mengutip data yang dipublikasikan FAO (lembaga pangan dunia) sekitar 2,3 miliar manusia diseluruh dunia mengalami kekurangan pangan.
 
“Dalam satu menit ada 11 orang meninggal  di seluruh dunia karena kelaparan. Kita mau bilang apa? Ini semacam senjata pemusnah masal yang menciptakan kematian setiap menit. Jadi kelaparan itu adalah senjata pemusnah masal,” bebernya.
 
Meski demikian, Erwin memaparkan fakta menarik, jumlah produksi sereal di dunia dibanding dengan jumlah populasi manusia selalu lebih besar. “Lahan memang tidak bertambah besar tapi manusia punya kemampuan berkreasi, memproduksi dari 1 jenis menjadi 10 jenis sereal,” jelasnya.
 
Fakta lain, beber  Erwin, di seluruh penjuru dunia ada orang-orang yang sangat kelaparan dalam jumlah yang sangat besar, di sisi lain ada orang-orang obesitas dalam jumlah yang besar pula.
 
“Di seluruh  penjuru dunia ada 1,46 miliar orang yang obesitas, di seluruh penjuru dunia juga  ada 800,5 juta orang mengalami kelaparan yang sangat,” ungkapnya.
 
Erwin juga menyajikan data  jumlah makanan yang terbuang per tahun mencapai 1,3 miliar ton atau senilai 1 triliun US$. “Jadi kalau misalnya makanan sisa ini ditumpuk mungkin 100 Monas itu masih kalah tinggi, saking banyaknya makanan yang terbuang,” ucapnya memberikan permisalan.
 
Erwin lalu menyimpulkan masalah krisis  pangan dunia itu bukan karena kurangnya persediaan makanan tetapi karena buruknya distribusi makanan.
 
“Makanan tertumpuk pada teritorial tertentu, pada negara tertentu yaitu negara-negara maju seperti negara-negara di Amerika dan Eropa, tidak terdistribusikan ke naga-negara lain semisal Afrika. Ini kegagalan kapitalisme global,”paparnya.
 
Solusi
 
Erwin menjelaskan,  dalam perspektif sistemik solusi mengatasi krisis pangan ada dua yaitu ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. “Ketahanan pangan intinya tahan saja, pangan yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup, kalau kurang bisa impor, bersifat insidental. Ini perspektif kapitalis, aktif-negatif,” jelasnya.
 
Kalau perspektif Islam, lanjutnya, kedaulatan pangan yang sustainable, karena paradigma politiknya pengurus urusan masyarakat. Maka yang nomor satu untuk diamankan adalah berkaitan ketersediaan pangan untuk masyarakat.
 
“Dengan dua paradigma ini pada akhirnya Islam akan terpilih karena lebih baik dengan kedaulatan pangan yang sustainable,” simpulnya.
 
Erwin menjelaskan beberapa poin konsep Islam tentang pangan. Pertama, dasar kedaulatan pangan terdapat dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233  berkaitan dengan ibu yang menyusui dan Ath-Thalaq ayat 6 berkaitan suami harus menyiapkan perumahan bagi istrinya.

“Hal yang paling mendasar mulai  dari ibu yang melahirkan anak itu diperhatikan, karena yang lahir itu adalah masa depan peradaban, enggak boleh manusia itu diabaikan ketika dia baru lahir. Justru penghargaan terbaik bagi manusia itu ketika baru dilahirkan. Disambut dengan cara terbaik, dipersembahkan gizi terbaik,” ungkapnya penuh takjub.
 
Jadi, sambung Erwin, paradigma politik pangan dalam Islam adalah paradigma dengan indikator-indikator yang sangat mikro sampai kepada level bayi yang baru lahir.
 
“Cukup dikatakan politik pangan itu gagal ketika ada satu bayi saja yang tidak menetek kepada ibunya karena ibunya terpaksa bekerja,” tandasnya.
 
Kedua, sebut Erwin, produksi pangan dalam Islam, dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. “Ekstensifikasi dengan menghidupkan tanah mati, tidak boleh menelantarkan tanah pertanian lebih dari tiga tahun, larangan menyewakan lahan pertanian. Pada akhirnya kepemilikan lahan itu identik dengan produksi,” terangnya.
 
Ketiga , lanjut Erwin, alokasi hasil pangan yang memastikan semua orang terpenuhi kebutuhannya. Kemudian konsumsi, distribusi serta pengolahan harus merata kepada tiap-tiap individu anggota masyarakat.
 
Terakhir, Erwin menyebut bahwa yang bertanggung jawab dalam kedaulatan pangan ada tiga pihak.”Rumah tangga, komunitas masyarakat dan juga negara,”pungkasnya.[] Irianti Aminatun.
 

Minggu, 30 Oktober 2022

Daerah Pertanian Terkena Rawan Pangan, Kok Bisa?

Tinta Media - Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugiharto membantah pernyataan Bupati Bandung Dadang Supriatna, yang sebelumnya menyatakan bahwa terdapat 20 desa yang masuk kategori rawan pangan, Salah satunya Desa Sugih Mukti, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 

Sugiharto menilai, bahwa Desa Sugih Mukti tidak tergolong rawan pangan, karena pertanian di sana cukup baik, bahkan warga desa beternak dan bertani. Oleh karena itu, pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung sebaiknya mulai membangun infrastruktur di desa tersebut, termasuk akses jalan. (Kamis, 6/9/2022)

Sugiharto mengakui bahwa dia tahu betul persoalan yang ada di desa tersebut, yaitu terdapat perkebunan yang dikelola oleh swasta, yang dikenal dengan nama Paranggong. Produktivitas teh di perusahaan itu cukup tinggi, sehingga terjadi persaingan antara perusahaan swasta dengan hasil produksi teh yang dikelola masyarakat lokal.

Menilik dari realitas tersebut, walaupun masih banyak masyarakat yang bertani dan berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan swasta besar yang hadir di tengah-tengah mereka. Wajar jika petani sekitar merasa khawatir dan menilai bahwa kehadiran perusahaan swasta akan menjadi masalah bagi keberlangsungan pertanian dan perkebunan mandiri, milik individu masyarakat.

Persaingan kekuatan modal dan mekanisme pemasaran yang djalankan, tentu saja akan dimenangkan oleh perusahaan besar, sehingga para petani lokal akan kalah. Apalagi jika perusahaan tersebut bukan hanya berskala nasional, tetapi multinasional, bahkan internasional, para petani akan gulung tikar.

Hal tersebut terjadi karena telah dibukanya keran investasi asing secara besar-besaran di hampir seluruh bidang, sehingga berpeluang masuknya para pemodal (kapitalis) asing, dan menjadi pemain utama, dari hulu hingga hilir, dari mulai penyediaan benih hingga panen dan pemasaran. 

Selain itu, kondisi buruk yang dialami para petani akibat tingginya biaya operasional dan rendahnya penjualan hasil pentanian dan perkebunan, sering kali mengakibatkan mereka putus asa, hingga ada yang membuang-buang produk mereka, karena sangat kesal dan kecewa akibat kerugian yang dialami.

Terlebih lagi, adanya para pengepul yang melakukan spekulasi harga di tengah penyesuaian kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Ini menambah kemarahan para petani, karena berakibat anjloknya harga komoditas mereka. Berbagai faktor tersebut telah mematikan kehidupan para petani lokal, sehingga desa yang mata pencaharian utamanya bertani dan berkebun, masyarakatnya terancam krisis pangan. Ketika para petani lokal mati, maka perusahaan swastalah yang menguasai sektor pertanian dan perkebunan ini dan mendapatkan keuntungan besar.

Pembangunan infrastruktur jalan yang diusulkan, bukan solusi terhadap masalah yang dihadapi para petani lokal, tetapi kemampuan untuk aktif dalam berproduksi kembali. Adapun infrastruktur jalan hanya berhubungan dengan kemudahan dalam distribusi. Pada akhirnya, infrastruktur jalan yang dibangun hanya dapat dinikmati oleh perusahaan swasta yang eksis, untuk memudahkan distribusi hasil panen mereka.

Inilah realitas kehidupan di alam kapitalis sekuler, yang mengedepankan kepentingan para kapitalis dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam pertanian. Hukum rimba pun berlaku, yang kaya dan kuat semakin berkuasa, yang miskin dan lemah semakin terpuruk. 

Ketimpangan sosial terjadi di mana-mana. Masyarakat kecil makin terjepit, menjerit, sedangkan pihak-pihak yang berkuasa dan bermodal besar, merasa bebas melakukan apa saja demi kepentingan dirinya sendiri, tanpa merasa berdosa. 

Sistem kapitalis sekuler adalah sistem yang rusak dan merusak, telah menggerus sisi kemanusiaan dan fitrah manusia. Kita butuh sistem hidup yang memanusiakan manusia, dan itu hanya datang dari Zat yang menciptakan manusia, yaitu Allah Swt. Itulah sistem Islam.

Di dalam Islam, ketersediaan pangan dalam memenuhi kebutuhan rakyat menjadi hal yang utama, karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan primer manusia. Oleh karena itu, negara akan senantiasa memastikan bahwa para petani senantiasa produktif dalam pertaniannya. Jika perlu, negara akan menyuplai ketersediaan bibit unggul, pupuk, dan pengairan yang memadai bagi para petani, sehingga memudahkan mereka dalam berproduksi. 

Para petani akan berlomba dalam menghasilkan produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, hingga ketahanan pangan tercipta. Jikapun surplus dan memungkinkan untuk dijual ke luar negeri, boleh untuk dilakukan. 

Kebijakan negara tidak membolehkan adanya orang asing dalam pengelolaan pertanian di dalam negeri. Persaingan yang ada hanyalah antar petani dalam negeri yang secara sehat berdasarkan syariat Islam.

Adapun keberadaan para pengepul, mereka diharamkan di dalam Islam. Maka, tidak dibolehkan ada yang menjalankan profesi tersebut. Jikalau ada yang melakukan praktik pengepulan, akan dikenai sanksi ta'zir dari kepala negara (khalifah).

Terkait pembangunan infrastruktur, maka negara sangat memperhatikan keberadaanya untuk memudahkan pendistribusian berbagai komoditas pertanian agar sampai ke tengah masyarakat.

Infrastruktur tersebut mulai dari bendungan untuk irigasi, jalan-jalan, jembatan, dan lain-lain, yang merupakan fasilitas umum bagi seluruh rakyat, sebagai milik rakyat secara umum, dan didanai dari dana milik umum, yang dikelola oleh negara. 

Keberadaan infrastruktur ini adalah murni sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyat. Oleh karena itu, pembangunannya pun tidak akan melanggar hak-hak rakyat, seperti mengambil tanah rakyat secara paksa dengan alasan pembangunan infrastruktur seperti banyak terjadi di dalam negara kapitalis. Kalaupun harus menggunakan tanah rakyat, maka dengan akad yang jelas, semisal jual-beli. Itu pun dengan tetap memperhatikan kelestarian alam sekitarnya, sehingga tidak ada satu pun aspek kezaliman di dalamnya. Kebijakan ini berpijak pada sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: 

"Imam (pemimpin) ibarat penggembala yang dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dia gembalakan" (HR Bukhari)

Demikianlah, ketahanan pangan di dalam Islam hanya dapat terwujud ketika pengaturannya dikembalikan kepada sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari penerapan Islam kaffah oleh negara khilafah. Untuk mewujudkan hal tersebut, butuh perjuangan yang sungguh-sungguh, berdakwah memahamkan umat tentang kesempurnaan dan keindahan Islam, hingga menjadi rahmat bagi seluruh alam. Semoga Allah segera memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk tegaknya syariah Islam kaffah, aamiin.

Wallahu'alam.

Oleh: Dartem
Ibu Rumah Tangga

Kamis, 06 Oktober 2022

UIY Ungkap Penyebab Krisis Energi di Eropa

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, penyebab krisis energi di Eropa karena ketergantungan Eropa terhadap energi, terutama gas dari Rusia, sangat tinggi.
 
 “Ketergantungan Eropa Barat termasuk Inggris terkait energi, dalam hal ini gas, dari Rusia memang sangat tinggi. Ada yang 40 persen, ada 50 persen, bahkan ada yang lebih,” ungkapnya di acara Fokus UIY Official: Krisis Energi, Awal Kehancuran Eropa, Ahad (2/10/2022) melalui kanal Youtube UIY Official.
 
Menurut UIY, hal ini jelas memukul ekonomi masyarakat di Eropa Barat termasuk Inggris. “Apalagi ini menjelang musim dingin. Kebutuhan energi untuk pemanas ruangan itu sangat vital. Ada sebagian masyarakat lebih memilih mengurangi makan dari tiga kali menjadi dua kali, dari dua kali menjadi sekali ketimbang dia memangkas kebutuhan energi,” tambahnya.
 
Termasuk anak-anak di beberapa tempat di Inggris itu, kata UIY,  mereka makan karet penghapus karena tidak ada lagi makanan dari rumah.
 
 “Ini enam bulan saja (dampak perang) itu sudah kayak begini. Ini mendekati bulan Oktober, November, Desember itu puncak musim dingin, itu saya kira sangat menderita itu,” ucapnya.
 
Padahal, sambung UIY,  Rusia  tidak menyetop seluruh produksi gasnya, hanya menurunkan sampai level kira-kira 20 persen itu saja dampaknya sudah luar biasa.
 
Berdampak Buruk
 
Terkait krisis energi di Eropa ini UIY mengatakan cepat atau lambat akan berdampak buruk bagi Indonesia. “Kalau krisis terus berlanjut, daya beli masyarakat di sana bisa dipastikan akan turun. Yang berarti volume impor dari Indonesia juga turun. Dampaknya, ekspor Indonesia ke sana tentunya bakal berkurang,” prediksinya.
 
Dalam jangka panjang, menurutnya, hal itu akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak ekspor. “In the long run, pasti akan berpengaruh,” tandasnya.
 
Meski belum mengetahui seberapa besar volumenya, ia menilai, hal demikian yang pernah diingatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa di tahun 2023, dampak dimaksud akan sampai ke Indonesia.
“Sementara untuk saat ini, perang  tersebut  memang masih memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, komoditas batu bara dan crude palm oil (CPO/minyak sawit), salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia masih laris di pasar Eropa,”
 
Ditambah adanya penaikan harga dari komoditas tersebut, nilai UIY,  perang Ukraina-Rusia ini telah memberikan keuntungan pada Indonesia karena ada kenaikan harga pada komoditas dalam hal ini batu bara dan CPO,” ungkapnya.
 
Pelajaran  
 
Krisis energi ini, menurut UIY, bisa menjadi pelajaran bagi dunia Islam. Menurutnya, potensi energi yang ada di negeri-negeri Muslim harusnya di bawah pengelolaan negara.
 
“Islam  telah memberikan pemahaman mengenai energi termasuk dalam hal pengelolaan minyak bumi, gas, batu bara, dan lainnya yang ternyata masuk dalam kategori milkiyah ‘ammah, atau kepemilikan umum,” jelasnya.
 
UIY pun membacakan sebuah hadis:
“Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diberi tambang garam —Ibnu al-Mutawakkil berkata— yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul SAW memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, ‘Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.’ Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
 
“Itu dijadikan sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa barang  tambang yang sangat banyak jumlahnya itu, itu tidak boleh dikuasai oleh individu,” kata UIY menjelaskan makna hadis tersebut.
 
Sedangkan secara data, ungkapnya, negeri-negeri Muslim merupakan wilayah yang dikaruniai Allah SWT dengan sumber daya alam yang luar biasa besar.
 
Minyak bumi misalnya, menurut UIY, 60-70 persen ada di dunia Islam. “Kalau gas, wilayah Rusia itu paling banyak. Tetapi dunia Islam juga bukan tidak punya, tetap saja juga cukup tinggi,” bebernya.
 
Belum termasuk batu bara yang secara peringkat, Indonesia termasuk produsen nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. “Hanya kan Cina dan India itu konsumsinya juga besar. Karena itu dia tidak termasuk negara eksportir batu bara. Dia impor batu bara malahan,” ujarnya.
 
Maka itu, ia kembali menuturkan, betapa semua potensi sumber daya alam harus dipastikan dikuasai oleh negara dalam arti sebenarnya, untuk digunakan kesejahteraan dan kebaikan seluruh rakyatnya.
 
Dengan demikian, negara bisa memainkan politik pengelolaan energi. “Negara bisa mempunyai strategi jangka pendek, jangka panjang, termasuk juga strategi menghadapi krisis seperti ini hari, misalnya krisis energi di Eropa,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
 

Selasa, 04 Oktober 2022

Efek Krisis Inggris, Bukti Sistem Makin Bengis

Tinta Media - Krisis biaya hidup di Inggris semakin mencekam. Kabar terbaru, anak-anak kesulitan mendapatkan makanan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hariannya (CNBCIndonesia.com, 27/9/2022). Bahkan, laporan terbaru menyebutkan bahwa anak-anak kelaparan, bahkan mengunyah karet atau bersembunyi di taman bermain sekolah.

Sekolah di Lewisham, London Utara, menginfokan pada badan amal Chef's and Schools tentang seorang anak yang membawa tempat bekal kosong karena tidak ada makanan yang bisa dibawa dari rumah (liputan6.com, 27/9/2022).

Sebetulnya di Inggris, semua anak berhak atas makanan gratis di sekolah dengan syarat penghasilan orang tua di bawah 7.400 pounsterling, yaitu sekitar Rp120, 5 juta per tahun. Masih ada sekitar 800.000 anak yang tak mendapatkan makanan gratis karena tak memenuhi persyaratan. Menyedihkan.

Tingkat inflasi di Inggris sungguh memprihatinkan. Bahkan, sejumlah besar kaum wanita memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil. Menurut Muis, pengamat Ekonomi Politik, laporan terbaru IMF menyebutkan bahwa kondisi ekonomi dunia tahun 2023 akan lebih suram daripada saat ini (Al Waie, edisi Shafar, 1-30 September 2022). 

Mantan Gubernur Bank Sentral Inggris (BoE), Mark Karney, mengkritik kebijakan pemerintah Perdana Menteri Liz Truss, yang memberlakukan pemotongan pajak sehingga memicu krisis Inggris (liputan6.com, 29/9/2022).

Sistem Ekonomi Kapitalis Destruktif

Keadaan ekonomi global yang semakin kacau, tak lepas dari sistem ekonomi liberal kapitalistik. Krisis ini terus mencekam dan berulang. Keadaan pelik ini ternyata tak hanya terjadi di Inggris, tetapi hampir seluruh negara di dunia.

Haslam dan Lamberti, dalam buku berjudul "When Money Destroy Nations" menjelaskan bahwa krisis ekonomi seperti hyperinflation, tak terbentuk dalam satu malam, yang tiba-tiba meluluhlantakkan bangunan ekonomi suatu negara. Akan tetapi, ada indikator yang mendahuluinya. Krisis ekonomi dunia selalu diawali dari krisis keuangan (non-riil). Di bawah sistem keuangan ribawi seperti yang sekarang ini diterapkan dunia, sektor keuangan berubah menjadi pesaing unggul bagi sektor riil yang menawarkan keuntungan.

Akibatnya, jumlah uang meningkat dalam waktu singkat. Di sisi lain, sektor riil kekurangan modal untuk menggerakkan mesin produksi. Akhirnya berdampak pada kurangnya pasokan barang dan berujung pada meledaknya inflasi. 

Dari sini dapat dikatakan bahwa inflasi disebabkan dua hal sekaligus, yaitu sektor keuangan yang menyebabkan nilai uang anjlok, sementara sektor riil terhambat dalam produksi karena kurang dan sulitnya mengakses modal. Terpisahnya sektor non riil dari sektor riil persis seperti sifat benalu, yang menghisap nutrisi inangnya. Inilah bobroknya sistem ekonomi kapitalistik.

Bangunan Kokoh Sistem Ekonomi Islam

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, bangunan sistem ekonomi Islam bersifat sederhana, tetapi tangguh dalam hadapi ancaman krisis. Sistem ekonomi Islam menancapkan pondasinya pada titik distribusi, bukan produksi sebagaimana pada sistem kapitalis.  

Sistem ekonomi Islam, menjalin pembangunan ekonomi yang kuat dengan menitikberatkan pada sektor riil, satu-satunya sektor yang menawarkan keuntungan bagi seluruh pemenuhan kebutuhan rakyat, bukan pada circle para kapitalis dan oligarki. Inilah nilai dan cara pandang yang benar terhadap segala masalah ekonomi. Cara pandang inilah yang mengokohkan bangunan ekonomi suatu institusi.

Kesimpulan

Jelaslah bahwa sistem ekonomi yang kini dijadikan sandaran dunia saat ini adalah sistem ekonomi cacat, destruktif, merusak seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi Islamlah, satu-satunya sistem ekonomi antikrisis yang mengelola seluruh sumber daya dengan amanah dan adil, sehingga tercipta keseimbangan perekonomian yang berkah dan berkelanjutan.
Wallahu a'lam bishshawab.

Oleh: Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor

Kamis, 18 Agustus 2022

Apa Hubungan Krisis Ukraina dan Rusia dengan Food Crisis? Begini Penjelasannya...

Tinta Media - Analis Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Ustaz Fajar Kurniawan menjelaskan kaitan antara krisis Ukraina dan Rusia dengan krisis pangan.

"Kalau kaitannya kita ingin mengulas, apa sebenarnya hubungannya atau korelasinya krisis Ukraina dan Rusia terkait dengan food crisis dan juga mungkin energy crisis," ujarnya dalam acara Majelis al-Buhuts al-Islamiyah: Krisis Ukraina-Rusia, Resesi Amerika, Momentum Tegaknya Khilafah Islamiyah, Kamis (4/8/2022), di Kanal Youtube Ahmad Khozinudin Channel.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus dipahami dalam kaitan krisis Ukraina-Rusia dengan food crisis, 

Pertama, perlu dipahami bersama, kalau dalam konteks pangan tadi, pasokan pangan global, Ukraina ini dan Rusia ini adalah dua negara yang punya produk-produk yang sangat penting bagi dunia.

"Katakanlah, mungkin yang pertama gandum. Ukraina dan Rusia ini, menguasai hampir sepertiga pasokan gandum dunia. Ukraina 9% dan Rusia itu 18%,"terangnya. Dan, lanjutnya, ketika perang, maka pasokan gandum ini menjadi terhambat.

Kemudian yang kedua, kedua negara itu juga menguasai hampir seperempat pasokan barley. "Barley ini biji-bijian juga sereal, juga hampir mirip dengan gandum, kurang lebih 23-24%," selanya. 

Kemudian yang ketiga, lanjut Fajar, kedua negara ini juga pemasok hampir 16% pasokan jagung dunia. Sehingga kita bisa melihat betapa memang dunia ini sangat tergantung dengan pasokan pangan, bahan-bahan pangan, terutama gandum, barley, dan jagung dari kedua negara tersebut.

Ketergantungan 

Fajar menjelaskan bahwa Indonesia sendiri ketergantungannya terhadap impor gandum dari Ukraina itu terus meningkat.

"Kalau data yang saya dapatkan, kalau pada tahun 2018, impor gandum kita dari Ukraina itu kurang lebih 2,4 juta ton, ya," selanya.

Kemudian, lanjutnya, menjadi 2,99 juta ton pada tahun 2019. Kemudian menjadi 2,96 juta ton pada tahun 2020.

"Nah, di tahun 2021 ini, impor gandum kita dari Ukraina itu menembus angka 3,07 juta ton," jelasnya. 

"Jadi, ini data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APINDO), jadi ini adalah angka yang signifikan," tandasnya.

Nilai impor

Fajar menilai, nilai impornya pun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kalau pada tahun 2018 itu nilai impornya adalah US$576 juta, kemudian pada tahun 2019 menjadi US$696 juta, di tahun 2020 itu US$705 juta. Nah, sambungnya, di tahun 2021 kemarin, nilai impor kita dari Ukraina itu menjadi US$843 juta.

"Ini sebuah nilai perdagangan yang sangat signifikan," selanya.

Dan dari keseluruhan gandum yang diimpor Indonesia yang kurang lebih 10 juta ton, Fajar menilai berarti sepertiganya itu dari Ukraina. 

"Memang yang paling besar masih dari Australia, 4,6. Tapi itu pun tahun 2021 kemarin ya," imbuhnya.

Sebelumnya, sedikit saja negeri ini mengimpor gandum dari Australia. Lebih banyak dari Kanada, kemudian Argentina, dan Amerika Serikat. Tapi, sela Fajar, di tahun 2021 impor gandum dari Australia itu sangat signifikan, menempati yang pertama di 4,6 juta ton per tahun, kemudian Ukraina 3,07 juta ton per tahun.

Food Crisis

"Nah, dari situlah kemudian tadi,  kalau kemudian perang ini terus berkelanjutan, maka yang dikhawatirkan kemudian akan mengakibatkan food crisis. Karena apa?, karena pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia yang kurang lebih sepertiga pasokan dunia itu tadi, terganggu pengapalannya, pengirimannya kepada konsumen. Maka memaksa negara-negara itu saling  berebut pasokan gandum yang tersisa, diperebutkan oleh negara-negara tadi itu," paparnya.

Ia memandang, tentu negara yang bisa menawarkan harga yang lebih tinggi, dia yang akan memperoleh kesempatan untuk bisa mengimpor gandum atau memperebutkan gandum di pasaran dunia tadi. 

"Sementara negara-negara yang miskin, mungkin negara-negara di Afrika Utara dan beberapa negara Timur Tengah itu, yang selama ini tingkat ketergantungan impor gandumnya dari Ukraina itu sangat tinggi, maka itu yang akan terjerembab ke dalam krisis pangan, ya. Dan tentu pada akhirnya akan jatuh ke dalam kemiskinan dan kelaparan," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka

Selasa, 09 Agustus 2022

98 Ribu Lebih Pasutri Jabar Cerai, Ustaz Iwan: Indonesia Krisis Keluarga

Tinta Media - Tingginya angka perceraian di Indonesia, khususnya di Jawa Barat (Jabar) yang mencapai 98.088 kasus pada 2021 dan tertinggi dalam tiga tahun terakhir, dinilai Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar menggambarkan negeri ini sedang mengalami krisis keluarga.

"Tingginya angka perceraian bukan saja di Jawa Barat, tapi secara nasional, memang tinggi. Ini gambaran kalau Indonesia sedang alami krisis keluarga. Rapuh betul ikatan pernikahan yang ada di masyarakat," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (4/8/2022).

Ustaz Iwan mengatakan, belum lagi kalau mau disandingkan dengan angka KDRT, penelantaran keluarga oleh suami atau istri. "Status mereka masih dalam pernikahan tapi alami disfungsi keluarga dan disharmonisasi," katanya. 

Menurutnya, perceraian ini berdampak serius terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak. "Angka kemiskinan bertambah, anak-anak alami broken home dan tak sedikit yang terlantar," ujarnya.

Ia menilai ada dua penyebab utama dari perceraian. Pertama, banyak pasangan menikah tidak membekali diri dengan ilmu agama dan tidak mau belajar. "Ditambah lagi budaya hedonisme seperti shopaholic, perselingkuhan, dan tekanan ekonomi," ungkapnya. 

Kedua, negara abai mengurus masyarakat khususnya menjaga ketahanan keluarga. "Ini disebabkan negara kita berprinsip keluarga adalah urusan privat, jadi negara tidak perlu mengurus," tuturnya. 

Lebih lanjut, kata Ustaz Iwan, negara juga tidak membangun ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya keluarga. "Dalam ekonomi, rakyat dibiarkan berjuang nafkahi keluarga. Sementara negara malah senang mensubsidi konglomerat hitam," ungkapnya. 

Kehidupan sosial masyarakat, menurutnya, juga tidak dijaga dari budaya hedonisme. "Akhirnya ini menggerogoti kehidupan keluarga di tanah air," katanya. 

Ia melihat, angka perceraian ini akan terus naik bila kondisi tidak berubah. "Oleh sebab itu, nasyarakat butuh penerapan syariat Islam untuk melindungi dan menjaga kekuatan keluarga," pungkasnya.[] Achmad Mu'it
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab