Kriminalisasi Guru, Bukti Perlindungan Negara Lemah
Tinta Media - Menjelang peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di akhir bulan November tahun ini, para guru di Indonesia banyak yang mendapatkan kado berupa kasus kriminalisasi. Padahal, sebagai salah satu profesi yang sangat mulia, menjadi seorang guru adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Namun, pahlawan tanpa tanda jasa ini pun kini banyak yang tersandung kasus kriminal akibat pelaporan oleh orang tua dari siswanya masing-masing.
Maraknya Kriminalisasi Guru
Tindakan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru ketika menjalankan tugas keprofesiannya akhir-akhir ini semakin banyak terjadi. Sementara di lain sisi, guru juga dihadapkan pada ketidakpastian nasib dan ketidakjelasan kesejahteraannya. Sehingga, ketika guru bertindak disiplin kepada siswa atau mengajarkan kedisiplinan yang masih dalam batas wajar, mereka malah dituduh melakukan tindakan kriminal. Padahal, tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mendidik siswa.
Sebagaimana dialami guru honorer Supriyani yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Bahkan, beliau sempat ditahan di kantor kepolisian. (www.bbc.com, 01/11/2024)
Begitu juga yang terjadi di SMPN 1 Bantaeng. Di sekolah tersebut, ada seorang guru yang juga dijebloskan ke penjara akibat menertibkan murid yang baku siram air bekas pel dengan temannya.
Ada juga di SMAN 2 Sinjai Selatan, guru honorer Bapak Mubazir yang dipenjara akibat dilaporkan oleh wali muridnya karena memotong paksa rambut murid yang sudah gondrong. Padahal, sebelumnya juga sudah diberikan peringatan berkali-kali.
Guru di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena dituduh memukul siswa yang tidak mengikuti salat Zuhur berjamaah. (www.kompas.com, 30/10/2024).
Masih banyak kasus serupa yang tidak terpublikasikan. Semuanya menunjukkan bahwa profesi sebagai guru dipertaruhkan dan semakin tidak bernilai di tengah-tengah masyarakat.
Dilema Guru dalam Mendidik Siswa
Di dalam sistem yang ada saat ini, seorang guru cenderung bersifat dilematis dalam menghadapi dan mendidik siswa. Pasalnya, berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Keadaan semacam ini hanya terjadi dalam kurun waktu terakhir ini saja, sementara zaman dulu tidak pernah ada hal semacam itu. Hal ini bisa terjadi karena adanya Undang-Undang Perlindungan Anak yang terus digaungkan oleh pemerintah, sehingga menjadikan guru rentan untuk dikriminalisasi.
Sementara di sisi yang lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, dan masyarakat serta negara. Masing-masing pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pendidikan anak. Akibatnya, muncul gesekan antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Pada akhirnya, yang terjadi saat ini, guru mulai ragu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, khususnya dalam menasihati siswa.
Pendidikan dalam Islam
Islam sangat memuliakan dan memberikan perlakuan yang sangat baik terhadap guru. Selain itu, negara juga memberikan jaminan yang baik terhadap profesi guru, dengan cara memberikan sistem penggajian yang terbaik. Oleh negara, guru diharapkan dapat menjalankan amanah dengan baik pula.
Negara juga berkewajiban untuk memahamkan kepada semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan terkait dengan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang sangat jelas dan meniscayakan adanya sinergi dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal itu akan semakin menguatkan tercapainya tujuan pendidikan di dalam Islam. Kondisi tersebut pastinya dapat menjadikan guru semakin optimal dalam menjalankan perannya dengan tenang, karena merasa terlindungi dalam mendidik murid-muridnya. Wallahu a’lam bishshawab.
Oleh: Iin Rohmatin Abidah, S.Pd
Sahabat Tinta Media