Tinta Media: Kongo
Tampilkan postingan dengan label Kongo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kongo. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Agustus 2022

Lestarikan Budaya La Sape, MMC: Orang Kongo Tak Paham Tujuan Hidup?

Tinta Media - Komunitas La Sape di Kongo yang rela kelaparan asal bisa tampil gaya, dinilai Narator Muslimah Media Center (MMC) karena tak paham tujuan hidup yang hakiki.

"Muncul jiwa begitu, karena tidak paham tujuan hidup yang hakiki. Jadi, yang mereka pikirkan adalah pengakuan manusia," tuturnya dalam acara React With US: Gak Masalah Kelaparan, yang Penting Tampil Necis! di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (16/8/2022)

Padahal tujuan hidup manusia yang sesungguhnya, kata Narator, adalah untuk mempersiapkan bekal akhirat dengan beribadah kepada Allah. "Maka yang dirisaukan harusnya adalah penilaian Allah terhadap kita, bukan penilaian manusia," ujarnya.

Narator MMC mengungkapkan yang namanya naluri itu jika tidak dipenuhi, hanya gelisah, tidak mengantarkan pada kematian. Namun, jika kebutuhan jasmani, seperti makan tidak dipenuhi, bisa mengantarkan pada kematian. 

Menurutnya, sebenarnya manusia wajar saja jika ingin diakui. Tapi yang jadi masalah, ingin diakui sampai mengesampingkan kebutuhan demi bergaya. "Ini sih namanya kaum BPJS (Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita)," sindirnya.

Narator menceritakan, salah satu budaya di Kongo bernama La sape. La sape itu komunitas orang Kongo yang bergaya tampil necis kaum perlente Italia. Katanya la sape ini sudah ada sejak 1920-an waktu Kongo dijajah Italia-Belgia.

"Sebagai bentuk perlawanan pada penjajah, beberapa orang itu tidak mau memakai baju bekas majikannya itu. Mereka menggunakan uang tabungan mereka untuk membeli baju yang kualitasnya sama dengan yang dipakai majikan atau penjajah. Akhirnya keterusan sampai sekarang," ungkapnya. 

"Bahkan banyak dari mereka yang rela kelaparan dan kekurangan asal bisa tampil gaya dengan setelan bermerek. Sampai-sampai ada petisi untuk menghentikan hal ini. Karena memang miris sekali," imbuhnya.

Narator pun menjelaskan, para penganut La sape rela tidak makan, pinjam uang, bahkan mencuri demi bisa membeli baju branded. Belum lagi komunitas ini juga mengadakan kontes orang dengan style terbaik.

"Ya memang patut dikritisi budaya seperti ini. Kok bisa ya hal seperti ini dipertahankan sampai jadi budaya? Itu menggambarkan kalau masyarakat disana masih memandang penting pengakuan akan dirinya. Makanya mereka rela tidak makan bahkan mencuri demi tampil necis dan mendapat pengakuan dari masyarakat. Memang naluriah jika manusia ingin diakui, dihormati, dikenal. Naluri ini dalam Islam dinamakan naluri baqa," jelasnya.

"Katanya perlakuan masyarakat pada komunitas La sape juga salah satu faktor kenapa budaya tidak benar ini tetap eksis. Orang-orang menganggap kaum La sape itu sebagai kalangan terhormat. Mereka dipandang sebagai bagian penting dan meneguhkan budaya Kongo. Mereka juga memandang kesuksesan atau membagi kelas sosial berdasarkan penampilan, pakaian branded. Selain itu negaranya juga malah memberi ruang bagi budaya boros dan salah prioritas. Banyak politisi Kongo malah mengapresiasi apa yang diperbuat oleh komunitas La Sape," bebernya.

Ia pun menilai, sepertinya fenomena ini bukan terjadi di Kongo saja. Banyak penduduk di negeri-negeri muslim juga melakukan hal yang sama. Salah prioritas dalam hidup. Makanya kita sebagai generasi muslim jangan mau ikut-ikutan. Kita harus paham tujuan hidup hakiki yang kita bahas tadi, yaitu untuk mencari Ridha Allah. "Maka keputusan yang kita pilih dan amal yang kita lakukan harus terikat dengan syariat Allah. karena semua akan dipertanggung jawabkan," tegasnya.

Ia pun menegaskan, makanya kita jangan sampai salah pilih. Kalau semuanya paham Islam, masyarakat juga akan berlomba-lomba dalam menjalankan ketaatan pada Allah bukan berlomba mengejar dunia dan berfoya-foya. Masyarakat Islam itu tidak membuat standar sukses dilihat dari materi, tapi berdasarkan ketaatan dan keilmuan seseorang. Masyarakat Islami juga akan saling menasehati dengan melakukan aktivitas dakwah kepada sesama. Selain itu negaranya akan membentuk masyarakat agar berkepribadian Islam melalui pendidikan Islami.

"Jadi mereka akan menjadi masyarakat yang pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan Islam. Sebelum mengambil keputusan atau beramal mereka akan melihat syariat Islam dulu. Mereka akan menjadi generasi yang tahu prioritas dengan sistem pendidikan Islami, negara pun akan mensuasanakan masyarakat untuk sibuk dalam belajar dan berkarya bagi umat. Karena belajar juga merupakan ibadah. Negara akan memfasilitasi semua pendidikan rakyat secara gratis. Negara tidak akan membiarkan masyarakat dikekang budaya rusak" terangnya.

"Dengan begitu generasi dalam sistem Islam akan bisa berkontribusi memecahkan masalah umat, bukan beramal yang tidak jelas," tandasnya.

Ia memaparkan, makanya generasi pada masa Islam atau Khilafah itu hebat. Seperti imam Syafi'i, imam Bukhari, Muhammad Al-Fatih, Al-Jazari dan lainnya. Mereka sibuk dalam urusan agama dan berkontribusi bagi Islam.

"Ayo kita perjuangkan penerapan sistem kehidupan Islam dibawah naungan khilafah. Karena semua ini akan terealisasi jika ada Khilafah. Mari kita belajar Islam dan mengkaji Tsaqofah Izzah agar kita menjadi umat terbaik sesuai julukan yang Allah beri," ajaknya.

"Dan jangan lupa untuk mengubah masyarakat dengan melakukan dakwah kepada mereka. Mengaji dan dakwahnya bersama dengan kelompok Islam ideologis," pungkasnya.[] Willy Waliah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab