Tinta Media: Korupsi 271 T
Tampilkan postingan dengan label Korupsi 271 T. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi 271 T. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2024

Akar Masalah Banyaknya Korupsi di Negeri Ini adalah Demokrasi


Tinta Media - Akar masalah banyaknya kasus korupsi dan juga terus terulang-ulang kasus korupsi di negeri ini adalah karena sistem demokrasi. "Menurut saya, ini menyangkut tentang sistem politik yang diterapkan di Indonesia yakni sistem politik demokrasi yang memang berbiaya tinggi," ujar Luthfi Afandi, S.H., M.H. dari Indonesia Justice Monitor dalam acara Kabar Petang dengan tema Skandal 271 T Bakal Senasib dengan 349 T? di kanal Youtube Khilafah News, Kamis (4/4/2024).

Menurut Luthfi, alasannya adalah perusahaan  pertambangan itu membutuhkan area yang luas dan sangat riskan atau rentan pencemaran dan kerusakan lingkungan, sementara para politisi membutuhkan semacam biaya politik untuk kampanye.

"Maka mereka (pengusaha pertambangan) perlu adanya backingan dari pejabat, jadi mereka (pengusaha dan pejabat) ini semacam simbiosis mutualisme," bebernya.

Jadi alasan kasus korupsi terus bergulir, bebernya, karena tidak bisa dilepaskan dari sistem politik demokrasi yang memang membutuhkan biaya politik atau ongkos politik sangat besar dan tinggi.

"Jadi mereka (pengusaha dan pejabat) saling membutuhkan lah satu sama lain, dan tambang ini cuannya luar biasa, bisa unlimited," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Korupsi Timah 271 T Menyebabkan Kerugian Ekonomi dan Lingkungan

Tinta Media - Kasus korupsi timah 271 triliun yang melibatkan suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moies, menyebabkan kerugian di bidang ekonomi dan lingkungan. "Ini jelas ya, terkait dengan kerugian lingkungan dan kerugian ekonomi itu sudah disebutkan, di kejaksaan agung itu sudah merilis," ujar Luthfi Afandi, S.H., M.H. dari Indonesia Justice Monitor dalam acara Kabar Petang dengan tema Skandal 271 T Bakal Senasib dengan 349 T? di kanal Youtube Khilafah News  Kamis (4/4/2024).

Menurut Luthfi, alasannya adalah pertambangan tersebut meliputi area hutan dan  non hutan. Ketika diteliti oleh pakar lingkungan dari Institute Pertanian Bogor (IPB) ada kerugian di berbagai lini.

"Ada kerugian lingkungan ekologis itu sekitar 157 triliun, ada kerugian ekonomi lingkungan di setiap 60 triliun per hektar, ada pemulihan mencakup setiap 80 triliun per hektare, lalu juga kerugian non kawasan yaitu biaya kerugian ekonomi saja menapai 115 triliun dan pemulihan lingkungan sekitar 60 triliun," bebernya.

Ketika kerugian yang begitu besar lanjutnya, mereka (koruptor timah) masih menerima dan menikmati hasil korupsinya.

"Menerima uang itu jelas bahkan kalau kita lihat diantara modus yang dipakai mereka bahwa perusahaan-perusahaan tambang itu seolah-olah menyetorkan semacam Corporate Social Responsibility (CSR) tapi itu kemudian hanya kedok saja," ujarnya.

Dan faktanya, Luthfi mengungkapkan, uang CSR itu tidak pernah disalurkan tetapi di makan sendiri masuk ke kantong mereka (koruptor timah).

"Faktanya bisa seperti itu, jadi ada uang langsung yang kemudian mereka terima, dan kalau kita lihat ini kan beberapa penggeledahan disalah satu tersangka itu uang cash saja itu hampir sekitar puluhan miliar itu yang ada di rumah," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Skandal Korupsi 271 T Tak Mungkin Dilakukan Sendiri


Tinta Media - Skandal kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai 271 triliun tidak mungkin dilakukan secara sendiri.

"Ini (kasus korupsi timah 271 triliun) tidak mungkin dilakukan secara sendiri. Itu sangat tidak mungkin," ujar Luthfi Afandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor dalam acara Kabar Petang dengan tema Skandal 271 T Bakal Senasib dengan 349 T? di kanal Youtube Khilafah News Kamis (4/4/2024).

Menurut Luthfi, alasannya adalah pertambangan itu menyangkut tentang banyak hal, seperti luas lahan yang mungkin menyentuh ratus juta hektare. "Itu artinya tidak mungkin tidak diketahui adanya lahan pertambangan itu, sulit untuk tidak diketahui oleh sekian banyak pihak tentunya," bebernya.

Dan juga tentang masalah perizinan, lanjutnya, yang pasti melibatkan banyak pihak dan pastinya perizinannya bertahap dan prosedural, belum tentang pengawasan. "Jadi kalau dilihat dari kasus-kasus ini, apalagi ini menyangkut tentang korupsi pertambangan, ini sulit untuk diterima atau dilakukan sendiri," lanjutnya.

Luthfi menduga, kasus korupsi timah ini dilakukan secara masif, massal, dan melibatkan banyak orang. "Faktanya saat ini pun sudah ada sekitar 16 orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu dari 172 saksi yang diperiksa," bebernya.

Dan ungkapnya, dari 16 orang itu setidaknya ada pihak yang terlibat diantaranya ada orang yang diselidiki dari PT Timah yang menjadi bagian dari Badan usaha Milik Negara (BUMN). "Jadi mewakili dari pemerintah dan juga sisanya itu banyak juga pihak-pihak swasta yang di situ juga kemudian bermain," ungkapnya.

Dugaan Luthfi tidak mungkin yang terlibat hanyalah 16 orang saja. 16 orang itu hanyalah seperti istilahnya pemain depan atau pion-pionnya saja.

"Artinya kasus ini sangat mungkin, saat ini berhenti di mereka, sementara kalau kita lihat siapa aktor intelektualnya kita enggak tahu, tapi kalau dilihat dari sisi kasus pertambangan itu hampir tidak mungkin kalau hanya sekedar sampai pada direksi saja, hampir tidak mungkin karena ini kan menyangkut banyak hal," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab