Tinta Media: Kriminalitas
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Oktober 2024

Sistem Rusak, Kriminalitas Pemuda Makin Mengerikan



Tinta Media - Kasus tawuran di kalangan pemuda masih menjadi momok mengerikan dan sampai saat ini tak kunjung usai. Kasus ini sering melibatkan dua kelompok dengan berbagai latar belakang, seperti antargeng motor, antarkampung, dan antarsekolah oleh oknum pelajar. Kasus ini pun terjadi di mana-mana dan sudah banyak memakan korban. 

Baru-baru ini, Polsek Cidaun, Cianjur menindak tegas kelompok geng motor yang diduga hendak melakukan tawuran hingga membuat resah warga setempat karena membawa senjata tajam. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu (22/09/2024) sekitar pukul 00.15 WIB di Jalan Raya Cibuntu, Desa Cisalak, kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. (RRI.co.id, 22/09/2024) 

Sementara di kota Semarang, Polrestabes berhasil mengamankan puluhan anggota gangster dari lima kejadian berbeda. Ada 49 anak yang masih di bawah umur dan sempat diamankan.  Bahkan, Polrestabes kota Semarang mengungkap bahwa sejak Januari hingga September 2024, ada 21 kejadian dengan 117 pelaku yang ditangkap. (Detik.com, 20/09/2024) 

Maraknya kasus tawuran di negeri ini, khususnya yang dilakukan oleh para pemuda semakin menggambarkan bahwa generasi saat ini telah rusak, baik dari segi akal maupun tingkah laku. Padahal, seharusnya generasi menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Namun, kini malah berada dalam jurang kehancuran, karena dekat dengan tawuran dan senjata tajam, bahkan kematian.

Akar Masalah 

Sejatinya, ada beberapa faktor yang mengakibatkan tawuran terus terjadi, khususnya di kalangan pemuda, termasuk pelajar. Di antaranya:

Pertama, lemahnya kontrol diri, krisis identitas pemuda, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup, lingkungan yang rusak, hingga lemahnya hukum dan penegakannya. 

Lemahnya kontrol diri dan krisis akhlak pemuda hari ini tidak lepas dari jauhnya mereka dari Islam. Sebab, kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah membentuk pola pikir sekuler dan pola sikap liberal dalam diri pemuda. Maka, tak ayal jika tujuan hidup pemuda saat ini hanya untuk mengejar materi atau mencari kesenangan duniawi, termasuk menyalurkan emosi melalui tawuran. 

Kedua, kurangnya peran keluarga. Keluarga, terutama ibu berperan mendidik anak agar memiliki kepribadian Islam. Faktanya, hari ini para ibu justru abai terhadap peran tersebut. Maka, tak heran jika anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah, dan miskin empati. 

Belum lagi banyak orang tua yang tidak memahami peran dan tanggung jawab terhadap anak. Maka, tak heran jika anak terlibat tawuran sangat dipengaruhi media yang mengedepankan bisnis dibanding edukasi.

Tayangan-tayangan media, baik media masa seperti televisi atau media sosial, mengarahkan potensi besar pemuda pada hal-hal negatif atau kemaksiatan. Bahkan, tontonan tersebut dapat memengaruhi anak untuk mencontoh perilaku yang sama, khususnya tawuran. 

Ketiga, negara abai terhadap pembentukan kepribadian mulia generasi. Negara dengan kebijakan kapitalisme menerapkan sistem pendidikan sekuler yang justru merusak pemikiran generasi. Sebab, dalam sistem kapitalisme sekuler, peserta didik hanya dicetak untuk menjadi generasi pekerja, sementara nilai-nilai agama yang seharusnya ditanamkan justru tidak diutamakan. 

Sistem ini berhasil membuat manusia jauh dari rasa kemanusiaan, karena para pemuda liberal bebas melakukan apa saja yang mereka sukai, walaupun itu bisa menghilangkan nyawa manusia. 

Kasus tawuran disebabkan oleh ide sekuler yang telah membentuk generasi yang mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah secara instan, tanpa melibatkan aturan agama. Dengan sikap seperti ini, akan lahir generasi yang tidak takut akan dosa kepada Sang Pencipta, yakni Allah Swt. dalam melakukan suatu kemaksiatan. 

Islam Solusi 

Berbeda dengan penerapan aturan Islam secara kaffah dalam sebuah negara yang disebut khilafah. Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk pembentukan generasi berkualitas, unggul, dan bertakwa. Apalagi, generasi didudukkan sebagai pembangun peradaban Islam mulia. 

Ada beberapa mekanisme yang dijalankan khilafah untuk menjauhkan generasi dari kerusakan. Mekanisme tersebut bersumber dari syariat Islam dan saling berkelindan satu sama lain. 

Khilafah menempatkan keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak. Ibu adalah guru yang memiliki tanggung jawab mengenalkan identitas anak sebagai muslim hingga dia akan berpikir dan beramal hanya dengan sandaran Islam. Hal ini akan menjadi pengontrol diri anak agar tidak mudah berbuat maksiat. 

Selain itu, khilafah memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, yang mampu mencegah mereka menjadi pelaku kriminal. Inilah tujuan utama pendidikan Islam. Anak tidak hanya disiapkan untuk terjun ke dunia kerja demi mendapatkan materi, tetapi disiapkan menjadi generasi hebat yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya, serta terlibat dalam perjuangan Islam. 

Lebih dari itu, negara juga menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga sehingga terwujud keluarga harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan kondusif bagi anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar. 

Masyarakat Islam akan menjadi lingkungan yang kondusif bagi anak-anak. Sebab, standar yang terbangun adalah halal-haram. Apalagi, masyarakat dalam khilafah membangun budaya amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan menjamur. 

Kebijakan khilafah terkait pemuda akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda. 

Sistem ekonomi Islam yang diterapkan khilafah juga menjamin kesejahteraan masyarakat individu per individu sehingga fungsi keluarga berjalan sesuai koridor syariat. Ibu fokus mendidik generasi, bukan sibuk mencari nafkah. 

Selain itu, khilafah akan menjaga media dari konten-konten yang mengandung unsur kekerasan dan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Jika ada yang terlanjur tersebar, khilafah akan bertindak cepat untuk menghilangkannya. Konten-konten media yang diperbolehkan hanyalah konten yang mengedukasi dan menguatkan ketakwaan generasi. 

Oleh karena itu hanya khilafah yang mampu memberantas tawuran yang sudah menggejala dalam sistem kapitalisme. Wallahu alam bishawaab.




Oleh: Hamsia 
(Pegiat Literasi) 

Sabtu, 05 Oktober 2024

Indonesia Darurat Kriminalitas Pemuda

Tinta Media - Masyarakat Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur kembali resah dengan ditangkapnya belasan geng motor yang di duga hendak melakukan tawuran. Mereka diamankan oleh jajaran Polsek Cidaun. Peristiwa itu terjadi pada hari Minggu 22/ 9/2024 pada 00.15 WIB, di Jalan Raya Cibuntu Desa Cisalak Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur. Para pelaku ada lima belas orang yang diduga terlibat. Dari tangan mereka ditemukan sejumlah barang bukti seperti pisau, golok dan kendaraan roda dua, (rri.co.id, Minggu 22/9/2024)

Kriminalitas saat ini selalu mengintai, diantara para pelakunya adalah kaum muda. Hampir setiap hari kita di buat tercengang dengan berita kriminalitas, terlebih para pelakunya masih remaja. Kondisi ini tentu sangat menyedihkan. Ancaman kehilangan generasi muda yang cerdas, bertakwa, kreatif dan produktif kian nyata. Lalu bagaimana dengan masa depan generasi muda negeri ini jika hal ini terus dibiarkan? Apalagi angka kriminalitas di kalangan pemuda yang cukup tinggi dan makin menghawatirkan serta mengerikan karena mereka tidak segan-segan bertindak sadis. Kenyataan inilah sejatinya wajah buram nasib generasi dalam sistem kapitalis, liberal, sekuler.

Ada banyak faktor pemicu kriminalitas di kalangan pemuda atau generasi muda. Diantaranya lemahnya kontrol diri, krisis identitas, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup. Ditambah lingkungan yang rusak (termasuk pengaruh media, kegagalan sistem pendidikan), lemahnya hukum dan penegakannya. Tentu semua ini adalah buah penerapan sistem sekuler kapitalis yang tidak memanusiakan manusia, merusak pemikiran dan budaya. Sistem rusak ini menjadikan negara abai terhadap tugas penting membentuk generasi berperadaban mulia. Negara malah menyia-nyiakan potensi besar pemudanya bahkan secara tidak langsung berperan aktif dalam terjadinya kerusakan dengan menjadikan sistem rusak ini terus diterapkan dan diperjuangkan eksistensinya.

Untuk memperbaiki kerusakan akut generasi muda hari ini tentu sangat membutuhkan solusi yang benar, tepat dan tuntas. Negara selaku penyelenggara sistem pendidikan pertama dan utama yang harus bertanggungjawab atas masa depan generasi. Karena bangkitnya sebuah peradaban bisa dilihat dari kualitas generasi mudanya. Islam memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, yang akan mampu mencegahnya menjadi pelaku kriminalitas. 

Oleh karena itu, Islam memberikan peran penting didalam pendidikan kepada semua pihak terutama negara. Peran tersebut diantaranya: yang pertama, negara akan menyusun dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Semua perangkat pembelajaran akan merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran Islam pada generasi. Penanaman pemahaman konsep bahwa Islam mengatur kehidupan diberikan sejak pendidikan pra balig hingga pendidikan tingkat tinggi. Dengan begitu, generasi akan tergambar cara harus bersikap dan beramal sesuai tuntunan Islam.

Kedua, pembiasan amar makruf nahi mungkar di lingkungan keluarga dan masyarakat. Ketiga, memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap individu secara layak, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Keempat, penerapan sistem sanksi yang benar, adil, tepat dan tuntas. Yang mampu mengatasi dan mencegah berbagai tindak kriminalitas. Keempat hat tersebut tidak akan pernah efektif tanpa penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Maka negara wajib penerapkan syariat Islam kaffah. Mari selamatkan generasi muda dengan memformat ulang sistem pendidikan negeri ini berdasarkan syariat Islam secara total.

Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Ummu Syifa, Sahabat Tinta Media 

Senin, 01 Juli 2024

Marak Pembunuhan Orang Tua oleh Anak, Dampak Sekularisme Kapitalisme yang Rusak

Tinta Media - Miris sekali! Hari ini perilaku anak durhaka terhadap orang tua marak bermunculan. Tak hanya sebatas durhaka karena tidak menunjukkan sopan santun kepada orang tua, tetapi lebih dari itu, karena menjadi pelaku pembunuhan orang tuanya sendiri. Sangat menyayat hati!

Terbaru, viral di sosial media, seorang pedagang ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur pada Sabtu (22/6/2024) karena ditusuk senjata tajam. Diketahui, ternyata pelakunya adalah dua perempuan anak kandungnya sendiri yang berusia 16 dan 17 tahun.

Sebelumnya, kasus pembunuhan anak terhadap orang tua sendiri juga terjadi di Pesisir Barat, Lampung. Seorang anak laki-laki tega membunuh ayahnya sendiri yang sedang menderita stroke. Pembunuhan dilakukan lantaran kesal saat diminta tolong ayahnya untuk diantarkan atau dibopong ke kamar mandi. Anak berusia 19 tahun itu memukuli ayahnya berkali-kali hingga terluka dan harus dilarikan ke Puskesmas setempat, dan kemudian dinyatakan meninggal dunia pada Senin (11/6/2024).

Selain itu, berita maraknya kasus durjana pembunuhan orang tua oleh anak sendiri yang serupa pada waktu-waktu sebelumnya,  juga tentu sudah sering kita dengar dan jejak beritanya sangat mudah bisa kita temukan di berbagai media hari ini.

Fenomena anak durhaka terhadap orang tua yang kian marak ini, jelas menggambarkan betapa rapuhnya tatanan keluarga dan rusaknya generasi hari ini.

Kian maraknya fenomena ini juga bukan tanpa sebab. Dan jika dicermati, penyebab utama yang sesungguhnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena berakar pada paham sekaligus penerapan sistem rusak sekularisme kapitalisme yang diterapkan oleh negara saat ini.

Sistem rusak inilah yang telah merusak dan merobohkan pandangan hidup masyarakat mengenai keluarga sekaligus tatanannya.

Sebab pasalnya, sekularisme sebagai paham yang menyingkirkan agama dari kehidupan ini telah melahirkan manusia-manusia krisis iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya

Begitu pun kapitalisme, sebagai paham sekaligus sistem kehidupan (ideologi) yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup manusia, telah mencetak banyak generasi menjadi abai atau tidak peduli lagi pada kewajibannya sebagai hamba Allah Swt., termasuk kewajiban untuk berbakti kepada orang tua (birrul walidain).

Penerapan sistem hidup kapitalisme yang berakidah sekularisme telah nyata terbukti gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal manusia tidak terpelihara, sehingga menjauhkan dari tujuan penciptaan dirinya di dunia, yaitu sebagai hamba Allah Swt. dan khalifah yang memakmurkan bumi dengan  menjadikan risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Sistem sekularisme kapitalisme yang hanya memandang Islam sebagai agama ritual, juga telah menghilangkan jati diri generasi.

Alhasil, generasi saat ini banyak yang tidak memahami bahwa setiap perbuatannya akan  dipertanggungjawabkan setelah kematian dan akan di balas oleh Allah Swt  di akhirat kelak.

Mereka pun berperilaku sebebas-bebasnya, tanpa peduli dengan perintah dan larangan Allah Swt. dan tidak menjadikan halal-haram sebagai tolak ukur dalam menjalani kehidupan. Mereka hanya berpikir bagaimana mendapatkan kesenangan materi sebanyak-banyaknya.

Dampaknya, orang tua pun dipandang sebagai objek yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan manfaat materi tersebut.

Jika orang tuanya membawa manfaat materi, maka akan disayang. Dan sebaliknya, jika tidak membawa manfaat materi, maka orang tua akan ditendang dan dibuang, bahkan dilenyapkan sebagaimana dalam beberapa kasus yang disebutkan di atas. Na'udzubilLaahi min dzaalik!

Akibat penerapan sistem sekularisme kapitalisme ini, juga akhirnya menjadikan banyak orang di seluruh penjuru negeri mengalami gejala yang sama, yaitu sama-sama tidak hormat terhadap orang tuanya dan sama-sama memandang orang tuanya dari kacamata manfaat.

Dalam pendidikan untuk generasi pun demikian. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan oleh negara saat ini, tampak tidak bersungguh-sungguh mengarahkan peserta didik agar memahami 'birrul walidain' berdasarkan keimanan dan mendorong peserta didik untuk mengamalkannya dalam kehidupan, kecuali hanya sekadar teori selingan saat pembelajaran. Imbasnya, lahirlah generasi rusak dalam membangun kesadaran hubungan dengan Allah, maupun hubungan dengan manusia termasuk orang tua.

Oleh karena itu, ringkasnya selama sistem sekularisme kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka maraknya perilaku anak durhaka terhadap orang tua akan terus mudah sekali ditemukan, sebab negara abai atau tidak serius terhadap pembentukan kepribadian generasi yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.

Penerapan Sistem Islam

Kondisi ini jauh berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., sehingga membimbingnya untuk berbakti dan hormat kepada orang tuanya.

Negara dalam Islam yakni Khilafah, dengan segala daya dan upaya akan serius dalam hal mengurusi generasi, karena berprinsip dengan kaidah apa yang disabdakan oleh Rasulullah Muhammad Saw.:

"Seorang Imam atau pemimpin adalah pengurus urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Islam juga memiliki mekanisme untuk menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal

Melalui sistem pendidikan Islam, generasi dididik berlandaskan akidah Islam sehingga terbentuklah generasi berkepribadian Islam yang memilik pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Outputnya, generasi tidak akan menimbang-nimbang segala hal dengan kacamata manfaat. Akan tetapi, aktivitasnya selalu disesuaikan dengan halal dan haram, merindukan surga dan takut dengan balasan siksa neraka.

Maka, mereka tidak akan senang dengan hal-hal yang dilarang oleh syariat dan selalu berusaha menaati syariat. Tidak terbersit dalam pikirannya keinginan untuk berbuat jahat, apalagi sampai membunuh orang tuanya sendiri, karena takut dengan balasan dahsyatnya siksa neraka disebabkan perbuatan tersebut adalah dosa yang sangat besar, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw. ketika beliau ditanya tentang dosa-dosa besar:

 “Menyekutukan Allah (syirik), durhaka terhadap orang tua, membunuh jiwa, dan berkata (sumpah) dengan kata-kata palsu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mereka paham karena terus-menerus dipahamkan, jangankan membunuhnya, berkata "ah" saja terhadap orang tua Allah Swt. telah mengharamkan, sebagaimana firman-Nya:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ۝٢٣

"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik". (Q.S. Al-Isra': 23).

Tak hanya itu, pendidikan berbasis akidah dan syariat juga dilakukan negara terhadap keluarga melalui berbagai sarana, agar setiap anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya dalam keluarga, sehingga terbentuklah suasana kasih sayang dan ketakwaan di dalam lingkungan keluarga.

Dengan begitu, maka terbentuk pula masyarakat yang benci dengan kemaksiatan dan mencintai ketaatan, sehingga akan menjadi kontrol bagi masyarakat melalui aktivitas saling menasihati karena dorongan akidah dan syariat Islam.

Jika dengan upaya-upaya ini masih ditemukan kemaksiatan, termasuk kekerasan anak kepada orang tua, maka mekanisme Islam dengan metode Khilafahnya juga menegakkan sistem sanksi Islam yang bisa menjerakan bagi pelaku dan yang dapat mencegah munculnya kejahatan baru yang serupa.

Oleh: Muhar, Sahabat Tinta Media, Tangsel

Sabtu, 22 Juni 2024

LSL, Penyimpangan Seksual Buah Sekularisme

Tinta Media - Dunia ini sedang sakit parah. Ungkapan ini sangat sesuai dengan realitas kehidupan manusia saat ini. Betapa tidak, kita selalu dibuat syok dan terperangah dengan berbagai berita yang ada. Hampir tidak ada kabar baik ataupun menyenangkan untuk didengar.

Masalah kemiskinan, kriminalitas, hingga kerusakan moral semakin merajalela, tidak peduli lagi batasan dosa. Haram atau halal pun dibuat samar. Atas nama HAM, tindakan amoral pun bisa dilegalkan. Tidak aneh jika kasus perzinaan dan penyimpangan seksual, semisal L6BT semakin meningkat dari hari ke hari. Dampaknya, penyakit yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku ini pun semakin menyebar luas ke seantero negeri.

Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian mengatakan kepada Tribun Jabar dalam wawancaranya, bahwa belakangan ini angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki), jika dibandingkan dengan penggunaan narkoba, jarum suntik, atau lainnya. Bahkan, para pegiat kesehatan di Yayasan Grapiks yang berada di Kompleks Binakarya, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, berupaya untuk menekan, mengurangi, hingga memutus penularan HIV /AIDS ini yang terus meningkat setiap tahunnya.

Vika memaparkan bahwa tahun 2023 terdapat 346 kasus dan tahun ini (hingga Mei) terdapat 135 kasus. Dari 346 kasus yang ditemukan pada 2023, sebanyak 328 akibat SLS, sedangkan temuan di tahun 2024 sebanyak 130 akibat LSL, tiga waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. 

LSL sendiri merupakan konsep penamaan baru terhadap komunitas laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual) atau gay juga biseksual. LSL merupakan orientasi seksual menyimpang yang terjadi akibat adanya kebebasan berperilaku yang diusung oleh sistem demokrasi sekuler liberal saat ini.

Sistem yang memisahkan agama dalam mengatur kehidupan manusia ini menganggap bahwa LSL merupakan hak asasi manusia (HAM). Siapa pun berhak menentukan dirinya mau menjadi apa dan mau berbuat apa. Selama tidak mengganggu orang lain, tidak boleh ada seorang pun yang ikut-campur, karena ini dinilai telah melanggar HAM.

Toleransi pun sering dijadikan alasan terhadap realitas apa pun, termasuk perilaku seksual menyimpang. Bahkan, LSL yang notabene termasuk tindakan L6BT, dianggap merupakan keberagaman orientasi seksual seperti halnya perbedaan suku, agama, ras, dan budaya dalam masyarakat. Sehingga, perilaku ini dianggap manusiawi selama tidak merugikan orang lain. Yang penting perilaku seksual yang dilakukan itu aman, nyaman, dan bertanggung jawab.

Padahal, nyatanya perilaku menyimpang ini terbukti membawa petaka yang sangat luar biasa bagi umat manusia. Berbagai penyakit muncul seperti halnya AIDS/HIV yang hingga kini belum ada obatnya, dan menyebar secara masif di tengah masyarakat.

Mirisnya, penguasa di negeri ini dibuat tidak berdaya dengan petaka penyebaran HIV/AIDS, walaupun mereka mengetahui dan menyadari bahwa salah satu penyebabnya adalah perilaku seks bebas, termasuk perilaku seksual menyimpang, semisal L6BT.

Namun demikian, berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut belum berhasil, malah justru melahirkan masalah baru. Semisal, seruan memperbolehkan hubungan seks aman. Ini dapat dipersepsikan sebagai hubungan seksual yang tidak dibatasi atau tidak bersyarat, artinya tetap dalam konteks kebebasan, yang mengakomodir kebebasan untuk melakukan seks dengan siapa pun. Hubungan dengan lawan jenis ataupun sesama jenis tidak dibatasi, selama dipandang 'aman'.

Definisi aman pun sangat multitafsir. Selama dalam koridor kebebasan, maka hakikatnya adalah pembolehan dalam perilaku seks bebas, suka sama suka, dan tidak dalam kondisi memaksa.

Inilah aturan buatan manusia yang memberikan kebebasan berperilaku pada manusia, sehingga banyak rakyat yang kini terjangkiti penyakit AIDS/HIV dan penyakit kelamin lainnya akibat perzinaan dan perilaku L6BT yang dibolehkan secara undang-undang atas nama HAM dan menghormati kebebasan. Mereka dijunjung tinggi oleh sistem sekularisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini.

Maka, selama masih menerapkan sistem rusak tersebut, negeri ini tidak akan pernah mampu menyelesaikan berbagai masalah kehidupan secara tuntas, termasuk masalah penyebaran HIV/AIDS. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimin kembali kepada sistem yang sahih, yaitu sistem Islam dalam mengatur kehidupan.

Syariat Islam telah menetapkan secara tegas keharaman L6BT. Selain secara realistis berbahaya, L6BT secara kodrati dapat mengancam kelestarian umat manusia.

Islam menetapkan  L6BT sebagai bentuk penyimpangan fitrah yang harus diluruskan, penyakit yang harus disembuhkan, dan keburukan yang harus dicegah, karena hukumnya adalah haram. Semua bentuk perbuatan haram merupakan tindak kejahatan/kriminal (al-jariimah), yang pelakunya harus dihukum.

Terkhusus bagi pelaku L6BT, salah satunya LSL (homoseksual), pelakunya harus dihukum mati. Dalilnya adalah sabda Nabi saw. yang artinya:

“Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.  Allah telah mengutuk siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).

Negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, di dalamnya juga akan menerapkan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Sistem yang dapat menjaga kebersihan dan kesucian masyarakat, sehingga tercegah dari segala bentuk keburukan yang dapat menimpa generasi yang hidup dan generasi penerusnya, dalam kemuliaan Islam.

Sistem pergaulan tersebut di antaranya mengatur tentang kewajiban bagi laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat,  menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan (kehormatan)-nya, larangan berkhalwat (bersepi-sepi) antara laki-laki dan perempuan kecuali ada mahram perempuan tersebut, hukum safar bagi muslimah jika lebih dari sehari semalam harus ditemani mahram, juga kewajiban memakai jilbab bagi muslimah, larangan mendekati zina dan sanksi bagi pelakunya baik laki-laki maupun perempuan, dan seperangkat syariat lainnya yang bersifat preventif (pencegahan). 

Jikapun masih tetap ada yang melakukan pelanggaran syariat, semisal liwat (homoseksual atau LSL), maka negara akan memberikan sanksi kepada pelaku berdasarkan syariat Islam, yaitu berupa hukuman mati. Salah satunya dengan cara dijatuhkan dari ketinggian, semisal tebing hingga mati, yang disaksikan oleh khalayak. Hukum sanksi ini bersifat sebagai penggugur dosa bagi pelaku dan juga dapat menimbulkan efek jera bagi masyarakat.

Seperangkat aturan ini diterapkan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga umat. Salah satunya menjaga nasab (generasi), menjaga kehormatan, menjaga akal, dan penjagaan lainnya. Ini diterapkan semata untuk menyelamatkan umat dan generasi dari berbagai pelanggaran syariat, termasuk penyimpangan seksual yang dapat merusak masyarakat.

Dalam penjagaan tersebut negara bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, maupun organisasi atau jamaah dakwah Islam yang ada di tengah-tengah umat dalam menghidupkan aktivitas amar makruf nahi munkar.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, kurikulum yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik akan turut berperan aktif dalam membentuk karakter generasi. Negara juga akan mengarahkan, mengawasi bahkan melarang media informasi dari segala bentuk konten yang melanggar syariat, serta menghukumi semua pihak yang melanggar kebijakan tersebut. Semua itu hanya bisa diterapkan jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam institusi pemerintahan. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom., Sahabat Tinta Media 

Kriminalitas Makin Kronis, Butuh Solusi Komprehensif

Tinta Media - Pemberitaan akan kasus kriminalitas masih selalu ada setiap harinya, mulai dari kasus pencurian, pelecehan seksual, bullying sampai dengan pembunuhan yang terjadi secara sadis. Seperti yang belum lama terjadi di Ciamis, Jawa Barat seorang suami dengan tega membunuh istrinya bahkan bukan hanya membunuh namun juga pelaku memutilasi mayat sang istri yang kemudian menawarkan potongan bagian tubuh istrinya kepada para tetangga. Kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah pun semakin memprihatinkan bahkan tak jarang kasus bullying juga menyebabkan korbannya trauma sampai meninggal dunia. Kasus korupsi dilingkungan pemerintah pun tak ketinggalan seperti yang dilakukan oleh mantan Kementan berinisial SYL yang tak tanggung-tanggung membiayai segala kebutuhan pribadi sampai keluarganya menggunakan keuangan negara, para staf pun mengaku takut sehingga menuruti segala kemauan SYL. Dan masih banyak lagi kasus kriminalitas yang terus saja terjadi setiap harinya. 

Kasus kriminalitas yang terjadi tentunya menjadi kekhawatiran ditengah-tengah masyarakat, para pelaku kejahatan pun nyatanya bukan hanya ancaman dari pihak luar namun juga berpeluang dari orang terdekat. Motif kriminalitas pun beragam, cemburu buta, ekonomi yang semakin sulit, tuntunan gaya hidup yang tinggi serta masih banyak alasan lainnya. Dalam sistem kapitalis saat ini yang memisahkan kehidupan dengan aturan agama tentunya akan berpeluang terus berulang. Kehidupan masyarakat yang semakin jauh dari aturan agama, menjadikan setiap individu merasa bebas dalam melakukan segala tindakan tanpa ada batasan. Selain itu hukuman yang diberikan kepada para pelaku sebelumnya nyatanya tidak memberikan efek jera ditengah-tengah masyarakat. Bahkan mirisnya sebagian juga ditemukan para narapidana kasus besar dapat berkeliling bebas keluar rutan, ataupun mendapatkan remisi tahanan sehingga masa tahanan lebih cepat dari yang seharusnya. Sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan ditengah-tengah masyarakat semakin merajalela. 

Kepuasan jasmani dan materi menjadi prioritas dalam masyarakat sekuler saat ini, yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Hal ini tentunya juga berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Disisi lain sistem pendidikan juga sangat memiliki peran dalam mencetak dan membentuk pola pikir ataupun tindakan di tengah masyarakat, sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada materi tanpa diimbangi dengan pendidikan agama sehingga menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi, sehingga tamak, memaksakan kehendak dan memenuhi nalurinya.  Hal ini memudahkan seseorang melakukan tindak kriminal atau kejahatan.

Negara berkewajiban segala aturan bersinergi dengan aturan agama, sehingga masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama muslim memahami Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat aturannya. Dengan sistem Pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan terbentuk pribadi mulia yang beriman Allah dan pada hari akhir sehingga menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. 

Oleh: Putri YD, Sahabat Tinta Media

Kamis, 20 Juni 2024

Fitrah Ibu Musnah Hanya demi Rupiah

Tinta Media - Fitrah seorang ibu saat ini sudah benar-benar musnah. Seorang ibu seharusnya menjadi pelindung dan contoh atau teladan bagi anak-anaknya. Ibu akan melakukan apa pun untuk melindungi buah hatinya dari berbagai ancaman. Bahkan, dalam pandangan Islam, ibu adalah sosok yang sangat dimuliakan. Ini karena ibu adalah madrasatul uulaa atau madrasah pertama bagi anak-anak dan sebagai ummun wa rabbatun bait atau pengatur rumah tangga.

Akan tetapi, kini fitrah itu sudah musnah. Seorang ibu tega melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur. AK (26 tahun), wanita asal Bekasi ini telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak kandungnya sendiri. Ia mengirimkan video persetubuhannya dengan anak lelakinya yang baru berusia10 tahun ke akun Facebook Icha Shakila hanya karena iming-iming cuan (Metro.tempo.co 8/6/2024).

Hal serupa juga dilakukan oleh ibu muda berinisial R (22 tahun) di Tangerang Selatan Banten. Ia membuat video porno perbuatannya mencabuli anak kandungnya sendiri yang masih balita. Perbuatan bejatnya itu diunggah di media sosial X (news.detik.com 9/6/2024).

Sungguh perbuatan yang sangat keji karena ternyata mereka melakukannya hanya karena cuan. Hal ini membuktikan bahwa sistem pendidikan yang berbasis sekularisme sudah berhasil memusnahkan fitrah seorang ibu.

Dengan memisahkan agama dari kehidupan, maka seorang ibu tidak lagi mengambil pedoman Al-Qur'an dan as Sunnah dalam perbuatannya, tetapi hanya berlandaskan hawa nafsu dan materi saja.

Kapitalisme Sekularisme Penyebab Musnahnya Fitrah Ibu

Sistem kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme hanya melahirkan ibu-ibu yang lemah iman, berkepribadian bebas, semaunya, dan tidak amanah dalam mengemban tugas sebagai ibu. Mereka dijauhkan dari rasa takut akan dosa dan tidak peduli akan halal dan haram. Sungguh, sistem ini hanya mengagungkan materi dan kebebasan.

Sistem ekonomi kapitalis juga membuat impitan ekonomi semakin berat, sehingga perempuan atau seorang ibu sebagai pengatur keuangan rumah tangga akan terimbas langsung dan dengan mudahnya tergoda melakukan perbuatan maksiat hanya karena uang.

Faktor lain yang mengakibatkan musnahnya fitrah seorang ibu adalah gagalnya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi para pencari nafkah, yaitu suami, hingga istri harus ikut memikirkan ekonomi keluarga.

Perempuan terpaksa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa musnahnya fitrah keibuan ini adalah karena penerapan sistem ekonomi kapitalis sekularisme dan liberalisme.

Islam Mengembalikan Fitrah Ibu

Islam sangat berbeda dengan sistem kapitalisme sekularisme. Dalam Islam, ibu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat, yaitu sebagai madrasah yang pertama dan yang  mengatur rumah tangganya.

Sementara, laki-laki fitrahnya sebagai pelindung, penjaga yang akan mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan negara memiliki peran sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk masalah ekonomi.

Jadi, jelas sekali bahwa dalam Islam, penguasa atau negaralah yang akan menjaga peran laki-laki dan perempuan, yaitu dengan menjamin penyediaan nafkah bagi perempuan sehingga mereka tidak akan ikut memikirkan ekonomi keluarga dan ikut mencari nafkah. Para perempuan hanya akan fokus pada tugas utamanya masing-masing. Ibu berperan sebagai pendidik anak-anak dan pengatur rumah tangganya, sedang ayah sebagai penjaga dan pencari nafkah.

Islam di bawah Khilafah akan mendukung dan mengembalikan fitrah ibu, yaitu merawat dan membesarkan anak-anak serta menjaga rumah mereka.

Khilafah juga akan menjamin keamanan finansial bagi perempuan dan memastikan bahwa mereka tidak akan dibiarkan mengurus diri dan anak-anak mereka sendiri.

Sungguh, hanya Islam dan Khilafahlah yang memiliki pandangan yang tak tertandingi tentang pentingnya peran keibuan, dan akan mengembalikan ibu pada fitrahnya.

Hanya Islam dan Khilafahlah yang menerapkan Al-Qur'an dan Sunnah secara komprehensif, mengembalikan status besar yang dimiliki ibu dan mengembalikan pada fitrahnya.

Dengan penerapan syariat kaffah dalam naungan khilafah islamiyah, kaum ibu akan sehat jiwa dan raganya sehingga mampu menyayangi anak-anak, mengasuh, serta mendidiknya dengan baik dan mencetak generasi yang handal.

Oleh: Rini Rahayu, Aktivis Dakwah, Pemerhati Masalah Sosial Ekonomi

Kamis, 23 Mei 2024

Narkoba Tak Pernah Usai


Tinta Media - Peredaran narkoba nyatanya tak pernah usai, sudah banyak penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk memberantas narkoba, namun eksistensinya tak juga padam.

Aparat Polda Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyeludupan sabu cair yang diduga akan dibawa keluar wilayah provinsi setempat melalui bandara Internasional Hang Nadim Batam sebanyak 13,2 Liter (Kompas.com, 30/4/2024).

Tak kalah mencengangkan, baru-baru ini polisi menggerebek sebuah villa mewah di Pulau Bali dan menyita setidaknya 10 kg ganja hidroponik, 684 g mephedrone serta 107 g kokain, (Kompas.tv 15/5/2024).

Alih-alih berkurang, nyatanya peredaran narkoba makin merajalela dan permintaan terhadap barang haram itu kian meningkat, menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas narkoba. Sejalan dengan apa yang disampaikan kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan mengatakan, Indonesia adalah pusat penyelundupan utama meskipun sudah memiliki beberapa undang-undang narkoba paling ketat di dunia, sebagian karena sindikat narkoba internasional menargetkan populasi mudanya, (Kompas.tv 15/5/2024).

Inilah potret buram negeri kita, generasi muda jelas-jelas menjadi sasaran empuk peredaran barang haram yang merusak jiwa. Hukum yang ada tidak mampu membuat para pelakunya jera, meski sudah banyak pelaku yang ditindak.

Semua ini akan terus berulang selama sistem kehidupan manusia masih mengadopsi sistem sekularisme. Sistem ini menjadikan pandangan kehidupan manusia jauh dari aturan agama. Menjadikan manfaat dan hawa nafsu sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa melihat halal dan haram. 

Sebagai agama yang paripurna, Islam telah memiliki sejumlah mekanisme dalam mengatur kehidupan umat manusia, termasuk memberantas bisnis haram seperti narkoba. Islam menerapkan sistem kehidupan berbasis Akidah, menjadikan ketakwaan sebagai landasan kehidupan manusia dan meraih ridha Allah SWT sebagai tujuan utama kehidupan. Sehingga setiap aktivitas  yang dilakukan, akan disandarkan kepada syariat untuk meraih Jannah-Nya.

Islam menjadikan Dakwah sebagai kewajiban bagai seluruh manusia. Menjadikan Amal makruf nahi munkar sebagai penjagaan sesama manusia dilingkungan sekitar. Islam melarang manusia untuk bersikap tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. 

Negara akan bersungguh-sungguh dalam memberantas narkoba, karena negara akan menerapkan Hukum Islam secara sempurna (Kaffah) dan menerapkan hukum sanksi berdasarkan syariat Islam. Tidak tebang pilih ataupun tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sebab itulah tugasnya Negara, yaitu melindungi umat dari segala macam mara bahaya.

Maka sudah saatnya kita meninggalkan sistem kehidupan sekularisme yang berlandaskan akal manusia semata dan kembali kepada syariat Islam yang datang dari Allah SWT, sang pencipta yang maha mengetahui atas segala sesuatu. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Yumna Nur Fahiimah, Muslimah Peduli Generasi

Selasa, 21 Mei 2024

Kriminalitas Pemuda Semakin Menjadi, Islam adalah Solusi


Tinta Media - Lagi dan lagi, kriminalitas yang tak henti-henti. Pemuda yang seharusnya menjadi tonggak perubahan justru terseret dalam tindak kriminal di negeri ini. Lantas, mau menjadi apa pemuda di negeri ini?

Bocah laki - laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk disekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. (SUKABUMIKU.id  2/5/2024).

Miris, kasus pembunuhan dan pelecehan seksual kembali terjadi. Bahkan pelaku pembunuh sekaligus pelecehan seksual tersebut adalah anak di bawah umur. Fakta yang begitu menggemparkan.

Lihat betapa rusak pemikiran juga akhlak generasi saat ini. Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap semua ini? Bukan hanya satu atau dua kasus yang terjadi, tetapi telah puluhan bahkan ratusan kasus kriminal yang dilakukan para pemuda di negeri ini.

Kapitalisme, Akar dari Semua Masalah

Sistem yang rusak akan melahirkan aturan yang rusak. Eksploitasi perempuan dalam sistem kapitalisme justru menggeser peran perempuan dalam mencetak generasi yang unggul.  Perempuan dipaksa untuk bekerja demi kebutuhan. Seolah-olah bekerja adalah kewajiban.

Situs dan tontonan yang merusak juga mempengaruhi mindset generasi saat ini. Tidak adanya pembatasan ataupun penyaringan  membuat anak-anak mudah mengakses berbagai situs dan tontonan yang tidak layak. Alhasil mereka meniru apa yang telah mereka lihat selama ini.

Lemahnya akidah. Sistem saat ini yakni agama dipisahkan dari kehidupan membuat akidah semakin merosot dan iman semakin melemah. Mental mereka yang mudah terombang-ambingkan. Lantas mau jadi apa generasi saat ini ketika iman saja hanya tersisa sedikit di hati mereka?

Islam adalah Solusi

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam Islam perempuan tidak diwajibkan bekerja justru peran utama perempuan adalah al ummu madrasatul ula. Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya, sehingga peran perempuan sangat diperlukan untuk mencetak generasi-generasi yang unggul. Perempuan akan difokuskan pada tugas utamanya. Dan sejak remaja mereka telah dibekali dengan ilmu-ilmu yang memang nantinya dibutuhkan ketika mereka berumah tangga dan memiliki anak.

Situs dan tontonan pun akan dibatasi dalam pemerintahan Islam. Bahkan ilmu-ilmu asing yang itu bisa melemahkan akidah tidak akan diambil. Semua hal yang tidak sesuai dengan kurikulum Islam tidak akan diambil dan film-film ataupun tontonan yang merusak akidah juga akan dihapuskan, sehingga terbentuklah generasi yang Qur'ani, berakhlak mulia dan berprestasi.

Hal pertama yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan Islam adalah penanaman akidah. Kenapa? Karena akidah adalah pondasi. Seseorang yang memiliki akidah yang kuat akan mampu menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga tidak mudah terprovokasi. Dan mereka juga tidak akan mudah rapuh atau putus asa tatkala cobaan datang di kehidupan mereka. Mental mereka terlatih dan syariat Islam menjadi dasar dalam mereka melakukan sesuatu.

Dan semua itu terbukti dengan melihat bagaimana Islam mengatur kehidupan selama 1.300 tahun lamanya. Generasi-generasi unggul tercetak selama Islam berdiri memimpin. Masalah-masalah kriminal yang terjadi di kalangan pemuda tak akan separah ini. Dan jika pun ada maka Islam akan memberikan sanksi yang membuat pelaku jera dan sekaligus bisa memberi peringatan bagi yang menyaksikannya. Begitu indahnya kehidupan Islam. Semua problematika umat teratasi dan kesejahteraan umat terjamin dalam penerapan sistem Islam di setiap lini kehidupan.

Wallahu'alam bishawab.

Oleh : Dita Serly, Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 18 Mei 2024

Berantas Kriminalitas dengan Sistem Islam



Tinta Media - Beruntun, dalam beberapa hari ini kasus pembunuhan sadis terus saja terjadi. Publik dikejutkan dengan berbagai macam kasus nirkemanusiaan ini. 

Kasus pembunuhan dalam koper di Bekasi dengan jasad wanita berinisial RM (50) adalah salah satunya. Korban pembunuhan ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Kamis (25/4) pagi. Setelah diusut, polisi lalu menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya, Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan. 

Dari pemeriksaan Arif, polisi mendapati fakta bahwa tersangka turut dibantu Aditya membuang jasad korban. Pembunuhan terjadi di salah satu Hotel di Bandung. Di sanalah korban bertemu pelaku, lalu dibunuh dan diambil uang 43 juta yang korban bawa (CNN Indonesia, 5/5/2024).

Lalu, kasus pembunuhan PSK di Bali. Seorang pria bernama Amrin Al-Rasyid Pane (20) membunuh perempuan yang merupakan Pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. 

Di Temanggung, heboh di media sosial duel maut dua orang pria yang akhirnya menewaskan satu di antara mereka. 

Di Medan, seorang ayah membunuh anak tirinya dan dibantu oleh ibu kandung saat membuang mayat korban. 

Paling menggemparkan lagi ada di Ciamis. Seorang pria tega membunuh istrinya dengan cara memutilasi kemudian potongan tubuh korban dijajakan ke tetangga (CNN Indonesia, 10/5/2024).

Runtutan kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa kita hidup dalam sebuah sistem yang tidak baik-baik saja. Nyawa seseorang tidak dianggap berharga sehingga pembunuhan mudah sekali terjadi. Pemenuhan naluri pun benar-benar liberal dan sekuler tanpa mempedulikan kaidah baik yang ada.

Masyarakat saat ini hanya berfokus pada kepuasan jasmani dan materi yang didapatkan dengan cara apa pun.  Hal ini berpengaruh dalam pengendalian emosi. Ketika memiliki kehendak, ego individulah yang mengendalikan dirinya, bukan lagi akal dan jiwa yang sehat. 

Pengendalian emosi juga terkait dengan bagaimana pendidikan yang kita ampu. Pendidikan kini kehilangan marwahnya dan hanya bertujuan mencetak orang-orang yang berorientasi materi saja, sehingga terbitlah individu yang tamak, memaksakan kehendak, dan tidak bertanggung jawab. 

Tak heran, mudah sekali orang melakukan tindak kriminal tanpa peduli sanksinya. Sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan merajalela, bahkan memberikan contoh pada orang lain akan solusi yang akan dipilih. Suami membunuh istri, ayah membunuh anak, teman membunuh teman, orang yang tidak kenal saling membunuh, berzina, penggelapan uang, melakukan riba, inilah kenyataan masyarakat yang kita hadapi. 

Bagaimana mencapai Indonesia emas 2045 kalau kualitas manusianya tidak ‘emas’ juga? Sungguh miris sekali.

Jika ada yang perlu diperbaiki, itu bukan hanya dari peraturan saja, bukan pula dari satu individu saja. Namun, ada baiknya ditarik akar permasalahan yang terjadi. 

Oleh karenanya, berantas kriminalitas  haruslah dengan perubahan sistem, yaitu dengan sistem Islam. Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat pada aturan-Nya. 

Allah berfirman dalam Qur’an surah adz-Dzariyat ayar 56 yang artinya, 

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Islam sangat mengecam pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena tanpa hak  Di dalam Al-Qur’an dikatakan,

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS: al-Maidah: 32).

Membunuh satu orang berarti membunuh seluruh umat manusia. Sebab, setiap orang pasti mempunyai keluarga, anak dan cucu, serta menjadi anggota masyarakat. Membunuh seseorang secara tidak langsung akan merugikan keluarga, keturunan, dan masyarakat yang tinggal di sekitar orang tersebut. 

Oleh karena itu, Islam menempatkan pembunuhan sebagai dosa terbesar kedua setelah syirik (HR al-Bukhari dan Muslim). Kelak, si pembunuh akan mendapat balasan berupa neraka. (QS: al-Nisa': 93)

Islam bukan sekadar memiliki aturan untuk salat, tetapi semua hal berkaitan dengan kehidupan manusia. Sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang beriman kepada Allah Swt. dan beriman kepada hari akhir sehingga menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. 

Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas berdasarkan fiqih yang menjerakan sehingga mampu mencegah orang lain dalam melakukan sesuatu perbuatan. Penerapan syariat Islam telah terbukti melahirkan generasi-generasi emas selama 13 abad Islam ada dalam masa kejayaannya.


Oleh. Dyandra Verren
Alumnus Universitas Gunadarma

Rabu, 15 Mei 2024

Kriminalitas Makin Kronis, Buah Sistem Kapitalis


Tinta Media - Akhir-akhir ini sejumlah kasus pembunuhan marak terjadi, kasus pembunuhan yang begitu sadis di luar nalar manusia. Seperti kasus yang terjadi di Bekasi, Ciamis dan Bali. Di Bekasi, jasad wanita berinisial RM (50) ditemukan dalam sebuah koper hitam di jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi pada kamis pagi (25/4). Tersangka memasukkan jasad korban ke dalam koper dengan posisi miring dan telungkup serta mengambil uang milik korban sebesar Rp 43 juta. Tidak kalah menghebohkan, kasus mutilasi yang terjadi di Ciamis  dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya. Sebelum memutilasi, pelaku sempat menganiaya sang istri menggunakan benda tumpul. Ketua RT setempat menjelaskan bahwa aksi pembunuhan itu diketahui oleh warga saat pelaku membawa baskom yang diduga berisi potongan jasad korban dan menawarkan daging korban kepada warga di sekitar lokasi kejadian. Kasus lain terjadi di Bali, korban pembunuhan adalah seorang PSK. Pelaku emosi ketika korban meminta bayaran lebih, hingga akhirnya korban dianiaya dengan cara digorok lehernya dari belakang dan menikam tubuh korban berulang-ulang sampai tewas. (cnnindonesia.com, minggu 05/05/24)

Sungguh miris, lingkungan saat  ini begitu jauh dari rasa aman, tindak kriminalitas pun semakin kronis. Sebenarnya, apa penyebab semua ini bisa terjadi?

Sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan merupakan buah terjadinya tindak kriminalitas yang semakin kronis saat ini. Dalam masyarakat sekuler, kepuasan jasmani dan materi menjadi sebuah prioritas yang akan didapatkan melalui cara apa pun. Hal ini juga berpengaruh terhadap pengendalian emosi ketika memiliki sebuah keinginan. Sulitnya mengontrol emosi, membuat seseorang dengan mudah mengambil jalan pintas yang salah. Hal ini juga terkait dengan sistem pendidikan yang salah, sehingga menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi, sehingga tamak, memaksakan kehendak dan memenuhi nalurinya dengan jalan apa pun. Hal ini tentunya memudahkan seseorang melakukan tindak kriminal atau kejahatan. Selain itu, sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan semakin merajalela, bahkan memberikan contoh pada orang lain akan solusi yang dipilih.

Hal ini tentunya berbeda dalam sistem Islam. Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat aturannya. Dengan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam, maka akan terbentuk pribadi mulia yang beriman kepada Allah dan pada hari akhir, sehingga akan menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. Selain itu Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku tindak kriminal sesuai dengan perbuatannya, sehingga mampu mencegah orang lain dalam melakukan suatu perbuatan yang sama. Hanya sistem Islam yang mampu memberikan jaminan keamanan bagi rakyat dari tindak kriminalitas yang semakin marak terjadi. Wallahu a'lam bishowab.

Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi

Suburnya Kriminalitas dalam Sistem Sekuler


Tinta Media - TR seorang suami yang tega memutilasi istrinya sendiri YN di Dusun Sindangjaya, Kecamatan Ciamis, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersebut berdasarkan pada hasil pemeriksaan saksi dan olah tempat kejadian perkara. Kapolres Ciamis AKBP Akmal memaparkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil dari pemeriksaan kejiwaan pelaku. AKBP Akmal menambahkan, penyidik belum dapat menyimpulkan motif pelaku dikarenakan pemeriksaan yang dilakukan belum menyeluruh.

Kendati demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi kunci aksi sadis yang dilakukan pelaku diduga kuat karena latar belakang ekonomi. Hal itu didukung dengan informasi dan keterangan beberapa saksi yang menyebut bahwa usaha pelaku tengah mengalami penurunan.

Menanggapi rekaman video pelaku yang terlihat seperti sedang berhalusinasi, AKBP Akmal menuturkan banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat. Namun, pihak kepolisian akan menunggu hasil pendalaman dari para ahli kejiwaan. (Republika.co.id Ahad 05 Mei 2024)

Lagi dan lagi, kasus pembunuhan terus berulang. Seorang suami tega melakukan pembunuhan dengan mutilasi. Nudzubillah, semua itu terjadi karena faktor ekonomi. Sejatinya seorang suami adalah pemimpin dalam keluarga. Ia bertugas memberi perlindungan bagi anggota keluarganya termasuk untuk Istrinya yang notabene adalah pendamping hidupnya. Namun nahas, dalam kehidupan abnormal seperti hari ini, tidak sedikit suami yang justru melakukan tindakan keji. Lalu mengapa semua ini bisa terjadi?

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kriminal hari ini. Bahkan angka kejadiannya kian hari kian meningkat. Sering kita mendengar kian maraknya kasus penghilangan nyawa bahkan yang dibarengi tindak mutilasi seperti kasus di Ciamis ini. Kehidupan saat ini yang berada dalam naungan sistem kapitalis sekuler menjadikan manusia memisahkan agama dari kehidupannya. Dalam sistem ini acuan kebahagiaan seseorang diukur dari seberapa banyak materi dan kepuasan jasmani yang didapat. Materi dan kepuasan jasmani ini menjadi prioritas utama dalam masyarakat sekuler. Maka masyarakat dalam sistem ini akan mengupayakan mendapatkan kebahagiaan itu bagaimanapun caranya. Hal ini juga mempengaruhi dalam pengendalian emosi seseorang ketika memenuhi keinginannya.

Faktor pendidikan juga memberi andil besar dalam situasi salah yang terjadi saat ini, kurangnya peran keluarga dalam memberikan pengajaran mengenai akidah pada anak menjadikan seseorang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah. Sehingga ia luput dari iman kepada Allah dan tidak mempunyai standar bahkan tidak mengetahui mana halal dan haram. Pada akhirnya ketika permasalahan menerpa, ia tidak mampu mengatasi masalah dan mengambil jalan pintas sekalipun harus melanggar ketentuan agama dan melakukan tindak kejahatan. Parahnya lagi, sistem persanksian yang diterapkan oleh negara pun tidak menjerakan. Hal ini tentu memicu tindak kejahatan semakin merajalela bahkan justru turut memberi contoh pada yang lain .

Dalam Islam, tujuan hidup manusia adalah untuk taat kepada Allah dan senantiasa terikat dengan aturan-Nya. Negara dalam Islam wajib menyediakan pendidikan yang dapat mencetak masyarakatnya menjadi pribadi yang memiliki aqliyah dan syakhsiyah Islam, ia beriman kepada Allah dan senantiasa menjaga diri dari tindak kemaksiatan dan kejahatan. Tentunya satu- satunya sistem pendidikan yang meniscayakan itu semua hanyalah pendidikan berbasis pada akidah Islam. Negara dalam sistem Islam juga memiliki sistem persanksian yang tegas dan menjerakan sehingga bisa membuat pelaku jera dan menjadi contoh bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Maka hanya dengan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan, semua permasalahan umat saat ini dapat terselesaikan. Masyarakat Islam yang aman tenteram dan sejahtera pun bisa terwujud nyata. Wallahu’alam bishawab.

Oleh : Iskeu (Sahabat Tinta Media)

Rabu, 08 Mei 2024

Hukum Lemah, Kriminalitas Merajalela


Tinta Media - Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia Widya Adiwena menilai hukum di Indonesia semakin lemah karena kriminalisasi semakin meningkat, terutama dari aparat kepada masyarakat yang melakukan unjuk rasa. 

Tindakan tersebut di antaranya:

Pertama, banyak masyarakat sipil yang terus mendapat tindakan kriminalisasi dari aparat saat menggelar aksi demonstrasi. Tahun 2023, tiga aktivis Papua dihukum penjara dengan tuduhan makar, karena menyuarakan pendapat mereka secara damai.

Kedua, aparat menggunakan kekerasan untuk membubarkan aksi masa di Pulau Rempang, kepulauan Riau. Aparat polisi mengamankan gas air mata dan peluru karet pada masyarakat Rempang yang menyuarakan keberatan terkait proyek pembangunan yang mengancam tanah leluhur mereka.

Ketiga, di Papua, aparat keamanan melakukan penyiksaan terhadap tahanan, seperti kematian 6 orang tahanan di Desa Kwiyagi, Kabupaten Lanny Jaya Papua  Pegunungan pada 6 April 2023.

Lemahnya hukum yang diterapkan di Indonesia terbukti adanya. Akibatnya, kriminalitas semakin meningkat, mulai dari rakyat sipil sampai aparat negara. Kasus-kasus kekerasan yang  dilakukan aparat banyak yang tidak tuntas dan 
dialihkan ke isu lain. 

Ini menunjukkan bahwa hukum yang diterapkan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini adalah buah penerapan sistem kapitalisme, sistem buatan manusia yang lemah dan batil, yang tidak bisa memberikan hukuman secara tegas dan menjerakan

Penyebab utama tindakan kriminalitas meningkat adalah individu yang lemah dengan adanya dominasi sekularisme-kapitalisme yang sangat kuat mencengkeram,  sementara standar agama tidak dijadikan rujukan.

Orang melakukan tindakan kekerasan atau tidak,  standarnya adalah rasa suka atau tidak, merugikan atau menguntungkan, sedangkan agama tidak boleh dibawa ke ranah publik. Agama hanya dijadikan sekadar ibadah ritual saja.  

Maka, ketika seseorang bekerja sebagai aparat negara, mereka bisa sewenang-wenang  memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan mereka. Mereka kebal terhadap hukum, tidak pernah memikirkan dosa dan pahala, tidak takut kepada Allah Swt. 

Mereka hanya takut kepada penjara. Maka, ketika melakukan tindakan kriminal, yang dipikirkan adalah bagaimana caranya agar tidak terjerat hukum, walaupun harus menyogok. Karena itu, mereka tidak pernah takut mengulangi kejahatan berikutnya. 

Ini menunjukkan bahwa negara hanya berfungsi sebagai regulator, yaitu penyambung kebijakan para pengusaha besar  (oligarki) yang menguasai sumber daya, mempunyai kekuasaan dan jabatan sehingga bisa mengendalikan kebijakan  negara.

Tidak ada kontribusi dari masyarakat dengan budaya amar ma'ruf nahi munkar. Ketika tindakan kriminal yang dilakukan aparat negara berulang kali dilakukan, disaksikan oleh masyarakat, tidak ada tindakan tegas dari negara, sehingga masyarakat pada akhirnya menjadi hilang kepercayaan. 

Rasa kepedulian masyarakat pun menjadi hilang karena aksi protes, tuntutan keadilan, dan lain sebagainya tidak dianggap oleh hukum. Ini karena negara juga menerapkan pasal karet yang bisa ditarik ulur sesuai dengan kepentingan mereka. 

Sementara, tidak ada tindakan tegas dari negara bahkan negara sendiri ikut terlibat. Negara abai terhadap sanksi yang tegas, membiarkan kriminalitas merajalela.

Saatnya masyarakat kembali kepada solusi Islam yang bisa menutup celah kejahatan  dengan penerapan hukum Islam oleh negara, seperti kriminalitas yang merajalela. 

Pertama, dengan membangun ketakwaan individu sehingga menjadikan halal haram sebagai standar. Mereka akan sadar bahwasanya setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Mereka yang berbuat kemaksiatan akan mendapatkan dosa dan  balasan, baik di dunia maupun di akhirat sesuai dengan kejahatan yang mereka perbuat.

Kedua, negara dalam sistem Islam akan menumbuhsuburkan budaya amar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat akan peduli dengan keadaan sekitar ketika terjadi tindakan kemaksiatan seperti kriminalitas. Ini akan menutup celah tindakan kriminalitas merajalela di masyarakat. 

Ketiga, negara mempunyai sistem sanksi tegas yang berfungsi sebagai zawabir (penebus dosa di akhirat kelak), dan zawajir (pencegah dan epek jera). 

Negara dalam menerapkan sanksi tidak pandang bulu, baik miskin ataupun kaya, aparat ataupun rakyat biasa, termasuk mencegah adanya aparat yang tidak amanah berlaku sewenang-wenang dan kebal hukum. 

Negara akan hadir sebagai penanggung jawab, pelindung masyarakat. Sekecil apa pun tindakan kriminalitas, negara tidak akan membiarkan, karena Allah mengharamkan kemaksiatan sekecil apa pun.

Semua ini akan mencegah terjadinya pelanggaran aturan Allah. Penerapan sistem sanksi dan sistem lainnya dalam negara Islam akan menjaga nama baik hukum dan mewujudkan keadilan dan ketenteraman dalam kehidupan. Wallahu alam bishawab.


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media 

Senin, 08 April 2024

Marak Kriminalitas di Bulan Suci, kok Bisa?

Tinta Media - Miris, sangat mengherankan bahwa menjelang akhir bulan suci Ramadhan angka kriminalitas justru meningkat. Kesucian dan keagungan bulan ini telah ternodai oleh maraknya kejahatan di tengah masyarakat.

Dikutip dari Radar Bogor, Polresta Bogor Kota mengimbau masyarakat Bogor untuk mewaspadai kerawanan kejahatan selama bulan suci Ramadan. Kejahatan tersebut di antaranya berupa pencurian kendaraan bermotor serta barang-barang berharga lainnya. Adapun hukuman untuk si pelaku akan dijerat penjara, selama-lamanya 7 tahun penjara (14/3/2024).

Bulan suci yang seharusnya menjadi bulan penuh ketenangan dan kedamaian justru menjadi bulan penuh kejahatan dan kelalaian. Hal ini tentu berakibat dari kelemahan iman masyarakat dan ketiadaan penerapan syariat Islam secara keseluruhan. Pasalnya jika tidak karena demikian, maka tidak akan marak kriminalitas di bulan suci.

Dapat dikatakan bahwa kedua pemicu kriminalitas ini merupakan imbas dari penerapan sistem Kapitalisme Sekularisme. Sistem yang secara terang-terangan memisahkan aturan agama dari kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, tak heran jika masyarakat sistem ini mengalami kelemahan iman.

Masyarakat juga tak akan segan untuk melakukan kriminalitas karena tiadanya penerapan syariat Islam yang akan mencegah dan menghukum pelakunya secara efektif, optimal, dan maksimal. Maka dari itu, masyarakat membutuhkan solusi hakiki dari permasalahan publik ini.

Tak lain dan tak bukan ialah menerapkan sistem Islam secara keseluruhan. Karena sistem Islam akan membuat masyarakat mengerti akan hakikat dosa dan pahala ketika melakukan suatu perbuatan. Juga sistem Islam akan membangun kehidupan yang aman dan tenteram dengan kekuatan tiga pilar yaitu ketaqwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan syariat Islam, termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.

Oleh: Nabila Andifa
Santri Ideologis


Sabtu, 28 Oktober 2023

Kriminalitas Kian Bringas, Islam Solusi Tuntas


Tinta Media - Warga Cicalengka Kabupaten Bandung dihebohkan dengan penemuan mayat wanita yang telah membusuk di area hutan Bukti Japura dengan ditutupi dedaunan (8/10/2023). Diketahui, korban bernama AYK (47) yang tewas di tangan kekasihnya sendiri yang berinisial HS (32). Dengan adanya informasi penemuan mayat ini, Sat Reskrim Polresta Bandung langsung melakukan penyelidikan dan memburu pelaku pembunuhan berdasarkan hasil olah TKP dan juga keterangan saksi-saksi di lokasi penemuan mayat.

Tak menunggu waktu lama, setelah penemuan mayat, Kapolresta Bandung berhasil mengamankan tersangka yang kemudian dimintai keterangan. Usut punya usut, motif dari pembuahan tersebut adalah karena pelaku kecewa terhadap korban yang beberapa kali menolak ajakannya untuk menikah, kemudian, pelaku pun merencanakan pembunuhan tersebut dengan mengajak korban ke sebuah tempat yang sepi untuk melakukan hubungan suami istri yang kemudian korban dibunuh dengan cara mencekik dan memukul wajah korban hingga tewas. Selain itu, pelaku juga mengambil uang milik korban 

Korban ditemukan warga dua pekan setelah kejadian dengan kondisi sudah membusuk. Atas perbuatannya, HS dijerat Pasal 340 HUP tentang pembunuhan berencana, dan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Fenomena pergaulan bebas di luar nikah yang berujung pembunuhan sudah sering kali terjadi. Tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga hingga ke pedesaan. Penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan terkadang hanya dikarenakan perkara-perkara sepele, seperti salah paham, cemburu, kecewa, utang, dsb. Mirisnya, tidak hanya di aniaya dan dibunuh, harta korban pun digasak walau tanpa direncanakan.

Tindakan kriminal yang dilakukan hingga menghilangkan nyawa orang seolah enteng dan mudah saja tanpa ada rasa takut, apalagi khawatir. Dengan demikian, tampak jelas bahwa salah satu penyebab terjadinya kriminalitas adalah lemahnya iman dan tidak adanya ketakwaan pada individu sehingga ketika hendak melakukan maksiat mereka tidak takut dengan dosa dan azab neraka, apalagi kalau hanya sekadar penjara.

Yang menjadi faktor lain penyebab maraknya kriminalitas adalah sistem penegakan hukum yang sangat lemah dan terkesan tebang pilih, juga lambat dalam penanganan. Jika kita cermati, banyak kasus kriminalitas yang lenyap begitu saja tanpa ada tindak lanjut ke depannya. 

Selain itu, hukum yang berlaku tidak membuat jera para pelaku kriminalitas. Inilah realitas penerapan sistem kapitalis sekuler yang hanya menumbuhsuburkan aksi kriminalitas sehingga menimbulkan kekhawatiran dan hilangnya rasa aman pada masyarakat.

Maka, sudah seharusnya kita mengganti sistem aturan saat ini yang nyata rusak dan merusak dengan sistem Islam yang datangnya dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Sistem inilah yang mampu mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. 

Sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga mampu mencetak generasi yang beriman dan bertakwa. Di sinilah lahir individu-individu yang berkepribadian Islam. Selain itu, adanya kontrol masyarakat sangat diperlukan sehingga mampu mencegah perilaku maksiat. 

Yang paling utama adalah peran negara dalam meriayah (mengurusi) urusan masyarakat. Negara wajib menerapkan sistem sanksi yang tegas dan adil dalam menangani permasalahan kriminalitas. 

Sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir, yaitu penebus dosa pelaku dan zawajir sebagai pencegah orang lain berbuat yang serupa. Maka jelas, hanya dengan penerapan sistem Islam, kriminalitas bisa terselesaikan dan masyarakat pun bisa merasakan keamanan dan kenyamanan. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Aktivis Muslimah Bandung

Minggu, 22 Oktober 2023

Kasus Pembunuhan Tiada Henti, Islam Sebagai Solusi

Tinta Media - Warga Geger dengan penemuan mayat perempuan tanpa busana di semak-semak bukit Gunung Japura, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung pada Kamis, sore (5/10). Kapolsek Cicalengka Kompol Deni Rusnandar menerangkan bahwa menurut tim Inafis, mayat perempuan yang mulai mengalami pembusukan itu diperkirakan sudah meninggal sejak empat hari yang lalu. Korban tanpa identitas itu ditemukan oleh warga yang sedang mencari bambu di area bukit. (JPNN.com)

Setelah diselidiki, terungkap bahwa mayat perempuan tersebut adalah korban pembunuhan yang dilakukan sang pacar usai menolak ajakan menikah. Korban menolaknya karena sang anak belum merestui. Karena tidak terima, pelaku pun melakukan rencana pembunuhan. (Suarajabar.com, 11/10)

Kasus pembunuhan kini terus berseliweran di laman media elektronik. Bahkan, jumlahnya semakin meningkat. Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), selama Januari-Juni 2023 terdapat 4.794 laporan kasus gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dari seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, laporan gangguan kamtibmas terbanyak adalah penemuan mayat, yaitu 1.907 kasus. (Databoks)

Sungguh miris, maraknya kasus pembunuhan di negeri ini menunjukkan potret kelam masyarakat saat ini. Fakta di atas merupakan salah satu contoh dari banyaknya latar belakang kasus pembunuhan. Hari ini, negara besar yang notabene mayoritas penduduknya muslim, kondisinya jauh dari gambaran Islam, terutama tentang pergaulan muslim. 

Setidaknya, ada dua faktor penyebab buruknya kondisi pergaulan hari ini. 

Pertama, faktor internal umat Islam. Akidah umat Islam sangat rapuh hingga tidak memahami hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Mereka pun jauh dari pemahaman terhadap syariat Islam yang mengatur tentang pergaulan. Mereka tidak memahami bagaimana syariat menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, baik mahram atau pun bukan mahram. 

Allah menurunkan aturan agar manusia terhindar dari zina. Alhasil, ketakwaan tidak menghiasi diri dalam menghadapi berbagai persoalan. Kemaksiatan pun menjadi hal biasa. 

Kedua, faktor eksternal, yakni berupa pemikiran dan budaya sekuler yang rusak dan merusak, terutama paham liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu. Hal ini membuat setiap individu bebas berpendapat, berperilaku, bebas memiliki sesuatu, dan bebas beragama. 

Pemahaman ini sengaja diaruskan oleh negara-negara Barat Kapitalis ke dalam lingkungan muslim. Paham ini secara langsung telah menghilangkan peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Alhasil, laki-laki dan perempuan tidak menjadikan Islam sebagai standar dalam menjalankan perannya dalam berinteraksi di tengah masyarakat.

Kebahagiaan pun disandarkan pada kepuasan materi semata. Penerapan sistem kapitalisme juga yang berefek pada semakin beratnya beban hidup masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.  

Pengelolaan emosi yang buruk juga menyebabkan aksi kekerasan hingga pembunuhan tidak terhindarkan. Inilah efek penerapan sistem kapitalisme yang mengatur tiap individu hingga negara saat ini. 

Berbeda dengan kehidupan masyarakat di bawah pengaturan Islam yang kaffah. Islam telah memosisikan negara sebagai pengurus urusan umat dengan syariat Islam. 

Rasul saw. telah menerangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad bahwa imam atau khalifah adalah pengurus (urusan rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. 

Oleh karena itu, negara wajib membantu rakyat agar hidup dalam suasana tenang, aman, damai, dan penuh keimanan. 

Negara adalah pihak yang paling efektif untuk membangun dan menjaga akidah umat, baik individu maupun masyarakat. Banyak peran yang dapat dilakukan khalifah sebagai kepala negara dalam rangka menjaga akidah umat. 

Pertama, melalui pendidikan. Sistem pendidikan wajib didasarkan kepada Islam. Pendidikan Islam terkait akidah, syariah, akhlak, dan sejarah diberikan sejak dini, bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah. 

Metode pendidikan dilandasi dengan keimanan dan disampaikan dengan metode pemikiran sehingga para pelajar benar-benar paham arah pendidikan, yaitu untuk membentuk kepribadian Islam dan menguasai sains dan teknologi. 

Untuk mewujudkan kepribadian Islam, maka ditanamkan akidah Islam, yaitu membentuk pola pikir dan pola sikap Islam yang akan melahirkan perilaku Islam. 

Sementara, penguasaan sains dan teknologi diberikan sesuai kebutuhan dengan tetap didasarkan pada akidah Islam. Alhasil, akidah Islam akan memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi persoalan kehidupannya. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika menghadapi masalah sehingga tidak berbuat maksiat. 

Kedua, untuk menjaga akidah, harus ada penerapan aturan-aturan Islam melalui perundang-undangan sehingga bisa menyatukan antara akidah dengan syariah. Ketaatan kepada syariah akan mengokohkan akidah dan penanaman akidah akan membuat orang semakin menaati syariah. 

Dengan begitu, akan tumbuh individu yang memiliki kekuatan akidah. Setiap individu dalam masyarakat akan memiliki kepedulian yang tinggi dan aktif terlibat dalam aktivitas amal makruf nahi mungkar. 

Di sisi lain, negara juga mewujudkan kesejahteraan umat. Sistem penerapan Islam akan mengarahkan batasan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu, Islam juga sangat memuliakan perempuan. Membiarkan keduanya bebas tanpa aturan  tentu akan menyebabkan banyak kerusakan. Untuk itulah Islam sebagai diin yang sempurna harus ditegakkan. Wallaahu a'lam bish-shawaab.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Grasi Massal Narkoba Bukan Solusi Hakiki

Tinta Media - Menyedihkan, tampaknya upaya pemberantasan narkoba di negara ini mengalami kemunduran. Alih-alih meningkatkan upaya untuk menangkap dan menghukum pelaku kejahatan narkoba secara tegas dan adil, pemerintah justru ingin memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba.

Saat ini, lapas telah mengalami over crowded (terlalu penuh) karena jumlah narapidana melebihi kapasitas, yaitu mencapai 100 persen, sehingga pemerintah berencana memberikan grasi massal pada pengguna narkoba. Pemakai narkoba dianggap telah dikriminalisasi secara berlebihan, sehingga akan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pengguna narkoba untuk mendapatkan grasi.

Tim Percepatan Reformasi Hukum merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba sebagai upaya mengatasi over crowded lapas.

Lemahnya penegakan hukum narkoba selama ini mengakibatkan lapas penuh. Faktor individu, masyarakat, dan negara ikut berkontribusi terhadap masalah ini. Individu banyak yang terjerumus dalam penggunaan narkoba karena lemahnya iman. Apalagi, sekarang pemakaian narkoba dalam kadar rendah tidak dianggap sebagai kejahatan, tetapi sebagai korban.

Pemakaian narkoba juga dipengaruhi oleh sikap individualistis dan kurangnya kontrol sosial di masyarakat, serta kemiskinan yang mendorong bisnis narkoba. Negara yang tidak memberlakukan hukuman memadai terhadap pengguna narkoba juga berperan dalam masalah ini.

Memberikan grasi massal kepada narapidana narkoba menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam memerangi narkoba. Alih-alih memberikan hukuman yang tegas, narapidana narkoba justru mendapatkan fasilitas grasi. Ini berpotensi membuat mereka kembali ke kebiasaan buruk setelah bebas, sehingga lingkaran kejahatan ini tidak akan berakhir.

Pemberian grasi massal hanya menyelesaikan masalah pada tahap akhir, sementara akar permasalahan tidak diatasi. Selama peredaran narkoba masih ada, narapidana narkoba akan terus bertambah, dan lapas akan terus over crowded.

Pemberantasan narkoba yang efektif memerlukan pendekatan yang komprehensif. Islam memiliki solusi yang mencakup aspek hulu dan hilir. Dalam negara Islam yang menerapkan syariah secara menyeluruh, narkoba dilarang dengan tegas. Pemimpin Islam akan memberlakukan hukuman tegas, termasuk hukuman mati terhadap pelaku narkoba. Selain itu, pejabat yang terlibat dalam narkoba akan diadili dengan seadil-adilnya.

Negara Islam juga akan menciptakan kesejahteraan bagi warganya sehingga tidak terjerumus dalam bisnis narkoba. Akses masuk dari luar negeri akan diawasi dengan ketat. Aparat negara harus amanah dan adil dalam menjalankan tugas mereka.

Dengan penerapan hukum Islam secara kaffah, pemimpin Islam bisa memberantas narkoba secara menyeluruh, sehingga narkoba tidak akan lagi merajalela.

Wallahu a'lam bish shawab.

Oleh: Cici Kurnia Arum (Mahasiswa/Aktivis Muslimah)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab