Tinta Media: Konten
Tampilkan postingan dengan label Konten. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konten. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juni 2024

Produksi Konten Porno demi Cuan

Tinta Media - Ibuku malaikat tak bersayap. Mempertaruhkan antara hidup dan mati untuk melahirkanku. Namun, entah sebutan apa yang cocok untuk ibu dari anak berbaju biru.

Dunia jagad maya lagi ramai memperbincangkan tindak asusila orang tua terhadap anak kandung. Biadab! Pencabulan ini melibatkan ibu kandung pelaku utama terhadap anak laki-lakinya berkisar usia 5 tahun, dan ayah kandung yang mengambil video adegan tersebut dan memposting di platform tiktok hingga viral sampai membuat geram warganet. Ironisnya, rumor yang beredar bahwa orang tua menjual video pornografi di platform tertentu. (Serambinews.com, 03/06/24)

Ke mana anak bersandar jika orang tua sudah tidak memberikan rasa aman dan nyaman? Orang tua seharusnya berperan dan bertanggungjawab penuh dalam membersamai tumbuh kembang dan mendidik. Realitasnya, kasus ini menjadi satu bukti dari ribuan fakta yang tidak tersorot kamera.

Berdasarkan riset dari artikel Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, banyak faktor penyebab hilangnya kesadaran orang tua terhadap perannya.

Faktor penunjang kehidupan sehat diera sekarang adalah kestabilan ekonomi. Dianalogikan ketika sebuah rumah tangga, perekonomiannya carut-marut akan memicu berbagai macam problema. Dari hilangnya keharmonisan suami istri sampai lalainya peran orang tua dalam mendidik anak.

Disisi lain, ditopangnya beban hidup yang mahal dan tidak dijamin oleh negara, banyak seorang ibu harus mengorbankan waktu untuk bekerja part time bahkan full time untuk membantu perekonomian keluarga. Misalnya pada kasus ini, orang tua menjual konten pornografi dan anak kandung di bawah umur sebagai obyek.

Seperti kita ketahui bersama bahwa negara tidak memberi jaminan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan lainnya yang menyangkut hajat orang banyak. Sehingga setiap orang dipaksa untuk mandiri untuk berdikari. Bahkan kebanyakan orang hari ini tidak memperhatikan standar ataupun aturan melakukan amal perbuatan. Tentunya barometer mereka adalah profit. Mau mencabuli anak sendiri pun kalo menguntungkan, kenapa tidak?

Perihal ini menyebabkan seseorang bahkan orang tua mengadopsi paradigma berpikir sekuler liberal. Fenomena yang sering kita temui hari ini, dari urusin hidup masing-masing, agama dipisahkan perannya dalam mengatur kehidupan ini, barometer kebahagiaan dalam materi duniawi, bahkan bebas melakukan apa pun terhadap diri sendiri dan keluarganya karena beranggapan tubuhku milikku, anakku milikku, suamiku milikku, dsb.

Sejatinya seorang ibu berperan penuh dalam mendidik seorang anak. Karena barometer keseimbangan sebuah negara adalah lahirnya generasi-generasi emas dan cemerlang. Bagaimana tonggak peradaban akan dimulai dari generasi cemerlang yang lahir dari rahim seorang ibu.

Sebaik-baiknya sistem kontrol dalam berbagai bentuk problema di muka bumi ini adalah sistem sanksi yang diterapkan oleh sebuah negara. Bagaimana negara memberi hukuman yang memberi efek jera dan memutus rantai tindak kriminal serta dengan mekanisme yang sempurna dan paripurna.

Apabila kestabilisasi negara akan terealisasi dalam segala kancah kehidupan, wajib hukumnya sebuah negara menerapkan segala bentuk aturan yang menyejahterakan rakyat dan melibatkan agama dalam segala kehidupan.

Wallahu'alam Bisowab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., Sahabat Tinta Media 

Senin, 29 April 2024

Konten Pornografi Anak Meningkat dalam Sistem Kapitalisme


Tinta Media - Konten pornografi anak semakin meningkat pesat seiring adanya akses mudah dan meluasnya internet dan teknologi. Namun, hal ini tidak terlepas dari dampak penerapan sistem kapitalisme. Orientasi kehidupan dalam sistem saat ini didominasi oleh materi dan tambah asas kebebasan tanpa batas menjadikan kebahagiaan yang diukur sebatas kepuasan jasmani semata.

Di sisi lain, pendidikan dan pandangan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan bisa melemahkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keimanan sehingga halal dan haram tak lagi menjadi pedoman. Pandangan yang lebih condong kepada materi dan kesenangan kian melemahkan kesadaran masyarakat.

Menurut laporan dari National Centre for Missing & Exploited Children, Indonesia menempati peringkat empat secara internasional dan peringkat dua di ASEAN mengenai kasus konten pornografi anak yang mencapai 5.566.015 kasus selama empat tahun terakhir. Satuan Tugas (Satgas) telah dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk merumuskan rencana aksi serta langkah penanganan secara sinergis antara lembaga. (Sindonews.com 18/04/2024)

Konsumerisme menjadi pusat perhatian dalam sistem kapitalisme dan pengaruh nilai material menjadi faktor penentu utama. Hal ini membuat kemaksiatan dan pornografi menjadi hal yang legal dan bebas untuk diproduksi meski hal tersebut merusak generasi. Indonesia menjadi salah satu pengguna internet terbesar dengan 185 juta individu pengguna internet pada Januari 2024, setara dengan 66,5% dari total populasi nasional. Hal ini juga menunjukkan tingginya penduduk Indonesia yang memiliki smartphone, termasuk anak-anak, hingga mempermudah akses mereka untuk menemukan dan terpapar dengan mudah terhadap konten yang tidak pantas dan merusak.

Meskipun telah ada upaya dari pemerintah Indonesia, serta peran orang tua, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan dalam memberikan edukasi dan informasi yang tepat terkait bahaya konten pornografi, hal itu tidak memberikan dampak yang signifikan, dalam meminimalkan konten pornografi anak yang ada, apabila para pemilik terus memproduksi konten pornografi.

Selain itu, akibat kapitalisme meminimalisir peran negara dan hanya menjadikannya sebagai regulator bagi para kapital, upaya negara dalam menutup akses pornografi terkesan setengah hati. Meskipun sering kali negara memblokir beberapa situs yang dianggap negatif, namun di sisi lain negara membiarkan para pemilik modal untuk terus memproduksi konten pornografi, selama itu mendatangkan keuntungan besar.

Berbeda dengan paradigma Islam, yang mewajibkan negara melindungi rakyatnya. Sebagaimana dalam Islam, rakyat adalah amanah yang wajib dijaga dan dilindungi oleh penggembalanya. Industri maksiat tetaplah haram dan terlarang dalam pandangan Islam. Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme untuk memberantas kemaksiatan melalui sistem sanksi yang tegas sehingga persoalan ini bisa ditangani secara tuntas. Hukum yang ada dalam sistem Islam adalah sistem yang diciptakan oleh Allah SWT melalui Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga mampu memberi efek jera kepada pelaku kejahatan maupun kemaksiatan.

Selain itu, pendidikan yang berlandaskan Islam juga penting diterapkan di dalam penguatan karakter masyarakat. Pemahaman pentingnya keimanan dan ketakwaan akan membuat individu mengenal batasan halal dan haram, sehingga dapat mencegah individu dari paparan hal negatif salah satunya konten pornografi. Sebab dengan memiliki pemahaman akidah yang benar dan kokoh, seseorang akan mampu menjaga diri dari segala bentuk maksiat dan hal-hal yang terlarang.

Artinya negara harus memiliki wewenang yang kuat untuk melakukannya karena hanya negara yang memiliki kendali dan pengawasan yang tepat dalam menutup berbagai situs dan aplikasi yang menyajikan konten pornografi di internet tanpa toleransi.

Oleh karenanya untuk menyelesaikan persoalan ini, Indonesia perlu beralih dari kesadaran sebatas upaya-regulator dan memulai pandangan sejalan dengan nilai-nilai Islam dalam menghadapi persoalan yang memprihatinkan ini.

Dan dari ini semua bisa disimpulkan bahwa hanya Islam satu-satunya solusi, karena Islam bukan hanya sekedar agama tapi juga ideologi yang sempurna untuk diterapkan dalam bernegara, dan telah memiliki berbagai pengaturan yang tegas dan jelas yang dibuat oleh Sang Pencipta manusia. Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi (Aktivis Muslimah Semarang)

Selasa, 14 Maret 2023

Konten Unfaedah, Generasi Salah Kaprah

Tinta Media - Miris dan tragis, melihat potret generasi zaman now. Berlomba membuat konten, hanya mengejar viral, untuk mendapat banyak cuan maupun sanjungan. Bahkan tidak peduli hujatan dan cibiran, kala konten tidak berakhlak dan menyulut bahaya.

Kasus tewasnya seorang gadis Bogor (W, 21 tahun) karena konten percobaan gantung diri, sungguh memprihatinkan. Demi keinginan viral, konten bahaya pun dilakukan. Bermaksud pura-pura, namun malang, ajal menjemput saat meja yang dibuat pijakan terpeleset. Akibatnya tali ikat yang dikalungin, benar-benar menjerat lehernya. Amat memilukan peristiwa naas ini disaksikan oleh teman-temannya secara langsung.

Sungguh, tidak habis pikir tindakan nekat ini dilakukan hanya demi meraih viral. Menurut mereka, seseorang akan diakui hebat, jika mampu beraksi viral dan terkenal. Memang juga terkenal, namun ajal yang ditemui, melupakan segala kehebatan dan keinginan.

Generasi Salah Kaprah

Potret generasi muda yang tidak mempunyai kejelasan tujuan hidup, membuat mereka terlena dengan masa mudanya. Banyak aktifitas yang dilakukan hanya berdasar keinginan semata. Ambisi dan emosinya tercurahkan untuk meraih kesenangan sesaat. Senang ketika uang berlimpah, atau derasnya pujian dan popularitas yang mengalir bak selebriti. Walhasil, berlombalah mereka memetik kenikmatan duniawi yang berdasar materi.

Hal ini tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme, yang memiliki standar hidup adanya materi atau manfaat belaka. Adanya pemisahan agama dari kehidupan menjadi asasnya. Sehingga tujuan tertinggi dari hidup, adalah mendapatkan materi/manfaatnya tanpa peduli aturan agama. Keinginan menumpuk sebanyak-banyaknya materi baik berupa harta, jabatan maupun popularitas dianggap akan membawa kebahagiaan hidup dunia.

Mereka menganggap puncak bahagia dengan mendapatkan manfaat dari materi yang diraih. Anggapan uang mampu membeli dunia, saat ini 'uang yang berbicara' menjadi penguat/motivasi tuk mengejarnya. Terlebih adanya pembiusan dengan ragam racun 4 F (Food, Fashion, Fun, Film) yang dikemas dengan cantik. Banyak manusia, baik tua maupun muda, tidak berdaya menghadapi suguhan manis darinya. Hidup untuk makan yang enak dan sepuasnya, pakaian pun harus dengan outfit bermerk. Semakin nilainya mahal, penghargaan atau decak kagum akan tertuju pada pemakainya. Ditambah gaya hidup yang ditampilkan dalam film-film yang mengutamakan kebebasan dalam berbuat, bersuara, meyakini agama, dan kepemilikan seakan menjadi tuntunan kehidupan.

Adanya kesenangan yang bersifat jasmani inilah yang mendorong kaum muda salah arah menentukan tujuan hidup. Bergelimang harta dan kepuasan hati menjadi tujuan utama. 
Berbagai cara dilakukan, tidak peduli berbenturan dengan agama maupun keluhuran akal manusia. Dunia digital yang melesat semenjak pandemi, membuat kaum muda berduyun-duyun meramaikan untuk menunjukkan eksistensi diri. Bermunculanlah konten-konten untuk menarik pengikut dan pemirsa. Hingga banyak diantara mereka terjebak membuat konten yang unfaedah dan receh, seperti mempertontonkan aksi nekat, gantung diri, menghadang truk, pura-pura mencuri, menghina agama dengan dalih bercanda.

Perbaikan Pandangan Kehidupan

Suatu pandangan kehidupan akan menjadi penentu tujuan hidup seorang manusia. Apabila pandangan kehidupan yang dipilih salah, maka perjalanan hidupnya pun menjadi salah. Sebaliknya jika benar pandangan hidup yang dipakai, akan lurus kehidupannya.

Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang benar bagi manusia. Adanya aturan yang sempurna dan lengkap dari Sang Pencipta, Allah SWT. telah menggariskan bahwa tujuan hidup manusia, adalah untuk mendapat rida-Nya. Standar halal-haram menjadi pedoman perbuatan/amal baik yang sederhana maupun tingkat istimewa. Agar tercapai kebahagiaan hakiki menuju jannah-Nya. Sehingga walaupun usia muda, tetaplah berpijak pada standar Islam dalam menjalani hidup dan meraih bahagia. Seyogianya, generasi muda membuat konten yang berfaedah, mencerahkan pemahaman Islam bagi umat. Hingga terwujud Islam rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu 'alam bishawwab

Oleh: Nita Savitri
Aktivis Muslimah, Pemerhati Generasi

Sabtu, 14 Januari 2023

Anak Jangan Dieksploitasi demi Konten

Tinta Media - Siapa yang menjadi role model masyarakat saat ini? Benar, para content creator, youtuber, tiktoker, dan lainnya. Beberapa yang hari lalu, seorang youtuber dengan subscribernya yang berjumlah 30 juta orang melakukan aksi ekstrim untuk putrinya yang baru berusia lima bulan. Dia dan suaminya nekat menyertakan putrinya naik jetski tanpa alat pengaman dan hanya digendong satu tangan ayahnya. Media asing pun mengomentari aksi ini. 

Meskipun hanya menjelaskan petunjuk mengendarai jetski yang aman, komentar mereka menunjukkan bahwa aksi si youtuber jelas berbahaya. Hal ini karena penumpang jetski hanya bagi yang bisa menjejakkan kaki ke lantai alas, sementara bayi lima bulan tidak bisa melakukan itu.

Si youtuber sudah selesai dengan netizen yang memprotes aksinya. Ia sudah minta maaf dengan menjelaskan alasannya tidak memakaikan alat pengaman untuk putri mungilnya. Dia juga bersikeras bahwa suaminya sudah lihai pegang kemudi jetski, waktu bermain yang singkat hanya 10 menit, dan alasan lainnya. Akan tetapi, video ini sudah kadung ditonton jutaan orang, sekaligus menjadi tuntunan dan inspirasi bagi para orang tua muda, mengajak anak-anak dalam kreativitas mereka, meskipun membahayakan jiwa anak-anak.

Asal Tetap tersohor

Media sosial menjadi panggung bagi siapa pun dan dari mana pun. Konten kreator bermunculan seperti jamur di musim hujan. Media sosial sebagai alat komunikasi pada umumnya, memiliki dua sisi. Sisi positif memberikan manfaat bagi penggunanya dan sisi negatif hanya menjadi 'sampah' yang tidak bermanfaat bagi masyarakat. Sering kita mendapati konten yang sangat remeh dari para youtuber dengan gold play button.

Semua sisi hidup dijadikan konten agar chanel mereka tetap hidup dan ditonton jutaan orang. Tersohor menjadi tujuan hidup mereka, menjadi paling eksis di antara yang lainnya. Karena itu, kreativitas harus terus diciptakan agar terus mendapat rating tertinggi. 

Sulit dimungkiri bahwa mereka melakukannya hanya untuk senang-senang saja atau untuk membangun 'keberanian' anak seperti yang disampaikan si Youtuber keluarga muda. Jelas ada keuntungan di sana. Hitung-hitungan menurut majalah Forbes, sebuah kanal yang memiliki 1 juta penonton setiap videonya akan mendapatkan cuan 75 juta rupiah. 

Prinsip hidup asal tersohor dan dapat banyak cuan bukan hanya milik para youtuber, tetapi hampir semua masyarakat di sistem kehidupan kapitalis. Ini terjadi saat kebahagiaan dan  keberhasilan hidup dinilai hanya dari sisi pencapaian materi.

Inilah yang menjadi akar masalah. Semua akan dilakukan demi tujuan hidup. Meski netizen se Indonesia mengingatkan keselamatan bayinya, seribu alasan akan diberikan untuk melegitimasi perbuatannya. Toh konten tentang anaknya menjadi pusat perhatian para subscriber.

Dia lupa, bahwa kewajiban orang tua tidak berhenti pada pemenuhan kebutuhan fisik atau jaminan terpenuhinya kebutuhan materi sampai dewasa nanti. Seorang anak juga butuh keamanan dan pendidikan dari orang tuanya. Mereka juga butuh keamanan dari semua ancaman yang membahayakan dirinya, dan pendidikan akan nilai-nilai hidup dan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menempuh kehidupan.

Islam Melindungi Anak

Anak adalah amanah dari Allah Swt. Orang tua sebagai pihak yang diberi amanah akan dimintai pertanggungjawaban akan apa yang sudah ditunaikan di dunia. Anak dibesarkan agar nantinya menjadi penerus umat dalam ketaatan kepada Allah, berdakwah, dan memberi manfaat kepada umat. Keluargalah yang menjadi sekolah pertama dan utama bagi anak-anak untuk menjadi sosok seperti itu.

Negara Islam memiliki peran agar calon orang tua memiliki bekal sebelum mereka diamanahi buah hati. Dengan sistem pendidikan, seorang perempuan memiliki bekal tsaqafah, ilmu pengetahuan, dan keterampilan sebagai ibu dan warga negara. Hal yang sama berlaku bagi laki-laki. Keduanya bertanggung jawab akan kehidupan di masa depan, keberlangsungan dan kejayaan Islam.

Media sosial di dalam Islam akan sepenuhnya berada dalam kontrol departemen penerangan. Prinsip kehidupan dalam Islam adalah meraih rida Allah dengan taat kepada Allah dan Rasulullah. Media Islam tentu saja akan menyiarkan prinsip kehidupan Islam dan mendakwahkan Islam baik di dalam maupun di luar negeri.

Anak-anak pun dilindungi. Tidak diperbolehkan bagi siapa pun, termasuk orang tua dan orang-orang terdekatnya melakukan tindakan dharar kepadanya, yang membahayakan jiwanya. Sanksi akan diberikan bagi orang-orang yang menyakiti anak-anak. Dengan begitu, anak-anak akan merasa aman dan nyaman, dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan masanya.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum Siwalan Panji

Jumat, 09 September 2022

Konten Unfaedah Buah Dicampakkannya Akidah

Tinta Media - Perkembangan teknologi dan informasi hari ini melaju pesat. Dunia ibarat ada dalam genggaman tangan. Informasi seluruh penjuru dunia bisa diketahui dalam sekejap mata. Tidak bisa dimungkiri, gadget hari ini adalah barang yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

Sebenarnya dilihat dari zatnya, gadget (hp) adalah barang yang mubah dan halal, tetapi terkait penggunaannya, maka terikat dengan hukum syara'. Jika dipakai untuk menambah ilmu pengetahuan atau sarana berdakwah, sah-sah saja. Namun, jika digunakan untuk mengirim konten-konten unfaedah, maka bisa menjerumuskan penggunanya pada pelanggaran syariat, seperti penipuan, pornografi/pornoaksi, pelecehan hukum syara', pamer sesuatu, dan lain-lain. Jelas, yang seperti itu akan menyebabkan seseorang  tergelincir pada dosa.

Konten-konten nyeleneh, ngawur, bahkan tidak bermanfaat terus bermunculan. Kebebasan berekspresi makin menjangkiti masyarakat, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semakin aneh, maka semakin banyak penggemarnya. Cuan pun makin banyak diraupnl. Maka, berlomba-lombalah orang membuat konten aneh, sekalipun harus menabrak syariat.

Sebagaimana yang dilakukan seorang ibu rumah tangga di Lamongan, dia membuat konten menutup plat nomor motornya dengan daleman. Padahal, masyarakat umum menganggap  barang privasi wanita itu adalah benda yang tabu ditampakkan pada khalayak. Dimanakah rasa malu sebagai seorang wanita? 

Dalam kehidupan sekuler-kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan, memang orang tidak lagi menjadikan standar baik dan buruk berdasarkan syariat. Ideologi kapitalisme telah dipakai untuk menilai baik dan buruk. Jika sesuatu itu menghasilkan keuntungan, maka dianggap baik. Sebaliknya, jika tidak menghasilkan keuntungan materi, maka dianggap buruk.

Maraknya konten-konten tak bermanfaat jamak dilakukan siapa saja, baik anak-anak maupun orang tua. Bahkan, para remaja lebih suka menjadi content creator  daripada bersekolah untuk menuntut ilmu, sebagaimana pengakuan para remaja yang terbius  Citayam Fashion Week (CFW) beberapa pekan lalu. Ini jelas sangat membahayakan bagi keberlangsungan generasi penerus bangsa.

Bagaimanakah Peran Negara?

Peran negara dalam hal ini sangat penting, yakni membentuk kepribadian yang islami pada rakyatnya (syakhsiyah Islamiah), yaitu pribadi yang menghiasi dirinya dengan pola pikir yang islami dan pola sikap yang islami. Dengan begitu, akan lahir sosok pribadi yang punya kemuliaan, senantiasa berpikir sebelum berbuat dengan acuan syariat Islam. Ia akan selalu menghiasi dirinya dengan rasa malu, tidak malah memalukan. 

Sebagaimana hadis Rasulullah saw., "Malu adalah sebagian dari iman."

Mekanisme yang dilakukan oleh negara  dimulai dengan menerapkan sistem pendidikan dengan berbasis akidah Islam, sehingga output yang dihasilkan akan memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat. Mereka juga akan memiliki kemampuan  menguasai sains dan teknologi untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Dengan begitu, akan muncul sosok sekelas Imam Syafi'i yang bisa hafal Qur'an usia 7 tahun. Selain itu, akan lahir muslimah setara dengan Syifa', seorang dokter wanita Islam pertama. Masih banyak contoh lainnya. 

Untuk membendung maraknya konten unfaedah, maka fungsi departemen penerangan negara akan dioptimalkan. Informasi yang beredar akan disaring oleh negara. Jika ada informasi atau pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak serta membahayakan akidah umat, maka akan segera diusut tuntas. Oknum yang bersangkutan akan dikenakan takzir (hukuman yang kadarnya ditentukan penguasa).

Hal ini hanya bisa dilakukan jika syariat Islam diterapkan secara kaffah, baik dalam urusan pemerintahan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial, keamanan, dan hukum.  Tentunya hanya sistem Islam dalam bingkai khilafah islamiah yang bisa menerapkannya.

Maka  sudah saatnya  mencampakkan ideologi sekuler- kapitalis dan kembali pada ideologi Islam yang terbukti mampu menjaga fitrah wanita, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, tidak lagi asik tik-tokan atau sibuk  membuat konten di media sosial. Anak-anak pun akan terjaga potensinya dan siap menjadi generasi penerus bangsa, tidak larut dan terlena dalam aktivitas hura-hura dan sibuk menjadi content creator yang membuat malas belajar, lalai dengan perintah agama dan abai dengan kondisi negara. 

Wallahu'alam

Oleh: Dyah Rini
Aktivis Muslimah Jawa Timur



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab