Tinta Media: Kriminalitas
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Juli 2023

Meningkatnya Kenakalan Remaja dan Tindak Kriminalitas akibat Sistem yang Rusak

Tinta Media - Masa remaja adalah masa ketika seseorang sedang mencari jati diri. Masa ini disebut masa peralihan. Selain mengalami pertumbuhan fisik, seseorang juga mengalami perkembangan psikologisnya. 

Masa remaja rentan sekali terjadi kenakalan, kejahatan, atau tindak kriminal. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan yang memengaruhi psikologis si anak, baik lingkungan keluarga, maupun masyarakat.

Baru-baru ini viral di media sosial, aksi lima pemuda yang menghadang dan melakukan pemukulan terhadap bus pariwisata di Solokan Jeruk-Rancaekek, Kabupaten Bandung. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu 18 juni 2023. Kelima pemuda tersebut ditangkap Polres Bandung. 

Pada video berdurasi 50 detik tersebut, terlihat aksi pemukulan terhadap bagian kanan bus menggunakan senjata berbahan besi. Para pelaku yang berasal dari Pangandaran. Tadinya mereka hendak menuju ke Jalan Sadu di Soreang, tetapi setelah tiba di Jalan Solokan Jeruk-Rancaekek, mereka melakukan aksinya. 

Mereka mengakui kepada polisi bahwa aksi pemukulan itu hanya untuk menunjukan eksistensi mereka, terkait dengan perayaan ulang tahun komunitasnya. 

Kenakalan remaja yang berujung tindak kriminal bukan hal yang baru. Banyak sekali kasus yang menjerat anak remaja, yang berujung pada hilangnya nyawa atau masuk penjara. Entah hanya sekadar untuk konten, gaya-gayaan, atau melakukan tindak kejahatan, seperti pembegalan, perkosaan, pembunuhan, dan banyak lagi kasus kriminal yang menjerat anak-anak remaja. Miris memang.

Dengan berbagai fakta yang terjadi di masyarakat, para remaja seharusnya dilindungi dari pengaruh buruk lingkungan. Remaja sejatinya adalah penerus bangsa, karena generasi muda adalah penentu masa depan suatu bangsa. Generasi muda adalah tonggak perubahan Di tangannya, maju mundurnya suatu bangsa diletakan. 

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja yang berujung pada tindak kriminal. Hal yang paling mendasar dan sistematis adalah arus liberalisasi. Di dalam sistem demokrasi kapitalis, pengaruh pergaulan bebas yang diusung Barat sampai kepada anak-anak negri kita, sehingga mereka terbawa arus liberalisasi yang mengusung kebebasan. 

Dengan ideologi sekularisme tersebut, para remaja semakin jauh dari agamanya. Sungguh sangat disayangkan. Bahkan, negarapun tidak bisa melindungi anak-anak negeri ini dari arus liberalisasi. Negara abai untuk mengurusi anak negeri, supaya menjadi generasi harapan bangsa. 

Hal ini marena dalam  sistem demokrasi kapitalis, negara seakan-akan memfasilitasi dengan hal-hal yang akan menyebabkan para remaja terjerumus pada tindak kejahatan. 

Salah satu contoh, yaitu dengan dilegalkannya miras, club-club malam, dan lain-lain, yang pada akhirnya akan membuat para remaja terjerumus pada kejahatan dan kemaksiatan. Juga hukum yang tidak bisa membuat efek jera bagi si pelaku kejahatan, sehingga kejahatan atau tindak kriminalitas semakin merajalela. Inilah salah satu bukti rusaknya sistem demokrasi kapitalis.

Islam agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam juga menjadi solusi dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk bagaimana cara mendidik anak-anak remaja kita, agar menjadi  manusia yang berakhlak dan berkualitas. 

Islam memandang bahwa, menanamkan akidah yang kuat, akan melahirkan ketakwaan terhadap Allah Swt. dan  menjadikan anak tersebut takut kepada Allah Swt. Dengan memberikan pemahaman agama yang benar, memberi pemahaman tentang syariat islam terkait pergaulan, akan terbentuk akhlak yang baik, sebagai buah dari ketakwaan. 

Peran penting keluarga, masyarakat, dan negara dalam membentuk kepribadian anak sangatlah diperlukan, terutama peran  negara yang seharusnya menjadi benteng dari masuknya pengaruh-pengaruh buruk bagi generasi penerus bangsa. 

Banyak sekali contoh yang dilakukan Rasulullah saw. dalam mendidik remaja-remaja tangguh yang ber-akhlakul karimah dan bertakwa. Rasulullah saw. dan para sahabat menjadi teladan kepemimpinan dalam mengurusi dan mendidik umat agar menjadi manusia-manusia yang bertakwa. 

Inilah pentingnya negara menerapkan Islam secara kaffah, agar bisa meminimalisir kenakalan remaja yang berujung pada tindak kriminalitas dan kemaksiatan.
Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Senin, 06 Maret 2023

Kriminalitas Tumbuh Subur, Buah Pahit Hukum Sekularis

Tinta Media - Berita kriminal atau tindak kejahatan hampir setiap hari menghiasi layar kaca. Beragam jenis kejahatan ditayangkan menjadi suguhan yang bikin hati teriris. Kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, tindakan asusila, pencopetan, penjambretan, penodongan senjata tajam/api, kekerasan fisik, penganiayaan, perusakan barang orang lain, pembunuhan, penipuan dan korupsi semakin marak. Melihat berita atau mendengar kasus kriminalitas yang marak terjadi ada rasa ngeri sekaligus nyeri. Kriminalitas tumbuh subur merupakan buah pahit hukum sekularis.

Dari sekian banyak tindak kriminal yang wara wiri diberitakan adalah kasus pembunuhan. Seakan nyawa manusia begitu murah dan mudah dihilangkan, melayang di tangan manusia yang hilang akal. Faktor utama pemicu karena masalah kemiskinan, ekonomi, konflik sosio-emosional, karena seseorang merasa kecewa, sakit hati atau dendam kepada orang lain. Secara ekstrem pelampiasan rasa kecewa tersebut, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara membunuh orang lain.

Kasus pembunuhan di Bekasi menjadi salah satu gambaran kisah pilu bagaimana dengan entengnya orang merampas nyawa orang lain. Berawal dari kasus keracunan yang menimpa sebuah keluarga di Jalan Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi. Peristiwa terungkap dari adanya kejanggalan pada kasus keracunan tersebut. Mulanya polisi menduga keluarga tersebut keracunan biasa setelah mengonsumsi makanan. Tapi setelah mengorek keterangan dari seorang korban dugaan keracunan yang selamat terungkap bahwa mereka sengaja diracun usai menenggak kopi yang dicampur pestisida.

Dari situ polisi mengungkap kasus pembunuhan berantai berdasarkan pengakuan ketiga pelaku yang berhasil diciduk, mereka sebelumnya sudah membunuh enam orang di luar dari korban di Bekasi sebanyak tiga orang.

Pembunuhan berencana yang didalangi oleh Wowon cs itu berlatar belakang unsur penipuan dengan modus penggandaan uang. Korban pertama dari enam korban yang dibunuh bernama Siti, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Garut, Jawa Barat. Menjadi korban pertama saat ia hendak menagih iming-iming hasil penggandaan uang kepada Wowon.

Kasus pembunuhan lain yang bikin geger seentero republik dan menjadi perhatian publik selama berbulan-bulan adalah terbunuhnya Yosua. Pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atau Brigadir Y terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ketika itu menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Polri menyatakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas dalam insiden tembak-menembak dengan sesama polisi pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Lokasinya di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Jalan Duren Tiga nomor 46, Jakarta Selatan (Jaksel).

Seiring waktu dari hasil penyelidikan pihak kepolisian berhasil mengungkap bahwa Yosua adalah korban pembunuhan berencana didalangi oleh Ferdi Sambo. Kasus tersebut menyeret beberapa petinggi Polri, istri, dan anak buah sekaligus ajudan. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi hukuman penjara sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.

Kejahatan keji berupa pembunuhan menjadi hal biasa terjadi di negeri ini. Sanksi hukuman yang diputuskan tidak menjadikan para pelaku kejahatan berkurang, justru semakin bertambah seakan membunuh sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan persoalan. Permasalan yang terus berulang terletak pada lemahnya iman pelaku kejahatan. Para pelaku melakukan kejahatan dipicu oleh emosi, sakit hati dan faktor pendorong lainnya dalam melampiaskan nafsu keji menyebabkan orang lain kehilangan nyawa. Di mana posisi agama? Agama hanya hiasan dan pelaku tidak takut dengan dosa di hari kemudian.

Aturan hidup yang disuburkan di negeri ini pun memberikan ruang untuk tidak terikat dengan aturan Tuhan. Hukum pidana bagi pelaku kejahatan mengacu pada buatan manusia hingga menghasilkan hukum yang plin plan, tebang pilih hingga dirasakan tajam di bawah tumpul ke atas. Hukuman yang diterapkan tidak membuat jera. Wajar jika kasus kriminal terus bermunculan, buah pahit akibat meminggirkan aturan Tuhan.

Masyarakat mengutuk keras bentuk kejahatan yang merampas hak hidup orang lain,menimbulkan luka dan meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga korban. Tidak sedikit pula pihak keluarga korban menuntut hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku hingga tuntutan mati. Vonis mati pun pernah dijatuhkan termasuk pada kasus Ferdy Sambo karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak, melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.

Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, Majelis Hakim berkeyakinan, Sambo telah melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No. 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Islam memandang tindakan pembunuhan dengan sengaja dan berencana sebagai dosa besar. Bahkan Islam mengajarkan untuk melindungi setiap nyawa, karena menghilangkan satu nyawa pada hakikatnya sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS an-Nisā' (4): 93. Allah SWT mengancam akan memasukkan ke neraka jahannam bagi pelaku pembunuhan.

Syariat Islam adalah hukum terbaik yang telah diturunkan Allah SWT kepada manusia, memberikan pilihan-pilihan yang sangat luas dan lapang bagi korban pembunuhan. Pihak korban bisa menuntut hukuman mati, nyawa dibalas dengan nyawa, atau meminta tebusan diyat (uang darah) berupa memberikan 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (hamil), atau pihak korban memaafkan.

Hukum pidana Islam akan memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Hukuman yang dijatuhkan berupa hukum mati akan menjadikan penebus dosa bagi pelaku kriminal, sekaligus memberi efek jera dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Karena itu hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.

Demikianlah hukum pidana Islam mengatur bentuk hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan bertujuan akan memberikan rasa keadilan kepada korban, dan juga bagi pelakunya, melindungi masyarakat dari berbagai tindak kriminal. Keamanan dan rasa aman bagi semua akan terwujud.[]

Oleh: Yun Rahmawati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok


Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Kasus Kriminalitas Remaja dan Pelajar Alami Peningkatan

Tinta Media - Melihat dunia remaja dan pelajar di Indonesia pada tahun 2022, Pakar Parenting Iwan Januar menyebutkan ada peningkatan kasus kriminalitas pada mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 

“Peningkatan kasus kriminalitas yang menimpa remaja dan pelajar di Indonesia tahun 2022 ada peningkatan secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis kriminalitasnya pun beragam berupa tindak kekerasan seperti geng motor, tawuran, pembunuhan, pencurian dan perampasan yang sebagiannya dibarengi dengan kekerasan bahkan pembunuhan,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Senin (2/1/2023).    
Selain tindak kekerasan, lanjutnya juga ada kejahatan seksual seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan dan jumlahnya juga meningkat. “Kejahatan seksual ada yang dilakukan secara solo atau berkelompok. Beberapa kali terjadi kasus remaja putri jadi korban pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai,” ucapnya prihatin.

Menurut Iwan, perilaku seks bebas di kalangan remaja dan pelajar juga meningkat. Peningkatan Ini bisa karena pengaruh pergaulan saling mempengaruhi, juga pornografi. “Yang lebih miris jumlah pelajar dan remaja yang terlibat kegiatan prostitusi juga meningkat, terutama melalui medsos atau media online,” ujarnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Iwan mengungkapkan remaja Indonesia juga rawan perilaku seks menyimpang seperti L68T. Usia sekolah sampai mahasiswa banyak menjadi sasaran kaum L68T. “Biasanya mereka dijadikan gundik atau piaraan kaum gay yang lebih tua. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi juga perilaku homoseksual di antara mereka,” tambahnya.

Iwan mengakui cukup sulit mendapatkan secara pasti angka kasus kenakalan remaja selama tahun 2022, karena persoalan sosial khususnya kejahatan di tingkat remaja dan pelajar kurang mendapatkan perhatian dari negara dan pihak terkait. “Ini beda dengan persoalan di bidang politik dan ekonomi yang jadi komoditi utama kebijakan nasional dan banyak pihak. Padahal, melihat dari berbagai kasus kriminalitas remaja, Indonesia sudah harus masuk ruang UGD,” imbuhnya.

Umat Harus Sadar

Iwan menandaskan bahwa umat harus sadar kalau dunia remaja dan pelajar di tanah air ini sudah bermasalah akut bagai masuk stadium III bahkan mungkin IV. “Umat juga harus belajar kalau kerusakan ini tidak timbul begitu saja, tapi karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat memang sudah rusak. Itulah liberalisme turunan dari sekulerisme,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk memperbaiki lingkungan remaja dan pelajar hari ini tidak mungkin dilakukan kalau kondisi tanah air masih dibelit sekulerisme-liberalisme. 

“Ibarat mencuci baju kotor dengan air yang juga kotor. Umat harus berpikir out of the box mencari solusi lain yang terbaik, yaitu Islam. Maka umat harus kembali dalami Islam dan perjuangkan Islam agar jadi nilai-nilai dasar dan utama di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina

Kamis, 24 November 2022

Angka Kriminalitas Tinggi, Pemerintah Minim Solusi

Tinta Media - Kasus kriminalitas saat ini seakan tak pernah tuntas. Kejadian demi kejadian selalu saja menyisakan tanya dan duka. Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dikabarkan telah terjadi penganiayaan yang menyebabkan kematian pada korban karena luka tusuk sebilah pisau. Penganiayaan terjadi pada hari  Jum'at (11/11/2022) di Kompleks Perumahan Gading Tutuka Residen 2, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. 

Korban merupakan warga Kampung Jayaraga RT 002/002, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Diketahui, korban bernama Corrida Athoriq Muhammad Bagja (23), berstatus mahasiswa Universitas Padjadjaran Bandung. Sampai berita diturunkan, tidak diketahui motif penganiayaan yang dilakukan pelaku yang merupakan orang tak dikenal dengan memakai jaket ojol. 

Di lain tempat, telah terjadi perampokan minimarket dan berhasil membawa kabur uang puluhan juta rupiah. Perampokan tersebut terjadi di Kampung Cigalumpit, RT 02, RW 05, Desa Gajahmekar, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Sabtu (5/11/2022) malam sekitar pukul 22.40 WIB. Pelaku berjumlah 2 orang dan membawa sajam berupa golok. 

Sementara, di tempat lain, polisi sedang memburu pelaku pembobolan brankas berisi uang puluhan juta rupiah di kantor pos, tepatnya di Desa Rajamandala Kulon yang terjadi pada tanggal 3 September 2022.

Jika melihat kondisi sekarang, berbagai jenis kejahatan kerap terjadi dan mengintai nyawa maupun harta. Tak peduli kenal atau tidak, sahabat, kerabat, tetangga, atau bahkan keluarga sendiri terkadang menjadi korban. 

Pelaku kriminalitas kian buas melakukan aksi-aksi jahatnya. Hasratnya untuk mendapatkan apa yang diinginkan begitu kuat. Hawa nafsu mereka tinggi, seakan tak ada rasa takut terhadap siksa yang akan didapatkan di akhirat kelak. 

Semua ini disebabkan karena tingkat pemahaman agama yang kurang sehingga menjadikan iman seseorang rendah. Selain itu, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang jauh dari kata mapan juga sangat berperan. Saat ini rakyat benar-benar dimiskinkan akibat penerapan sistem kapitalisme liberalisme di negeri ini. Sistem bobrok ini membuka lebar pintu kriminalitas, sehingga pelaku semakin beringas. 

Tatkala kehidupan diatur dengan sistem sekuler, agama terpinggirkan. Keimanan dan ketakwaan tergerus karena jauhnya manusia dari aturan agama. Alhasil, setiap hari kita disuguhi berita kriminal. Nyawa tak lagi berharga. Pembunuhan keji, begal sadis, perampokan, pencurian senantiasa menjadi topik utama dalam pemberitaan. Ini karena manusia tidak lagi takut untuk berbuat dosa.

Ini menunjukkan bahwa sistem sekuler tidak bisa diandalkan dalam memberi rasa aman dan keadilan. Karena itu, sudah selayaknya sistem ini dicampakkan, dan diganti dengan sistem yang sempurna, yaitu Islam.

Ketika diterapkan, sistem Islam mampu meminimalisir berbagai bentuk kriminalitas, baik dengan pencegahan, ataupun penindakan tegas terhadap pelaku kejahatan.

Kriminalitas bisa dicegah dengan membina setiap individu agar menjadi seorang yang beriman dan bertakwa. Akidah Islam senantiasa tertancap di benak setiap individu masyarakat dan menjadi bekal dalam melakukan amal perbuatan. Kemudian, masyarakat akan dibina untuk membiasakan beramar makruf nahi mungkar sehingga terbentuk masyarakat yang peduli. Adapun untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal, Islam menyiapkan polisi untuk berkeliling di sekitar masyarakat. Yang paling penting, hukum Islam akan ditegakkan secara adil sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman. 

Untuk menindak pelaku kejahatan, Islam menerapkan sanksi secara tegas dan ketat, berupa hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat, yang mempunyai fungsi sebagai penebus dosa dan memberi efek jera bagi pelakunya.

Negara dalam sistem Islam akan senantiasa memberi jaminan kebutuhan hidup yang layak sehingga terhindar dari kemiskinan, pengangguran, dan tidak terpikir untuk berbuat kriminal demi menyambung hidup. Negara juga akan membuka lapangan kerja kerja seluas-luasnya.

Selain itu, negara akan memberikan pembinaan keimanan serta memberi kesempatan pada pelaku jarimah (tindak kriminal) agar melakukan taubatan nasuha sehingga tidak mengulangi kejahatan yang dilakukan.

Langkah-langkah ini hanya bisa terealisasi jika negara menerapkan sistem Islam, sistem yang benar-benar bisa menjaga kemuliaan manusia seluruhnya dan membawa Rahmat bagi seluruh alam. 

Wallahu 'alam bisshawab

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Ibu Rumah Tangga

Kamis, 01 September 2022

Narasi Bohong Kasus Pembunuhan Polisi, FDMPB: Hegemoni Post Truth

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan datangnya hegemoni post truth terhadap narasi bohong seputar kasus pembunuhan polisi. “Narasi-narasi bohong seputar kasus pembunuhan polisi menunjukkan datangnya hegemoni post truth,” ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (31/8/2022).

Kasus pembunuhan keji seorang polisi oleh polisi menjadi sangat rumit dan berbelit-belit karena selain hilangnya barang bukti juga karena berubah-ubahnya keterangan.
“Berita terbunuhnya Brigadir J yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Bharada Richard Eliezer, dinilai masyarakat berbelit-belit dan sarat kesaksian bohong dan rekayasa peristiwa yang melibatkan banyak pihak,” tuturnya.

Ahmad Sastra menilai para pelaku sebagai polisi yang notabene adalah penegak hukum, seharusnya memberikan contoh kejujuran dan tanggung jawab atas apa yang dilakukan.
“Padahal semestinya seorang polisi yang notabene adalah penegak hukum memberikan contoh kejujuran dan tanggung jawab atas apa yang dilakukan,” ujarnya. 

“Banyak yang mengatakan bahwa kasus ini mudah diungkap, yakni ketika para pelaku benar-benar berkata jujur,” lanjutnya.
Ia mengkritisi atas kasus penembakan polisi oleh polisi ini dengan mengatakan bahwa negeri ini tampak tengah masuk dalam jerat kebohongan. 

“Pemimpin yang merekayasa kebohongan agar terlihat sebagai kebenaran akan berdampak sangat besar dibandingkan jika yang melakukannya rakyat jelata, tidak terlalu salah jika negeri ini telah mengalami darurat kebohongan,” kritiknya.

Hal ini menurutnya ditunjukkan dengan sifat-sifat pembohong yang telah menjerat para pemimpin suatu negeri. Maka akan banyak rakyat kecil yang menjadi tumbalnya.
“Mengakibatkan kepercayaan rakyat kepada polisi akan berkurang, bahkan bisa hilang, walaupun penanganan kasus pembunuhan polisi itu masih terus berjalan,” tuturnya.

Baginya seorang pemimpin berbohong akan memberi efek domino yang akan tersebar luas menyentuh berbagai aspek.

“Tidak mudah mengembalikan kepercayaan rakyat kepada institusi kepolisian jika terbukti di pengadilan yang jujur bahwa seorang jenderal terlibat pembunuhan kepada ajudannya sendiri,” ujarnya.
Ia memaparkan tentang post truth, merupakan kata yang mengacu kepada sesuatu yang seolah-olah benar, padahal tidak benar sama sekali. 

“Dalam bahasa agama, era post truth adalah saat kebohongan dipropagandakan sebagai kejujuran, dan secara psiko-sosiologis, post truth adalah zaman penuh tipu daya,” paparnya.
Ahmad Sastra menjelaskan karakteristik era post truth adalah suatu keadaan fakta kurang berperan untuk menggerakkan kepercayaan umum daripada sesuatu ynag berhubungan dengan emosi dan kebanggaan tertentu.

“Karakteristik era post truth, dapat dilihat dalam tiga kondisi, yakni simulakra, pseudo-event, dan pesudosophy,” ucapnya. 

“Pertama, Simulakra merupakan situasi di mana batas-batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan, fakta dan opini semakin kabur dan sulit untuk diidentifikasi. Realitas yang ada adalah realitas yang semu dan realitas hasil simulasi (hyper-reality),” jelasnya.
Kedua, pseudo-event, yakni suatu keadaan di mana sesuatu yang dibuat dan diadakan untuk membentuk citra dan opini publik.
“Padahal itu bukan realitas sesungguhnya, dalam istilah politik praktis disebut sebagai tindakan pencitraan,” tuturnya.
Ketiga, pseudosophy adalah upaya menghasilkan suatu realitas' sosial, politik, dan budaya yang sekilas tampak nyata.
“Padahal sebenarnya adalah palsu, masyarakat lalu dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang dihasilkan daripada realitas yang sesungguhnya.” Bebernya.
Kasus pembunuhan Brigadir J, menurutnya sangat mungkin sebagai fenomena gunung es dan merupakan malapetaka bagi negeri ini. Bangsa ini mesti muhasabah nasional.
“Karena gagal mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Bangsa ini harus kembali melakukan reorientasi berkebangsaan yang lebih religius,” ucapnya.
Reorientasi dengan meninggalkan sekulerisme yang menjauhi nilai-nilai kebajikan agama. 

“Tentu saja dalam berbangsa dan bernegara lebih baik mendekat kepada agama daripada menjauhinya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab