Tinta Media: Kriminalitas
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan

Minggu, 22 Oktober 2023

Kasus Pembunuhan Tiada Henti, Islam Sebagai Solusi

Tinta Media - Warga Geger dengan penemuan mayat perempuan tanpa busana di semak-semak bukit Gunung Japura, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung pada Kamis, sore (5/10). Kapolsek Cicalengka Kompol Deni Rusnandar menerangkan bahwa menurut tim Inafis, mayat perempuan yang mulai mengalami pembusukan itu diperkirakan sudah meninggal sejak empat hari yang lalu. Korban tanpa identitas itu ditemukan oleh warga yang sedang mencari bambu di area bukit. (JPNN.com)

Setelah diselidiki, terungkap bahwa mayat perempuan tersebut adalah korban pembunuhan yang dilakukan sang pacar usai menolak ajakan menikah. Korban menolaknya karena sang anak belum merestui. Karena tidak terima, pelaku pun melakukan rencana pembunuhan. (Suarajabar.com, 11/10)

Kasus pembunuhan kini terus berseliweran di laman media elektronik. Bahkan, jumlahnya semakin meningkat. Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), selama Januari-Juni 2023 terdapat 4.794 laporan kasus gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dari seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, laporan gangguan kamtibmas terbanyak adalah penemuan mayat, yaitu 1.907 kasus. (Databoks)

Sungguh miris, maraknya kasus pembunuhan di negeri ini menunjukkan potret kelam masyarakat saat ini. Fakta di atas merupakan salah satu contoh dari banyaknya latar belakang kasus pembunuhan. Hari ini, negara besar yang notabene mayoritas penduduknya muslim, kondisinya jauh dari gambaran Islam, terutama tentang pergaulan muslim. 

Setidaknya, ada dua faktor penyebab buruknya kondisi pergaulan hari ini. 

Pertama, faktor internal umat Islam. Akidah umat Islam sangat rapuh hingga tidak memahami hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Mereka pun jauh dari pemahaman terhadap syariat Islam yang mengatur tentang pergaulan. Mereka tidak memahami bagaimana syariat menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, baik mahram atau pun bukan mahram. 

Allah menurunkan aturan agar manusia terhindar dari zina. Alhasil, ketakwaan tidak menghiasi diri dalam menghadapi berbagai persoalan. Kemaksiatan pun menjadi hal biasa. 

Kedua, faktor eksternal, yakni berupa pemikiran dan budaya sekuler yang rusak dan merusak, terutama paham liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu. Hal ini membuat setiap individu bebas berpendapat, berperilaku, bebas memiliki sesuatu, dan bebas beragama. 

Pemahaman ini sengaja diaruskan oleh negara-negara Barat Kapitalis ke dalam lingkungan muslim. Paham ini secara langsung telah menghilangkan peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Alhasil, laki-laki dan perempuan tidak menjadikan Islam sebagai standar dalam menjalankan perannya dalam berinteraksi di tengah masyarakat.

Kebahagiaan pun disandarkan pada kepuasan materi semata. Penerapan sistem kapitalisme juga yang berefek pada semakin beratnya beban hidup masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.  

Pengelolaan emosi yang buruk juga menyebabkan aksi kekerasan hingga pembunuhan tidak terhindarkan. Inilah efek penerapan sistem kapitalisme yang mengatur tiap individu hingga negara saat ini. 

Berbeda dengan kehidupan masyarakat di bawah pengaturan Islam yang kaffah. Islam telah memosisikan negara sebagai pengurus urusan umat dengan syariat Islam. 

Rasul saw. telah menerangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad bahwa imam atau khalifah adalah pengurus (urusan rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. 

Oleh karena itu, negara wajib membantu rakyat agar hidup dalam suasana tenang, aman, damai, dan penuh keimanan. 

Negara adalah pihak yang paling efektif untuk membangun dan menjaga akidah umat, baik individu maupun masyarakat. Banyak peran yang dapat dilakukan khalifah sebagai kepala negara dalam rangka menjaga akidah umat. 

Pertama, melalui pendidikan. Sistem pendidikan wajib didasarkan kepada Islam. Pendidikan Islam terkait akidah, syariah, akhlak, dan sejarah diberikan sejak dini, bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah. 

Metode pendidikan dilandasi dengan keimanan dan disampaikan dengan metode pemikiran sehingga para pelajar benar-benar paham arah pendidikan, yaitu untuk membentuk kepribadian Islam dan menguasai sains dan teknologi. 

Untuk mewujudkan kepribadian Islam, maka ditanamkan akidah Islam, yaitu membentuk pola pikir dan pola sikap Islam yang akan melahirkan perilaku Islam. 

Sementara, penguasaan sains dan teknologi diberikan sesuai kebutuhan dengan tetap didasarkan pada akidah Islam. Alhasil, akidah Islam akan memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi persoalan kehidupannya. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika menghadapi masalah sehingga tidak berbuat maksiat. 

Kedua, untuk menjaga akidah, harus ada penerapan aturan-aturan Islam melalui perundang-undangan sehingga bisa menyatukan antara akidah dengan syariah. Ketaatan kepada syariah akan mengokohkan akidah dan penanaman akidah akan membuat orang semakin menaati syariah. 

Dengan begitu, akan tumbuh individu yang memiliki kekuatan akidah. Setiap individu dalam masyarakat akan memiliki kepedulian yang tinggi dan aktif terlibat dalam aktivitas amal makruf nahi mungkar. 

Di sisi lain, negara juga mewujudkan kesejahteraan umat. Sistem penerapan Islam akan mengarahkan batasan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu, Islam juga sangat memuliakan perempuan. Membiarkan keduanya bebas tanpa aturan  tentu akan menyebabkan banyak kerusakan. Untuk itulah Islam sebagai diin yang sempurna harus ditegakkan. Wallaahu a'lam bish-shawaab.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Grasi Massal Narkoba Bukan Solusi Hakiki

Tinta Media - Menyedihkan, tampaknya upaya pemberantasan narkoba di negara ini mengalami kemunduran. Alih-alih meningkatkan upaya untuk menangkap dan menghukum pelaku kejahatan narkoba secara tegas dan adil, pemerintah justru ingin memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba.

Saat ini, lapas telah mengalami over crowded (terlalu penuh) karena jumlah narapidana melebihi kapasitas, yaitu mencapai 100 persen, sehingga pemerintah berencana memberikan grasi massal pada pengguna narkoba. Pemakai narkoba dianggap telah dikriminalisasi secara berlebihan, sehingga akan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pengguna narkoba untuk mendapatkan grasi.

Tim Percepatan Reformasi Hukum merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba sebagai upaya mengatasi over crowded lapas.

Lemahnya penegakan hukum narkoba selama ini mengakibatkan lapas penuh. Faktor individu, masyarakat, dan negara ikut berkontribusi terhadap masalah ini. Individu banyak yang terjerumus dalam penggunaan narkoba karena lemahnya iman. Apalagi, sekarang pemakaian narkoba dalam kadar rendah tidak dianggap sebagai kejahatan, tetapi sebagai korban.

Pemakaian narkoba juga dipengaruhi oleh sikap individualistis dan kurangnya kontrol sosial di masyarakat, serta kemiskinan yang mendorong bisnis narkoba. Negara yang tidak memberlakukan hukuman memadai terhadap pengguna narkoba juga berperan dalam masalah ini.

Memberikan grasi massal kepada narapidana narkoba menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam memerangi narkoba. Alih-alih memberikan hukuman yang tegas, narapidana narkoba justru mendapatkan fasilitas grasi. Ini berpotensi membuat mereka kembali ke kebiasaan buruk setelah bebas, sehingga lingkaran kejahatan ini tidak akan berakhir.

Pemberian grasi massal hanya menyelesaikan masalah pada tahap akhir, sementara akar permasalahan tidak diatasi. Selama peredaran narkoba masih ada, narapidana narkoba akan terus bertambah, dan lapas akan terus over crowded.

Pemberantasan narkoba yang efektif memerlukan pendekatan yang komprehensif. Islam memiliki solusi yang mencakup aspek hulu dan hilir. Dalam negara Islam yang menerapkan syariah secara menyeluruh, narkoba dilarang dengan tegas. Pemimpin Islam akan memberlakukan hukuman tegas, termasuk hukuman mati terhadap pelaku narkoba. Selain itu, pejabat yang terlibat dalam narkoba akan diadili dengan seadil-adilnya.

Negara Islam juga akan menciptakan kesejahteraan bagi warganya sehingga tidak terjerumus dalam bisnis narkoba. Akses masuk dari luar negeri akan diawasi dengan ketat. Aparat negara harus amanah dan adil dalam menjalankan tugas mereka.

Dengan penerapan hukum Islam secara kaffah, pemimpin Islam bisa memberantas narkoba secara menyeluruh, sehingga narkoba tidak akan lagi merajalela.

Wallahu a'lam bish shawab.

Oleh: Cici Kurnia Arum (Mahasiswa/Aktivis Muslimah)

Selasa, 01 Agustus 2023

KH. Siddiq al-Jawi Ungkap Dua Alasan Kriminalitas Semakin Sadis

Tinta Media - Menanggapi fenomena kriminalitas yang semakin sadis sebagaimana kasus mutilasi di Sleman yang melibatkan sekelompok Mahasiswa, Pakar Fikih Kontemporer KH M. Siddiq al-Jawi melihat ada dua alasan.

"Ada dua faktor kenapa ini terjadi. Pertama sebab umum karena kita melakukan perbuatan maksiat kelada Allah, tidak menjalankan hukum-hukum syariat Islam. Kedua, sebab khusus yaitu tidak diterapkannya hukum Qishos bagi pelaku pembunuhan dan hukuman mati bagi pelaku  L68T," tuturnya dalam acara Fokus Live Streaming: Kriminalitas Semakin Sadis, Ahad (23/7/2023) di kanal  YouTube Channel UIY Official.

Pertama, sebab secara umum di dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa berbagai fasad, atau kerusakan yang terjadi di masyarakat karena umat Islam meninggalkan aturan Allah. 

Kyai Shiddiq mengutip ayat al-Qur'an, Surat Ar Rum ayat 41, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." 

Ia menjelaskan bahwa perbuatan tangan manusia kalau menurut Ulama' disebabkan kemaksiatan atau dosa-dosa mereka, dosa-dosa umat manusia, yang dengan itu Allah bermaksud supaya mereka merasakan akibat dari perbuatan tidak taat itu, mudah mudahan mereka kembali kepada agama Islam, kembali kepada kebenaran. 

"Jadi jelas ada hubungan kerusakan yang ada salah satunya adalah dengan meningkatnya kriminalitas yang terjadi. Sungguh mengerikan dan itu tidak hanya mutilasinya tetapi juga ada latar belakang, pelakunya adalah orang-orang LGBT," sesalnya. 

Kyai Shiddiq  menegaskan bahwa kerusakan ini disebabkan oleh perbuatan tangan manusia  juga yang yang secara umum tidak menjalankan hukum-hukum, syariatNya secara kaffah, menyeluruh termasuk juga dalam persoalan bagaimana pencegahan dan menindak pelaku LGBT maupun kasus pidana pembunuhan. 

"Jadi ini sebab umum adalah karena kita telah meninggalkan aturan-aturan Allah, berbuat dosa kepada Allah, sehingga perbuatan dosa kita ini dampaknya adalah kerusakan berupa kriminalitas yang mengerikan," tandasnya. 


Kedua, sebab khusus, terkait dengan perilaku seseorang melakukan perbuatan pidana. "Dalam Islam, itu karena orang yang melakukan tindak pidana tidak merasakan ada hukuman yang tegas sehingga mereka tidak takut," ungkapnya.

Kalau dalam Islam, lanjutnya, orang yang melakukan pembunuhan hukumannya hukuman mati, qishos yang tidak diterapkan padahal dalam Al-Qur'an ada dalilnya. 

"Dalam Surat al-Baqarah ayat 178, diwajibkan atas kamu qishas, hukuman mati untuk orang-orang yang melakukan pembunuhan berkaitan dengan orang-orang yang dibunuh. Tidak ditegakkan hukum Qur'an, tapi yang ditegakkan kitab yang lain KUHP. Pembunuhan harus diterapkan Qishos. Dan kedua LGBT juga terkena hukuman mati," ujarnya. 

Ia mengutip hadist shohih Rasullulah mengatakan, "Barang siapa diantara kalian melihat orang yang melakukan perbuatan kaumnya nabi Luth, perbuatan homo sexual maka bunuhkah keduanya baik berperan seperti laki-laki atau berperan seperti perempuan. 

"Kalau dalam Islam hukumannya hukuman mati. Jadi ini ada dua perbuatan pidana yang ini kalau dalan Islam keduanya hukumannya mati. Tapi hukuman tidak diterapkan, sehingga masyarakat kehilangan rasa takut untuk melakukan kejahatan perbuatan pidana," jelasnya. 

Ia menilai persoalannya bukan pada apakah perbuatan homo sexual dilakukan secara sembunyi atau terang-terangan dihadapan publik. "Tetapi persoalan LGBT dalam wacana yang lebih luas bahwa LGBT itu sebuah gerakan global," pungkasnya.[] Mochamad Efendi 

Minggu, 30 Juli 2023

Kasus Kriminalitas meningkat, Tak Adakah Ruang Aman?

Tinta Media - Berbagai kasus kriminalitas terus disajikan di masyarakat melalui tayangan televisi dan media sosial. Beragam tindakan kriminalitas, bahkan yang menyebabkan hilangnya nyawa harus menjadi perhatian semua pihak. Kasus kriminilitas terjadi di lingkungan sosial hingga pendidikan. Korban dan pelaku saat ini tak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Sudah tak ada tempat amankah di negeri ini?

Tingginya Angka Kriminalitas

Data kriminalitas yang dirilis pada akhir tahun 2022 oleh Pusiknas Bareskrim Polri mengalami kenaikan sebesar 7,3%. Sepanjang tahun 2022, kasus kriminalitas yang terjadi di Indonesia ada 276,507 kasus, sedangkan pada tahun 2021 tercatat 257,743 kasus. Meningkatnya kasus kriminalitas di tahun 2022 bisa diartikan bahwa ada 1 kejahatan setiap dua menit dua detik atau setiap jam terjadi 31,6 tindakan kriminalitas yang terjadi di Indonesia.

Tak hanya jumlahnya yang mengalami kenaikan, kualitas tindakan kejahatan pun mengalami hal sama. Kasus kriminalitas tak hanya berupa pemerasan atau perampasan harta saja, tetapi sudah mengarah pada hilangnya nyawa. Data dari e-MP Robinopsal Bareskrim Polri, ada 2,636 kasus pembunuhan yang berhasil ditangani pihak kepolisian dari awal 2020 hingga 31 Oktober 2022. Dari data dibatas, 196 pelajar dan mahasiswa menjadi korban pembunuhan.

Kasus pembunuhan yang berhasil dibongkar kepolisan mencapai angka dua ribuan lebih. Bisa jadi, angka kasus pembunuhan yang belum terungkap seperti fenomena gunung es. 

Masyarakat sudah hilang rasa kemanusiaan hingga mudah saja melakukan pembunuhan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti kasus pembunuhan seorang mahasiswa di Sleman dengan cara dimutilasi. Sungguh, ini merupakan perilaku kejam yang sedang dipertontonkan. Bahkan, korban pun berjatuhan dari kalangan penerus intelektual bangsa, mahasiswa dan pelajar.

Penyebab Tingginya Angka Kriminalitas

Tingginya angka kriminalitas di negeri ini bisa terjadi karena dua hal, yaitunfaktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, yaitu penerapan sistem dekularisme-kapitalisme dan lemahnya penegakan hukum di negeri ini. 

Sekularisme adalah sistem yang memisahkan ajaran agama dari kehidupan manusia, sedangkan kapitalisme adalah sistem yang menyandarkan setiap perbuatan manusia pada materi. Penerapan sistem hidup sekularisme-kapitalisme menjadi penyebab paling utama tingginya angka kriminalitas.

Harus disadari bersama bahwa kehidupan kaum muslimin saat ini sudah dijauhkan dari ajaran Islam. Sehingga, perbuatan-perbuatan yang berpotensi dosa menjadi hal lumrah dan tidak membuat takut akan pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Beberapa aturan hukum syara masih diterapkan dalam kehidupan kaum muslimin tidak bisa dijadikan alasan bahwa kehidupan saat ini masih dalam standar syariat Islam. Kaum muslimin telah berpaling dari perintah diterapkannya Islam secara kaffah, padahal Allah Swt. dalam Al Baqarah ayat 208 telah memerintahkannya.

Kapitalisme yang menjadi satu paket dengan sekularisme menjadi racun yang disuntik negara kafir penjajah ke dalam diri kaum muslimin tanpa mereka sadari. Padahal, racun ini telah membuat kerusakan begitu besar di tubuh kaum muslimin, yang tidak pernah dirasakan pada saat mereka hidup dalam aturan Islam kaffah selama 1300 tahun.

Keberhasilan seseorang dalam sistem kapitalisme lebih disandarkan pada nilai materialisme, bukan ketakwaan kepada Penciptanya, yaitu Allah Swt. Hal ini mendorong mereka untuk terus memenuhi nafsu gaya hidup bergelimang harta dan pujian. Di saat yang sama, kemampuan ekonomi tidak memadai. Hal inilah yang menjadi pemicu munculnya faktor internal untuk melakukan tindakan kriminal.

Faktor internal berasal dari dorongan diri sendiri, seperti ketidakmampuan menghadapi tekanan ekonomi dan mental, gaya hidup matrialistis, juga kelemahan pemahaman agama atas tindakan yang berpotensi pada pahala atau dosa.

Islam Tawarkan Solusi Atasi Kriminalitas

Dalam Al-Maidah ayat 3, Allah telah menyempurnakan Islam. Maka, kesempurnaan ajaran Islam tidak boleh dipinggirkan, kemudian memilih untuk mengambil ideologi lain. 

Atas dasar inilah kaum muslim harus menyadari bahwa Islam mempunyai aturan yang bisa menekan angka kriminalitas. Penguasa yang menerapkan aturan Islam secara kaffah tidak akan membiarkan ideologi apa pun tumbuh di dalam kekuasaan wilayah Islam, termasuk ideologi Sekularisme-Kapitalisme.

Negara Islam akan mengedukasi masyarakat di dalamnya agar memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan aturan Islam, sehingga mereka memiliki pemahaman Islam yang kuat dan paham bahwa setiap hal akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat. 

Kaum muslimin tidak akan dibiarkan terlena dengan gaya hidup matrialisme, tetapi didorong untuk menjadi pribadi muslim yang penuh ketaatan kepada Allah Swt. dan berlomba-lomba melakukan amar ma'ruf nahi munkar.

Penerapan hukum yang lemah, seperti kondisi saat ini tidak akan dibiarkan oleh negara Islam. Tidak ada istilah hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, juga hukum tebang pilih. 

Islam tidak akan menolerir setiap tindakan kriminalitas dan kemaksiatan lainnya. Jika ada warganegara yang melakukan tindakan melanggar syariat Islam, maka penguasa akan menjatuhkan sanksi tanpa melihat apakah ia memiliki harta atau kekuasaan.

''Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. 

Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. 

"Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.'' (HR Bukhari, No. 4.304)

Jika kaum muslimin tidak ingin hancur, maka janganlah hukum sekuler diterapkan seperti saat ini. Sudah sepatutnya kaum muslimin lebih memilih penerapan aturan Islam kaffah karena memiliki sistem hukum yang tegas, menjerakan, dan adil.

Tak hanya itu saja, negara Islam juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Negara harus menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai hukum syara' sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. 

Jika mereka tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, maka akan dicarikan walinya. Jika walinya tidak ada dan tidak mampu, maka negara dalam sistem Islam akan menanggung pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Sehingga, angka kriminalitas akibat tekanan ekonomi bisa dikendalikan.

Tempat yang aman bagi manusia dari maraknya perbuatan kriminalitas hanya bisa didapat ketika seluruh kaum muslimin mau menerapkan syariat Islam secara kaffah. Ideologi sekularisme yang diterapkan kaum muslimin saat ini tidak akan mampu memberi rasa aman, bahkan kesejahteraan yang adil.

Oleh: Ummu Haura (Aktifis Dakwah)

Jumat, 07 Juli 2023

Meningkatnya Kenakalan Remaja dan Tindak Kriminalitas akibat Sistem yang Rusak

Tinta Media - Masa remaja adalah masa ketika seseorang sedang mencari jati diri. Masa ini disebut masa peralihan. Selain mengalami pertumbuhan fisik, seseorang juga mengalami perkembangan psikologisnya. 

Masa remaja rentan sekali terjadi kenakalan, kejahatan, atau tindak kriminal. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan yang memengaruhi psikologis si anak, baik lingkungan keluarga, maupun masyarakat.

Baru-baru ini viral di media sosial, aksi lima pemuda yang menghadang dan melakukan pemukulan terhadap bus pariwisata di Solokan Jeruk-Rancaekek, Kabupaten Bandung. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu 18 juni 2023. Kelima pemuda tersebut ditangkap Polres Bandung. 

Pada video berdurasi 50 detik tersebut, terlihat aksi pemukulan terhadap bagian kanan bus menggunakan senjata berbahan besi. Para pelaku yang berasal dari Pangandaran. Tadinya mereka hendak menuju ke Jalan Sadu di Soreang, tetapi setelah tiba di Jalan Solokan Jeruk-Rancaekek, mereka melakukan aksinya. 

Mereka mengakui kepada polisi bahwa aksi pemukulan itu hanya untuk menunjukan eksistensi mereka, terkait dengan perayaan ulang tahun komunitasnya. 

Kenakalan remaja yang berujung tindak kriminal bukan hal yang baru. Banyak sekali kasus yang menjerat anak remaja, yang berujung pada hilangnya nyawa atau masuk penjara. Entah hanya sekadar untuk konten, gaya-gayaan, atau melakukan tindak kejahatan, seperti pembegalan, perkosaan, pembunuhan, dan banyak lagi kasus kriminal yang menjerat anak-anak remaja. Miris memang.

Dengan berbagai fakta yang terjadi di masyarakat, para remaja seharusnya dilindungi dari pengaruh buruk lingkungan. Remaja sejatinya adalah penerus bangsa, karena generasi muda adalah penentu masa depan suatu bangsa. Generasi muda adalah tonggak perubahan Di tangannya, maju mundurnya suatu bangsa diletakan. 

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja yang berujung pada tindak kriminal. Hal yang paling mendasar dan sistematis adalah arus liberalisasi. Di dalam sistem demokrasi kapitalis, pengaruh pergaulan bebas yang diusung Barat sampai kepada anak-anak negri kita, sehingga mereka terbawa arus liberalisasi yang mengusung kebebasan. 

Dengan ideologi sekularisme tersebut, para remaja semakin jauh dari agamanya. Sungguh sangat disayangkan. Bahkan, negarapun tidak bisa melindungi anak-anak negeri ini dari arus liberalisasi. Negara abai untuk mengurusi anak negeri, supaya menjadi generasi harapan bangsa. 

Hal ini marena dalam  sistem demokrasi kapitalis, negara seakan-akan memfasilitasi dengan hal-hal yang akan menyebabkan para remaja terjerumus pada tindak kejahatan. 

Salah satu contoh, yaitu dengan dilegalkannya miras, club-club malam, dan lain-lain, yang pada akhirnya akan membuat para remaja terjerumus pada kejahatan dan kemaksiatan. Juga hukum yang tidak bisa membuat efek jera bagi si pelaku kejahatan, sehingga kejahatan atau tindak kriminalitas semakin merajalela. Inilah salah satu bukti rusaknya sistem demokrasi kapitalis.

Islam agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam juga menjadi solusi dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk bagaimana cara mendidik anak-anak remaja kita, agar menjadi  manusia yang berakhlak dan berkualitas. 

Islam memandang bahwa, menanamkan akidah yang kuat, akan melahirkan ketakwaan terhadap Allah Swt. dan  menjadikan anak tersebut takut kepada Allah Swt. Dengan memberikan pemahaman agama yang benar, memberi pemahaman tentang syariat islam terkait pergaulan, akan terbentuk akhlak yang baik, sebagai buah dari ketakwaan. 

Peran penting keluarga, masyarakat, dan negara dalam membentuk kepribadian anak sangatlah diperlukan, terutama peran  negara yang seharusnya menjadi benteng dari masuknya pengaruh-pengaruh buruk bagi generasi penerus bangsa. 

Banyak sekali contoh yang dilakukan Rasulullah saw. dalam mendidik remaja-remaja tangguh yang ber-akhlakul karimah dan bertakwa. Rasulullah saw. dan para sahabat menjadi teladan kepemimpinan dalam mengurusi dan mendidik umat agar menjadi manusia-manusia yang bertakwa. 

Inilah pentingnya negara menerapkan Islam secara kaffah, agar bisa meminimalisir kenakalan remaja yang berujung pada tindak kriminalitas dan kemaksiatan.
Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Senin, 06 Maret 2023

Kriminalitas Tumbuh Subur, Buah Pahit Hukum Sekularis

Tinta Media - Berita kriminal atau tindak kejahatan hampir setiap hari menghiasi layar kaca. Beragam jenis kejahatan ditayangkan menjadi suguhan yang bikin hati teriris. Kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, tindakan asusila, pencopetan, penjambretan, penodongan senjata tajam/api, kekerasan fisik, penganiayaan, perusakan barang orang lain, pembunuhan, penipuan dan korupsi semakin marak. Melihat berita atau mendengar kasus kriminalitas yang marak terjadi ada rasa ngeri sekaligus nyeri. Kriminalitas tumbuh subur merupakan buah pahit hukum sekularis.

Dari sekian banyak tindak kriminal yang wara wiri diberitakan adalah kasus pembunuhan. Seakan nyawa manusia begitu murah dan mudah dihilangkan, melayang di tangan manusia yang hilang akal. Faktor utama pemicu karena masalah kemiskinan, ekonomi, konflik sosio-emosional, karena seseorang merasa kecewa, sakit hati atau dendam kepada orang lain. Secara ekstrem pelampiasan rasa kecewa tersebut, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara membunuh orang lain.

Kasus pembunuhan di Bekasi menjadi salah satu gambaran kisah pilu bagaimana dengan entengnya orang merampas nyawa orang lain. Berawal dari kasus keracunan yang menimpa sebuah keluarga di Jalan Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi. Peristiwa terungkap dari adanya kejanggalan pada kasus keracunan tersebut. Mulanya polisi menduga keluarga tersebut keracunan biasa setelah mengonsumsi makanan. Tapi setelah mengorek keterangan dari seorang korban dugaan keracunan yang selamat terungkap bahwa mereka sengaja diracun usai menenggak kopi yang dicampur pestisida.

Dari situ polisi mengungkap kasus pembunuhan berantai berdasarkan pengakuan ketiga pelaku yang berhasil diciduk, mereka sebelumnya sudah membunuh enam orang di luar dari korban di Bekasi sebanyak tiga orang.

Pembunuhan berencana yang didalangi oleh Wowon cs itu berlatar belakang unsur penipuan dengan modus penggandaan uang. Korban pertama dari enam korban yang dibunuh bernama Siti, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Garut, Jawa Barat. Menjadi korban pertama saat ia hendak menagih iming-iming hasil penggandaan uang kepada Wowon.

Kasus pembunuhan lain yang bikin geger seentero republik dan menjadi perhatian publik selama berbulan-bulan adalah terbunuhnya Yosua. Pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atau Brigadir Y terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ketika itu menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Polri menyatakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas dalam insiden tembak-menembak dengan sesama polisi pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Lokasinya di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Jalan Duren Tiga nomor 46, Jakarta Selatan (Jaksel).

Seiring waktu dari hasil penyelidikan pihak kepolisian berhasil mengungkap bahwa Yosua adalah korban pembunuhan berencana didalangi oleh Ferdi Sambo. Kasus tersebut menyeret beberapa petinggi Polri, istri, dan anak buah sekaligus ajudan. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi hukuman penjara sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.

Kejahatan keji berupa pembunuhan menjadi hal biasa terjadi di negeri ini. Sanksi hukuman yang diputuskan tidak menjadikan para pelaku kejahatan berkurang, justru semakin bertambah seakan membunuh sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan persoalan. Permasalan yang terus berulang terletak pada lemahnya iman pelaku kejahatan. Para pelaku melakukan kejahatan dipicu oleh emosi, sakit hati dan faktor pendorong lainnya dalam melampiaskan nafsu keji menyebabkan orang lain kehilangan nyawa. Di mana posisi agama? Agama hanya hiasan dan pelaku tidak takut dengan dosa di hari kemudian.

Aturan hidup yang disuburkan di negeri ini pun memberikan ruang untuk tidak terikat dengan aturan Tuhan. Hukum pidana bagi pelaku kejahatan mengacu pada buatan manusia hingga menghasilkan hukum yang plin plan, tebang pilih hingga dirasakan tajam di bawah tumpul ke atas. Hukuman yang diterapkan tidak membuat jera. Wajar jika kasus kriminal terus bermunculan, buah pahit akibat meminggirkan aturan Tuhan.

Masyarakat mengutuk keras bentuk kejahatan yang merampas hak hidup orang lain,menimbulkan luka dan meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga korban. Tidak sedikit pula pihak keluarga korban menuntut hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku hingga tuntutan mati. Vonis mati pun pernah dijatuhkan termasuk pada kasus Ferdy Sambo karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak, melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.

Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, Majelis Hakim berkeyakinan, Sambo telah melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No. 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Islam memandang tindakan pembunuhan dengan sengaja dan berencana sebagai dosa besar. Bahkan Islam mengajarkan untuk melindungi setiap nyawa, karena menghilangkan satu nyawa pada hakikatnya sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS an-Nisā' (4): 93. Allah SWT mengancam akan memasukkan ke neraka jahannam bagi pelaku pembunuhan.

Syariat Islam adalah hukum terbaik yang telah diturunkan Allah SWT kepada manusia, memberikan pilihan-pilihan yang sangat luas dan lapang bagi korban pembunuhan. Pihak korban bisa menuntut hukuman mati, nyawa dibalas dengan nyawa, atau meminta tebusan diyat (uang darah) berupa memberikan 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (hamil), atau pihak korban memaafkan.

Hukum pidana Islam akan memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Hukuman yang dijatuhkan berupa hukum mati akan menjadikan penebus dosa bagi pelaku kriminal, sekaligus memberi efek jera dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Karena itu hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.

Demikianlah hukum pidana Islam mengatur bentuk hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan bertujuan akan memberikan rasa keadilan kepada korban, dan juga bagi pelakunya, melindungi masyarakat dari berbagai tindak kriminal. Keamanan dan rasa aman bagi semua akan terwujud.[]

Oleh: Yun Rahmawati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok


Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Kasus Kriminalitas Remaja dan Pelajar Alami Peningkatan

Tinta Media - Melihat dunia remaja dan pelajar di Indonesia pada tahun 2022, Pakar Parenting Iwan Januar menyebutkan ada peningkatan kasus kriminalitas pada mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 

“Peningkatan kasus kriminalitas yang menimpa remaja dan pelajar di Indonesia tahun 2022 ada peningkatan secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis kriminalitasnya pun beragam berupa tindak kekerasan seperti geng motor, tawuran, pembunuhan, pencurian dan perampasan yang sebagiannya dibarengi dengan kekerasan bahkan pembunuhan,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Senin (2/1/2023).    
Selain tindak kekerasan, lanjutnya juga ada kejahatan seksual seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan dan jumlahnya juga meningkat. “Kejahatan seksual ada yang dilakukan secara solo atau berkelompok. Beberapa kali terjadi kasus remaja putri jadi korban pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai,” ucapnya prihatin.

Menurut Iwan, perilaku seks bebas di kalangan remaja dan pelajar juga meningkat. Peningkatan Ini bisa karena pengaruh pergaulan saling mempengaruhi, juga pornografi. “Yang lebih miris jumlah pelajar dan remaja yang terlibat kegiatan prostitusi juga meningkat, terutama melalui medsos atau media online,” ujarnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Iwan mengungkapkan remaja Indonesia juga rawan perilaku seks menyimpang seperti L68T. Usia sekolah sampai mahasiswa banyak menjadi sasaran kaum L68T. “Biasanya mereka dijadikan gundik atau piaraan kaum gay yang lebih tua. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi juga perilaku homoseksual di antara mereka,” tambahnya.

Iwan mengakui cukup sulit mendapatkan secara pasti angka kasus kenakalan remaja selama tahun 2022, karena persoalan sosial khususnya kejahatan di tingkat remaja dan pelajar kurang mendapatkan perhatian dari negara dan pihak terkait. “Ini beda dengan persoalan di bidang politik dan ekonomi yang jadi komoditi utama kebijakan nasional dan banyak pihak. Padahal, melihat dari berbagai kasus kriminalitas remaja, Indonesia sudah harus masuk ruang UGD,” imbuhnya.

Umat Harus Sadar

Iwan menandaskan bahwa umat harus sadar kalau dunia remaja dan pelajar di tanah air ini sudah bermasalah akut bagai masuk stadium III bahkan mungkin IV. “Umat juga harus belajar kalau kerusakan ini tidak timbul begitu saja, tapi karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat memang sudah rusak. Itulah liberalisme turunan dari sekulerisme,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk memperbaiki lingkungan remaja dan pelajar hari ini tidak mungkin dilakukan kalau kondisi tanah air masih dibelit sekulerisme-liberalisme. 

“Ibarat mencuci baju kotor dengan air yang juga kotor. Umat harus berpikir out of the box mencari solusi lain yang terbaik, yaitu Islam. Maka umat harus kembali dalami Islam dan perjuangkan Islam agar jadi nilai-nilai dasar dan utama di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina

Kamis, 24 November 2022

Angka Kriminalitas Tinggi, Pemerintah Minim Solusi

Tinta Media - Kasus kriminalitas saat ini seakan tak pernah tuntas. Kejadian demi kejadian selalu saja menyisakan tanya dan duka. Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dikabarkan telah terjadi penganiayaan yang menyebabkan kematian pada korban karena luka tusuk sebilah pisau. Penganiayaan terjadi pada hari  Jum'at (11/11/2022) di Kompleks Perumahan Gading Tutuka Residen 2, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. 

Korban merupakan warga Kampung Jayaraga RT 002/002, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Diketahui, korban bernama Corrida Athoriq Muhammad Bagja (23), berstatus mahasiswa Universitas Padjadjaran Bandung. Sampai berita diturunkan, tidak diketahui motif penganiayaan yang dilakukan pelaku yang merupakan orang tak dikenal dengan memakai jaket ojol. 

Di lain tempat, telah terjadi perampokan minimarket dan berhasil membawa kabur uang puluhan juta rupiah. Perampokan tersebut terjadi di Kampung Cigalumpit, RT 02, RW 05, Desa Gajahmekar, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Sabtu (5/11/2022) malam sekitar pukul 22.40 WIB. Pelaku berjumlah 2 orang dan membawa sajam berupa golok. 

Sementara, di tempat lain, polisi sedang memburu pelaku pembobolan brankas berisi uang puluhan juta rupiah di kantor pos, tepatnya di Desa Rajamandala Kulon yang terjadi pada tanggal 3 September 2022.

Jika melihat kondisi sekarang, berbagai jenis kejahatan kerap terjadi dan mengintai nyawa maupun harta. Tak peduli kenal atau tidak, sahabat, kerabat, tetangga, atau bahkan keluarga sendiri terkadang menjadi korban. 

Pelaku kriminalitas kian buas melakukan aksi-aksi jahatnya. Hasratnya untuk mendapatkan apa yang diinginkan begitu kuat. Hawa nafsu mereka tinggi, seakan tak ada rasa takut terhadap siksa yang akan didapatkan di akhirat kelak. 

Semua ini disebabkan karena tingkat pemahaman agama yang kurang sehingga menjadikan iman seseorang rendah. Selain itu, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang jauh dari kata mapan juga sangat berperan. Saat ini rakyat benar-benar dimiskinkan akibat penerapan sistem kapitalisme liberalisme di negeri ini. Sistem bobrok ini membuka lebar pintu kriminalitas, sehingga pelaku semakin beringas. 

Tatkala kehidupan diatur dengan sistem sekuler, agama terpinggirkan. Keimanan dan ketakwaan tergerus karena jauhnya manusia dari aturan agama. Alhasil, setiap hari kita disuguhi berita kriminal. Nyawa tak lagi berharga. Pembunuhan keji, begal sadis, perampokan, pencurian senantiasa menjadi topik utama dalam pemberitaan. Ini karena manusia tidak lagi takut untuk berbuat dosa.

Ini menunjukkan bahwa sistem sekuler tidak bisa diandalkan dalam memberi rasa aman dan keadilan. Karena itu, sudah selayaknya sistem ini dicampakkan, dan diganti dengan sistem yang sempurna, yaitu Islam.

Ketika diterapkan, sistem Islam mampu meminimalisir berbagai bentuk kriminalitas, baik dengan pencegahan, ataupun penindakan tegas terhadap pelaku kejahatan.

Kriminalitas bisa dicegah dengan membina setiap individu agar menjadi seorang yang beriman dan bertakwa. Akidah Islam senantiasa tertancap di benak setiap individu masyarakat dan menjadi bekal dalam melakukan amal perbuatan. Kemudian, masyarakat akan dibina untuk membiasakan beramar makruf nahi mungkar sehingga terbentuk masyarakat yang peduli. Adapun untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal, Islam menyiapkan polisi untuk berkeliling di sekitar masyarakat. Yang paling penting, hukum Islam akan ditegakkan secara adil sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman. 

Untuk menindak pelaku kejahatan, Islam menerapkan sanksi secara tegas dan ketat, berupa hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat, yang mempunyai fungsi sebagai penebus dosa dan memberi efek jera bagi pelakunya.

Negara dalam sistem Islam akan senantiasa memberi jaminan kebutuhan hidup yang layak sehingga terhindar dari kemiskinan, pengangguran, dan tidak terpikir untuk berbuat kriminal demi menyambung hidup. Negara juga akan membuka lapangan kerja kerja seluas-luasnya.

Selain itu, negara akan memberikan pembinaan keimanan serta memberi kesempatan pada pelaku jarimah (tindak kriminal) agar melakukan taubatan nasuha sehingga tidak mengulangi kejahatan yang dilakukan.

Langkah-langkah ini hanya bisa terealisasi jika negara menerapkan sistem Islam, sistem yang benar-benar bisa menjaga kemuliaan manusia seluruhnya dan membawa Rahmat bagi seluruh alam. 

Wallahu 'alam bisshawab

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Ibu Rumah Tangga

Kamis, 01 September 2022

Narasi Bohong Kasus Pembunuhan Polisi, FDMPB: Hegemoni Post Truth

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan datangnya hegemoni post truth terhadap narasi bohong seputar kasus pembunuhan polisi. “Narasi-narasi bohong seputar kasus pembunuhan polisi menunjukkan datangnya hegemoni post truth,” ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (31/8/2022).

Kasus pembunuhan keji seorang polisi oleh polisi menjadi sangat rumit dan berbelit-belit karena selain hilangnya barang bukti juga karena berubah-ubahnya keterangan.
“Berita terbunuhnya Brigadir J yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Bharada Richard Eliezer, dinilai masyarakat berbelit-belit dan sarat kesaksian bohong dan rekayasa peristiwa yang melibatkan banyak pihak,” tuturnya.

Ahmad Sastra menilai para pelaku sebagai polisi yang notabene adalah penegak hukum, seharusnya memberikan contoh kejujuran dan tanggung jawab atas apa yang dilakukan.
“Padahal semestinya seorang polisi yang notabene adalah penegak hukum memberikan contoh kejujuran dan tanggung jawab atas apa yang dilakukan,” ujarnya. 

“Banyak yang mengatakan bahwa kasus ini mudah diungkap, yakni ketika para pelaku benar-benar berkata jujur,” lanjutnya.
Ia mengkritisi atas kasus penembakan polisi oleh polisi ini dengan mengatakan bahwa negeri ini tampak tengah masuk dalam jerat kebohongan. 

“Pemimpin yang merekayasa kebohongan agar terlihat sebagai kebenaran akan berdampak sangat besar dibandingkan jika yang melakukannya rakyat jelata, tidak terlalu salah jika negeri ini telah mengalami darurat kebohongan,” kritiknya.

Hal ini menurutnya ditunjukkan dengan sifat-sifat pembohong yang telah menjerat para pemimpin suatu negeri. Maka akan banyak rakyat kecil yang menjadi tumbalnya.
“Mengakibatkan kepercayaan rakyat kepada polisi akan berkurang, bahkan bisa hilang, walaupun penanganan kasus pembunuhan polisi itu masih terus berjalan,” tuturnya.

Baginya seorang pemimpin berbohong akan memberi efek domino yang akan tersebar luas menyentuh berbagai aspek.

“Tidak mudah mengembalikan kepercayaan rakyat kepada institusi kepolisian jika terbukti di pengadilan yang jujur bahwa seorang jenderal terlibat pembunuhan kepada ajudannya sendiri,” ujarnya.
Ia memaparkan tentang post truth, merupakan kata yang mengacu kepada sesuatu yang seolah-olah benar, padahal tidak benar sama sekali. 

“Dalam bahasa agama, era post truth adalah saat kebohongan dipropagandakan sebagai kejujuran, dan secara psiko-sosiologis, post truth adalah zaman penuh tipu daya,” paparnya.
Ahmad Sastra menjelaskan karakteristik era post truth adalah suatu keadaan fakta kurang berperan untuk menggerakkan kepercayaan umum daripada sesuatu ynag berhubungan dengan emosi dan kebanggaan tertentu.

“Karakteristik era post truth, dapat dilihat dalam tiga kondisi, yakni simulakra, pseudo-event, dan pesudosophy,” ucapnya. 

“Pertama, Simulakra merupakan situasi di mana batas-batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan, fakta dan opini semakin kabur dan sulit untuk diidentifikasi. Realitas yang ada adalah realitas yang semu dan realitas hasil simulasi (hyper-reality),” jelasnya.
Kedua, pseudo-event, yakni suatu keadaan di mana sesuatu yang dibuat dan diadakan untuk membentuk citra dan opini publik.
“Padahal itu bukan realitas sesungguhnya, dalam istilah politik praktis disebut sebagai tindakan pencitraan,” tuturnya.
Ketiga, pseudosophy adalah upaya menghasilkan suatu realitas' sosial, politik, dan budaya yang sekilas tampak nyata.
“Padahal sebenarnya adalah palsu, masyarakat lalu dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang dihasilkan daripada realitas yang sesungguhnya.” Bebernya.
Kasus pembunuhan Brigadir J, menurutnya sangat mungkin sebagai fenomena gunung es dan merupakan malapetaka bagi negeri ini. Bangsa ini mesti muhasabah nasional.
“Karena gagal mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Bangsa ini harus kembali melakukan reorientasi berkebangsaan yang lebih religius,” ucapnya.
Reorientasi dengan meninggalkan sekulerisme yang menjauhi nilai-nilai kebajikan agama. 

“Tentu saja dalam berbangsa dan bernegara lebih baik mendekat kepada agama daripada menjauhinya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab