Tinta Media: Korupsi
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Oktober 2024

Korupsi Menggurita, Islam Solusi Sempurna


Tinta Media - Kasus korupsi yang semakin menjamur menjadi musuh bersama. Sebab, dampaknya sangat merusak tata kelola pemerintahan, terutama menghambat pembangunan dan kerugian pada negara dan masyarakat. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengadakan program sosialisasi antikorupsi. Maka dari itu, Sekda kabupaten Bandung Cakra Amiyana mengadakan acara sosialisasi budaya kerja antikorupsi dengan diikuti oleh para ASN yang diselenggarakan di hotel Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu 25/9/2024. 

Program menjadi komitmen bersama demi meningkatkan kualitas para ASN. Program ini sekaligus juga menjadi upaya untuk mendukung misi ke-4 pemerintah daerah Kabupaten Bandung, yakni mengoptimalkan tata kelola pemerintahan melalui birokrasi yang profesional dan tata kehidupan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan.

Dalam acara tersebut, Cakra menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang ASN memiliki nilai-nilai integritas. Artinya, mereka harus bertindak secara konsisten. Antara tingkah laku dan perkataan harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sehingga menumbuhkan budaya sikap antikorupsi, karena sejatinya ASN adalah pengemban amanah yang harus menjadi garda terdepan dalam dalam menjalankan integritas tersebut.

Cakra menekankan tiga hal penting yang harus dijalankan oleh para ASN, di antaranya:

Komitmen terhadap integritas setiap aparatur pemerintah, pencegahan melalui sistem yang kuat dengan sistem pengawasan dan akuntabilitas di semua sektor, serta penanaman budaya kerja antikorupsi sejak dini dengan  sikap jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras. Inilah yang menjadi sembilan nilai antikorupsi. Cakra berharap, kegiatan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat bagi semuanya sehingga Kabupaten Bandung mampu mewujudkan program BEDAS (bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera).

Tidak ada yang keliru dengan upaya pemerintah dalam menekan budaya korupsi saat ini. Akan tetapi, tuntutan ASN 
sebagai garda terdepan dalam menumbuhkan budaya dan sikap antikorupsi dinilai tabu. Sebagaimana kita ketahui bahwa para pelaku korupsi didominasi oleh para pekerja pemerintahan dan terjadi di hampir semua lembaga atau instansi pemerintahan. 

Maka, upaya tersebut jelas kontradiktif dengan 
realitas yang ada. Walaupun tidak menafikan bahwa praktik korupsi juga terjadi di luar pemerintahan. 

Bukan sekali dua kali upaya yang sudah dilakukan untuk memberantas korupsi, tetapi budaya korupsi tidak akan pernah bisa dihilangkan jika sistem yang diterapkan tidak mampu memberikan kesejahteraan dan membentuk kesalihan individu, masyarakat, dan pemerintahan. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi semakin meningkat baik dari jumlah pelaku ataupun nilai materi yang fantastis yang diembat oleh para pejabat pemerintahan yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, serta juga kalangan swasta dan pejabat eselon. Bahkan, para kepala daerah banyak yang terlibat korupsi dari walikota/bupati ataupun kepala desa dan aparatnya. Tak mau ketinggalan, para aparat penegak hukum pun terjerat kasus korupsi. Yang lebih memprihatinkan, korupsi bahkan melibatkan pimpinan KPK dan para pegawai KPK. 

Fakta ini menunjukan bahwa tata kelola pemerintahan sangat begitu buruk. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi di antaranya: 

Pertama, faktor individu yang memiliki sifat lemah sehingga tidak tahan godaan uang suap. 

Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi. 

Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.

Semua faktor tersebut berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Dalam kehidupannya, masyarakat senantiasa berkiblat pada Barat seperti nilai-nilai kebebasan dan hedonisme. Korupsi merupakan salah satu  kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini.

Berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.  Oleh karena itu, setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan dituntaskan sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, solusi yang diberikan tidak hanya muncul ketika ada masalah, tetapi sistem Islam mampu mencegah manusia sedari dini dari perbuatan-perbuatan yang jelas dilarang oleh agama. Seperti hal nya korupsi, Islam akan memberikan solusi sistemis dan ideologis terkait pemberantasannya.

Adapun langkah untuk memberantas ataupun mencegah korupsi dilakukan dengan cara: 

Pertama, penerapan ideologi Islam yang meniscayakan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan yang bersandar pada Al-Qur'an dan as-Sunah. 

Kedua, ada syarat bagi mereka yang mencalonkan diri menjadi pemimpin ataupun pejabat pemerintahan, yakni takwa dan zuhud. Ketamwaan seorang pemimpin menjadi kontrol awal agar tidak berbuat maksiat ataupun melakukan perbuatan tercela. Ketaqwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah Swt.

Ketika takwa dibalut dengan rasa zuhud, yakni memandang rendah dunia dan qanaah dengan pemberian, maka para penguasa dan pejabat akan senantiasa menjadikan rida Allah sebagai tujuan hidupnya. 

Ketiga, pengurusan setiap permasalahan umat harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam. 

Keempat, penetapan sanksi tegas yang berefek jera dan mencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.

Maka dari itu, sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai ideologi dalam kehidupan ini. Cukup sudah kesengsaraan yang kita rasakan saat ini. Waktunya kita hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)


Sabtu, 21 September 2024

FDMPB Ungkap Cara Islam Membasmi Korupsi

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkap cara Islam membasmi korupsi.

"Diterapkan syariah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang semestinya berlaku di negeri ini, karena penerapan syariah Islam akan sangat efektif untuk membasmi korupsi, baik terkait pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif)," ungkapnya.
 
Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib yang amanah serta berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.

"Tentang sikap amanah, Allah SWT telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian padahal kalian tahu (TQS al-Anfal [8]: 27)," terangnya.

Ia mengutip hadist al-Bukhari, Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyat yang diurus.

Tujuannya, Ahmad ingin mengilustrasikan antara sekian banyak amanah, yang paling penting adalah amanah kekuasaan.

Lalu terkait profesionalitas dan integritas, Rasulullah antara lain pernah bersabda, "Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat." (HR Bukhari). 

Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.

"Rasulullah mengingatkan Sahabat Muadz bin Jabal ketika beliau hendak bertugas menjadi âmil (kepala daerah setingkat bupati) di Yaman," ujarnya .

Ahmad menerangkan TQS Ali Imran [3]: 161, sebagai dasar argumennya, "Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izinku karena hal itu adalah ghulûl (khianat). Siapa saja yang berkhianat, pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu."
 
Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya.

Ia menyampaikan sabda Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Ahmad, "Siapa saja yang bekerja untuk kami, tetapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Jika tak punya istri, hendaklah dia menikah. Jika tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan." 

Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Ia mengutip dari sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim, "Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulûl."
 
"Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, hukumnya haram, dan suap yang diterima hakim merupakan kekufuran, apa pun bentuknya merupakan harta ghulûl dan hukumnya haram," tuturnya.
 
Kelima, Islam memerintahkan untuk melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara.

Ia mencontohkah, bagaimana Khalifah Umar bin Khaththab ra. biasa menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.

"Jika Umar ra. mendapati kekayaan seorang wali atau 'âmil (kepala daerah) bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tak wajar tersebut," ungkapnya.

Lantas ia mengutip dari Ibnu 'Abd Rabbih, Al-'Iqd al-Farîd, I/46-47, apabila penjelasannya tidak memuaskan, kelebihannya disita atau dibagi dua. Separuhnya diserahkan ke Baitul Mal. Hal ini pernah beliau lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan juga Amr bin al-'Ash
 
Keenam, pengawasan oleh negara dan masyarakat. "Pemberantasan korupsi tentu akan menjadi lebih sempurna jika disertai dengan kontrol dari masyarakat, khususnya para ulama," terangnya.
 
Adapun secara kuratif maka membasmi korupsi dilakukan dengan cara penerapan sanksi hukum yang tegas dan tanpa tebang pilih.

"Dalam Islam hukuman untuk koruptor masuk kategori ta'zîr, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim/penguasa," imbuhnya.

Kemudian mengutip dari Abdurrahman al-Maliki, dalam kitab Nizhâm al-'Uqûbât, hlm. 78-89, bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan seperti teguran dari hakim; bisa berupa penjara, pengenaan denda atau pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhîr); bisa hukuman cambuk; hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati.

"Berat ringannya hukuman ta'zîr ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan," pungkasnya. [] Novita Ratnasari

Selasa, 16 April 2024

Tujuh Unsur Penting Pencegahan Korupsi

Tinta Media - Pakar Hukum Aulia Postiera mengatakan sekurang-kurangnya ada tujuh unsur penting untuk mencegah korupsi.

"Soal pencegahan korupsi sendiri itu sekurang-kurangnya ada tujuh unsur penting," ujarnya dalam tayangan Korupsi Timah 271 Triliun Masih Banyak Belum Terungkap di kanal Youtube Novel Baswedan, Senin (8/4/2024).

Pertama, pencegahan korupsi butuh kepemimpinan yang bersih dan berintegritas. Presiden maupun ketua-ketua lembaga negara di level tertinggi itu harus punya komitmen yang kuat termasuk DPR, DPRD I dan DPRD II.

Kedua, butuh transparansi dan akuntabilitas. Jadi ada keterbukaan informasi, ada pertanggungjawaban atas penggunaan kekuasaan dan sumber daya politik.

Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas itu kunci, karena ketertutupan itu adalah ciri-ciri dari adanya suatu tindak pidana korupsi atau ciri-ciri adanya suatu tindakan korup.

Ketiga, adanya pengawasan yang dan kontrol yang baik, dengan adanya pengawasan dan kontrol yang baik sistem yang sudah dibangun itu bisa terjaga dengan baik.

Keempat, bicara unsur pencegahan itu adalah penegakan hukum yang tegas. Pencegahan korupsi itu jangan dipisah dengan penegakan hukum.

Saat ini, ujarnya, paradigma yang dibangun dengan mendikotomi pencegahan dan penindakan itu salah kaprah.

"Sebenarnya ini paradigma seperti itu, paradigma akal-akalan. Mereka yang korupsi, sudah menjabat terus dia mencegah korupsi, itu tidak mungkin bisa jalan," ungkapnya.

Kelima, soal pendidikan dan kesadaran masyarakat,  sebenarnya bentuk pendidikan yang buruk kepada masyarakat terkait dengan namanya pencegahan korupsi ketika  tidak dapat memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat luas korupsi akan tetap terjadi.

Keenam, kebijakan anti korupsi. Bicara kebijakan ini soal implementasi pembuatan aturan dan implementasi dari peraturan itu sendiri.

Ketujuh, kolaborasi antara penegak hukum, lembaga pemerintah dengan masyarakat, dengan pihak dunia usaha itu yang memegang peranan kunci dalam pencegahan korupsi. [] Muhammad Nur

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi

Tinta Media - Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"KPK tetapkan satu pihak terkait lainnya sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (16/4).

"Kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang," tegas Ali.

Menurutnya, status hukum tersebut ditetapkan KPK setelah melakukan analisis terhadap keterangan para pihak yang diperiksa sebagai saksi termasuk juga tersangka dan alat bukti lainnya.

Ali menerangkan, Gus Muhdlor diduga menerima uang terkait dengan dana insentif yang diterima para pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

"Tim penyidik menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo," ujarnya.

Berdasarkan temuan awal KPK, potongan dana insentif pajak yang diduga melibatkan tersangka Kasubag Umum BPPD Sidoarjo Siska Wati diperuntukkan untuk kepentingan bupati dan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.

"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggungjawabkan di depan hukum karena diduga menikmati aliran sejumlah uang," pungkasnya.[] Al Akrom Billah

Selasa, 02 April 2024

Kasus Korupsi di Vietnam, IJM: Pelajaran bagi Indonesia

Tinta Media - Menanggapi mundurnya Presiden Vietnam  Nguyen Xuan Phuc yang baru satu tahun menjabat, di tengah tindakan pemberantasan korupsi di negara itu, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana mengatakan, seharusnya ini menjadi pelajaran bagi Indonesia. 

"Seharusnya hal ini mampu menjadi pelajaran dini bagi Indonesia,” ujarnya dalam video: Pesan Moral? Menterinya Korupsi Presidennya Mengundurkan Diri, di kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (26/3/2024).

Ia beralasan, pemberantasan korupsi yang dilakukan besar-besar di Vietnam telah memaksa banyak pejabat diberhentikan. Ia lalu membandingkannya dengan di Indonesia. 

“Bila berkaca dari hasil indeks persepsi korupsi, masyarakat telah menunjukkan sikap pesimisme terhadap cara pemerintah mengatasi korupsi di Indonesia. Di negeri ini tengah muncul ketidakpuasan sebagian publik atas kinerja pemerintah dalam menanggulangi korupsi,” bebernya.  

Ia mencontohkan, kasus mantan pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, yang mungkin tidak akan terungkap tanpa adanya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya Mario Dandi.

“Keterlibatan netizen yang saat ini berubah menjadi aktivis digitallah yang dinilai berhasil mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan,” imbuhnya. 

Menurutnya, penyelesaian kasus korupsi yang dilakukan hanya saat viral membuat masyarakat agaknya mulai bosan dengan berbagai wacana anti korupsi yang sering diucapkan politisi atau lembaga pemerintah.

“Daniel Smilov dalam artikelnya yang  berjudul anticoruption agents expresif crash dan strategic menyebut wacana antikorupsi sering dimanfaatkan oleh pemerintah atau politisi untuk kepentingan politik mereka. Benarkah begitu? Anda yang bisa menjawabnya," tanyanya retorik memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

Minggu, 17 Maret 2024

Korupsi Taspen, Potret Hidup Kian Memprihatinkan



Tinta Media - Korupsi tidak lagi menjadi kasus yang baru terjadi di negeri ini. Berulang kali kasus korupsi terjadi, tanpa ada solusi pasti dan memberikan efek jera pada para pelaku. 

Cerminan Sistem Rusak 

Belum lama, terungkap lagi kasus korupsi. Kali ini terjadi di lembaga Taspen, yang merupakan lembaga tabungan dan asuransi pegawai negeri yang menjamin keuangan pegawai saat telah merampungkan masa kerjanya. Biasanya taspen disebut juga tabungan hari tua yang selalu ditarik dari gaji selama pegawai tersebut mengabdi menjadi aparatur sipil negara. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sedang menyidik dugaan kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Berdasarkan keterangan KPK, kasus tersebut telah dinyatakan memasuki tahap penyidikan. Artinya, telah ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Berbagai alat bukti masih dalam proses pengumpulan. Juru bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, kerugian negara atas korupsi tersebut mencapai ratusan milyar rupiah (cnbcindonesia.com, 8/3/2024). Terkait dugaan kasus tersebut, Kementerian BUMN telah menetapkan satu nama, yakni Antonius NS Kosasih. Buntutnya, BUMN pun menonaktifkan Antonius NS Kosasih dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT. Taspen.  

Menurut LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), harta ANS Kosasih bertambah Rp 7,68 miliar selama masa kepemimpinannya di Taspen. Harta kekayaannya meningkat signifikan, berupa tanah, bangunan, alat transportasi, dan kas serta setara kas (cnbcindonesia.com, 14/3/2024). Berbagai jabatan fantastis pernah didudukinya. Di antaranya, CFO PT Inhutani, dan Presiden Direktur yang juga merangkap sebagai Direktur SDM dan Umum PT Transportasi Jakarta periode 2014-2016. 

Buruknya integritas sumber daya manusia saat ini menjadi salah satu pemicu tingginya kasus korupsi. Inilah hasil dari sistem pendidikan sekularisme yang kini diterapkan. Konsep sekularisme kapitalistik menjadi asas utama pendidikan. Wajar saja, sistem tersebut akhirnya melahirkan watak sumber daya rakus yang tidak mempunyai batasan yang jelas. Konsep pemisahan agama dari kehidupan yang mengakibatkan kekeliruan pola pikir sehingga menciptakan pola sikap yang absurd. Agama tidak pernah menjadi konsep mendasar dalam sistem sekularisme. Kekayaan materi menjadi salah satu tolok ukur standar kebahagiaan. Wajar saja, tindakan korupsi menjadi subur dalam sistem rusak tersebut. 

Sistem ini pun diperparah dengan diterapkannya sistem politik demokrasi yang memberikan kesempatan besar terhadap berbagai kecurangan. Kekuasaan diraih dengan modal besar. Sehingga jabatan politik menjadi kesempatan emas untuk memperkaya diri untuk mengembalikan modal. 

Di sisi lain, kebijakan negara tidak mampu memberikan hukuman yang pasti bagi para koruptor. Sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hukum dalam sistem politik demokrasi saat ini sangat lemah dan rentan kasus jual beli perkara. Lagi-lagi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai refleksi buruknya sistem destruktif. 

Sistem Islam, Menjaga Kualitas Sumber Daya Manusia 

Sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu mengeliminasi tindakan korupsi secara sistematis dan nyata. 

Korupsi merupakan tindakan pengkhianatan yang hukumnya haram secara syariat Islam. Korupsi adalah bentuk sikap khianat atas amanah yang diberikan. Demikian ditulis dalam kitab Nidzamul Uqubat yang ditulis Abdurrahman Al Maliki. 

Islam memiliki mekanisme yang mampu menuntaskan masalah korupsi hingga ke akarnya. 

Pertama, sistem politik Islam diterapkan sebagai sandaran pengaturan negara. Hal tersebut mampu menjaga setiap individu berpegang teguh pada nilai kejujuran atas landasan iman kepada Allah SWT. Politik dalam Islam adalah pengurusan seluruh urusan umat. Dan hal tersebut akan dipertanggungjawabkan di hari hisab kelak. 

Rasulullah SAW bersabda, 

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim) 

Kedua, korupsi mampu dinolkan dalam sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Dengan demikian, setiap individu mampu terikat aturan syara' dengan sempurna sebagai bentuk ketundukan pada aturan Allah SWT. Sumber daya manusia yang terlahir adalah individu penuh iman dan takwa, senantiasa waspada terhadap segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran hukum syara'. Sehingga mampu terbentuk pola pikir dan pola sikap yang senantiasa menyandarkan tingkah laku dan prosesnya pada syariat Islam. 

Ketiga, sistem sanksi yang melahirkan efek jera. Negara mampu menetapkan kebijakan dan  peraturan berdasarkan hukum syariat Islam yang adil dan menghindarkan setiap individu dari kezaliman. Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan menzalimi rakyat. Hukumannya bervariasi tergantung kerugian yang diakibatkannya. Mulai dari hukuman penjara, pengasingan hingga hukuman mati. Dan semuanya ditetapkan oleh negara. 

Dengan demikian masalah korupsi mampu dituntaskan dengan solusi yang mendasar. 

Semua konsep tersebut hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam berinstitusikan khilafah.  Kepemimpinan yang amanah akan melahirkan pengurusan kepentingan umat yang jauh dari khianat.
 
Wallahu alam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 

Minggu, 11 Februari 2024

Korupsi, Angin Segar dalam Lingkaran Kapitalisme



Tinta Media - Keluarnya Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung No.800/0604/Disdik, tanggal 30 Januari 2024 tentang Naskah Kop Surat dan Cap Unit Kerja, dinilai merupakan siasat hanya untuk meraup keuntungan. 

Hidayat Bastaman (Ketua LSM FPKB) mempertanyakan mengapa pembuatan Kop Surat dan Cap Unit Satuan Kerja harus ganti-ganti. Ia juga mempertanyakan apakah ada perubahan kabupaten atau lainnya, sehingga mengubah teritorial wilayah. 

Menurut Bastman, jika dilihat secara sistematis dan matematis, jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Bandung, untuk SD saja kurang lebih 1700 sekolah, belum SMP, PAUD, TK, KOBER, PKBM. Ini merupakan lingkaran gurita bisnis yang fantastis. (bandungraya.net, Jumat 02/02/24)

Inilah kebebasan dalam sistem kapitalisme. Setiap orang bisa membuat dan mengeluarkan aturan apa pun sesuai dengan kepentingannya demi meraih keuntungan. Setiap celah atau kesempatan, selalu dijadikan lahan basah untuk meraup cuan, tak terkecuali di lingkungan dinas pendidikan yang notabene merupakan lingkungan pencetak generasi-generasi masa depan. Sungguh miris, aturan bisa dibuat sesuka hati sesuai dengan kepentingan pribadi.

Berbeda dengan Sistem Islam, yaitu sistem yang memiliki aturan sempurna dan menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan, aturan yang berasal dari Sang Pencipta alam, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Aturan tertinggi ini tidak bisa seenaknya diubah-ubah sesuai dengan kepentingan semata. Oleh karena itu, korupsi di dalam sistem Islam pasti tidak akan tumbuh subur. Hal ini karena selain diterapkan sistem sanksi yang tegas, Islam pun mendidik para generasi sesuai dengan akidah Islam, sehingga para individu bisa memahami dan meyakini bahwa setiap perbuatan yang dilakukan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan kelak di hari penghisaban.

Hanya dengan sistem Islam, kesejahteraan dan keadilan dapat terwujud karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Wallahu a'lam bishawab.



Oleh: Agustriany Suangga
Sahabat Tinta Media

Kamis, 28 Desember 2023

Koruptor Penjahat Berdasi Produk Perguruan Tinggi

Tinta Media - Di hadapan ribuan wisudawan Universitas Negeri Padang, Ahad (17/12/2023) Mahfud MD menyatakan bahwa 84 persen koruptor yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lulusan perguruan tinggi. 

Berdasarkan data KPK sekitar 1300 koruptor telah ditangkap dan dipenjara dan mayoritas dari mereka memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi. 

Mahfud juga mengatakan seorang yang menyandang gelar sarjana belum tentu memiliki intelektualitas, menurutnya ijazah seorang sarjana hanya sebagai tanda keahlian di bidang ilmu tertentu. 

Sungguh Miris mayoritas koruptor lulusan perguruan tinggi. Tingginya kasus korupsi menggambarkan gagalnya sistem pendidikan yang di terapkan di negara ini. Perguruan tinggi gagal mencetak  generasi dengan kepribadian mulia, yaitu kepribadian Islam. 

Sebenarnya ini mencerminkan rendahnya kualitas pendidikan di perguruan tinggi saat ini, karena tegak di atas asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karena itu kurikulum pun di desain untuk generasi yang hanya mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah saja. 

Di mana keberhasilan pendidikan di ukur dari lulusan perguruan tinggi yang masuk ke dunia kerja dan hanya memperhatikan pembentukan SDM sedangkan pembentukan karakter amanah, religius, dan bertanggung jawab tidak menjadi perhatian dalam sistem pendidikan saat ini. 

Kekuasaan  hanya bisa di miliki oleh orang-orang bermodal besar saja, modal ini di gunakan untuk membeli kursi.
Sebagai pejabat terpilih bukan karena profesionalitas dan integritas namun karena besarnya modal ia keluarkan. 

Korupsi menjadi penyakit kronis dalam pemerintah saat ini. Sungguh penerapan sistem kapitalisme merupakan akar dari persoalan koruptor. 

Berbeda dengan penerapan aturan  islam di bawah institusi Islam. Menjadikan akidah  Islam sebagai asas kurikulum pendidikan juga dalam bidang kehidupan yang lain   yang di amalkan dalam kehidupan sehari hari dan membangun kesadaran  akan adanya pengawasan dari Allah Swt. 

Ini semuanya dilandaskan pada akidah Islam, mencetak generasi berkepribadian Islam, faqih fiddin, menguasai  ilmu sains dan teknologi. Kreatif dan inovatif. 

Ilmu agama menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan Islam, pemahaman terhadap akidah Islam membentuk generasi yang memiliki ruh  atau  kesadaran hubungan dirinya dengan Allah pencipta dan pengatur, mereka senantiasa  menyandarkan amal nya pada syariat Islam. Pendidikan Islam tidak berorientasi pada materi tapi mengontribusikan ilmunya untuk kemaslahatan umat dan memberikan kebaikan bagi dunia sebagai perwujudan rahmatan lil alamin. 

Islam menjamin kesejahteraan setiap individu yang akan menutup celah terjadinya korupsi, dan akan senantiasa berupaya optimal agar sesuai dengan syariat. 

Islam  memiliki sistem sanksi yang tegas yang mampu mencegah korupsi, memberi efek jawabir dan jawazir. 

Demikianlah mekanisme Islam yang luar biasa dalam mencetak generasi unggul dan berkepribadian Islam Sekaligus mencegah terjadinya kasus korupsi secara tuntas.
Wallahu alam bishawab.

Oleh : Ummu Nifa
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 22 Desember 2023

MMC: Korupsi Bisa Diberantas Tuntas Jika Sistem Pemerintahan Dibangun di Atas Akidah Islam

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa kasus korupsi akan diberantas tuntas hanya jika sistem pemerintahan berlandaskan akidah Islam.

"Kasus korupsi hanya akan diberantas tuntas jika sistem pemerintahan dibangun berdasarkan keyakinan manusia kepada akidah Islam," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Berantas Korupsi, Ilusi dalam Sistem Demokrasi? Kamis (14/12/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Ia melanjutkan, keyakinan tersebut menuntut manusia beramal sesuai syariat Islam sebagai bentuk ketundukan dan kesadaran manusia sebagai hamba Allah Swt.

“Dengan begitu, manusia akan menyadari bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan digunakan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Sementara kehidupan abadi ada di akhirat. Sebuah tempat bagi manusia mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Konsep kehidupan ini, ketika tertancap kuat dalam benak individu masyarakat dan negara, akan membuat sebuah negara menjadi negara yang penuh keberkahan," urainya.

Konsep kehidupan tersebut, lanjutnya, akan membentuk kesadaran semua pihak untuk menghindari perbuatan kemaksiatan termasuk korupsi.

Mekanisme Praktis

Menurutnya, agar potensi korupsi tidak muncul Islam memiliki beberapa mekanisme praktis yakni pertama, pemilihan pejabat dan pegawai negara yang amanah, profesional, mampu dan ber _syahsiyah_ Islamiah atau pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan syariah Islam. "Kualifikasi ini akan melahirkan pemegang amanah yang berkualitas dari sisi personal," ujarnya.

Kedua, sebutnya, adanya pembinaan, pengarahan, nasihat dan kontrol dari atasan kepada bawahannya.

"Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada pegawainya. Hal ini akan meminimalisir tindak kecurangan karena apa yang menjadi hak dan kebutuhan pegawai sudah terpenuhi," tukasnya.

Ketika semua upaya tersebut sudah dilakukan namun tetap terjadi tindak korupsi, terangnya, maka kejahatan ini akan diselesaikan dengan menerapkan sistem sanksi Islam atau uqubat.

“Dalam Islam, korupsi termasuk tindakan khianat sebab para koruptor tersebut menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepadanya. Maka koruptor akan menerima sanksi ta'zir yang besar kecil hukumannya ditentukan oleh qadhi atau hakim berdasarkan tingkat kemaksiatan yang mereka lakukan," jelasnya.

Sementara, ia menjelaskan, harta para koruptor dihukumi sebagai harta _ghulul_ yang akan diambil negara dan dimasukkan ke pos kepemilikan negara baitul mal.

“Islam menutup celah korupsi dengan menyejahterakan rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Dengan demikian para laki-laki pencari nafkah dimudahkan dalam mendapatkan pekerjaan,” tukasnya.

Selain itu, imbuhnya, jaminan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, yang dapat dijangkau serta jaminan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan kesehatan dan keamanan disediakan gratis oleh negara.

"Seperti inilah solusi tuntas korupsi dalam Islam yang hanya bisa diterapkan oleh negara Khilafah," pungkasnya.[] Ajira.

Sabtu, 02 Desember 2023

Mimpi Membasmi Korupsi di Sistem Demokrasi



Tinta Media - Korupsi merajalela, tapi pemberantasannya tidak kemana-kemana. Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk mengkritisi merebaknya kasus korupsi di Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui, Indonesia telah memiliki badan khusus anti korupsi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, kendati penangkapan terus terjadi, kasus korupsi seolah tak pernah ada habisnya bahkan terus meningkat secara signifikan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KPK RI Firli Bahuri di sela-sela pelaksanaan kegiatan roadshow Bus KPK dan road to Hakordia 2023 di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), di Banda Aceh. Dalam kurun 20 tahun terakhir, tepatnya 2003-2023, lembaga antirasuah tersebut telah menangkap sebanyak 1.600 orang. Dan bahkan dalam tiga tahun terakhir, KPK RI sudah menangkap dan menahan tersangka korupsi lebih kurang sebanyak 513 orang.
(antaranews.com 9/ 11/2023) 

Yang pertama harus kita pahami adalah korupsi tidak terjadi dengan sendiri, namun ada banyak faktor pendukung terjadinya korupsi, baik itu kurangnya kesadaran publik bahwa korupsi adalah kejahatan sekaligus dosa besar yang memberi dampak kerugian, bukan hanya pada individu tapi juga pada umum. Serta lemahnya regulasi dan penegakan hukum, ketika hukum yang ada saat ini sangat tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan para koruptor. Misalnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pidana mati hanya dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu, seperti tindak pidana korupsi yang dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, misalnya bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial. Namun, dalam praktiknya, jarang sekali ada kasus korupsi yang memenuhi kriteria tersebut terjadi, sehingga hukuman mati jarang diberlakukan.

Sementara itu, hukuman penjara dan denda yang diberikan juga sama sekali tidak memberikan efek jera, karena ketika terpidana koruptor 'memiliki dana', mereka bebas menikmati fasilitas dan kemewahan di dalam penjara, serta masih memiliki aset dan kekayaan yang tidak disita oleh negara. Itu sebabnya, korupsi seolah menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.

Selanjutnya adalah adanya politisasi, baik oleh pelaku politik maupun oleh badan hukum itu sendiri. Intervensi politik dan kepentingan dari berbagai pihak kerap menghambat proses penegakan hukum; misalnya dengan adanya praktik suap, gratifikasi, kolusi, dan nepotisme di antara aparat penegak hukum dan para koruptor. Sehingga kebenaran tidak dapat diungkap secara transparan dan jujur. Semua adalah akibat hukum saat ini adalah hukum buatan manusia. Terdapat banyak celah hukum dan inkonsistensi dalam penerapan peraturan perundang-undangannya.

Dengan demikian, terjadinya korupsi tidak berdiri sendiri, dan menjamurnya praktik korupsi saat ini membuat perlu adanya penanganan serius dari pemerintah. Karena korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang memerlukan penanganan luar biasa. Oleh karenanya, dalam pandangan Islam, korupsi adalah tindak kejahatan yang muncul dari sistem, contohnya sistem yang menjadi landasan bagi Indonesia saat ini yaitu sistem kapitalisme dan politik demokrasi.

Sistem ekonomi kapitalisme lebih mengutamakan keuntungan materi dan persaingan tidak sehat. Telah memberi tekanan dari dalam dan luar bagi tiap individu yang berada dalam putaran sistem tersebut, termasuk para pejabat negara yang ingin hidup mewah dan terlihat wah. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan korupsi dengan memanfaatkan kesempatan.

Politik demokrasi yang berbiaya mahal juga menyebabkan terjadinya praktik politik uang, pembiayaan partai atau calon peserta pemilu oleh oligarki sehingga korupsi menjadi tak bisa dihindari. Akhirnya, korupsi juga telah menyandera pemerintahan, dengan memberikan konsekuensi menguatnya plutokrasi atau sistem politik yang dikuasai oleh pemilik modal, sehingga menghancurkan kedaulatan negara itu sendiri.

Dan akibat demokrasi yang difokuskan pada suara terbanyak, maka praktik suap menyuap pun dilakukan oleh calon-calon pemimpin dalam memenuhi kepentingan pribadi atau partainya saja, sehingga yang diandalkan bukan lagi perihal kemampuan dan kepemimpinan mereka, tapi seberapa banyak mahar yang dimiliki.

Selain itu, paradigma sekularisme yang telah menjauhkan peran agama membuat banyak manusia tidak lagi memiliki rasa takut pada Tuhan. Apalagi, membuat para koruptor merasa tidak bersalah. Oleh karenanya, seruan moral dan agama tidak lagi diindahkan oleh para koruptor. Sebaliknya, perilaku korupsi terus meluas di tengah kuatnya gaung klaim berketuhanan yang menjadi dasar bangsa ini.

Hal ini tentu saja berbeda jauh dengan Islam. Islam mengharamkan korupsi, sekaligus memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi hingga membuatnya jera. Melalui pendidikan aqidah yang benar, serta ajaran agama yang mengajarkan moral dan etika yang tinggi, akan bisa membantu mengurangi sifat korup. Terlebih, orientasi sistem Islam adalah keridhoan Allah SWT, maka tolak ukur perbuatannya adalah halal-haram yang ditetapkan oleh syariat.

Dan jika prinsip-prinsip tersebut dipegang teguh oleh para pemimpin dan pengambil keputusan, dapat mendorong mereka untuk bertindak jujur dan adil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Namun, meskipun begitu, pemahaman agama saja tidak cukup untuk mengurangi korupsi karena masih perlu adanya sistem kontrol dan pengawasan yang efektif untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Serta adanya hukuman yang menghukum tindakan korupsi dengan hukuman yang tegas, contohnya dalam Islam, korupsi sama dengan mencuri dan tindak pencurian yang hadnya telah diatur oleh nash yaitu potong tangan. Dan dengan memperlihatkan tindakan tegas demikian, akan mempengaruhi mentalitas dan memunculkan rasa takut akan akibat dari tindakan korupsi.

Dan melalui negara yang segala aspek kehidupannya berlandaskan aqidah Islam, maka akan lahirlah individu-individu berkepribadian islami, sehingga mampu memperkuat dan memperbaiki lembaga pengawasan dan kepolisian menjadi lebih profesional dan akuntabel untuk mengatasi kasus korupsi. Dan ketika dalam masyarakat pun mereka aktif melakukan kontrol dan pengawasan yang efektif melalui amar makruf nahi munkar. Dengan demikian, maka niscaya negara akan mampu menghentikan tindakan korupsi, bukan sekedar mimpi.

Wallahu'alam bissawab.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Sabtu, 25 November 2023

Islam Solusi atas Kasus Korupsi



Tinta Media - Budaya korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara kian menjamur, dan berbagai upaya untuk menekan dan membasmi budaya korupsi terus di lakukan, dari mulai komisi pemberantasan korupsi (KPK) dari sejak berdirinya hingga hari ini belum mampu untuk mengatasi masalah korupsi. 

Mimpi menggenjot budaya antikorupsi di masyarakat dan birokrasi pemerintah terbukti masih perlu upaya ekstra. Berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023, mengalami penurunan dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, menjadi sebesar 3,92. Tahun lalu, nilai IPAK yang dirilis BPS mencatat angka 3,93. 

IPAK merupakan indeks yang mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat dengan skala 0-5 pada level nasional. Semakin tinggi nilai IPAK atau mendekati 5, maka semakin tinggi budaya antikorupsi. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK, maka semakin menunjukkan budaya permisif korupsi di masyarakat. (www.tirto.id. 08/11/2023)

Berdasarkan pernyataan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga antirasuah itu sudah menangkap sebanyak 1.600 koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yakni sejak 2003-2023. (antaranews.com. 9/11/2023)

Banyaknya koruptor yang ditangkap menggambarkan betapa sedang tidak baik-baik saja kondisi negara ini. Bahkan dengan adanya pembentukan lembaga anti korupsi pun tidak mampu mencegahnya.

Hal ini dapat terlihat dari IPAK 2023 menunjukkan bahwa semakin tahun terjadi penurunan, maka menunjukkan secara keseluruhan perilaku anti korupsi mengalami penurunan, artinya upaya mewujudkan Indonesia yang semakin bersih dari korupsi belum menunjukkan hasil. Budaya anti korupsi di Indonesia semakin hari bukan semakin baik, tetapi justru mengalami perburukkan.

Tidak dapat terelakkan budaya korupsi akan tetap langgeng karena mendapat dukungan dari sistem pemerintahan saat ini. Bagaimana tidak, dalam sistem kapitalis ini yang menjadi acuan adalah materi atau harta. Kesuksesan dan kebahagiaan seseorang dapat dilihat dari berapa banyak harta yang telah dikumpulkan. Maka semakin banyak hartanya maka kedudukannya semakin mulia dihadapan manusia. Tanpa harus mempertanyaan harta yang didapat apakah perolehannya sesuai dengan nilai-nilai agama dan aturan negara.

Di sisi lain praktek korupsi ini berkaitan erat dengan kekuasaan. Yang mana jika ingin menduduki kursi kekuasaan, maka dapat dilalui dengan "jalur uang". Pada saat membawa gerbong partai politik harus ada timbal balik yang diberikan, baik berupa uang, janji-janji bahkan sampai pada kepentingan tertentu yang bersifat mutualisme yaitu pihak pemegang kebijakan dan pemilik modal.

Begitu pun menjadi hal yang lumrah jika uang dijadikan untuk menaikkan posisi jabatan dalam kekuasaan. Jadi sangat wajar korupsi tumbuh subur dalam sistem demokrasi. Adanya peluang penyelewengan kekuasaan membuka ruang untuk kasus suap, terutama kaitannya dengan membuat kebijakan, pengurusan, pembahasan dan pengesahan kebijakan.

Sudah menjadi rahasia umum, jika nanti berhasil menduduki jabatan yang diinginkan, maka para pejabat harus memutar otak agar uang yang telah dikeluarkan untuk modal meraih kekuasaa  dapat kembali selama menjabat, minimal lima tahun, dan yang menjadi solusi praktis  adalah melakukan korupsi untuk mengeruk pendapatan yang fantastis. 

Sifat manusia dalam sistem ini menjadi aspek pendukung menjadikan praktek korupsi tambah subur. Adanya sifat keserakahan, rusaknya integritas pejabat dan penguasa, adanya toleransi atas keburukan dan yang sangat fatal adalah lemahnya iman yang dimiliki oleh manusia saat ini karena senantiasa dijejali terus menerus faham sekuler, sehingga makin memudahkan untuk melakukan korupsi.

Menjadi sebuah ilusi untuk memberantas korupsi jika akar permasalahannya tidak diberantas, serta aspek-aspek yang mendukungnya tidak segara diperbaiki. 

Secara tegas, Islam memandang bahwa korupsi adalah suatu tindakan yang diharamkan. Maka solusi untuk mencegah tindakan korupsi adalah menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap jiwa-jiwa manusia sejak dini.

Adanya ketakwaan yang kuat sejak dini, menjadikan adanya ketakutan kepada Allah SWT, dan merasa selalu diawasi sehingga pada saat akan berbuat maksiat akan mengurungkannya.

Individu-individu yang sudah mempunyai ketakwaan yang kuat maka melihat kepemimpinan dan kekuasaan itu adalah amanah. Tanggung jawab itu tidak hanya dihadapan manusia di dunia tetapi juga di hadapan Allah di akhirat kelak. Maka akan menjadi pejabat yang benar-benar amanah. Bukan dunia tujuannya tetapi ridha Allah dan pahala menjadi standarnya. Amanah yang diembannya bukan untuk kepentingan materi atau untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Dalam Islam, para pejabat akan bekerja dengan hati yang ikhlas, akan mengurusi rakyat dengan sepenuh hati, tidak akan tunduk kepada pemilik modal. 

Upaya dalam Islam untuk mencegah hingga mengatasi munculnya korupsi, yaitu dengan memberikan sistem penggajian yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, perhitungan kekayaan, adanya pengawasan masyarakat  dan adanya pemberian sanksi tegas jika ada yang melanggar.

Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna, akan memberikan setiap solusi dalam semua permasalahan, termasuk solusi untuk memberantas kasus korupsi. Diperlukan komitmen dan keseriusan dari semua pihak agar aturan-aturan Islam dapat ditegakkan. Maka membabat korupsi dengan Islam tidak akan menjadi ilusi.

Wallahu a'lam bishowab.


Oleh : Ummu Ameera
Sahabat Tinta Media

Jumat, 24 November 2023

UIY: Hukum Makin Jauh dari Aspek Takwa



Tinta Media - Menyoroti banyaknya ahli hukum yang terlibat korupsi, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menduga karena  pengajaran hukum makin jauh dari aspek  takwa.
 
“Pendidikan kadang hanya berhenti sampai pada aspek kognisi, sampai aspek pengetahuan saja. Hukum dipelajari hanya sebagai pengetahuan, bukan sebagai dasar dari sikap atau afeksi. Apalagi pengajaran hukum itu makin hari makin jauh dari apa yang disebut dengan takwa,” ungkapnya, di Focus To The Point: Pejabat Hukum, Guru Besar Hukum, Terjerat Korupsi, Ada Apa? Melalui kanal Youtube UIY Official, Senin (20/11/2023).
 
UIY melanjutkan, jika orang tidak lagi taat kepada hukum yang didasarkan kepada takwa, lalu dia dasarkan kepada apa?
 
“Kalau tidak lagi takut kepada Allah lalu mesti takut pada apa? Apalagi sebagai penguasa hari ini itu kan bisa mengatur semua-muanya,” prihatinnya.
 
UIY lalu menegaskan, ini sekaligus juga menunjukkan betapa pengetahuan itu satu hal, tindakan itu hal yang lain.
 
 “Pengetahuan itu penting, tetapi tindakan itu lebih dari sekedar pengetahuan, karena tindakan itu di sana ada unsur-unsur yang lebih dalam lagi yang kadang-kadang kita sering menyebut sebagai the secret life (sesuatu yang ada dalam diri),” ujarnya.

Sesuatu yang ada dalam diri ini, terangnya, yang absen dari kehidupan saat ini.

“Karena itulah maka orang-orang yang dari segi jabatannya sangat tinggi, dari pengetahuannya juga mentok, itu masih juga melakukan tindakan-tindakan yang dilakukan seperti oleh orang-orang yang enggak ngerti hukum sama sekali,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab