Tinta Media: Kriminal
Tampilkan postingan dengan label Kriminal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminal. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Mei 2024

Ilusi Pemberantasan Narkoba


Tinta Media - Narkoba layaknya kanker stadium 4 yang sulit sekali diberantas di negeri ini. Pengedaran narkoba seolah tak bisa diberantas oleh pihak berwenang, satu ditangkap ada seribu yang beredar lagi. Bulan Mei ini Polda Sumut menangkap 502 tersangka pengedar narkoba dalam 2 pekan dalam wilayah hukumnya. Polisi menyita 154 kg sabu-sabu, 1.500 pohon ganja dari 1,5 hektare ladang di Kabupaten Mandailing Natal, ganja kering 78,87 kilogram, dan pil ekstasi 100.120 butir (solopos.com 14/05). Polisi di Bali juga menggerebek laboratorium narkoba besar yang tersembunyi di Villa Bali yang membuat media internasional gempar (kompas.com 14/05). BNNP Jambi pun juga menggerebek 14 orang yang kepergok membeli narkoba (kompas.com 15/05). Kasus narkoba pun banyak yang terjadi pada pelajar, remaja, para publik figur bahkan aparat penegak hukum itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa pengedaran narkoba di Indonesia sangat masif terjadi.

BNN mencatat pada tahun 2023 terdapat 4,8 juta warga Indonesia terpapar narkotika. Indonesia memang menjadi pasar potensial para bandar narkoba. Sayangnya para bandar ini tak pernah tertangkap, hanya masyarakat skala kecil yang tertangkap oleh pihak berwenang. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) pun tak mampu untuk membekuk jaringan besar pengedar narkoba.

Narkoba Sulit Diberantas

Pertanyaan yang cukup menggelitik adalah, mengapa pemerintah sulit untuk memberantas narkoba di Indonesia? Padahal bila ada political will yang kuat mudah saja bagi pemerintah untuk memberantasnya, mengingat bahwa narkoba sangat berdampak negatif bagi rakyat terutama generasi selanjutnya.

Ada banyak faktor mengapa narkoba sulit diberantas dan semakin menggurita di Indonesia. Pertama karena tata aturan di tengah masyarakat yang sekuler. Sekularisme atau pemisahan antara agama dengan kehidupan membuat manusia jauh dari agama. Mereka tak lagi mengenal konsekuensi dari perbuatannya, tak lagi menghiraukan dosa. Alhasil fokus mereka hanyalah kesenangan jasadi belaka sehingga narkoba menjadi pelampiasan singkat mereka untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan semu. Masalah dosa dan mudharat urusan belakang.

Faktor ke-2 yakni sistem pendidikan kita yang kapitalis. Sistem pendidikan yang kapitalis hanya berfokus mencetak buruh murah. Mereka tidak dididik untuk paham dan mengerti sehingga mereka menjadi pribadi yang mudah untuk dipengaruhi. Pun ketika ada anak dengan bakat istimewa alias orang pintar maka kepintarannya pasti akan dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka bisa jadi dimanfaatkan untuk menciptakan formula narkoba baru, atau bekerja sama dengan produsen narkoba dll. Hal ini tidak lain karena pendidikan yang berorientasi pada perolehan materi belaka.

Ke-3 yakni faktor tata kehidupan masyarakat yang menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme tolok ukur perbuatan hanyalah untung rugi belaka. Halal haram bukan lagi standar dalam bermuamalah, yang dikejar hanyalah keuntungan yang berlimpah. Akhirnya kekayaan hanya berpusat pada segelintir pemilik modal saja karena mereka dengan besar modalnya bisa mengendalikan pasar. Alhasil kesenjangan ekonomi akan tercipta, kemiskinan merajalela. Si miskin akan melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk berjual beli barang haram ini demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Ke empat yakni lemahnya sistem sanksi yang ada di Indonesia. Sanksi yang ada tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku, baik distributor maupun bandarnya. Sebagai contoh kasus  bandar narkoba Riduan J.B. Corebima. Dia hanya dihukum satu tahun penjara oleh Majelis hakim PN Tanjung Pinang. Sudah bukan rahasia lagi bahwa hukum di Indonesia tumpul ke atas dan sangat tajam ke bawah.

Dari faktor di atas bisa kita simpulkan bahwa narkoba bukanlah masalah human eror, tapi masalah sistemis. Penerapan sistem kapitalis yang hanya berpihak pada segelintir pemilik modal akan menumbuh suburkan narkoba di Indonesia.

Islam Solusi Tuntas Pemberantasan Narkoba

Islam sebagai sebuah ideologi memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk masalah jerat narkoba ini.

Sistem kehidupan islami berbasis akidah Islam akan membentuk suasana kehidupan yang penuh dengan ketaqwaan. Individu dalam sistem Islam akan tersuasanakan menjadi individu yang bertaqwa dengan menjamurnya tasqif Islam. Diperkuat dengan masyarakat yang akan senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar, bukan masyarakat individualis ala kapitalis. Kontrol masyarakat ini jelas akan menjadikan narkoba akan sulit terdistribusi ditengah masyarakat yang paham bahwa narkoba haram.

Lalu sistem ekonomi Islam akan meniscayakan akad-akad jual beli hanya pada muamalah yang halal dan sesuai syariat. Dengan demikian maka bisnis haram ini tidak akan pernah ada di dalam daulah Islam. Hal ini juga diperkuat dengan sistem politik Islam, yang berfungsi sebagai pengurus umat yang akan melindungi harta, darah dan jiwa rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Mekanisme pendistribusian harta dan kepemilikan khas Islam akan menjadikan masyarakat terpenuhi kebutuhannya sehingga tidak akan mengambil jalan haram.

Pun tidak dipungkiri bahwa Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan memiliki efek jera. Termasuk para pelaku narkoba akan dikenai sanksi takzir yang hukumannya akan ditentukan oleh Khalifah.

Dengan serangkaian sistem yang saling terintegrasi dengan baik, maka jerat narkoba akan mudah dilepaskan dari negeri ini, bahkan dari dunia sekalipun. Wallahualambissawab.

Oleh : Ummu Bisyarah, Sahabat Tinta Media 

Senin, 20 Mei 2024

Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul


Tinta Media - Pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap anak bukan lagi menjadi rahasia umum, hal demikian terus saja terjadi bahkan kian marak terjadi. Mirisnya pelakunya merupakan anak di bawah umur yang juga merupakan teman korban sendiri.

Di Sukabumi, seorang anak laki-laki yang baru mau duduk di bangku sekolah dasar berinisial MA (6 tahun) ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya diwilayah kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi. Tidak hanya dibunuh tapi juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Polres Sukabumi mengungkapkan bahwa pelaku utama pembunuhan dan sodomi merupakan seorang pelajar yang masih duduk dibangku SMP. Polisi pun menetapkan pelaku sebagai tersangka dan berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). (Sumber Sukabumiku.id)

Tidak hanya di Sukabumi, di Jambi pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwin bernama AH (13 tahun) yang dibunuh oleh teman sesama santri. Majelis hakim pengadilan negeri (PN) Kabupaten Tebo telah menjatuhkan vonis terhadap dua tersangka, yaitu AR (15) dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Rd (14) dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. (sumber Metrojambi.com) kedua kasus tersebut hanyalah sebagian kecil kasus dan masih banyak lagi kasus kriminal lainnya.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kasus anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan peningkatan pada periode 2020 hingga 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Anak-anak yang menjalani masa tahanan di tempatkan pada beragam fasilitas pemasyarakatan. Saat ini tahanan anak ditampung di Lembaga pemasyarakatan (lapas) 243 orang, rumah tahanan negara (rutan) 53 orang, dan Lembaga pemasyarakatan perempuan (LPP) sejumlah 7 orang. Di tahun 2023 masih menyisakan empat bulan hingga akhir tahun, artinya angka tersebut kemungkinan akan mengalami peningkatan. Hal demikian menjadi alarm bahwa anak-anak di negeri ini sedang tidak baik-baik saja dan menuju pada kondisi yang sangat problematik. (sumber Kompas.id)

Hal demikian sangatlah miris, namun maraknya kriminalitas oleh anak-anak merupakan gambaran buruknya output dalam sistem pendidikan kapitalisme. Yaitu sistem yang hanya berorientasi pada materi. Maka akibatnya Orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sehingga orang tua merasa cukup jika sudah mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya berupa materi seperti pakaian, makanan, mainan kesukaan mereka, hingga sekolah favorit dan lainnya. Sementara itu orang tua juga hanya sebagai pengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme.

Akibat dari tekanan ekonomi ayah dan ibu sibuk bekerja sehingga anak-anak pun tidak mendapatkan pendidikan yang benar di dalam rumah, sementara itu disekolah juga diarahkan oleh sistem pendidikan sekuler yakni kurikulum pendidikan sekuler yang berorientasi pada materi dan minim nilai agama. Alhasil anak-anak pun terus diarahkan mengejar prestasi tanpa bimbingan akhlak dan ketaatan kepada Allah swt.

Apalagi sanksi di sistem kapitalisme tidak membuat jera pelaku kriminal. Apalagi jika pelakunya anak-anak (usia kurang dari 18 tahun), adanya peradilan anak yang juga tidak membuat si anak pelaku kriminal jera. Akibatnya anak-anak pelaku kriminal pun semakin marak akibat dari sanksi yang tidak menjerakan hingga kasus kriminal terus marak terjadi.

Berbeda dalam sistem pendidikan Islam dalam menjaga generasi dari kehancuran dan kerusakan, Islam memiliki mekanisme yang mampu mencetak generasi yang berkualitas baik dari segi keimanan, akhlak dan potensi diri. Islam memiliki sistem pendidikan Islam yang berdasarkan pada akidah Islam sehingga mampu dan telah terbukti menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian Islam bukan kepribadian kriminal.

Dalam Islam peran keluarga juga menduduki posisi yang khusus, keluarga merupakan fondasi awal sebuah peradaban karena kualitas generasi pertama kali ditentukan oleh keluarga. Peran orang tua dalam pendidikan anak sangat besar, Islam mewajibkan ibu menjadi sekolah pertama dan pendidik pertama bagi anak-anaknya. Didikan seorang ibu yang berlandaskan pada syariat Islam maka akan membentuk anak yang sholih dan sholihah. Pembentukan karakter ini akan semakin kuat karena Islam mewajibkan seorang ayah menjadi qawwam (pemimpin keluarga) sehingga peran ayah dan ibu akan memberi dampak yang sangat besar bagi pendidikan anak-anaknya.

Islam juga menetapkan adanya sanksi yang tegas sehingga keamanan pun anak-anak terjamin. Dalam Islam pelaku kejahatan akan diberi sanksi selama mereka sudah baligh dan dilakukan dalam keadaan sadar. Islam tidak mengenal pembatasan usia berdasarkan umur seperti usia 18 tahun yang dikategorikan sebagai anak-anak dan usia di atas 18 tahun dikategorikan dewasa. Islam hanya mengenal pembatasan usia berdasarkan baligh. Jika anak-anak belum baligh maka akan dihukumi anak-anak. Jika anak-anak sudah baligh maka mereka dihukumi mukallaf. Karena itu sekalipun usia mereka masih 15 tahun jika mereka sudah baligh maka sanksi akan berlaku kepada mereka. Penganiayaan yang berakhir pembunuhan akan mendapatkan sanksi qishas, sodomi mendapatkan had liwath yakni dijatuhkan dari tebing atau tempat didaerah tersebut. (sumber MMC)

Maka dengan demikian sanksi Islam akan menimbulkan efek zawajir yang mampu menjadi pencegah dan jawabir menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal. Tidak hanya itu dengan penerapan sanksi juga akan mampu menumpas para pelaku pembunuhan termasuk pelaku sodomi. Sehingga sanksi yang diterapkan akan mampu memberikan efek jera dan tidak menimbulkan adanya pelaku baru. Hanya saja konsep demikian akan terwujud jika keluarga, masyarakat, dan negara menerapkan Islam secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan. Allahu A’lam Bishawab.[] 

Oleh: Haniah, Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 18 Mei 2024

Marak Anak sebagai Pelaku Kriminal, Siapa yang Gagal?



Tinta Media - Generasi Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beberapa di antaranya menjadi pelaku kriminal di umur yang masih muda. Hal ini menjadi keprihatinan dan pekerjaan rumah bersama untuk mengatasinya.

Sungguh, tidak ada orang tua yang menginginkan anak yang ia besarkan menjadi pelaku kriminal, hingga dicaci sebagai orang tua yang gagal. Lalu, apa yang menjadikan anak sebagai pelaku kriminal? 

Fakta Kasus Anak 

Sebut saja kasus kematian santri di Jambi, Airul Harahap. Tiga anak berhadapan dengan hukum segera jadi tersangka kasus kematian Airul. Hal ini dikatakan oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Jambi yang telah mengirimkan surat kepada Kapolres Tebo untuk diteruskan kepada Kasat Reskrim dan penyidik (metrojambi.com, 04-05-2024).

Terbaru, kurang dari 1×24 jam, Kepolisian Resor (Polres) Malinau melalui jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) berhasil mengungkap kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Curanmor) yang terjadi di Panggung Kesenian Padan Liu’ Burung, Desa Malinau Kota, Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau pada Minggu (12/5/2024). Pelaku curanmor seorang anak di bawah umur berinisial BAH yang juga masih berstatus pelajar (humaspolri.co.id,13-05-2024)

Akar Masalah

Belakangan ini banyak diberitakan kasus tindak pidana atau anak menjadi pelaku kriminal, seperti penganiayaan hingga mengakibatkan korban luka berat atau meninggal dunia, bullying, dan sebagainya. Sebenarnya, apa yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindak pidana? 

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui, anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang telah berumur 12 tahun dan belum berumur 18 tahun. Ketentuan selengkapnya mengenai sanksi/hukuman pidana untuk anak dan tindakan padanya dapat ditemukan dalam Pasal 71 s.d. Pasal 83 UU Pidana Anak. 

Pada dasarnya, perbuatan anak akan menjadi cambuk ataukah hadiah bagi orang tua yang merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang diterima anak dalam lingkungan keluarga sangat penting bagi masa depan anak itu sendiri, karena akan menentukan sifat dan karakter anak pada masa yang akan datang. 

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya peran orang tua dalam memberi pendidikan bagi anak, antara lain: 

Pertama, orang tua terlalu sibuk bekerja hingga mendidik anak pun terlupa. 

Kedua, broken home. Ini merupakan salah satu faktor yang banyak terjadi dan mengakibatkan orang tua kurang perhatian terhadap anaknya. 

Ketiga, kondisi ekonomi yang kurang. 

Keempat, kurangnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan.

Inilah gambaran buruknya output dalam sistem pendidikan kapitalisme. Orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi. Orang tua juga hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme.

Aturan agama pun dipersempit dalam perkara ibadah ritual, yaitu 5 rukun Islam semata dan memisahkannya dari pengatur hidup bernegara. Padahal, Islam mengatur secara sempurna segala lini kehidupan manusia. Bahkan, pendidikan kepada anak sangat diperhatikan agar menjadi anak berkarakter baik. Lantas, apa parameter karakter yang baik? 

Karakter itu ibarat buah dari suatu tanaman. Buah yang kualitasnya baik akan muncul dari tanaman yang pohonnya tumbuh dengan baik. Pohon yang tumbuh dengan baik bermula dari biji atau benih yang kualitasnya juga baik. 

Untuk itulah, membentuk karakter yang baik pada anak harus kita awali dengan menyiapkan “benih” yang baik, yaitu dasar iman (akidah) yang benar. Dengan demikian, mengajarkan keimanan yang lurus dan benar kepada anak sejak usia dini adalah kunci utama untuk membentuk karakter yang baik pada anak dan akan dibawanya hingga dewasa.

Konsep Karakter dalam Islam

Karakter dalam Islam biasa disebut sebagai kepribadian (syakhshiyah islamiyah). Agar bisa berkepribadian Islam, harusnya kita menjadikan pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan Islam. Sebelum mencapai usia baligh, orang tua harus sudah mengenalkan syariat, bahkan mengokohkan akidah pada anak. Ini dimulai sejak ia mulai bisa mengamati sekitarnya.

Sistem pendidikan Islam pun berdasarkan akidah Islam dan akan menghasilkan peserta didik berkepribadian Islam, bukan kriminal. Peran orang tua dalam pendidikan anak pun sangat besar. Ibu adalah sekolah pertama dan pendidik pertama. 

Namun, dalam sistem kapitalisme hari ini, ibu malah menjadi tulang punggung, ditambah lagi ada fatherless. Jadi, yang gagal bukan semata salah orang tua, tetapi aturan hidup yang mengatur manusia. Selama masih mengadopsi kapitalisme, maka akan banyak anak menjadi pelaku kriminal dan ini terus terulang.

Islam menetapkan adanya sanksi tegas dan tidak membedakan usia selama sudah baligh atau dilakukan dalam keadaan sadar. Karena itu, kembali kepada aturan Islam adalah solusi untuk mengatasi dan mencegah ananda untuk menjadi pelaku kriminal. 
Wallahu a'lam.


Oleh: Annisa Al Maghfirah
(Relawan Opini)

Kamis, 30 November 2023

Tragedi Bitung, IJM: Pelaku Kriminal Wajib di Proses Hukum



Tinta Media - Menanggapi tragedi yang terjadi di Bitung Sulawesi Utara tanggal 25 November 2023, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengungkapkan pelaku kriminal wajib diproses secara hukum. "Pelaku kriminal wajib diproses secara hukum," tuturnya dalam video Usut Aktor Intelektualnya Dan Tangkap Pelaku Kekerasan di Bitung, melalui kanal Youtube Justice Monitor, Ahad (26/11/2023).

"Pelaku penyerangan yang melakukan kekerasan di Bitung tidak boleh dibiarkan," tegasnya.

Menurutnya, pembiaran terhadap perilaku kejahatan di wilayah Indonesia melanggar konstitusi nasional, yang ini juga sangat berbahaya.

Oleh karena itu kepada umat Islam, himbaunya, agar tidak terpancing oleh propaganda murahan dari gerombolan pro zionis Yahudi yang menggunakan jalur hukum untuk menghenti aksi dimana diduga premanisme dan kepada aparat kepolisian agar menangkap aktor intelektual di balik penyerangan tersebut.

"Tangkap dan usut tuntas para aktor intelektual di belakang layar," tandasnya.

Agung mensinyalir perlunya mewaspadai setiap upaya Apapun untuk menciptakan  kerusuhan, sekali lagi ini penting untuk segera dilakukan. 

Menurutnya, Pemerintah Indonesia harus bertindak tegas dalam menyikapi agresi biadab dari Zionis Yahudi ini terhadap rakyat Palestina.
 
"Yang paling penting salah satunya adalah memutus hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat sebagai sekutu yang mendukung Zionis Yahudi melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina," ujarnya.

Ia menekankan, sudah tiba saatnya,  pemerintah Indonesia meminta dubes Amerika Serikat untuk hengkang dari wilayah Indonesia sebagai protes keras atas dukungan tanpa batas Amerika kepada kebiadaban dan genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi terhadap rakyat Palestina.

 "Keberadaan Amerika Serikat dan sekutu lainnya menguatkan Zionis Yahudi dalam melakukan agresi terhadap rakyat sipil di Palestina," simpulnya.

 "Sesungguhnya tanpa dukungan penuh Amerika Serikat dan sekutu negara Barat, Zionis dapat dikalahkan, ingat setiap penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan sekali lagi setiap penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 30 Juli 2023

Kasus Kriminalitas meningkat, Tak Adakah Ruang Aman?

Tinta Media - Berbagai kasus kriminalitas terus disajikan di masyarakat melalui tayangan televisi dan media sosial. Beragam tindakan kriminalitas, bahkan yang menyebabkan hilangnya nyawa harus menjadi perhatian semua pihak. Kasus kriminilitas terjadi di lingkungan sosial hingga pendidikan. Korban dan pelaku saat ini tak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Sudah tak ada tempat amankah di negeri ini?

Tingginya Angka Kriminalitas

Data kriminalitas yang dirilis pada akhir tahun 2022 oleh Pusiknas Bareskrim Polri mengalami kenaikan sebesar 7,3%. Sepanjang tahun 2022, kasus kriminalitas yang terjadi di Indonesia ada 276,507 kasus, sedangkan pada tahun 2021 tercatat 257,743 kasus. Meningkatnya kasus kriminalitas di tahun 2022 bisa diartikan bahwa ada 1 kejahatan setiap dua menit dua detik atau setiap jam terjadi 31,6 tindakan kriminalitas yang terjadi di Indonesia.

Tak hanya jumlahnya yang mengalami kenaikan, kualitas tindakan kejahatan pun mengalami hal sama. Kasus kriminalitas tak hanya berupa pemerasan atau perampasan harta saja, tetapi sudah mengarah pada hilangnya nyawa. Data dari e-MP Robinopsal Bareskrim Polri, ada 2,636 kasus pembunuhan yang berhasil ditangani pihak kepolisian dari awal 2020 hingga 31 Oktober 2022. Dari data dibatas, 196 pelajar dan mahasiswa menjadi korban pembunuhan.

Kasus pembunuhan yang berhasil dibongkar kepolisan mencapai angka dua ribuan lebih. Bisa jadi, angka kasus pembunuhan yang belum terungkap seperti fenomena gunung es. 

Masyarakat sudah hilang rasa kemanusiaan hingga mudah saja melakukan pembunuhan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti kasus pembunuhan seorang mahasiswa di Sleman dengan cara dimutilasi. Sungguh, ini merupakan perilaku kejam yang sedang dipertontonkan. Bahkan, korban pun berjatuhan dari kalangan penerus intelektual bangsa, mahasiswa dan pelajar.

Penyebab Tingginya Angka Kriminalitas

Tingginya angka kriminalitas di negeri ini bisa terjadi karena dua hal, yaitunfaktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, yaitu penerapan sistem dekularisme-kapitalisme dan lemahnya penegakan hukum di negeri ini. 

Sekularisme adalah sistem yang memisahkan ajaran agama dari kehidupan manusia, sedangkan kapitalisme adalah sistem yang menyandarkan setiap perbuatan manusia pada materi. Penerapan sistem hidup sekularisme-kapitalisme menjadi penyebab paling utama tingginya angka kriminalitas.

Harus disadari bersama bahwa kehidupan kaum muslimin saat ini sudah dijauhkan dari ajaran Islam. Sehingga, perbuatan-perbuatan yang berpotensi dosa menjadi hal lumrah dan tidak membuat takut akan pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Beberapa aturan hukum syara masih diterapkan dalam kehidupan kaum muslimin tidak bisa dijadikan alasan bahwa kehidupan saat ini masih dalam standar syariat Islam. Kaum muslimin telah berpaling dari perintah diterapkannya Islam secara kaffah, padahal Allah Swt. dalam Al Baqarah ayat 208 telah memerintahkannya.

Kapitalisme yang menjadi satu paket dengan sekularisme menjadi racun yang disuntik negara kafir penjajah ke dalam diri kaum muslimin tanpa mereka sadari. Padahal, racun ini telah membuat kerusakan begitu besar di tubuh kaum muslimin, yang tidak pernah dirasakan pada saat mereka hidup dalam aturan Islam kaffah selama 1300 tahun.

Keberhasilan seseorang dalam sistem kapitalisme lebih disandarkan pada nilai materialisme, bukan ketakwaan kepada Penciptanya, yaitu Allah Swt. Hal ini mendorong mereka untuk terus memenuhi nafsu gaya hidup bergelimang harta dan pujian. Di saat yang sama, kemampuan ekonomi tidak memadai. Hal inilah yang menjadi pemicu munculnya faktor internal untuk melakukan tindakan kriminal.

Faktor internal berasal dari dorongan diri sendiri, seperti ketidakmampuan menghadapi tekanan ekonomi dan mental, gaya hidup matrialistis, juga kelemahan pemahaman agama atas tindakan yang berpotensi pada pahala atau dosa.

Islam Tawarkan Solusi Atasi Kriminalitas

Dalam Al-Maidah ayat 3, Allah telah menyempurnakan Islam. Maka, kesempurnaan ajaran Islam tidak boleh dipinggirkan, kemudian memilih untuk mengambil ideologi lain. 

Atas dasar inilah kaum muslim harus menyadari bahwa Islam mempunyai aturan yang bisa menekan angka kriminalitas. Penguasa yang menerapkan aturan Islam secara kaffah tidak akan membiarkan ideologi apa pun tumbuh di dalam kekuasaan wilayah Islam, termasuk ideologi Sekularisme-Kapitalisme.

Negara Islam akan mengedukasi masyarakat di dalamnya agar memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan aturan Islam, sehingga mereka memiliki pemahaman Islam yang kuat dan paham bahwa setiap hal akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat. 

Kaum muslimin tidak akan dibiarkan terlena dengan gaya hidup matrialisme, tetapi didorong untuk menjadi pribadi muslim yang penuh ketaatan kepada Allah Swt. dan berlomba-lomba melakukan amar ma'ruf nahi munkar.

Penerapan hukum yang lemah, seperti kondisi saat ini tidak akan dibiarkan oleh negara Islam. Tidak ada istilah hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, juga hukum tebang pilih. 

Islam tidak akan menolerir setiap tindakan kriminalitas dan kemaksiatan lainnya. Jika ada warganegara yang melakukan tindakan melanggar syariat Islam, maka penguasa akan menjatuhkan sanksi tanpa melihat apakah ia memiliki harta atau kekuasaan.

''Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. 

Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. 

"Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.'' (HR Bukhari, No. 4.304)

Jika kaum muslimin tidak ingin hancur, maka janganlah hukum sekuler diterapkan seperti saat ini. Sudah sepatutnya kaum muslimin lebih memilih penerapan aturan Islam kaffah karena memiliki sistem hukum yang tegas, menjerakan, dan adil.

Tak hanya itu saja, negara Islam juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Negara harus menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai hukum syara' sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. 

Jika mereka tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, maka akan dicarikan walinya. Jika walinya tidak ada dan tidak mampu, maka negara dalam sistem Islam akan menanggung pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Sehingga, angka kriminalitas akibat tekanan ekonomi bisa dikendalikan.

Tempat yang aman bagi manusia dari maraknya perbuatan kriminalitas hanya bisa didapat ketika seluruh kaum muslimin mau menerapkan syariat Islam secara kaffah. Ideologi sekularisme yang diterapkan kaum muslimin saat ini tidak akan mampu memberi rasa aman, bahkan kesejahteraan yang adil.

Oleh: Ummu Haura (Aktifis Dakwah)

Selasa, 21 Maret 2023

UIY Ungkap Faktor Penyebab Kejahatan Makin Sadis

Tinta Media - Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menilai banyak faktor yang menyebabkan kejahatan semakin sadis.

“Saya kira ada banyak faktor di dalamnya ya,” tuturnya dalam program Fokus to the Point: Kejahatan Makin Sadis, Apa Penyebabnya? di kanal UIY Official, Sabtu (18/3/2023).

Pertama, lumrahisasi kejahatan karena saking seringnya masyarakat menyaksikan, melihat, dan mendengar kejahatan itu sendiri. “Ini salah satu efek buruk dari gadget. Sekarang ini siapa pun bisa mengakses berbagai peristiwa yang ada di muka bumi ini di berbagai tempat dengan mudah. Dan ketika mereka menyaksikan dalam sebuah frekuensi yang sangat sering maka akan terbentuk pada dirinya itu satu pandangan bahwa hal seperti itu sebagai sesuatu yang biasa atau yang lumrah itu,” paparnya.

Kedua, hukuman yang ada saat ini tidak memberikan efek jera dan pencegahan terhadap kejahatan. “Misalnya orang membunuh paling kena 15 tahun misalnya, 15 tahun dipotong masa tahanan mungkin jatuhnya ini separuh bahkan kurang, setelah itu bebas gitu. Jadi tidak memberikan efek jera,” ungkapnya.

Ketiga, terkait dengan integritas personal. “Jadi situasi ekonomi yang menekan, pergaulan bebas, membuat akhirnya banyak orang itu yang terdorong untuk melakukan kejahatan,” sambungnya.

Terakhir, kecenderungan orang menjadikan kekerasan sebagai jalan penyelesaian persoalan. ”Mereka melihat hukum-hukum ini hari kan hukum yang tidak bisa diandalkan, ketika misalnya orang berselisih ya misalnya lapor kepada aparat jadi dibiarkan atau lapor ke aparat kalau mau diurus harus bayar dulu misalnya gitu. Itu kan membuat akhirnya alih-alih persoalan selesai, bisa menimbulkan masalah baru,” bebernya.

Solusi 

Cendekiawan Muslim ini juga memaparkan kunci menghentikan kejahatan yang makin sadis ini yaitu dengan pembinaan pendidikan generasi, baik di sekolah, rumah oleh orang tua, dan juga masyarakat.

"Menurut saya ini sudah harus menjadi warning yang sangat keras bukan lampu kuning bahkan lampu merah bagi semua kalangan untuk melihat ancaman ini pada generasi kita kalau tidak ingin masyarakat kita makin hari makin kacau ya," tandasnya. 

UIY menilai bahwa Islam mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk integritas personal yang kokoh, yaitu meletakkan pondasi cara berpikir dan berperilaku berdasarkan keimanan kepada Allah. Tauhid, ketundukan kepada Allah akan membuat seseorang mengerti mana yang boleh mana yang tidak, mana yang halal mana yang haram, dan itu adalah sumber kekuatan kepribadian untuk mendorong berbuat baik yang paling kuat.

"Ini harus diletakkan secara mendasar secara pokok terus-menerus kepada generasi muda bahkan kepada seluruh penduduk negeri ini, bahkan oleh negara mestinya," pungkasnya. [] Lussy Deshanti W.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab