Tinta Media: Kriminalisasi
Tampilkan postingan dengan label Kriminalisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminalisasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2024

Kriminalisasi Guru, Bukti Perlindungan Negara Lemah



Tinta Media - Menjelang peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di akhir bulan November tahun ini, para guru di Indonesia banyak yang mendapatkan kado berupa kasus kriminalisasi. Padahal, sebagai salah satu profesi yang sangat mulia, menjadi seorang guru adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Namun, pahlawan tanpa tanda jasa ini pun kini banyak yang tersandung kasus kriminal akibat pelaporan oleh orang tua dari siswanya masing-masing.

Maraknya Kriminalisasi Guru

Tindakan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru ketika menjalankan tugas keprofesiannya akhir-akhir ini semakin banyak terjadi. Sementara di lain sisi, guru juga dihadapkan pada ketidakpastian nasib dan ketidakjelasan kesejahteraannya. Sehingga, ketika guru bertindak disiplin kepada siswa atau mengajarkan kedisiplinan yang masih dalam batas wajar, mereka malah dituduh melakukan tindakan kriminal. Padahal, tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mendidik siswa.

Sebagaimana dialami guru honorer Supriyani yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Bahkan, beliau sempat ditahan di kantor kepolisian. (www.bbc.com, 01/11/2024)

Begitu juga yang terjadi di SMPN 1 Bantaeng. Di sekolah tersebut, ada seorang guru yang juga dijebloskan ke penjara akibat menertibkan murid yang baku siram air bekas pel dengan temannya. 

Ada juga di SMAN 2 Sinjai Selatan, guru honorer Bapak Mubazir yang dipenjara akibat dilaporkan oleh wali muridnya karena memotong paksa rambut murid yang sudah gondrong. Padahal, sebelumnya juga sudah diberikan peringatan berkali-kali. 

Guru di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena dituduh memukul siswa yang tidak mengikuti salat Zuhur berjamaah. (www.kompas.com, 30/10/2024). 

Masih banyak kasus serupa yang tidak terpublikasikan. Semuanya menunjukkan bahwa profesi sebagai guru dipertaruhkan dan semakin tidak bernilai di tengah-tengah masyarakat.

Dilema Guru dalam Mendidik Siswa

Di dalam sistem yang ada saat ini, seorang guru cenderung bersifat dilematis dalam menghadapi dan mendidik siswa. Pasalnya, berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Keadaan semacam ini hanya terjadi dalam kurun waktu terakhir ini saja, sementara zaman dulu tidak pernah ada hal semacam itu. Hal ini bisa terjadi karena adanya Undang-Undang Perlindungan Anak yang terus digaungkan oleh pemerintah, sehingga menjadikan guru rentan untuk dikriminalisasi.

Sementara di sisi yang lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, dan masyarakat serta negara. Masing-masing pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pendidikan anak. Akibatnya, muncul gesekan antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Pada akhirnya, yang terjadi saat ini, guru mulai ragu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, khususnya dalam menasihati siswa.

Pendidikan dalam Islam

Islam sangat memuliakan dan memberikan perlakuan yang sangat baik terhadap guru. Selain itu, negara juga memberikan jaminan yang baik terhadap profesi guru, dengan cara memberikan sistem penggajian yang terbaik. Oleh negara, guru diharapkan dapat menjalankan amanah dengan baik pula. 

Negara juga berkewajiban untuk memahamkan kepada semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan terkait dengan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang sangat jelas dan meniscayakan adanya sinergi dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal itu akan semakin menguatkan tercapainya tujuan pendidikan di dalam Islam. Kondisi tersebut pastinya dapat menjadikan guru semakin optimal dalam menjalankan perannya dengan tenang, karena merasa terlindungi dalam mendidik murid-muridnya. Wallahu a’lam bishshawab.


Oleh: Iin Rohmatin Abidah, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Jumat, 15 November 2024

Marak Kriminalisasi Guru, Bukti Lemahnya Perlindungan Negara



Tinta Media - Dunia pendidikan sedang gempar setelah salah seorang wali murid yang melaporkan seorang guru honorer (Supriyani) ke polisi. Guru SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan tersebut dituduh melakukan penganiayaan terhadap anak didiknya. Namun, Supriyani membantah dengan alasan pada hari itu dia tidak sedang mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi dengan anak tersebut. 

Kejadian pelaporan orang tua murid terhadap guru tidaklah terjadi kali ini saja. Melansir dari viva.co.id (1/11/2024), setidaknya ada beberapa kasus kriminalisasi guru yang pernah terjadi di Indonesia. 

Pertama, pada tahun 2016, Samsudi, guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, dilaporkan karena telah mencubit muridnya akibat tidak mengikuti salat berjamaah di sekolah. Efek dari cubitan tersebut, si murid mengalami memar. Itulah yang membuat orang tuanya tidak terima. Akibatnya, pengadilan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun karena Samsudi dinilai telah melanggar pasal 8 ayat 1 UU Perlindungan Anak. 

Kedua, pada Mei 2016, Nurmayani Salam, guru Biologi SMPN 1 Bantaeng, dilaporkan karena tindakan penganiayaan, yaitu cubitan yang mendarat ke tubuh anak didiknya. Kejadian tersebut berawal saat dua siswanya sedang bermain kejar-kejaran dan baku siram air bekas pel dan Nurmayani terkena siraman itu. Untuk menertibkannya, dua siswa dipanggil ke ruang BK dan dicubit.

Ketiga, pada tahun 2023, Zaharman, Guru SMAN 7 Rejang Lebong, harus bisa menerima dirinya buta pada mata sebelah kanan akibat diketapel orang tua murid karena tidak terima anaknya ditegur dan diberi hukuman setelah kepergok merokok di kantin sekolah.
 
Keempat, pada Februari 2024, Khusnul Khotimah, guru SD Plus Darul Ulum, Jombang, dilaporkan karena kelalaiannya mengawasi para siswa saat jam kosong sehingga ada salah satu murid yang terluka di bagian mata kanannya hingga menyebabkan pendarahan akibat dari lemparan kayu saat bermain dengan temannya di kelas. Posisi Khusnul sedang tidak di kelas sehingga hal tersebut dinilai sebagai sebuah kelalaian. 

Adapun yang menjerat Khusnul adalah Pasal 360 ayat 1 KUHP atau ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat ayat 1 ke 2 KUHP. 

Kelima, kisah Supriyani. Sebenarya, kasus ini sudah dilaporkan sejak April 2024, tetapi baru ada titik terang pada 16 Oktober 2024. 

Dengan maraknya tindakan buruk yang dialami para guru saat melakukan tugas keprofesiannya, maka Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi,  melalui akun Instagram PBPGRI pada 1 November 2024 mengusulkan adanya UU Perlindungan Guru agar kasus ini tidak terulang kembali. 

UU tersebut tidak hanya melindungi guru, tetapi juga para siswa. Di dalam UU pun diusulkan agar tidak ada lagi kekerasan atau tindak aniaya terhadap guru sebagai tenaga pendidk dan murid sebagai peserta didik. 

Peristiwa di atas menunjukkan bahwa dalam sistem hari ini, guru mengalami dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya, beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU Perlindungan Anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. 

Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, dan negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Perbedaan persepsi ini disebabkan karena jenjang generasi, pengalaman dan cara pandang masing-masing berbeda. Akibatnya, muncul gesekan atau bahkan menjadi sumber ketegangan dan kesalahpahaman antara berbagai pihak, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. 

Guru akhirnya ragu dalam menjalankan perannya, khususnya dalam menasihati siswa. Sikap tegas terhadap murid haruslah ada pada sistem didik seorang guru. Dengan sikap tegas tersebut terciptalah kedisiplinan murid. Jika itu tidak ada, maka tidak ada pula nilai-nilai etika atau moral antara guru dan murid. Akibatnya, guru sering disepelekan. 

Pola asuh yang diterapkan orang tua pun juga berpengaruh. Jika dalam keluarga terdapat kultur yang membela dan mempercayai semua yang dikatakan anak tanpa melakukan konfirmasi, maka peran guru pun akan hilang karena dianggap tidak sesuai dengan cara didik orang tua.

Dalam Islam, guru dimuliakan dan diberi perlakukan baik. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanah dengan baik pula. Negara yang menggunakan sistem Islam akan memahamkan semua pihak tentang sistem pendidikan Islam. 

Pendidikan Islam memiliki tujuan jelas dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Ia juga akan mendapatkan kepercayaan dari orang tua murid bahwa gurulah yang akan mengantarkan anaknya menjadi generasi gemilang.
Wallahu a’alam.





Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media 

Senin, 11 November 2024

Kriminalisasi Guru, Buah Pahit Kapitalisme Demokrasi


Tinta Media - Guru adalah sosok mulia yang wajib untuk dihormati dan dimuliakan, baik oleh murid maupun orang tua murid. Namun, akhir-akhir ini guru malah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang tua murid disebabkan pengaduan anaknya, meskipun pengaduan itu terkadang tidak benar,  bahkan cenderung fitnah. 

Ibu Supriyani, S.Pd, guru SDN  Baito, Konawe Selatan ditahan polisi karena menegur siswa yang nakal. Orang tua siswa tersebut adalah anggota polisi. Pihak orang tua siswa meminta Bu Supriyani dikeluarkan dari sekolah dan juga dimintai uang sebesar 50 juta dengan dalih sebagai uang damai. Belakangan, kasusnya diselesaikan dengan damai kekeluargaan. Namun, persidangan akan tetap dilakukan pada Ibu Supriyani. 

Kasus kriminalisasi terhadap guru tidak hanya menimpa Ibu Supriyani saja. Kriminalisasi guru ibarat gunung es, yang tampak hanya sedikit, tetapi yang tak nampak lebih besar lagi. Sebelumnya, di Sidoarjo, Jawa Timur, seorang guru bernama Sambudi dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua siswa karena menegur siswanya yang tidak mau salat. Realitasnya, masih banyak lagi kasus-kasus serupa. 

Akar Masalah

Kasus kriminalisasi guru menjadi duka mendalam bagi dunia pendidikan. Hal ini merupakan malapetaka peradaban. Artinya, adab kepada guru sudah hilang. Bagaimana ketika guru ingin menegakkan keadilan, bagaimana guru sedang menegakkan disiplin jika dia harus dibenturkan dengan aturan dalam perundang-undangan di negeri ini? Sungguh, dunia pendidikan dibuat tumpul tak berdaya. 

Anak-anak didik saat ini telah banyak terpengaruh oleh berbagai informasi negatif yang beredar di media sosial. Dari pornografi, video kekerasan,  pembulyan, dan berbagai tayangan-tayangan yang nir-adab semakin merusak mental dan karakter generasi. Adanya filter yang ketat seharusnya dilakukan oleh penguasa. Akan tetapi, penguasa seolah tak berdaya. 

Revolusi mental yang digadang-gadang bisa memperbaiki generasi malah semakin merusak. Hal ini membuktikan bahwa revolusi mental yang dibangun oleh rezim ini berlandaskan kapitalisme, hanya berpandangan soal untung dan rugi, bukan untuk tindakan atau menegakkan kedisplinan sebagaimana yang ibu guru tersebut lakukan terhadap anak didiknya. 

Ditambah lagi ketidakadilan yang tampak semakin nyata. Hukum bisa diutak-atik oleh yang berkuasa sesuai kepentingan mereka, seolah keadilan hanya bagi pemilik modal atau yang ber-uang saja. Rakyat kecil mudah dijadikan tersangka hanya dengan perkara yang belum terbukti nyata.

Jelaslah bahwa semua masalah tersebut bersifat sistematis. Pangkal persoalan ini adalah akibat sistem pendidikan yang menganut paham kapitalis-sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Orientasinya hanya untuk keuntungan/kepuasan  materi, bukan untuk menghasilkan anak didik yang bertakwa. 

Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadikan lembaga pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai ilmu, bukan sebagai tsaqafah yang berpengaruh dalam kehidupan. Wajar jika jam pelajaran agama semakin terkikis, ditambah dengan arus moderasi beragama yang semakin membutakan generasi dari hakikat Islam yang merupakan sistem kehidupan. 

Kapitalisme telah menghilangkan rasa hormat dan takdzim kepada guru, padahal rasa takdzim kepada guru adalah bagian syariat yang harus dijalani di dunia yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Justru perasaan egoisme pribadi yang semakin menguat. 

Sistem kapitalisme juga membuat ketidakpercayaan antara orang tua dan guru. Adanya undang-undang perlindungan anak rentan dijadikan senjata untuk mengkriminalisasikan guru demi kepentingan pribadi. 

Solusi Teknis dan Sistemik

Kriminalisasi terhadap guru sekolah yang tengah marak belakangan ini membutuhkan solusi yang paripurna, baik teknis dan sistematis. Demi terciptanya perlindungan hukum untuk guru, maka sekolah perlu membuat peraturan yang disepakati oleh guru, siswa, dan orang tua siswa. Oleh karena itu, sekolah sepatutnya membuat peraturan sekolah, tata tertib, dan kode etik sekolah yang diketahui dan disepakati oleh guru, siswa, dan orang tua.

Di dalam peraturan tersebut, terdapat klasifikasi dalam bentuk tindakan pendisiplinan. Untuk mengurangi kriminalisasi terhadap guru, sebaiknya sekolah membuat komisi atau divisi yang menegakkan peraturan sekolah. Sehingga, jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, guru cukup melaporkan kepada divisi atau komisi yang bertugas menegakkan disiplin. Sehingga, bukan guru yang melakukan tindakan pendisiplinan, melainkan komisi atau divisi tersebut.

Untuk menghindari kriminalisasi terhadap divisi atau komisi pendisiplinan, maka perlu dibuat mekanisme. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk pendisiplina, di mana tempatnya. Pendisiplinan itu harus disaksikan oleh minimal dua orang guru dan dua orang siswa. Untuk memperkuat alat bukti, sebaiknya dipasang CCTV. Perlu juga adanya saksi dan alat bukti ketika proses pendisiplinan tersebut berlangsung.

Selain itu, guru tidak dapat dipidana saat menjalankan profesinya, tidak terlepas dalam hal pendisiplinan. Karena pendisiplinan tidak termasuk kategori tindakan diskriminasi atau penganiayaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak sekolah untuk membuat ketentuan yang jelas, bersih, dan berlaku bagi seluruh siswa agar tidak dapat dikategorikan tindakan diskriminasi.

Ada dua pasal untuk memperkuat posisi guru sebagai tenaga pendidik di sekolah. Pasal tersebut yakni Pasal 39 Ayat (1) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 dan Pasal 39 ayat (2) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 tentang Guru. Pasal 39 Ayat 1 dan 2 mengatur tentang gurun untuk memiliki kebebasan dalam memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar. Sanksi tersebut dapat berupa teguran atau peringatan, baik lisan maupun tulisan.

Selain itu, yang tak kalah penting adalah mengganti sistem kapitalisme sekuler demokrasi dengan sistem yang sahih yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sistem pendidikan Islam akan membentuk pemahaman agama yang menjadikan mental dan iman yang kuat, baik guru, orang tua maupun murid. 

Strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat. Metode pengajarannya harus talaqqiyan fikriyan. Sehingga hubungan antara guru dengan murid, guru dengan orang tua akan memiliki kesadaran yang saling menghargai. Terdapat ajaran yang menekankan pentingnya adab (etika) dalam berinteraksi dengan guru. Murid diharapkan untuk menghormati, mendengarkan dengan baik, dan belajar dengan tekun dari guru mereka.

Sistem informasi dan komunikasi juga harus difilter dengan ketat agar semua tayangan yang beredar adalah tayangan yang memberikan edukasi dan dakwah ilal Islam. Penguasa harus benar-serius saat melakukan ini tanpa memihak kepada kepentingan -kepentingan sekelompok orang maupun pemodal. Tak boleh berlaku asas manfaat dalam hal ini.

Sistem sanksi juga akan diberlakukan dengan tegas agar kasus tidak berulang. Keadilan akan benar-benar ditegakkan supaya tidak ada yang terzalimi dan menzalimi. Semua itu membutuhkan sebuah institusi negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu khilafah ala minhajin nubuwwah. Tanpa khilafah, mustahil keadilan akan terwujud.


Oleh: Sri Syahidah 
(Aktivis Muslimah) 

Jumat, 15 Desember 2023

IJM: UU ITE Baru Masih Memuat Pasal Karet


 
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai, revisi kedua  Undang-Undang  Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tahun 2016 yang baru disahkan masih memuat pasal karet.
 
"Undang-undang tersebut dinilai masih memuat pasal karet dan berpotensi digunakan sebagai alat kriminalisasi" tuturnya dalam video:  UU ITE Terbaru Menindas? Selasa (12/12/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.
 
Ia khawatir, UU ITE ini akan digunakan dalam kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
 
“Alih-alih dihapus, pemerintah dan DPR justru menambah muatan pasal bermasalah itu. Pasal yang dimaksud pasal 27. Dalam pasal tersebut disisipkan dua pasal yaitu pasal 27a dan 27b. Pasal ini kerapkali digunakan dalam konteks kriminalisasi dan juga pembungkaman masyarakat," kritiknya.
 
Menurutnya,  beberapa pasal lain yang bersifat karet pada pasal 45 dan pasal 40 yang membuka kemungkinan pemerintah mengendalikan akses informasi. "Undang-undang ITE yang baru ini akan tetap membuat masyarakat takut mengemukakan pendapat dan berekspresi," imbuhnya.
 
Dalam penilaiannya, UU ini  menciptakan situasi-situasi penutupan partisipasi masyarakat terutama dalam konteks kebebasan berekspresi, berpendapat, dan menyampaikan pikirannya di ruang digital. "Ini berpotensi makin banyak yang dikriminalisasi," tambahnya.
 
Ia menilai, kalau dilihat dari segi penggunaan dan implementasi, UU ini akan berimplikasi terhadap jalannya proses politik terutama dalam konteks kampanye politik. "Pasal karet di UU ITE ini berpotensi digunakan untuk saling serang antar kubu dalam mengkriminalisasi pandangan lawan politiknya," ujarnya.
 
"Jadi UU ITE, apakah ini untuk mengontrol rakyat? Jika demikian, wajar tumbuh banyak penentangan dari akar rumput," pungkasnya.[] Ajira

Kamis, 02 November 2023

Ini Alasan Jihad Selalu Dikriminalisasi


 
Tinta Media - Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rochmah mengungkapkan alasan kenapa  jihad selalu dikriminalisasi.
 
“Di era kita hari ini mengapa ajaran jihad yang mulia didegradasi bahkan dikriminalisasi begitu rupa? Karena ada pihak yang merasa dirugikan jika jihad fisabilillah ini dilaksanakan atau dipraktikkan oleh kaum muslimin,” tuturnya di acara Muslimah Talk: Seruan Jihad, Solusi Atau Ancaman Bagi Dunia? Di kanal Youtube Muslimah Media Center, Sabtu (28/10/2023).
 
Iffah menambahkan, ketakutan itu  muncul jika seruan jihad ini dilakukan oleh kaum muslimin dalam merespon isu Palestina.
 
“Ketika seruan jihad ini disampaikan dan  mendapatkan sambutan dari pemimpin-pemimpin kaum muslimin, maka kalimat jihad itu bisa memobilisasi kekuatan yang dimiliki oleh kaum muslimin di berbagai wilayah untuk menolong kaum muslimin di Palestina dan mengusir pendudukan Yahudi  Zionis dari tanah milik kaum muslimin tersebut,” ulasnya.
 
Sungguh. Ia menegaskan,  ini adalah sesuatu yang sangat menakutkan musuh-musuh Islam dan bahkan mungkin orang-orang yang hari ini takut dengan seruan jihad.
 
“Mereka [Barat] masih trauma dengan kemenangan gilang-gemilang yang terjadi pada pasukan Salahuddin Al-Ayyubi pada saat membebaskan Baitul Maqdis membebaskan tanah Palestina dari tentara salib di abad ke-12 di tahun 1187 miladiyah,” tandasnya. [] Setiyawan Dwi

Minggu, 09 Juli 2023

MODUS OPERANDI KRIMINALISASI GUS NUR AKAN DIADOPSI DAN DITERAPKAN PADA KASUS DENNY INDERAYANA?

“Saya minta kepada Pak Dirtipidum dan Dirsiber untuk menangani kasus ini secara cepat, sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera diselesaikan,”

[Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, Senin, 26/6/23]

Tinta Media - Pengadilan Negeri Surakarta telah mengirimkan Relaas Pemberitahuan Putusan Banding Gus Nur dengan perkara nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG pada hari Rabu tanggal 14 Juni 2023 lalu. Segera setelah mendapatkan relaas resmi, kami selaku Penasihat Hukum telah mengajukan Permohonan Kasasi dan diterbitkan Akta Permohonan Kasasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta pada pada hari Senin, tanggal 19 Juni 2023.

Penulis selaku ketua Tim Advokasi Gus Nur, telah berkoordinasi dengan Tim Penasihat Hukum yang ada di Solo yang dikoordinatori oleh Rekan Andhika Dian Prasetya, untuk menyerahkan memori Kasasi pada hari Senin, tanggal 3 Juli 2023. Rencananya Jum'at ini kami serahkan, namun ternyata jum'at layanan pengadilan tutup karena cuti bersama, sehingga penyerahan memori Kasasi kami undur hingga Senin (3/7).

Sekedar untuk diketahui bahwa Gus Nur sebelumnya oleh Pengadilan Tinggi Semarang telah divonis melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan karena membimbing Mubahalah Bambang Tri Mulyono terkait Ijazah palsu Jokowi, dan karenanya dijatuhi pidana selama 4 (Empat) tahun dan denda sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan.

Vonis ini memang lebih ringan daripada vonis Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara, karena dianggap terbukti mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran. Hanya saja, turunnya vonis dari Pengadilan Tinggi Semarang ini tidak membuat kami puas, karenanya setelah berkonsultasi kepada Gus Nur, kami sepakat mengajukan Kasasi.

Info diatas hanyalah pengantar, sebelum penulis mencoba menganalisa kasus yang menimpa mantan Wamenkumham era SBY, Denny Indrayana yang saat ini dijerat dengan kasus pidana 'kabar bohong' soal 'bocoran putusan MK'.

Belum lama ini, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen. Pol. Agus Andrianto menginstruksikan agar penanganan perkara dugaan penyebaran informasi bohong (hoaks) yang dilakukan Denny Indrayana untuk diproses secara cepat. Menurutnya, kasus tersebut sudah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Perkaranya saat ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber dan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Status perkaranya pun telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Artinya, Polri telah memiliki kesimpulan adanya peristiwa pidana pasal kasus bocoran putusan MK soal Pemilu Proporsional tertutup. Peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan, hanya dilakukan jika penyidik meyakini ada peristiwa pidana dalam kasus tersebut dan kemudian akan mengarah pada penetapan status tersangkanya.

Denny Indrayana sendiri telah mengetahui siapa yang akan disasar sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Denny lantas membela diri, bahwa dirinya yang mengungkap informasi soal putusan MK akan mengabulkan Proporsional tertutup tidak menimbulkan keonaran. Walau pada akhirnya, vonis MK proporsional tertutup.

Malahan, jika vonisnya proporsional terbuka akan menimbulkan keonaran sebab 8 partai di DPR RI jelas menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Meski lega, karena informasinya keliru, lega pula niat mengontrol agar putusan MK proporsional terbuka berhasil, Denny mengaku bahwa upayanya justru mencegah terjadinya potensi kekacauan. 

Kalau sistem tertutup yang diputuskan, menurutnya akan muncul potensi deadlock, bahkan penundaan pemilu, karena putusan MK ditentang oleh 8 partai di DPR. Ungkap Denny.

Masih menurut Denny, menurutnya sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, yang muncul dari parlemen. Upaya Denny bersama-sama dengan media yang memberitakan luas (memviralkan) komentarnya di socmed, terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.

Terkait proses hukum di Bareskrim Polri, berdasarkan pengalaman penulis mengadvokasi sejumlah kasus kriminalisasi khususnya yang dialami Gus Nur, maka Penulis menduga Bareskrim Mabes Polri akan mengadopsi strategi kriminalisasi terhadap Gus Nur pada kasus Denny Indrayana, dengan modus operandi sebagai berikut:

Penggabungan penyidik dari Dirtipidum dan Dirpidsiber dalam penanganan kasus Denny Indrayana adalah dalam rangka untuk mengaktivasi Pasal pidana umum dan pidana ITE untuk menjerat Denny Indrayana. 

Pasal pidana umum yang akan digunakan adalah Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2), atau pasal 15, UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Pidana, untuk menjerat Denny Inderayana dengan Pasal mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. Ancaman maksimumnya adalah 10 tahun penjara.

Pasal pidana khusus yang berkaitan dengan delik ITE yang akan digunakan adalah ketentuan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ,(ITE). Dalam kasus ini, Denny akan dijerat dengan Pasal menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). MK nantinya akan dikualifikasi sebagai 'Antar Golongan' berdasarkan keterangan ahli bahasa.

Selanjutnya, pasal delik penyertaan karena Denny mengaku mendapatkan informasi dari sumber kredibel soal putusan MK akan diputus dengan sistem Pemilu Proporsional tertutup. Penyidik akan menerapkan ketentuan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai jaring pamungkas untuk menjerat Denny Inderayana.

Selanjutnya, saat Denny nantinya naik pangkat menjadi tersangka maka Denny akan ditahan. Mengingat, ancaman pidananya lebih dari 5 tahun maka berdasarkan KUHAP penyidik akan memanfaatkan kewenangan untuk menahan Denny Inderayana.

Modus operandi tersebut diatas terjadi dalam kasus Gus Nur. Namun, dalam kasus Gus Nur ada tambahan pasal pidana penodaan agama berdasarkan Pasal 156a KUHP. Walau akhirnya, ditingkat PN Surakarta Gus Nur divonis 6 tahun karena pasal kabar bohong, di PT Semarang dianulir dan dikenakan pasal ITE dengan vonis 4 tahun, sementara pasal penodaan agamanya tidak terbukti baik di PN maupun di PT.

Penulis kira, Denny Indrayana telah menyadari resiko kriminalisasi ini. Kita semua tentu mendukung Denny dan berharap Denny tidak masuk angin saat ditetapkan sebagai Tersangka, dan berkompromi dengan rezim Jokowi. Status Denny yang berada di Australia, penulis kira akan memberikan dampak imunitas hukum dan perlindungan dari potensi 'pencidukan oleh Bareskrim', berbeda dengan Gus Nur yang kala itu langsung ditangkap setelah berstatus Tersangka karena berada dalam wilayah yurisdiksi Indonesia. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
https://heylink.me/AK_Channel/

Sabtu, 03 Desember 2022

𝐏𝐀𝐒𝐀𝐋 𝟏𝟖𝟖 𝐑𝐊𝐔𝐇𝐏 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐊𝐑𝐈𝐌𝐈𝐍𝐀𝐋𝐈𝐒𝐀𝐒𝐈 𝐊𝐇𝐈𝐋𝐀𝐅𝐀𝐇 𝐀𝐉𝐀𝐑𝐀𝐍 𝐈𝐒𝐋𝐀𝐌?

Tinta Media - Jerat pidana paham anti-Pancasila yang dimaksud rezim dalam Pasal 188 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) itu apakah murni untuk menjerat paham anti-Pancasila atau untuk mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam? 
.
Bukan apa-apa, karena selama ini khilafah kerap diopinikan rezim sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Karena alasan itu pula ormas Islam yang istiqamah mendakwahkan khilafah ajaran Islam dicabut badan hukum perkumpulannya, para aktivisnya dipersekusi dan dikriminalisasi. 
.
Tapi dalam waktu bersamaan, rezim ini dengan sangat produktif mengamalkan paham kapitalisme, di antaranya: privatisasi aset yang menurut Islam itu kepemilikan umum (milkiyah ammah) yang haram diprivatisasi, meminjam uang berbunga dan juga melegalkan bunga bank yang menurut Islam itu riba satu dirham saja dosanya setara berzina dengan ibunya sendiri; dan lain sebagainya. Selain itu, terlihat wellcome dengan paham komunisme, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam.
.
Sekali lagi, apakah yang dimaksud dengan paham anti-Pancasila oleh rezim itu khilafah? Bila menganggap khilafah bertentangan dengan Pancasila, itu mengonfirmasi bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena khilafah bukanlah ideologi, tetapi ajaran Islam di bidang pemerintahan. Hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan. 
.
Mengapa rezim kerap menyebut khilafah sebagai ideologi? Agar Muslim yang masih awam tidak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan. Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam.
.
Sedangkan berbagai UU dan kebijakan yang sangat kapitalistik (neolib/sangat pro oligarki meski menyengsarakan rakyat) tidak dihapus dan rezim ini tetap saja bermesraan dengan Kakak Besar (sebutan Presiden Jokowi kepada Presiden Komunis Cina Xi Jinping) yang jelas-jelas membantai dan menyiksa Muslim Uighur, tidak dapat diragukan lagi, ini hanya menambah fakta baru saja untuk menambah fakta sejarah yang selama ini sudah terang benerang bahwa: 
.
"Pancasila memang dijadikan alat oleh para sekuler-kapitalis dan ateis-komunis untuk menjegal tauhid-Islam."
.
Makanya tidak aneh kalau ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila, BPIP, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, "Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan." Agama apa yang dimaksud kalau bukan Islam? Wong selama ini yang konsisten dipersekusi dan kriminalisasi itu hanya Islam kok, bukan agama lain. Wallahu'alam bish-shawwab.[]
.
Depok, 8 Jumadil Awal 1444 H | 2 Desember 2022 M
.
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Kamis, 22 September 2022

KASUS USTADZ FARID OKBAH, USTADZ AHMAD ZAIN AN NAJAH DAN USTADZ ANUNG AL HAMAT ADALAH BUKTI KRIMINALISASI ULAMA YANG TERJADI DI ERA REZIM JOKOWI

Tinta Media - Sedih sekaligus prihatin, saat penulis membaca berita dalam GWA Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam, yang mengabarkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengklaim tak ada satu pun ulama atau ustaz yang sedang menjalani hukuman penjara saat ini.

Ia lantas mempertanyakan pihak-pihak yang mengklaim ada tindak kriminalisasi terhadap para ulama. Menurut Mahfud, ulama yang ditangkap oleh kepolisian hanya segelintir dan sudah terbukti melanggar hukum.

“Kamu tahu enggak jumlah penghuni penjara hari ini 31 Agustus 2022 itu 263 ribu penghuni penjara. Berapa orang ustaznya? Berapa orang ulamanya? Enggak ada,”

demikian kata Mahfud dalam acara Kick Off Mujahid Digital dan Konsolidasi Nasional Infokom MUI di Jakarta Pusat, Rabu (31/8).

Sayangnya, Mahfud MD hanya bicara tanpa menyelami dan mendalami fakta kasus yang dialami oleh Ulama. Kami di Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam menyaksikan langsung, bagaimana proses kriminalisasi ulama itu telah, sedang dan terus terjadi.

Kami tidak akan bicara pada kasus lain, tapi kami bicara fokus kepada tiga ulama yakni Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (para ustadz). Para ustadz ini dituduh dengan pasal terorisme, padahal tidak ada satupun perbuatan dari para ustadz ini yang memenuhi unsur menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Aktivitas para ustadz adalah berdakwah, membina dan mendidik umat agar menjadi hamba yang taqwa kepada Allah SWT. Seluruh uraian peristiwa yang dituduh sebagai tindakan terorisme, adalah aktivitas dakwah para ustadz yang memiliki basis legitimasi syar'i maupun konstitusi.

Secara syar'i, dakwah adalah kewajiban agama yang agung. Ulama yang memiliki ilmu jelas memiliki tanggungjawab yang lebih untuk menunaikan kewajiban dakwah, dibandingkan umat Islam secara umum.

Secara konstitusi, pasal 29 UUD 1945 telah menjamin kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya. Dalam perspektif akidah Islam, dakwah adalah ibadah, yang hukumnya wajib. Siapa saja yang menjalankan kewajiban dakwah akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Siapa saja yang melalaikan kewajiban dakwah, akan mendapatkan dosa.

Mahfud MD tentu paham makna kriminalisasi, yakni menjadikan suatu peristiwa atau perbuatan yang bukan kriminal menjadi perbuatan kriminal. Dakwah adalah ibadah, namun dalam kasus ini kegiatan dakwah telah distempel sebagai aktivitas terorisme. Ulama adalah pendakwah, yakni orang yang taat menjalankan kewajiban dakwah. Namun dalam kasus ini pendakwah distigma menjadi teroris. Lalu, kurang jelas apalagi kriminalisasi yang dialami para ustadz kami ini?

Namun kami bisa paham kenapa Mahfud MD membela diri tidak ada kriminalisasi terhadap Ulama. Karena sebagai bagian dari rezim Jokowi, Mahfud tak mungkin mau mengakui bahwa di era rezim Jokowi dimana dia menjadi menterinya, terjadi kriminalisasi Ulama.

Persis seperti klaim Mahfud MD yang berulangkali menyatakan tidak ada Islamophobia hanya berdalih ada ceramah atau pengajian di Masjid BI. Pada saat yang sama, Mahfud MD tutup mata pada kebijakan Jokowi yang mencabut BHP HTI dan membubarkan FPI hanya karena ketakutan yang tidak berdasar pada ajaran Islam Khilafah. Tangan Mahfud MD bahkan ikut berlumuran darah dalam pembubaran ormas FPI.

Anehnya, Mahfud MD seolah menjadi tokoh kritis dan ikut mendorong tegaknya hukum pada kasus pembunuhan Brigadir J. Namun, dalam kasus pembunuhan 6 laskar FPI, Mahfud MD bungkam dan bahkan ukut melegitimasi peristiwa sadis itu.

Kembali ke soal kriminalisasi Ulama, memang jumlahnya tidak mencapai ribuan. Yang dikriminalisasi juga hanya ulama yang berseberangan dengan rezim. Yang manut dan membenarkan kezaliman rezim, pasti selamat.

Namun bagi kami, satu ulama saja dikriminalisasi kami tidak terima. Apalagi, kasus kriminalisasi ini bukan hanya satu.

Ada Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat, sebelumnya ada Habib Rizieq Shihab, Gus Nur, Habib Bahar, Ustadz Maheer, dll. Apakah deretan nama-nama ini bukan ulama? Apakah, dimata Mahfud MD mereka semua ini penjahat?

Ingin sekali penulis bersama Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam berkunjung ke kantor Kemenkopolhukam. Kami ingin serahkan berkas dakwaan para ustadz, juga materi eksepsi kami kepada Mahfud MD. Agar Mahfud MD dapat membaca, sekaligus mendapatkan penjelasan tambahan dari kami, bahwa kriminalisasi ulama memang telah, sedang dan terus dilakukan terhadap ulama-ulama kami.

Boleh juga nanti kami pertemukan Mahfud MD dengan para ustadz di pengadilan, agar Mahfud MD melihat sendiri kondisi ulama kami yang diperhinakan di kursi persidangan. Agar kalaupun Mahfud MD tidak ikut membela ulama kami seperti dirinya membela Brigadir J, minimal diam atau syukur-syukur mau ikut mendoakan agar ulama kami diberi kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi ujian dakwah. [].

Catatan Advokasi Tim Bela Ulama Bela Islam, atas Kasus Kriminalisasi Terhadap Para Ustadz sekaligus Tanggapan Untuk Menkopolhukam Mahfud MD

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Tim Advokat Bela Ulama Bela Islam

https://heylink.me/AK_Channel/



Selasa, 09 Agustus 2022

BELAJAR PADA KH AHMAD ZEN, BERSIKAP JUJUR TERHADAP AKIDAH ISLAM

Tinta Media - KH Ahmad Zainuddin atau KH Ahmad Zen dipersoalkan karena mengkritik Pancasila dan Soekarno. Pancasila bukan kesepakatan Ulama, Pancasila pengkhianatan Soekarno. Begitu kritiknya.

Atas kritik tersebut, KH Ahmad Zen dilaporkan PDIP ke Polda Jabar dan Polda Metro Jaya. Dituding menyebar fitnah, pencemaran, SARA hingga menyebar hoax.

Namun, substansi kritiknya sebenarnya ingin mengingatkan umat Islam agar meyakini al Qur'an dan hanya menjadikan tauladan Nabi Muhammad SAW. Ingin mengajak umat Islam agar sadar adanya tipuan Pancasila yang menjauhkan umat Islam dari penerapan syariat Islam secara kaffah.

Jika umat ini masih meyakini pancasila, atau berpura-pura menyatakan Pancasila sejalan dengan Islam, maka selamanya umat Islam di negeri ini tidak akan pernah dapat menerapkan syariat Islam, hingga unta masuk ke lobang jarum. Sebab, pancasila bukan ajaran Islam, bertentangan dengan Islam karena tidak mengizinkan syariat Islam diterapkan secara kaffah.

Padahal, perintah menerapkan syariat Islam itu kaffah, bukan sepotong-sepotong. Menerapkan hukum sholat, juga hukum wajibnya hudud. Mewajibkan puasa, juga wajibnya mengemban dakwah dan jihad. Mengharamkan zina, riba, judi, miras, LGBT, pergaulan bebas, penguasaan tambang oleh asing, memungut pajak, dll.

Lantas apa yang membedakan KH Ahmad Zen dengan ulama atau orang yang mengaku 'pengemban dakwah' Islam lainnya ?

Beliau tidak lebih dalam hal ilmu, tsaqofah, atau perbendaharaan harta, juga jama'ah. Beliau juga bukan termasuk ulama terkenal dan memiliki banyak fatwa, kitab karangan, dll.

Beliau hanya memiliki dua hal : Jujur dan berani.

Jujur terhadap ilmu, berani menyampaikan dan siap atas konsekuensi perjuangan. Dan orang yang jujur dan berani seperti ini, biasanya hanya terbentuk dari jiwa yang sabar dan ikhlas.

Sabar & ikhlas, membuatnya jujur, takut menyembunyikan ilmu apalagi mengkhianati keyakinan. Maka beliau jujur menyampaikan dakwah yang semestinya disampaikan, bukan sekedar dakwah yang diinginkan orang.

Sabar & ikhlas, membuatnya berani menyampaikan al haq, berikut resiko menanggung beban dakwah. Maka beliau berani menyampaikan dakwah yang semestinya disampaikan, bukan sekedar dakwah yang diinginkan orang.

Mungkin saja, banyak diantara kita -bahkan mayoritasnya- sependapat dengan KH Ahmad Zen, bahwa Pancasila menjadi penghalang untuk tegaknya syariat Islam secara kaffah. Namun, apakah kita memiliki sikap jujur dan berani seperti KH Ahmad Zen?

Kalau kita belum berani bersikap jujur, mungkin kita juga belum ikhlas dan sabar dalam perjuangan. Dan boleh jadi, hal itulah yang menghalangi datangnya pertolongan.

Mungkin, ada kemaslahatan dunia yang kita prioritaskan ketimbang bersikap jujur pada keyakinan dan berani menyuarakan kebenaran secara terbuka. Mungkin, kita menghindari resiko dalam berjuang, sambil bermimpi ada pertolongan turun dari langit tanpa perlu mempersembahkan pengorbanan.

Apapun sebabnya, saya berusaha sekuat tenaga agar tidak menjadi bagian dari 'kita' yang dusta dan pengecut. Saya berusaha untuk konsisten menjadi pejuang yang jujur dan berani, ingin mengikuti jejak KH Ahmad Zen yang begitu lantang menyuarakan kebenaran. [].


Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Jumat, 05 Agustus 2022

PDIP PUNYA TARGET MENGKRIMINALISASI ULAMA? MAU BERKONFLIK DENGAN UMAT ISLAM?


Tinta Media - Senin yang lalu (1/8), PDI Perjuangan Jawa Barat dikabarkan melaporkan JAS Hendryawan pemilik akun tiktok @jas_hendryawan ke Polda Jawa Barat. Tak hanya itu, PDI Perjuangan Jawa Barat melalui Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) dan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) juga melaporan seseorang ulama bernama KH Ahmad Zaenuddin.

Laporan dilakukan sehubungan adanya potongan video 'Ngaji Ngalap Barokah' yang memuat pernyataan KH Ahmad Zen, yang mengatakan :

"Pancasila Dari Siapa, Bukan Kesepakatan Ulama, Itu Buatan Soekarno, Yang Kemudian Dijual ke Umat, Ini loh Kesepakatan Ulama, Demi Allah Itu Bukan Buatan Ulama, Itu Pengkhiatan Soekarno."

Namun ternyata bukan hanya di Polda Jabar laporan diajukan. Kemarin (Rabu, 3/1), Badan Bantuan Hukum PDIP DKI Jakarta juga kembali melaporkan KH Ahmad Zaenudin. Kepala Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat PDIP DKI Jakarta, Marthin Pasaribu mengatakan laporan dibuat berkaitan dengan pernyataan Ahmad yang menyinggung soal Sukarno dan Pancasila. Videonya sudah tayang di platform Youtube.

Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/3980/VII/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 3 Agustus 2022. Pihak pelapor yakni Pangihutan Marthin Pasaribu, sementara pihak terlapor yakni KH Ahmad Zaenudin.

Dalam tulisan sebelumnya, penulis sudah menyampaikan bahwa video tersebut adalah potongan dari video pengajian yang berdurasi lebih dari 3 jam,  ada pembacaan ayat suci al Qur'an, pembacaan Sholawat dan penyampaian ceramah dari sejumlah tokoh, diakhiri dengan doa. Potongan video tersebut hanya satu puzzle dari rangkaian penyampaian dakwah.

Melaporkan ulama hanya bermodal potongan video, selain membuat makna pengajian yang luas menjadi sempit, seolah hanya sekedar membahas Soekarno, juga ada tendensi kebencian dan permusuhan terhadap Ulama dan aktivitas dakwah Islam. Padahal, didalam ceramahnya KH Ahmad Zen juga menyampaikan dakwah bagaimana syariat Islam dapat mengatasi seluruh problematika umat. 

Namun, jika perkara ini ditindaklanjuti polisi, maka perkara ini akan menjadi ajang penjelasan kepada umat bahwa PDIP Partai anti Ulama dan gemar melakukan kriminalisasi terhadap Ulama. Kasus ini jelas akan berdampak pada melorotnya elektabilitas PDIP, disaat partai butuh penguatan basis dukungan umat Islam menjelang Pemilu 2024.

Dakwah yang disampaikan oleh KH Ahmad Zainudin adalah aktivitas yang dijamin konstitusi. Mengingat, dalam ketentuan pasal 28 dan 29 UUD 1945, ditegaskan bahwa Negara telah menjamin kebebasan berpendapat, beragama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya. Ceramah dalam agenda 'Ngaji Ngalap Berkah' adalah aktivitas dakwah yang bernilai ibadah dalam keyakinan agama Islam.

Adapun soal pendapat dan ktitik 'Soekarno Pengkhianat', 'Soekarno 'Mandor Romusha' sudah biasa menjadi bahan diskusi publik. Termasuk soal pengkhianatan Soekarno pada rakyat Aceh. Berikut ini contoh berbagai bentuk pemberitaan yang mengabarkan adanya pengkhianatan Soekarno, diantaranya :

1. https://man2bandaaceh.sch.id/soekarno-mengkianati-janji-rakyat-aceh/

2. https://daerah.sindonews.com/berita/1113640/29/soekarno-golongan-kiri-dan-pengkhianatan-pancasila?showpage=all

3. https://indonesiainside.id/narasi/2020/06/05/jasa-rakyat-aceh-dan-balasan-pengkhianatan-pemerintah-indonesia

4. https://pwmu.co/153746/06/29/piagam-jakarta-konsensus-yang-dikhianati/

5. https://tirto.id/sukarno-dalam-polemik-piagam-jakarta-cq7m

6. https://indonesiainside.id/narasi/2020/06/05/jasa-rakyat-aceh-dan-balasan-pengkhianatan-pemerintah-indonesia

7. http://m.voa-islam.com/news/intelligent/2009/08/19/697/peristiwa-18-agustus-1945-pengkhianatan-kelompok-sekular-menghapus-piagam-jakarta/

8. https://www.salam-online.com/2012/06/22-juni-seputar-piagam-jakarta-soekarno-berkhianat-bohong-hatta-berdusta.html

Dan masih banyak lagi. Pandangan soal Soekarno pengkhianat juga dapat diambil kesimpulannya pada saat Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dikesampingkan, penghapusan penerapan syariat Islam dan penetapan sepihak Pancasila 18 Agustus 1945 yang menghapus syariat Islam dalam konstitusi Negara.

Diskusi dan pendapat semacam ini biasa, media juga banyak yang mengabarkannya. Faktanya, media yang memberitakan pengkhianatan Soekarno tidak ditangkap karena mengedarkan hoax. Seluruh media yang menyampaikan pandangan soal pengkhianatan Soekarno tetap aman, karena konstitusi menjamin kebebasan berpendapat.

Lalu atas dasar apa, PDIP DKI Jakarta melaporkan materi dakwah KH Ahmad Zainudin ? Kalau tidak terima Soekarno disebut pengkhianat, kenapa hanya melaporkan Ulama ? Kenapa media yang banyak menyebarkan kabar soal pandangan Soekarno pengkhianat tidak dilaporkan? Bukankah, semua itu mengkonfirmasi PDIP anti Ulama dan anti Dakwah Islam?

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua KPAU

Selasa, 21 Juni 2022

Ahmad Khozinudin: BNPT Sibuk Diskreditkan Khilafah, Tanpa Sadar Indonesia Dijajah Ideologi Kapitalisme Liberal


Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menanggapi narasi jahat BNPT yang mendiskreditkan khilafah akan mengganti ideologi pancasila.

"Khilafah dipojokkan begitu rupa, seolah bangsa ini rusak karena Khilafah. Menuduh Khilafah akan mengganti ideologi pancasila, sementara tanpa disadari pancasila telah diganti oleh ideologi kapitalisme liberal," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (17/6/2022).

Ia meminta BNPT untuk mengecek penguasa tambang di negeri ini. "Coba cek tambang di Indonesia ini dikuasai siapa? Keuntungannya diboyong ke mana? Agar tidak sibuk nyinyir pada ajaran Islam Khilafah," ungkapnya.

"Di Papua yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa, terkandung berton-ton emas murni yang akhirnya dikeruk ke permukaan. Sejak tahun 60-an hingga 50 tahun lebih, Freeport terus mengambil keuntungan yang tak ada habisnya sementara Indonesia hanya bisa melongo," lanjutnya.

Ia menuturkan bahwa Indonesia juga memiliki potensi besar dalam bidang geothermal atau panas bumi. Salah satu yang terbesar di Indonesia berada di Gunung Salak, Jawa Barat. Perusahaan yang mengelola tambang ini adalah PT Chevron. "Indonesia dapat apa?" tanyanya kembali.

"Indonesia dikenal sebagai negara yang menghasilkan banyak sekali tambang batu bara. Sayangnya hampir semua tambang batu bara justru dikuasai oleh asing. Meski perusahaan dibentuk di Indonesia, tapi hampir semua orang di dalamnya adalah dari luar negeri, korporasinya tunduk pada sistem kapitalis," lanjutnya.

Ia menuturkan, meski telah memiliki Pertamina, Indonesia masih belum bisa mengelola semua tambang minyaknya. Bahkan tambang-tambang dengan potensi besar justru dilempar ke perusahaan asing seperti Shell atau Chevron. Semuanya adalah perusahaan asing yang datang dan menguasai tambang di Indonesia.

"Masih banyak lagi kekayaan alam yang dijarah asing, diberikan secara sukarela, karena Indonesia secara tidak sadar telah menerapkan ideologi kapitalisme liberal. Ideologi inilah, yang telah menghalalkan kekayaan alam indonesia dijarah asing," tegasnya.

Ia menyayangkan, justru yang diteriaki Khilafah. Sementara kapitalisme liberal, tidak dipersoalkan. Para penguasa justru ikut berkolaborasi membentuk oligarki jahat yang menindas rakyat.

"BNPT cuma sibuk memusuhi umat Islam, sibuk teriak radikal radikul tapi bungkam pada ancaman nyata OPM. Bungkam atas tindakan radikal kapal nelayan China yang mengacak-acak kedaulatan Laut Natuna Utara. Masih percaya narasi jahat BNPT yang mendiskreditkan Khilafah?" pungkasnya.[] Yanyan Supiyanti

Selasa, 14 Juni 2022

Inilah Masalah Besar di Balik Kriminalisasi Khilafah...


Tinta Media - Menanggapi kriminalisasi terhadap jamaah Khilafatul Muslimin yang melakukan konvoi dengan mengangkat isu Khilafah, Pengamat Politik Islam dan Militer Dr. Riyan, M.Ag. mengungkap persoalan besar di balik peristiwa tersebut.

"Kalau kita mau lihat, kalau kita urai lebih jauh, sebenarnya saya melihat justru ada persoalan yang lebih besar yang saya kira kita semua  paham betul tema besarnya, yaitu islamofobia," tuturnya dalam rubrik Dialogika Peradaban Islam: Konvoi Khilafah Nyasar ke Siapa? Sabtu (4/6/2022), di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, hal ini terlihat pada peristiwa terdekat, ketika Ustaz Abdul Somad dideportasi dari Singapura, justru malah tidak ada dari para pejabat negeri ini yang membela.

"Kemudian kalau kita mundur lagi ke belakang, terkait dengan perkara yang menyangkut masalah L68T itu juga kemudian secara politik tidak ada reaksi yang justru seharusnya, yang kita tahu semua bahwa L68T itu adalah sebuah kriminalitas, sebuah kejahatan, begitu kan?" ungkapnya.

"Tetapi, ternyata di antara sekian banyak elit-elit tadi, justru kemudian memberikan tanggapan yang menurut saya, sangat-sangat tidak proporsional," ujarnya.

Ia memandang dari sisi locus peristiwanya itu sendiri, ada sesuatu yang dihebohkan sedemikian rupa secara tidak proporsional.

"Sebenarnya ini lebih memprihatinkan, di saat dunia konon katanya itu merilis apa yang disebut dengan hari anti islamofobia, yang pada satu sisi itu menegaskan bahwa memang tindakan-tindakan terhadap Islam secara negatif. Ternyata, malah di negeri ini justru itu menjadi sesuatu yang seolah-olah tidak selesai-selesai," bebernya.

Menurutnya, hal itu perlu diangkat, karena, bagaimana akan bisa maju kemudian berkembang, manakala mayoritas negeri ini yang muslim, senantiasa diframing.

"Dengan berbagai isu-isu yang ujung-ujungnya nanti kita akan tahu islamofobia ini akan mengarahkan kepada apa yang kemudian kita sebut sebagai war on radicalism kemudian war on terrorism," pungkasnya.[]'Aziimatul Azka

Jumat, 10 Juni 2022

KRIMINALISASI, STIGMATISASI BURUK TERHADAP AJARAN ISLAM KHILAFAH ADALAH TINDAKAN MELAWAN HUKUM


Tinta Media - Akhir-akhir ini terdapat banyak informasi dan berita yang tampak menyudutkan ajaran Islam yaitu khilafah dengan berbagai narasi buruk dan jahat.

Menanggapi hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

PERTAMA, Bahwa jika mendakwahkan ajaran Islam secara damai distigmatisasi dan dikriminalisasi, maka hal itu merupakan ancaman atas kebebasan dan jaminan akan menyakini dan menjalankan ajaran kepercayaan atau agama, dan menciptakan polarisasi yang sangat tajam.  jika ada upaya pihak-pihak tertentu yang memegang kekuasaan untuk menuangkan larangan terhadap ajaran Islam dalam bentuk regulasi, hal itu adalah tindakan nyata pelanggaran hukum dan konstitusi. Negara ini adalah negara hukum, negara tidak berwenang melarang siapapun untuk menyampaikan pendapat, gagasan dan dialektika tentang ajaran Islam seperti syariah, khilafah, dll. Pemerintah semestinya memperlakukan syariah Islam dan Khilafah secara mulia bukan mengkriminalisasinya. Gagasan dan aktivitas LGBT saja dilindungi dengan pendekatan HAM,  ajaran transnasional seperti demokrasi, sekuler, kapitalisme,  dll juga tidak pernah dilarang walaupun ide-ide tersebut berasal dari asing, bukan ide murni yang digali dan berasal dari karakter dan budaya bangsa Indonesia.

KEDUA, Bahwa Pancasila, KUHP, UU Ormas dan UU Terorisme jangan dijadikan dasar untuk melakukan untuk melakukan kriminalisasi dan stigmatisasi terhadap pihak lain dengan tuduhan "ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945", bagaimana mungkin dakwah Islam dapat mengganti sementara tidak memiliki kewenangan seperti Pemerintah dan DPR sebagai contoh misalnya ada pihak yang ingin mengubah Pancasila menjadi trisila hingga ekasila melalui instrumen undang-undang;

KETIGA, Bahwa mengutip ijtima' MUI yang telah menyatakan jihad dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam dan melarang kepada pihak manapun untuk menstigma negatif terhadap ajaran Islam yaitu khilafah. Rekomendasi tersebut tentulah tidak mudah untuk dikeluarkan ditengah kondisi saat ini.  rekomendasi Ijtima tersebut menjadi dasar kepada siapapun umat Islam dan ormas Islam untuk tidak takut mendakwahkan ajaran Islam yaitu khilafah, dakwah khilafah bukanlah sebuah kejahatan. Terlebih lagi Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk Khilafah maka menurut saya dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.

KEEMPAT, Bahwa terkait ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi;

KELIMA, bahwa tanpa sadar kita telah mempelajari dan menerapkan ajaran dari ideologi barat dan Romawi seperti demokrasi, demokrasi bukan ide atau gagasan murni yang lahir dari Pancasila dan kebangsaan. Demokrasi muncul pertama kali di sebuah kota Athena di yunani kuno, pada abad -+6 SM (Sebelum Masehi). 

Wallahualambishawab

IG/Telegram @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT dan President IM-LC/International Muslim Lawyers Community


Minggu, 10 April 2022

LBH Pelita Umat: Penangkapan Kembali Despianoor Wardani Sangat Tidak Wajar

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1KxtEuDOD-QeaYVqmr7C0B6c2w8I8lGE8

Tinta Media - Penangkapan kembali terhadap Despianoor Wardani dinilai Kuasa Hukumnya Janif Zulfikar dari LBH Pelita Umat sangat tidak wajar.

“Ini merupakan perlakuan hal yang sangat tidak wajar untuk aktivis Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (9/4/2022).

Ia mengatakan bahwa Despianoor Wardani adalah aktivis Islam yang hanya menyampaikan pemikiran-pemikiran Islam sebagai solusi atas berbagai persoalan negeri ini. "Sehingga sangat tidak pantas dihukum," terangnya.

Menurutnya, tulisan-tulisan yang dipostingnya di media sosial, sebenarnya hanya menyampaikan kritik terhadap pemerintah sebagai wujud kecintaan kepada tanah air Indonesia. “Hal ini bisa dilihat dari apa saja yang diposting oleh Despianoor Wardani, mulai dari tentang menolak Papua lepas dari Indonesia, menolak kenaikan BBM, menolak kenaikan Tarif Dasar Listrik, menolak asing kelola SDA Indonesia, tolak LGBT, tolak liberalisasi Migas, solidaritas terhadap muslim Suriah, aksi tolak Komunis, aksi solidaritas muslim Rohingya, tolak negara penjajah Amerika, menolak pemerintah lepas tangan soal kesehatan, "Sadarkan umat tentang Khilafah, menolak Perdagangan yang merugikan Rakyat,” ujarnya.

Kemudian, apa yang disampaikan oleh Despianoor Wardani sejatinya adalah penggunaan dan penikmatan hak kebebasan berekspresi dalam menyampaikan pendapat, gagasan, pikiran dan ungkapan perasaan adalah merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dengan Hak asasi manusia yang telah dijamin UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, menyatakan "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” paparnya.

Janif melihat dalam kesehariannya, Despianoor diketahui sebagai pemuda yang bertanggung jawab dan bersosialisasi dengan baik di tengah masyarakat. "Terbukti selama menunggu putusan Kasasi MA, setelah dikeluarkan dari tahanan berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin pada 17 Desember 2020, ia diberikan kepercayaan untuk menjaga sebuah toko di Kotabaru,” bebernya.

“Karena itu kami juga menyeru kepada para praktisi hukum, akademisi dan ahli hukum untuk turut serta melakukan pembelaan terhadap segala potensi kriminalisasi ajaran Islam dan aktivisnya seperti Despi ini,” tandasnya.[]Ajirah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab