Tinta Media: Krisis
Tampilkan postingan dengan label Krisis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Krisis. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Agustus 2022

Liberalisasi Pangkal Krisis Generasi


Tinta Media - Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, serta sederet pemuda muslim lainnya yang hidup dalam sistem Islam adalah bukti optimalisasi dan kontribusi besar pemuda pada perubahan. Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, Shalahuddin Al-Ayyubi mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin, dan Thariq bin Ziyad membebaskan tanah Cordoba. Mereka semua berperan membawa perubahan yang lebih baik untuk dunia.

Adapun sosok pemuda muslimah yang tak kalah luar biasa adalah Fatimah Al-Fihri. Pendiri universitas pertama dan tertua di dunia, yaitu Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko. Universitas yang berawal dari mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin, termasuk belajar-mengajar, kala itu mampu menyaingi Cordoba sebagai pusat peradaban negara Islam (Daulah Islamiyyah).

Pemuda adalah harta karun tak ternilai dengan potensi hebatnya. Allah Swt. bahkan menyebut kekuatan pemuda dalam firman-Nya di surat Ar-Ruum ayat 54, yang artinya:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

Namun sayang, kekuatan luar biasa pemuda tersebut telah direnggut dan dibajak oleh sistem rusak bernama sekularisme. Sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini telah melahirkan sistem cacat liberalisme, suatu paham yang mengusung konsep kebebasan dalam menjalani kehidupan dan menolak adanya aturan untuk mengatur hidupnya.

Upaya untuk menerapkan paham liberal, atau disebut sebagai liberalisasi, telah berhasil membajak dan merusak generasi. Faktanya dapat dicermati melalui berbagai fenomena yang sedang hangat dan menjadi buah bibir masyarakat.
 
Dimulai dari kasus bullying ekstrem dan di luar nalar yang terjadi di Tasikmalaya, F diduga mengalami depresi berat, akibat perundungan yang ia terima dari teman-temannya. Sebelumnya, seorang anak kelas 5 SD mengalami perundungan oleh teman sekolahnya. Ia dipaksa melakukan hubungan badan dengan seekor kucing dan direkam menggunakan kamera ponsel. Rekaman adegan itu kemudian disebarluaskan ke teman-teman sekolah korban. Korban pun mengalami depresi berat karena perundungan yang dilakukan para pelaku hingga akhirnya meninggal dunia. (kompas.com/22072022)

Isu terkini yang tak kalah heboh adalah fenomena Citayam Fashion Week (CFW), sebuah acara yang “katanya” mendukung kreativitas pemuda dalam berpenampilan. Anak bangsa berlomba-lomba berpakaian apik lalu berlenggak-lenggok di jalanan ibu kota untuk mendapatkan validasi kreativitasnya dari orang lain. Malangnya, acara ini menjadi ajang generasi menanggalkan kemaluan dan kehormatannya.

Atas nama kreativitas, laki-laki berpenampilan layaknya perempuan ikut memadati CFW. Sedang mereka yang perempuan, membuka auratnya dan mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan-Nya.

Peristiwa di atas tentu hanya sedikit dari fakta lapangan akibat liberalisasi yang menerpa generasi. Bila dibiarkan, problematika serupa bahkan berbeda akan muncul tiada henti. Sebab kerusakan ini adalah kerusakan sistemik, yang berasal dari penerapan sistem sekuler-liberal oleh negara.

Negara hanya mampu memberi peringatan, membuat kebijakan, serta mengeluarkan pernyataan normatif, tetapi dilandasi oleh asas kebebasan. Lalu bagaimana cara mengatasinya bila kebebasan masih menjadi pijakan dalam menetapkan regulasi negara?

Sejatinya, seluruh persoalan berangkat dari paradigma penguasa, mulai dari visi, misi, dan fungsi dalam bernegara. Demikian juga dengan optimalisasi potensi pemuda. Semuanya bergantung pada bagaimana pandangan penguasa terhadap potensi pemuda, serta menyadari tanggung jawab yang diemban terhadap pemuda dan rakyat secara keseluruhan.

Bila paradigma negara berlandaskan pada sistem sekuler-liberal, yang terjadi adalah seperti hari ini. Generasi mengalami krisis. Potensinya dibajak dan dirusak. Pemuda yang semestinya menjadi agen perubahan dunia malah berputar arah menjadi generasi pembebek peradaban Barat. Hidupnya bebas dari aturan dan meniadakan agama dalam menjadi kehidupan sehari-hari.

Berkaca pada sejarah di masa lalu, sungguh berbeda bukan, bagaimana pemuda yang hidup di bawah sistem Islam dan sistem sekuler-liberal?

Mereka yang hidup di bawah naungan Daulah Islam akan lahir menjadi pemimpin, negarawan, ilmuwan, serta peran besar lainnya dalam mengarahkan dunia kepada sesuatu yang lebih baik dengan Islam. Sedang pemuda hari ini, hidupnya tidak terarah, potensi besarnya tergerus, dan peran pembawa perubahan tidak lagi menjadi cita-cita tingginya. Wallahu a’lam bishshawaab.

Oleh: Azizah Nur Hidayah
Aktivis Dakwah


Senin, 01 Agustus 2022

Lonceng Krisis Sri Lanka, Akankah Juga Berdentang di Indonesia?

Tinta Media - Bangkrut. Begitulah potret negara Sri Lanka.  Krisis ekonomi di negara yang terletak di Asia Selatan tersebut cukup membuat negara-negara Asia lainnya ketar-ketir, tak terkecuali Indonesia.  Sri Lanka disebut mengalami kebangkrutan setelah gagal membayar utang luar negeri sehingga menyebabkan kemiskinan dan kemerosotan tingkat ekonomi rakyatnya. 

Menurut Associated Press, krisis ekonomi tersebut disebabkan karena mata uang Sri Lanka terjun bebas hingga 80 persen. Ini membuat impor lebih mahal dan memperburuk inflasi yang sudah tidak terkendali hingga naik mencapai 57 persen (Tribunnews.com, 13/07/2022). 

Sementara, presiden Sri Lanka hidup bergelimang kemewahan.  Tak heran jika rakyatnya menuntut Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Sebagai sebuah lembaga besar, negara memiliki tanggung jawab yang besar karena di dalamnya hidup berjuta-juta penduduk yang bergantung padanya.  Oleh karena itu, negara amat membutuhkan sistem yang kuat agar lembaga ini tetap berdiri tegak di tengah gempuran berbagai masalah, baik dari dalam maupun luar negeri. 

Problem Sri Lanka merupakan pelajaran berharga bagi negara dunia ketiga lainnya agar tidak terjerumus pada jebakan utang yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. 
 
Menanggapi krisis di Sri Lanka, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia memiliki ketahan ekonomi yang lebih baik daripada Sri Lanka sehingga dapat terhindar dari kebangkrutan.  Hal tersebut disampaikan untuk meredam keresahan rakyat akan nasib negara yang juga memiliki utang luar negeri.  Namun, ini tidak lantas membuat masyarakat lega, mengingat ancaman krisis bisa saja melanda Indonesia jika mengalami kegagalan membayar utang.  Lalu bagaimana seharusnya agar terbebas dari debt trap?

Ekonomi Kapitalisme Akar Masalahnya, Islam Solusinya

Negara Indonesia yang masih menerapkan ekonomi yang berasaskan kapitalisme tentu saja akan mengalami konsekuensi yang sama sebagaimana Sri Lanka.  Tercatat bahwa utang luar negeri Indonesia telah mencapai 409,5 miliar dollar AS pada April 2022 (bi.go.id, 15/06/2022).  Meski dinilai Bank Indonesia bahwa utang LN Indonesia mengalami penurunan, tetapi kondisi demikian belum bisa dikatakan aman dari bahaya krisis, mengingat jumlah utang sangat tinggi dibarengi dengan kesenjangan ekonomi rakyat yang signifikan akibat harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi.  Tentu saja hal ini tidak akan membuat kita tenang karena lonceng krisis ekonomi berpotensi untuk berdentang di Indonesia.

Apabila Indonesia masih mempraktikkan ekonomi kapitalis yang bertumpu pada standar IMF, maka utang Indonesia selamanya akan eksis dan bunga atau riba akan terus ditanggung oleh rakyat.  Sudahlah utang negara tak berujung, ditambah lagi dengan dosa besar yang harus dipikul negara menjadi kenyataan pahit bagi negeri mayoritas muslim ini.  Lalu bagaimana mungkin negeri yang kaya akan sumber daya alam ini mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi?

Oleh karena itu, sudah saatnya negara-negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia memikirkan sistem ekonomi lain yang menggantikan hegemoni ekonomi kapitalis penyebab kesengsaraan warga dunia, yakni sistem ekonomi Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah. 

Dalam sejarah peradaban Islam, ekonomi yang menerapkan asas Syariat Islam terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis akibat kekuatan baitul maal yang stabil dalam memenuhi kebutuhan rakyat, bahkan sampai pada level individu.  Dengan demikian, rakyat mampu membeli kebutuhan pokoknya baik sandang, pangan, papan, dan energi yang vital untuk kehidupan sehari-hari sehingga jauh dari ancaman krisis ekonomi.

Oleh: Risa Hanifah
 Sahabat Tinta Media

Minggu, 24 Juli 2022

Analis: Citayam Fashion Week Perlihatkan Dua Krisis

Tinta Media - Analis Sosial Media Rizqi Awal mengatakan, viralnya Citayam Fashion Week (CFW) di media sosial memperlihatkan adanya dua krisis.

“Sebenarnya ada dua krisis yang diperlihatkan," tuturnya dalam Kabar Petang: Sisi Gelap Citayam Fashion Week, Sabtu (23/7/2022) di Kanal Youtube Khilafah News. 

Pertama, krisis identitas. "Anak-anak muda kita, remaja-remaja ini pada akhirnya kekurangan identitas. Bagaimana membangun sikap mental yang baik,” ungkapnya.

Menurutnya, ada dua serangan utama yang dilakukan kapitalisme yaitu kehidupan sekuler dan Islamofhobia yang membuat wajah remaja saat ini menjadi suram. “Kenapa bisa begitu? Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan anak-anak remaja kita nantinya tidak mau tunduk pada aturan agama. Sehingga, norma-norma kehidupan mereka banyak terjadi penyimpangan. Kedua, wacana Islamofhobia ini akan muncul terus menerus,” ungkapnya. 

Bung Rizky, sapaan akrabnya membuat pengandaian, jika di kawasan Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok (SCBD) itu ada pembacaan Al Qur’an serentak, seperti halnya di Jogja dan bebarapa daerah yang sempat heboh sebelumnya, tentu akan dituding sebagai radikalisme. “Akan dituding sebagai gerakan intoleran yang bisa membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
 
Padahal, menurutnya, seharusnya kawasan SCBD jika digeneralisai bisa dihidupkan wacana syariah, bisa dihidupkan dengan kajian, dengan baca Al Quran dan segala macam. “Lagi-lagi, kehidupan negara kita itu tertekan dengan baca-baca yang saya bilang tadi,” jelasnya.  

Kedua, krisis moral. Menurutnya, jika mengharapkan anak-anak muda punya persepsi yang berbeda, moralnya harus dibenerin dulu. 

“Kenapa? Karena antara identitas dan moral tidak ada dasar yang menjadi penopang anak-anak muda ini memiliki eksistensi yang baik. Harusnya, anak-anak muda saat ini kita dorong dengan dasar beragama yang bagus. Sehingga ketika mereka menampilkan aktualisasi, menjadi aktualisasi yang positif. Aktualisasi yang membanggakan bagi orang tuanya, masyarakat dan negara,” pungkasnya. [] Ikhty

Selasa, 19 Juli 2022

AKTIVIS 98 'DISEWA' JOKOWI UNTUK MEREDAM GEJOLAK RAKYAT KARENA KHAWATIR DAMPAK SITUASI KRISIS DI SRI LANKA?

Tinta Media - "Salah satunya penyelesaian konflik agraria juga bicara tentang resesi global. Pak Presiden memberikan data bahwa per hari ini secara ekonomi justru kita jauh lebih bagus dibanding banyak negara lainnya," [Adian Napitupulu, 15/7]

Presiden RI Joko Widodo mengundang aktivis 98 yang tergabung dalam Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) ke Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (15/7).

Menurut keterangan aktivis 98 sekaligus Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu, pertemuan itu dihadiri dirinya beserta tiga aktivis lain yakni Mustar Bona Ventura, Fendy Mugni dan Musyafaur Rahman. Pertemuan antara aktivis PENA 98 dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, berlangsung kurang lebih 1 jam 20 menit.

Materi pembicaran diantaranya membahas soal penyelesaian konflik agraria juga soal resesi global. Menurut Adian, Jokowi menyampaikan data bahwa per hari ini secara ekonomi justru Indonesia jauh lebih bagus dibanding banyak negara lainnya.

Penegasan soal ekonomi Indonesia baik inilah, yang disinyalir menjadi sebab Adian dipanggil. Adian kuat dugaan 'disewa' agar menjadi 'juru bicara rezim' untuk mengabarkan kondisi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja.

Padahal, kondisi Indonesia sedang tidak baik. Dalam Data APBN Kita mencatat adanya kenaikan utang Indonesia pada 2022 yang menembus angka 7.000 triliun. Hingga 28 Februari 2022, utang Indonesia tercatat telah mencapai Rp 7.014,58 triliun.

Angka tersebut naik signifikan jika dibandingkan dengan utang Indonesia per Januari 2022, yakni Rp 6.919,15 triliun. Kenaikan utang tersebut cukup signifikan dengan penambahan Rp 95,43 triliun per bulan. Bahkan kenaikan utang Indonesia menjadi rekor baru lantaran tembus di atas Rp 7.000 triliun.

Padahal, tahun 2022 ini Pemerintah harus memenuhi pembayaran bunga utang dalam APBN 2022 sebesar Rp 405,9 triliun dengan total utang pemerintah dan BUMN kalau ditotal jumlahnya mencapai hampir Rp 9.000 triliun . Beban utang tersebut pasti akan berdampak pada keseimbangan ekonomi makro.

Untuk angka kemiskinan, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata rata garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2022 sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan. Artinya jika pengeluaran per bulan di bawah angka tersebut, masuk kategori miskin.

Padahal, apa sih yang bisa dibeli dengan uang Rp 505.469 untuk belanja sebulan ? 

Tapi dengan angka segitu saja, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 sebesar mecapapai 26,16 juta orang. Jumlahnya tentu akan naik dua kali lipat jika standar miskin pendapatanya dibuat Rp 1 juta perbulan.

Untuk jumlah pengangguran, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2022 adalah sebesar 8,40 juta penduduk. Inipun masih perlu dikritisi karena realitanya di lapangan bisa jauh lebih besar dari itu.

Belum lama ini, Bloomberg juga merilis 15 negara yang berpotensi masuk jurang resesi. Survei tersebut menunjukkan pada peringkat 1-15 secara berurutan, yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India.

Potensi krisis juga sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, yang meminta masyarakat mewaspadai potensi resesi yang menghantui Indonesia lantaran RI masuk ke dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi, berdasarkan survei Bloomberg tersebut.
 
"Kami tidak akan terlena, kami tetap waspada," ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.

Intinya, banyak masalah yang melanda negeri ini dibawah kepemimpinan Jokowi. Dari soal utang, harga harga kebutuhan hidup meroket, korupsi kian parah, ketidakadilan, resesi ekonomi, hukum yang pincang dan masih banyak lagi.

Nampaknya Rezim Jokowi khawatir rakyat Indonesia mengimpor pola perubahan di Sri Lanka untuk diterapkan di Indonesia. Karena itulah, dugaannya Rezim 'menyewa' Adian Napitupulu cs untuk memoles citra rezim, menjalankan fungsi salon politik agar borok-borok rezim tidak diketahui rakyat, agar rakyat tidak marah dan terinspirasi gerakan perlawanan di Sri Lanka.[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 05 Juli 2022

FIWS: Ukraina Menjadi Obyek Kepentingan Negara-Negara Besar

Tinta Media - Merespon krisis Ukraina-Rusia, Direktur Forum on Islamic World Studeis (FIWS) Farid Wadjdi menilai, Ukraina menjadi obyek kepentingan negara-negara besar.

“Dalam krisis ini, Ukraina sebenarnya menjadi obyek kepentingan dari negara-negara besar yaitu Rusia, Amerika dan Eropa,” tuturnya dalam Kabar Petang: Krisis Ukraina Pembuka Perang Dunia ke-3? Rabu (29/6/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.
 
Menurut Farid, ketiga negara besar tersebut kini mulai memikirkan bagaimana cara paling efektif untuk menghentikan krisis, karena krisis ini telah menyedot energi dari negara-negara yang terlibat di dalamnya.
 
“Eropa misalkan, harus menunjukkan komitmennya untuk memberikan bantuan kepada Ukraina. Di sisi lain, Eropa selama ini mengandalkan gas dari Rusia. Ini menjadi problem tersendiri bagi Eropa kalau krisis ini berkepanjangan,” ulasnya.
 
Demikian pun bagi Amerika Serikat, lanjutnya, Amerika Serikat telah memberikan bantuan dana cukup besar ke Ukraina, sebagaimana yang disampaikan juru bicara Gedung Putih, dengan pengiriman terbaru ini berarti kontribusi Amerika Serikat untuk militer Ukraina itu telah mencapai sekitar 6,1 miliar US$. “Ini tentu suatu beban yang cukup berat bagi Amerika Serikat,” imbuhnya.
 
Farid mengatakan, krisis Ukraina ini juga berdampak besar pada ekonomi internasional mengingat  Rusia memiliki kapasitas ekonomi yang  cukup signifikan di dunia terutama terkait dengan tambang, gas, dan juga perdagangan.
 
“Demikian halnya dengan Ukraina. Kerugian Ukraina cukup signifikan sebagaimana dikatakan oleh Presiden Ukraina yang mengakui bahwa Rusia saat sekarang ini menguasai sekitar 20% wilayah negaranya. Jadi, Ukraina tentu dalam kondisi yang sangat tertekan. Praktis ekonomi mereka kalaupun tidak lumpuh  pasti akan melambat, mengingat salah satu andalan Ukraina ekspor gandum. Dengan kondisi perang seperti ini  tentu tidak mudah untuk melakukan produksi gandum, apalagi mengekspornya, ke dunia lain. Ini tentu sangatlah menyulitkan Ukraina,” terangnya.
 
Rusia, lanjut Farid,  kalau berkepanjangan terlibat dalam perang ini, tentu akan menyedot  energi mereka. Apalagi Rusia memiliki pengalaman pahit terkait dengan kondisi perang  dingin yang menyebabkan negara Soviet  bubar.
 
Win-Win Solution

Melihat kondisi di atas, Farid menduga akan terjadi win-win solution. “Ada beberapa wilayah Ukraina yang diberikan kepada Rusia. Demikian juga Ukraina tetap berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka, tidak  benar-benar dicaplok Rusia,” prediksinya.
 
Dengan adanya win-win solution, Farid menilai ini merupakan upaya mereka untuk menghindari  peristiwa seperti perang dunia kedua  dan perang dunia pertama. “Saya kira  Eropa tidak akan mau  krisis Ukraina ini akan berakhir seperti  perang dunia pertama atau perang dunia kedua,” tukasnya.
 
“Amerika Serikat sendiri melihat Ukraina bukan suatu harga mati, karena wilayah Ukraina jauh dari wilayah Amerika. Amerika  jika sampai batas yang menguntungkan mereka telah tercapai tidak masalah” jelasnya.

Berhasil
 
Terkait dampak perang terhadap tatanan politik regional maupun internasional Farid menyoroti bahwa kalau target masing-masing pihak sudah tercapai (meski tidak sepenuhnya) sudah dianggap sebagai keberhasilan.

Menurutnya, target Rusia memposisikan Ukraina itu tetap menjadi wilayah strategis Rusia sehingga Ukraina harus mereka kendalikan. “Kalau solusinya itu  memberikan sebagian wilayah Ukraina kepada Rusia, demikian juga ada kesepakatan bahwa Ukraina tidak akan masuk ke NATO, sementara sejak awal  Amerika dan Eropa mengatakan tidak akan terlibat perang secara terbuka dan berhadap-hadapan  dengan Rusia. Jadi sampai batas seperti itu Rusia mungkin akan mencukupkan target mereka dalam krisis ini,” ulasnya.
 
“Sementara target Amerika mempertahankan eksistensi  NATO sejauh ini telah berhasil (dalam perspektif Amerika), untuk mempertahankan NATO, Amerika punya peran strategis di sana,” tambahnya.
 
Demikian juga, lanjutnya, target Amerika menghentikan hubungan ekonomi yang erat  antara Rusia dan Eropa terkait dengan  ekspor gas dari Rusia bisa disebut berhasil.
 
Farid mengatakan yang justru benar-benar dirugikan adalah Ukraina. “Ya itulah resiko sebagai negara kecil, negara yang bergantung kepada negara-negara besar,” tukasnya.
 
Negara Besar
 
Dari krisis Ukraina, Farid menegaskan bahwa kalau negeri-negeri Islam ingin menjadi negara yang berpengaruh harus menjadi negara besar bukan negara pengekor, karena kalau negara pengekor kebijakan-kebijakannya tidak sepenuhnya untuk kepentingan negara itu tapi lebih kepada kepentingan negara tuannya.
 
“Karena itu kalau umat Islam ingin memiliki pengaruh dalam konstelasi politik internasional umat Islam harus memiliki negara besar (ad-daulatul kubro) yang nanti akan mempengaruhi negara utama. Hanya dengan itulah umat Islam akan memiliki peran  besar dalam dunia internasional,” yakinnya.
 
Farid menyayangkan, negara besar itu sudah tidak ada di dunia Islam setelah diruntuhkannya khilafah Islam pada 1924. “Umat Islam tidak lagi memiliki negara yang  merepresentasikan ideologi Islam, merepresentasikan visi Islam, dan merepresentasikan kepentingan umat Islam,” sesalnya.
 
“Umat Islam terpecah belah menjadi negara-negara  bangsa (nation state) yang diadu domba, lemah dan tak berdaya, dan dikendalikan oleh  negara-negara besar.  Maka tidak ada ceritanya  dunia Islam mempengaruhi konstelasi  politik internasional,” tandasnya.
 
Farid berharap agar dunia Islam memiliki negara sendiri yang independen, dengan basis Islam yang jelas, visi  Islam yang jelas, dan mewakili kepentingan-kepentingan umat Islam.
 
“Bukan seperti sekarang, negeri-negeri Islam dipimpin oleh para penguasa-penguasa yang  hanya sekedar untuk kepentingan elit mereka sendiri, oligarki mereka, dan untuk melayani kepentingan  negara-negara tuan-tuan mereka.  Tidak ada sama sekali kepentingannya dengan kemaslahatan umat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Jumat, 01 Juli 2022

Sastrawan Politik: Dimana Suara Capres dan Pendukungnya dalam Masalah Krisis Pangan dan Energi?


Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin, mempertanyakan suara Capres dan pendukungnya dalam masalah krisis pangan dan energi. "Dimana suara Capres dan pendukungnya dalam masalah krisis pangan dan energi?" tanyanya kepada Tinta Media, Rabu (29/6/2022).

Khozinudin menyebutkan nama seperti Cak Imin yang hanya sibuk ngotot dirinya ingin menjadi Capres. "Tapi tak jelas, programnya apa. Sama seperti Prabowo, piikiran apa untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi ini? Tidak ada," bebernya.

Erick Thohir, Khofifah, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto hingga Giring PSI, lanjutnya tak ada yang bicara solusi atas potensi krisis pangan dan energi ini. "Semua bungkam, karena memang dangkal dan tak punya pikiran dan narasi dalam memberikan solusi atas problem yang menimpa negeri," ungkapnya.

Ia pun menambahkan pendukung Anies juga hanya sibuk bicara sambil membagikan foto Saudara Anies Baswedan kunjungan di sejumlah tempat, di dalam dan luar Negeri. "Atau hanya menyampaikan pesan citra politik via hadirnya tukang bakso di Balai Kota," imbuhnya.

Khozinudin melanjutkan seperti juga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, hanya sibuk mempertanyakan kenapa tukang Bakso baru hadir di Balai Kota hari ini, padahal Anies sudah menjabat Gubernur sejak lima tahun lalu. "Hasto hanya sibuk menyerang Anies dengan kasus tukang bakso, setelah sebelumnya Ketua Umum PDIP Megawati mempersoalkan calon mantu seperti tukang bakso," jelasnya.

Ia pun menyatakan kalau Pilpres 2024 itu solusi, capres yang muncul hari ini -atau paling tidak pendukungnya- semestinya sudah punya tawaran solusi atas adanya potensi krisis pangan dan energi ini. "Bukan hanya sibuk bermain citra, kampanye berbusa namun tak memberikan solusi terhadap akar masalah," geramnya.

Khozinudin menjelaskan bahwa resesi ekonomi yang dapat berdampak pada krisis ekonomi, krisis politik hingga krisis sosial tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari elit politik di negeri ini. "Krisis Politik hingga Krisis Sosial Tidak Pernah Mendapatkan Perhatian Serius dari Elit Politik Negeri ini," terangnya.

Ia pun memberi alasan beberapa point yang memperkuat pernyataannya. "Tidak ada yang bicara tentang program swasembada pangan, agar pangan kita tidak tergantung pada import," tuturnya.

Khozinudin melanjutkan tidak ada yang bicara kemandirian energi hingga nasionalisasi sektor pertambangan dan energi. "Agar negara berdaulat dan terbebas dari cengkeraman oligarki," tambahnya.

Tidak ada yang bicara soal proteksionisme lanjutnya, agar market negeri ini dimanfaatkan oleh pengusaha sendiri. "Tidak ada yang berfikir untuk meninggalkan fiat money, melepas ketergantungan terhadap dolar dan beralih pada sistem moneter berbasis dinar dirham (emas dan perak) agar krisis dan resesi ekonomi Amerika dan dunia tidak di eksport ke Indonesia," tegasnya.

Menurutnya, tidak ada yang bicara melakukan restrukturisasi kebijakan fiskal dengan meninggalkan sumber pendapatan ABNK kuno yang berbasis pada pajak dan utang.

Ia menyesalkan tidak ada program untuk menggenjot sektor riel yang tahan banting akan krisis dan segera menghapus ekonomi non riel (bursa saham dan komoditi berjangka), dan seterusnya. "Tidak ada pikiran untuk mengoptimalisasi SDM negeri ini, yakni putera putera terbaik bangsa Indonesia," sesalnya.

Ia menuturkan, hal itu untuk mengelola kekayaan alam negeri ini agar memberikan kesejahteraan bagi segenap rakyat. "Yang ada kekayaan di negeri ini hanya untuk menyejahterakan perusahaan Amerika, perusahaan China, TKA Cina, Luhut Binsar Panjaitan, Erick Thohir, dan sejumlah pemilik korporasi swasta lainnya," pungkasnya.[] Nita Savitri


Minggu, 08 Mei 2022

Krisis Moneter Terjadi Akibat Diterapkan Sistem Ekonomi Kapitalis


Tinta Media  - Narator Muslimah Media Center menuturkan, krisis moneter yang terjadi selama ini merupakan dampak langsung dari penerapan sistem ekonomi kapitalis.

“Krisis moneter yang terjadi selama ini sebenarnya merupakan dampak langsung dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan,” tutur narator dalam dalam All About Khilafah: Kebijakan Khilafah Mengatasi Krisis Moneter, Rabu (4/5/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, krisis seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem ekonomi Islam di bawah naungan Negara Khilafah. "Ada empat faktor yang saling berkaitan secara langsung pada saat krisis tahun 1998," ungkapnya,

Pertama, faktor mata uang yang tidak lagi menggunakan standar emas dan perak.
“Ini terjadi sejak Amerika kalah dalam perang Vietnam, akibatnya inflasi tak terhindarkan,” ucapnya.

Kedua, faktor saham yang juga hampir dengan mata uang. "Nilai yang tertera pada kertas berharga dengan nilai yang diperjualbelikan berbeda tergantung kepada tinggi rendahnya kepercayaan terhadap saham perusahaan tersebut," ujarnya.

Ketiga, adanya PT (perusahaan terbatas) yang memperjualbelikan saham di bursa saham. "Dan keempat adalah adanya bursa (pasar) saham yang menjadi tempat transaksi jual beli saham,” lanjutnya.

Baginya, keempat faktor ini saling terkait sehingga secara simultan menjadi faktor utama terjadinya krisis moneter tahun 1998 berbeda dengan krisis tahun 2008. Disebabkan oleh krisis keuangan yang menimpa dunia properti di Amerika Serikat (AS).

“Krisis keuangan ini akibat adanya subprime mortgage (kredit rumah yang diberikan pada orang yang tidak mampu) atau bisa dibilang utang bodong yang diperjualbelikan dengan utang, karena akumulasinya yang besar krisis ini sampai merontokkan bank-bank besar sekelas Lehman Brothers bahkan krisis ini sampai sekarang belum bisa diatasi,” ujarnya.

Dengan melihat faktor penyebab krisis moneter sebelumnya, narator menegaskan, krisis seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem ekonomi Islam di bawah naungan Negara Khilafah.

“Karena dalam Negara Khilafah baik mata uang dalam bentuk fiat money, saham, bursa saham, maupun PT yang menjadi faktor terjadinya krisis moneter saat ini tidak ada. Dengan begitu akar krisis keuangan ini pun sejak dini telah berhasil diamputasi,” tegasnya.

Solusi Khilafah Atasi Krisis

Ia menuturkan dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan Negara Khilafah mampu menutup pintu bagi krisis moneter karena sumber perekonomian Khilafah bertumpu pada tiga hal.

"Pertama, ada empat sektor kegiatan ekonomi, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Ini semua bisa diupayakan oleh setiap warga negara Khilafah. Kedua, harta milik umum yang dikelola oleh negara. Dan ketiga, harta milik negara inilah yang membuat Khilafah menjadi negara anti krisis,” tuturnya.

Ia mengatakan, satu-satunya potensi krisis dalam Negara Khilafah adalah ketika terjadi bencana atau peperangan.
“Tetapi potensi terjadi krisis tersebut bisa dilokalisir karena faktor thawari atau emergency (darurat), bukan karena faktor siklus tahunan apalagi sistemik seperti yang terjadi hari ini. Terjadinya krisis karena emergency tersebut juga masih bersifat asumsi apabila tingkat bencana atau peperangan yang terjadi melebihi cadangan dana yang ada di Baitul Mal,” katanya.

Ia menuturkan bagaimana Khilafah mengatasi krisis karena emergency yang meliputi enam tindakan.

Pertama, memobilisasi potensi ekonomi domestik.

Kedua, membuka pintu uluran tangan dari umat melalui saluran televisi, radio, surat kabar, internet atau media yang ada. “Khilafah bisa mengumumkan kepada seluruh rakyat bahwa negara Khilafah sedang menghadapi kondisi emergency maka dengan sukarela rakyat pun akan berbondong-bondong memberikan hartanya kepada negara,” tuturnya.

Ketiga, jika tindakan pertama tidak menutupi maka negara bisa melakukan pinjaman. "Bisa dari dalam maupun luar negeri dengan syarat dan ketentuan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dan tidak menjadikan negara tidak merdeka,” jelasnya.

Keempat, negara dapat menetapkan pajak (dharibah) kepada orang kaya, laki-laki, dewasa, dan muslim. "Sedangkan orang miskin, anak-anak, kaum perempuan, dan kaum kafir tidak terkena kewajiban membayar pajak," bebernya.

Kelima, Negara Khilafah bisa andil dalam memikul penderitaan dan memberikan keteladanan kepada rakyat.

Keenam, manajemen krisis dilakukan dengan baik. "Misalnya ketika urbanisasi ke Madinah, manajemen krisis dilakukan dengan baik, para pengungsi diatur dan diurusi dengan membagikan makanan dan lauk pauk," jelasnya.

Ia mengungkapkan tentang penanganan Umar bin Khattab pada saat krisis. Bani Nashar berkomentar tentang penanganan Umar pada saat krisis. "Umar mengirim kepada kaumku apa yang maslahat bagi mereka bulan demi bulan selain itu Umar juga melakukan beberapa pengecualian di antaranya, menunda penarikan zakat hewan yang terkena dampak krisis, menganulir had pencurian jika memang tersesak kebutuhan, memberikan jaminan sosial wajib, dan pemulangan kembali orang-orang badui ke kampung halaman mereka," terangnya.

"Begitulah kebijakan dalam mengatasi krisis keuangan di era Khilafah,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Jumat, 15 April 2022

Menteri Rangkap Jabatan, PKAD: Luhut ‘Special Man’

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1cnGx9BX-tB_6TjzgmF_wQ5r0khooom-F

Tinta Media - Penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, dinilai oleh Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto bahwa Luhut merupakan special man.

“Rangkap (jabatan) ini seperti special man, orang-orang khusus. Kalau kita lihat, beliau juga memiliki power yang kuat,” tuturnya dalam Kabar Petang bertajuk Seabrek Jabatan Luhut Indikasi Krisis Manajerial Pemerintah di kanal youtube Khilafah News, Kamis (14/4/2022).

Menurutnya, selama dua periode ini, Luhut menjadi sosok terdekat dengan Presiden Jokowi. “Seperti kita ketahui bersama selama dua periode ini, beliau (Luhut) menjadi orang terdekat Jokowi. Bahkan menjadi teman setia melebihi ketua-ketua partai atau juga partai-partai yang mendukung beliau menjadi presiden di negeri ini,” ungkapnya.

Bung Hanif menjelaskan dari sisi kompetensi, Luhut yang berasal dari kalangan militer, kemudian masuk dalam dunia politik dan memiliki jejaring yang kuat memasuki ranah bisnis. Hal ini menurutnya saling berkelindan (erat kaitannya).
“Banyak keputusan-keputusan beliau (Luhut) mempengaruhi (kebijakan) yang ada. Contoh beberapa waktu lalu Bapak Jokowi memerintahkan untuk stop impor. Beberapa waktu kemudian Pak Luhut merevisi dan akhirnya kran impor itu juga dibuka. Ada (kebijakan) yang lain juga. Tentu kita juga bisa mengamati hal itu sering terjadi. Seolah-olah beliau (Luhut) ini sebagai prime minister (perdana menteri),” bebernya.

Menurutnya, dengan banyaknya jabatan bukan berarti menunjukan kehebatan. Karena, menurutnya, sehebat apapun seseorang pasti memiliki kelemahan. Rangkap jabatan menurutnya juga belum tentu berkompeten. “Berkompeten atau tidaknya seseorang dilihat dari capaian-capaian yang ada kedepannya,” imbuhnya.

Sebaliknya, Bung Hanif justru khawatir dengan jabatan baru Luhut ini akan terjadi liberalisasi sumber daya air yang akan merugikan rakyat. “Karenanya ini juga harus kita waspadai, bisa jadi penunjukan beliau ini adalah motif kepentingan politik untuk memuluskan beberapa agenda, khususnya terkait masalah investasi yang sering terhambat,” pungkasnya. [] Ikhty

Luhut Punya Jabatan Baru, Analis PKAD: Kebijakan yang Kontraproduktif

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1Vb6TBenDVhgmgWhxKG3Fy662Sz4btDlk

Tinta Media - Penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional dinilai Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto sebagai kebijakan yang kontraproduktif.

“Kebijakan penunjukan kepada Pak Luhut ini tentu kontraproduktif terkait dengan yang ada di negeri ini,” ujarnya dalam Kabar Petang bertajuk Seabrek Jabatan Luhut Indikasi Krisis Manajerial Pemerintah di kanal youtube Khilafah News, Kamis (14/4/2022).

Ia mengatakan, dulu jika terjadi penunjukan seorang Menteri kemudian masih menjabat sebagai ketua partai, maka harus memilih, mana yang harus dilepaskan? Ia melanjutkan, biasanya jabatan Ketua Partai dilepaskan kemudian beralih dan fokus pada kementerian. “Tampaknya kekontraproduktifan saat ini semakin menjadi-jadi. Tidak hanya di periode ini. Di periode pertama pun sama sebetulnya kalau kita amati secara seksama,” ungkapnya.

Bung Hanif, sapaan akrabnya kemudian menjelaskan beberapa hal yang bisa diambil dari kondisi kontraproduktif tadi.

Pertama, penunjukan seseorang masih memandang person centris, yaitu melihat seseorang seperti superman yang mampu mewadahi serta mampu melakukan apapun dengan kebijakannya. “Bukan lagi pada sosok presiden sebagai leader yang mampu mengelola pasukannya atau bawahannya agar bisa lebih produktif,” imbuhnya.

Kedua, adanya rangkap jabatan sama halnya dengan mengonfirmasi adanya kelemahan seorang leader. “Leader yang tidak lagi sanggup dan tidak percaya kepada orang lain selain Pak Luhut,” katanya.

Ia lanjut menjelaskan, perasaan suka ataupun tidak suka bisa muncul dalam diri seseorang dan merupakan suatu hal yang wajar. Namun, jika dikaitkan dengan urusan rakyat tentulah tidak tepat.

“Jika dikaitkan dengan dengan urusan masyarakat dan rakyat, tentu hal ini jauh panggang dari api. Bagaimana mengurus urusan rakyat yang begitu besar, rumit dan berjibun tapi hanya mengandalkan person ini (Pak Luhut). Tentu tidak elok,” terangnya.

Padahal, menurutnya, di Indonesia masih banyak orang-orang hebat. Selain itu, seorang Menteri atau pejabat negara, menurutnya, biasa memiliki staf khusus dari kalangan profesional yang bisa diminta untuk berfikir dalam membuat kebijakan. “Mereka biasanya tidak tampak. Yang tampak hanyalah beliau saja yaitu Pak Luhut di depan publik,” pungkasnya. [] Ikhty
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab