Ilusi Pemberantasan Narkoba
Tinta Media - Narkoba layaknya kanker stadium 4 yang sulit sekali diberantas di negeri ini. Pengedaran narkoba seolah tak bisa diberantas oleh pihak berwenang, satu ditangkap ada seribu yang beredar lagi. Bulan Mei ini Polda Sumut menangkap 502 tersangka pengedar narkoba dalam 2 pekan dalam wilayah hukumnya. Polisi menyita 154 kg sabu-sabu, 1.500 pohon ganja dari 1,5 hektare ladang di Kabupaten Mandailing Natal, ganja kering 78,87 kilogram, dan pil ekstasi 100.120 butir (solopos.com 14/05). Polisi di Bali juga menggerebek laboratorium narkoba besar yang tersembunyi di Villa Bali yang membuat media internasional gempar (kompas.com 14/05). BNNP Jambi pun juga menggerebek 14 orang yang kepergok membeli narkoba (kompas.com 15/05). Kasus narkoba pun banyak yang terjadi pada pelajar, remaja, para publik figur bahkan aparat penegak hukum itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa pengedaran narkoba di Indonesia sangat masif terjadi.
BNN mencatat pada tahun 2023 terdapat 4,8 juta warga Indonesia terpapar narkotika. Indonesia memang menjadi pasar potensial para bandar narkoba. Sayangnya para bandar ini tak pernah tertangkap, hanya masyarakat skala kecil yang tertangkap oleh pihak berwenang. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) pun tak mampu untuk membekuk jaringan besar pengedar narkoba.
Narkoba Sulit Diberantas
Pertanyaan yang cukup menggelitik adalah, mengapa pemerintah sulit untuk memberantas narkoba di Indonesia? Padahal bila ada political will yang kuat mudah saja bagi pemerintah untuk memberantasnya, mengingat bahwa narkoba sangat berdampak negatif bagi rakyat terutama generasi selanjutnya.
Ada banyak faktor mengapa narkoba sulit diberantas dan semakin menggurita di Indonesia. Pertama karena tata aturan di tengah masyarakat yang sekuler. Sekularisme atau pemisahan antara agama dengan kehidupan membuat manusia jauh dari agama. Mereka tak lagi mengenal konsekuensi dari perbuatannya, tak lagi menghiraukan dosa. Alhasil fokus mereka hanyalah kesenangan jasadi belaka sehingga narkoba menjadi pelampiasan singkat mereka untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan semu. Masalah dosa dan mudharat urusan belakang.
Faktor ke-2 yakni sistem pendidikan kita yang kapitalis. Sistem pendidikan yang kapitalis hanya berfokus mencetak buruh murah. Mereka tidak dididik untuk paham dan mengerti sehingga mereka menjadi pribadi yang mudah untuk dipengaruhi. Pun ketika ada anak dengan bakat istimewa alias orang pintar maka kepintarannya pasti akan dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka bisa jadi dimanfaatkan untuk menciptakan formula narkoba baru, atau bekerja sama dengan produsen narkoba dll. Hal ini tidak lain karena pendidikan yang berorientasi pada perolehan materi belaka.
Ke-3 yakni faktor tata kehidupan masyarakat yang menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme tolok ukur perbuatan hanyalah untung rugi belaka. Halal haram bukan lagi standar dalam bermuamalah, yang dikejar hanyalah keuntungan yang berlimpah. Akhirnya kekayaan hanya berpusat pada segelintir pemilik modal saja karena mereka dengan besar modalnya bisa mengendalikan pasar. Alhasil kesenjangan ekonomi akan tercipta, kemiskinan merajalela. Si miskin akan melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk berjual beli barang haram ini demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Ke empat yakni lemahnya sistem sanksi yang ada di Indonesia. Sanksi yang ada tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku, baik distributor maupun bandarnya. Sebagai contoh kasus bandar narkoba Riduan J.B. Corebima. Dia hanya dihukum satu tahun penjara oleh Majelis hakim PN Tanjung Pinang. Sudah bukan rahasia lagi bahwa hukum di Indonesia tumpul ke atas dan sangat tajam ke bawah.
Dari faktor di atas bisa kita simpulkan bahwa narkoba bukanlah masalah human eror, tapi masalah sistemis. Penerapan sistem kapitalis yang hanya berpihak pada segelintir pemilik modal akan menumbuh suburkan narkoba di Indonesia.
Islam Solusi Tuntas Pemberantasan Narkoba
Islam sebagai sebuah ideologi memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk masalah jerat narkoba ini.
Sistem kehidupan islami berbasis akidah Islam akan membentuk suasana kehidupan yang penuh dengan ketaqwaan. Individu dalam sistem Islam akan tersuasanakan menjadi individu yang bertaqwa dengan menjamurnya tasqif Islam. Diperkuat dengan masyarakat yang akan senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar, bukan masyarakat individualis ala kapitalis. Kontrol masyarakat ini jelas akan menjadikan narkoba akan sulit terdistribusi ditengah masyarakat yang paham bahwa narkoba haram.
Lalu sistem ekonomi Islam akan meniscayakan akad-akad jual beli hanya pada muamalah yang halal dan sesuai syariat. Dengan demikian maka bisnis haram ini tidak akan pernah ada di dalam daulah Islam. Hal ini juga diperkuat dengan sistem politik Islam, yang berfungsi sebagai pengurus umat yang akan melindungi harta, darah dan jiwa rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Mekanisme pendistribusian harta dan kepemilikan khas Islam akan menjadikan masyarakat terpenuhi kebutuhannya sehingga tidak akan mengambil jalan haram.
Pun tidak dipungkiri bahwa Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan memiliki efek jera. Termasuk para pelaku narkoba akan dikenai sanksi takzir yang hukumannya akan ditentukan oleh Khalifah.
Dengan serangkaian sistem yang saling terintegrasi dengan baik, maka jerat narkoba akan mudah dilepaskan dari negeri ini, bahkan dari dunia sekalipun. Wallahualambissawab.
Oleh : Ummu Bisyarah, Sahabat Tinta Media