Tinta Media: Konflik Rempang
Tampilkan postingan dengan label Konflik Rempang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konflik Rempang. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Oktober 2023

MMC: Meski Batal Direlokasi, Warga Rempang Tetap Cemas

Tinta Media - Menyoroti batalnya rencana relokasi sebagian warga pulau Rempang yang dijadwalkan pada Kamis 28 September 2023 lalu, narator Muslimah Media Center (MMC) mengatakan warga tetap cemas.

“Masyarakat di kampung-kampung tua seperti di Kampung Pasar Panjang Sembulang dan Kampung Pasir Merah Sembulang mengaku masih cemas dan waspada sebab sampai saat ini. Pemerintah maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam memperpanjang tenggat waktu pendaftaran dan belum membatalkan rencana pemindahan,” paparnya dalam Serba-Serbi MMC: Rakyat Rempang Menolak Relokasi, Ironi Kedaulatan Rakyat, di kanal Youtube Muslimah Media Center, Sabtu (7/10/2023).

Narator mengatakan, ini merupakan ujian atas konsep kedaulatan rakyat yang diadopsi negeri ini. Sebab siapa sejatinya yang berdaulat ketika rakyat justru banyak dirugikan dalam berbagai kasus sengketa lahan atau kasus agraria.

“Sistem pemerintahan yang diterapkan di negeri ini adalah sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan dan kekuasaan di tangan rakyat. Sistem ini memastikan aturan dibuat oleh manusia (rakyat), dengan harapan aturan yang diberlakukan mampu mengakomodasi kepentingan rakyat,” bebernya.

Namun  ia menyayangkan, prinsip ini justru dilanggar sendiri oleh demokrasi, kedaulatan bukan di tangan rakyat tetapi di tangan segelintir orang yakni para kapitalis atau konglomerat.

“Inilah bukti bahwa demokrasi sejatinya telah membuka jalan bagi segelintir orang atau pemilik modal untuk mempengaruhi aturan-aturan negara dan hal ini mutlak terjadi dalam sistem demokrasi,” tegasnya menambahkan.

Hutang Budi

Pemimpin yang terpilih dalam sistem demokrasi, ucapnya, dipilih untuk membuat hukum. Alhasil penguasa terpilih dipastikan akan condong kepada pihak yang memberikan modal untuk berkuasa, pasalnya untuk menjadi pemimpin membutuhkan dana yang tidak sedikit.

“Di sinilah muncul hutang budi politik yang meniscayakan para penguasa terpilih untuk membuat aturan yang pro terhadap para kapitalis,” kritiknya.

Jadi ketika terjadi perebutan kepentingan antara rakyat dan pemilik modal, sambungnya, maka penguasa akan memenangkan pihak pemilik modal apapun dan bagaimanapun caranya.

Sistem Islam

Narator lalu membandingkan dengan sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi Khilafah Islam. “Islam menetapkan bahwa kedaulatan di tangan syara’ (Allah Swt) bukan di tangan umat, sedangkan kekuasaan  berada di tangan umat. Rakyat tidak memiliki wewenang sama sekali membuat hukum meskipun dia adalah pemimpin,” urainya.

Ia menerangkan, siapapun pemimpin yang terpilih dalam Khilafah wajib menerapkan syariat Islam bukan yang lain. Sebab sejatinya pemimpin dalam Islam dibaiat oleh umat untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam saja.

“Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyat termasuk menjaga hak-hak rakyat. Rasulullah saw bersabda, “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya,” jelasnya mengutip hadis riwayat Muslim dan Ahmad.

Kepemilikan

Mengenai pandangannya terhadap ekonomi Islam termasuk tentang kepemilikan, dikatakan oleh narator bahwa hal tersebut akan dikembalikan pada hukum syariat. Terdapat tiga jenis kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum atau rakyat dan kepemilikan negara.

“Negara tidak boleh menyerahkan kepemilikan umum kepada individu bahkan negara hanya berperan menerapkan ketentuan-ketentuan syariat yang menjamin ketiga jenis kepemilikan tersebut terwujud sesuai syariat Islam,” terangnya.

Setiap rakyat, terangnya, berhak memiliki kepemilikan individu termasuk tanah selama tanah tersebut tidak masuk dalam kepemilikan umum. “Khilafah tidak memiliki kewenangan untuk mengubah status kepemilikan tersebut,” jelasnya.

Ia mencontohkan sengketa lahan kepemilikan individu yang pernah terjadi di masa Khalifah Umar Bin Khattab.

“Satu waktu ketika menjabat sebagai Khalifah, Umar didatangi seorang Yahudi yang terkena penggusuran oleh seorang wali Mesir Amr Bin Ash yang bermaksud memperluas bangunan sebuah masjid. Meski mendapatkan ganti rugi yang pantas sang Yahudi menolak penggusuran tersebut. Ia datang ke Madinah untuk mengadukan permasalahannya tersebut pada Khalifah Umar. Singkat cerita Umar memberi peringatan keras kepada Amr Bin Ash dan memerintahkannya untuk mengembalikan rumah orang Yahudi yang digusurnya,” tuturnya mengisahkan.

Oleh karena itu, lanjutnya, sekelas Khalifah sekalipun pun tidak boleh memaksa rakyat menjual tanahnya kepada negara meski itu untuk kepentingan umum, sebab tanah yang sudah menjadi milik rakyat tidak termasuk kepemilikan umum dan negara tidak boleh mengambil kepemilikan individu tanpa keridaan dari rakyat yang bersangkutan.

“Demikianlah syariat Islam yang sempurna hadir di tengah umat manusia dengan membawa rahmat kebaikan dan keadilan. Hanya saja rahmat tersebut tidak akan pernah terwujud tanpa institusi Khilafah yang menerapkannya,” tutupnya. [] Langgeng Hidayat

Sabtu, 07 Oktober 2023

Petisi 100: Batalkan Proyek Rempang Eco City!

Tinta Media - Tokoh lintas profesi dan lintas daerah yang tergabung dalam Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat menuntut penguasa untuk segera membatalkan rencana proyek pembangunan Rempang Eco City.

"Batalkan Rencana Pembangunan Rempang Eco City Segera!" bunyi Siaran Pers yang diterima Tinta Media, Jumat (6/10/2023).

Sesuai amanat konstitusi dan demi tegaknya hukum dan kedaulatan rakyat, Petisi 100 mengajukan tiga tuntutan. "Pertama, Proyek Rempang Eco City segera dibatalkan," serunya.

Kedua, karena telah terjadi berbagai pelanggaran hukum/UU, dan adanya indikasi pengkhianatan terhadap negara, Petisi 100 mendesak Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara/pemerintahan untuk segera menjalani proses pemakzulan.

Ketiga, semua pejabat negara, terutama pimpinan Lembaga/Kementerian yang diduga telah terlibat melakukan tindakan melanggar hukum, mengkriminalisasi rakyat dan ditengarai melakukan kebohongan publik, agar segera menjalani proses hukum.[] Abu Muhammad 




Jumat, 06 Oktober 2023

Tokoh Peduli Rempang: Tindakan Pemerintah Usir Penduduk Rempang, Zalim Luar Biasa

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mewakili para tokoh dari berbagai disiplin ilmu membacakan Press Release Tokoh Peduli Rempang.

“Tokoh peduli Rempang menyatakan, pertama, tindakan pemerintah mengusir penduduk pulau Rempang adalah tindakan zalim luar biasa yang sama sekali tidak boleh dilakukan,” tuturnya dalam video: Press Release Tokoh Peduli Rempang, di kanal UIY Official, Rabu (4/10/2023).

Ia melanjutkan, salah satu tujuan penting dari adanya negara adalah guna melindungi harkat martabat jiwa dan harta rakyatnya. Apalagi penduduk di pulau itu telah ada jauh sebelum negeri ini merdeka.

“Karena itu negara ini harus melindungi penduduk di sana, bukan malah digusur dengan alasan bahwa penduduk di situ tidak memiliki legalitas,” tandasnya.

Layak dipertanyakan pula, ucapnya, atas dasar apa korporasi swasta diberi hak penguasaan lahan di pulau itu. Bila hak itu didapat dari pemerintah mengapa pemerintah tidak memberikan hak kepada penduduk di pulau itu yang telah nyata ada secara turun-temurun di sana, bahkan jauh sebelum negeri ini merdeka.

“Kedua mendesak kepada pemerintah untuk membatalkan proyek Rempang Eco City karena proyek ini sarat masalah. Apalagi setelah terungkap sejumlah kebohongan publik. Sebelumnya dinyatakan bahwa Xin Yi grup asal Cina adalah perusahaan kaca terbesar di dunia, nyatanya bukan. sebelumnya juga dikatakan bahwa BP Batam telah mendapatkan hak pengelola lahan, nyatanya menurut menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) bahwa hak pengelolaan lahan Pulau Rempang untuk BP Batam masih dalam proses. Artinya BP Batam belum ada hak,” paparnya.

Menurutnya, untuk pembangunan pabrik kaca itu sesungguhnya hanya diperlukan lahan ratusan hektar saja, tapi mengapa harus diakupasi seluruh pulau Rempang yang luasnya lebih dari 17.000 hektar. “Untuk apa sebenarnya lahan seluas itu?” tanyanya.

Ia menambahkan, terungkap pula spekulasi bahwa di balik proyek ini ada kepentingan bisnis pribadi sejumlah pejabat tinggi negara yang didomplengkan kepada PSN (Proyek Strategis Nasional).

“Ketiga, kasus Pulau Rempang dan ribuan kasus agraria serupa di berbagai tempat di seluruh Indonesia, serta berbagai regulasi dan kebijakan pemerintah yang sangat kapitalistik membuktikan bahwa negeri ini telah jauh terperosok pada apa yang disebut korporatokrasi,” bebernya.

Dalam korporatokrasi, lanjutnya, bukan rakyat yang berdaulat, tapi pemilik modal. Dengan kekuatan modalnya para oligark mempengaruhi arah penyusunan regulasi dan arah kebijakan pemerintah seperti dalam kasus Pulau Rempang dan juga kasus-kasus di tempat lain.

“Bila keterperosokan ini tidak segera dihentikan, rakyat di negara yang mayoritas muslim ini akan makin menderita, sementara segelintir orang justru makin kaya raya,” tandasnya.

Keempat, sebutnya, semua fakta di atas membuktikan bahwa sistem sekuler liberal kapitalistik sangatlah berbahaya bagi masa depan kehidupan bangsa dan negara.
“Tak ada jalan lain bila diinginkan kebaikan bagi masa depan masyarakat dan negara ini haruslah diatur dengan sistem yang baik yang berasal dari Dzat Yang Maha Baik itulah Allah Swt.,” yakinnya.

Dengan penerapan syariah secara kafah di bawah naungan Daulah Khilafah, terangnya, diyakini kegiatan ekonomi termasuk kegiatan investasi, pemanfaatan lahan dan perlakuan terhadap rakyat juga kegiatan di bidang lain akan bisa diatur dengan sebaik-baiknya sebagaimana bisa dibuktikan secara empiris dan historis.

“Tanpa penerapan syariah secara kafah apalagi dibawah korporatokrasi , kezaliman, ketidakadilan dan kesengsaraan, pasti akan terus terjadi. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi,” jelasnya.

Kelima, sambungnya, oleh karena itu diserukan kepada seluruh umat Islam, utamanya para ulama, tokoh masyarakat, para cendekiawan, pelajar, mahasiswa, kaum buruh, petani, aparat dan lainnya untuk berjuang bau-bau bagi tegaknya syariah secara kafah dalam naungan Daulah Khilafah.

“Hanya dengan cara itu saja kerahmatan Islam berupa keadilan, kesejahteraan, kedamaian dan kebaikan lainnya bagi seluruh alam atau rahmatan lil ‘alamin serta terwujudnya negara yang baik yang penuh ampunan (baldah thayyibah warobul ghafur) akan bisa diwujudkan secara nyata,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Jumat, 29 September 2023

Kasus Rempang, Aktivis: Jangan Gara-Gara Investasi, Orang Diusir

Tinta Media - Merespons rencana penggusuran masyarakat Rempang atas nama investasi, aktivis dakwah Riau Yadi Isman mengatakan, jangan gara-gara investasi lalu mengusir orang.

“Jangan gara-gara investasi lalu mengusir orang-orang yang lebih dulu tinggal di tempat itu, dan mempunyai hak tinggal di sana, serta mengorbankan kehidupan masyarakat yang ada di sana,” ungkapnya dalam pernyataan sikap: Aksi Damai Bela Rempang melalui kanal Youtube Dakwah Riau Ahad (24/9/2023).

Ustaz Yadi -sapaan akrabnya- mengungkapkan masyarakat Rempang Galang itu adalah masyarakat yang sudah menempati tempat itu lebih kurang 300 tahun sebelum negara ini ada. “Aneh kalau kemudian mereka harus digusur atas nama investasi!” herannya.

Orang-orang yang tinggal di sana dan menempati tempat itu, punya hak tinggal di sana. “Mereka harus dilindungi tidak boleh diusir," tegasnya.

Menurutnya, apa yang terjadi ini akibat penerapan sistem kapitalis sekuler. “Ini harus dihentikan, dan hanya Islam yang bisa menyelesaikan masalah ini,” tutupnya. [] Muhammad Nur

Kamis, 28 September 2023

Demi Investasi, Warga Rempang Harus Angkat Kaki

Tinta Media - Malangnya Indonesiaku, konflik perebutan tanah antara rakyat dan penguasa kembali ramai di media sosial. Luka belum sembuh, kini sudah ada luka baru. Teringat peristiwa Wadas pada Selasa (8/2/2022) yang diramaikan oleh tagar #WadasMelawan, #SaveWadas, hingga #WadasTolakTambang. 

Saat ini, warga Rempanglah yang menjadi korban berikutnya. Bentrok antara penduduk di Pulau Rempang dengan aparat keamanan pun tak dapat dihindarkan dan menjadi sorotan banyak pihak. 

Konflik ini dipicu akibat rencana pengembangan kawasan industri baru, proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang dan Galang, Batam.

Dilansir dari Kompas.com (8/9/2023), konflik ini dimulai ketika sekelompok warga memblokir jalan ketika tim gabungan hendak melakukan pengukuran lahan untuk memasang patok di sekitar Pulau Rempang. Keributan pecah ketika warga merobohkan pohon dan membakar sejumlah ban di akses jalan masuk, sementara pihak aparat kepolisian mulai menembakkan gas air mata. 

Bentrok antara pihak kepolisian dengan warga pun tak bisa dihindari. Pihak aparat secara membabi buta menembakkan gas air mata kepada warga. Banyak warga yang terluka dan diamankan, bahkan beberapa pelajar harus dilarikan ke rumah sakit. Anak-anak sekolah dasar harus merasakan trauma saat berangkat ke sekolah, dan masih banyak korban lainnya. 

Jika melihat tragedi ini, benarkah rencana pembangunan proyek pabrik kaca terbesar di Indonesia dengan investor Cina tersebut dilakukan untuk kepentingan rakyat? Bukankah ini yang dinamakan demi investasi rudapaksa, rakyat sendiri harus angkat kaki? 

Semua ini terjadi karena sistem negara yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat, pada praktiknya ada di tangan para oligarki. Paradigma kekuasaan negeri ini berlandaskan asas sekularisme kapitalisme neoliberal yang menuhankan kapital dan kebebasan. 

Negara hanya bertindak sebagai regulator (pengatur) kepentingan para korporasi. Jadilah negeri ini negeri korporatokrasi (pemerintahan perusahaan) bentuk pemerintahan yang kewenangannya telah didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Penguasa abai dalam mengurus, apalagi melindungi (jiwa) rakyat, termasuk soal kepemilikan lahan dan segala yang menyangkut hajat hidup serta kemaslahatan orang banyak.

Dengan konflik Rempang ini, negara makin rapuh. Kerapuhan ini terjadi karena negara menjadi kaki tangan pengusaha dan investor, serta mengorbankan rakyat. Negara yang menerapkan sistem demokrasi telah menjadikan penguasa membela pemodal sebagai konsekuensi dari menjunjung tinggi kebebasan kepemilikan. 

Konsekuensinya, fungsi negara yang seharusnya mengurusi dan melindungi rakyat makin jauh dari harapan. Tidak ada perlindungan dari negara, malah rakyat merasa dizalimi. Inilah wajah negara sekuler sebenarnya.

Lalu, bagaimana Islam mengatasinya? Dalam Islam, kekuasaan dan kepemimpinan itu merupakan amanah yang wajib ditunaikan oleh penguasa karena akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga, setiap penguasa akan takut jika kebijakannya membuat rakyat menderita, terutama menyangkut hak kepemilikan lahan. 

Dalam sistem pemerintahan Islam, amanah kepemimpinan sepaket dengan penerapan aturan Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. Salah satunya mengenai status kepemilikan lahan. Lahan hunian, pertanian, ladang, kebun, dan lahan-lahan yang telah ditempati merupakan kategori lahan milik individu/pribadi. Hutan, tambang, dan lautan merupakan lahan milik umum. Lahan kosong yang belum dihuni atau dikelola merupakan lahan milik negara.

Berdasarkan pembagian ini, maka negara tidak boleh membuat kebijakan melegalisasi perampasan hak lahan milik individu atau umum. Sedangkan lahan-lahan milik umum, Islam menetapkan pengelolaannya diserahkan pada negara untuk kemaslahatan rakyat. 

Jaminan optimalisasi pemanfaatan lahan semua diatur dalam UU Daulah yang telah disesuaikan dengan hukum syara. Seperti, aturan bagi siapa saja yang telah menelantarkan tanah miliknya selama tiga tahun maka ia akan kehilangan hak kepemilikan. Bagi siapa yang mengelola kembali lahan yang terlantar (tidak tampak pemiliknya selama tiga tahun), maka tanah itu menjadi miliknya.

Sifat para Khalifah yang takut untuk mengambil hak rakyat merupakan bentuk ittiba’ mereka terhadap Rasulullah saw.

“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapisan bumi pada hari kiamat nanti.” (HR Muslim)

Seperti pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau kerap melakukan inspeksi untuk memastikan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan warganya. Saat itu, beliau pun dengan tegas menegur Gubernur Mesir Amr bin Ash ketika berencana menggusur gubuk reot milik kakek Yahudi untuk proyek perluasan Masjid. Padahal, sebelumnya, Amr bin Ash telah berdiskusi secara baik-baik dengan kakek Yahudi tersebut, bahwa gubuknya akan dibeli dan dibayar dengan harga dua kali lipat.

Nasihat pahit dari Khalifah Umar membuat Amr bin Ash menangis dan menyesali perbuatannya. Kemudian, ia langsung membatalkan rencana penggusuran gubuk milik Yahudi tersebut. Itulah, keadilan hukum Islam yang pernah diterapkan selama berabad-abad.[]

Oleh: Nur Mariana Azzahra, Aktivis Dakwah

Rabu, 27 September 2023

Berpartisipasi dalam Kesultanan, Sejarawan: Penduduk Rempang-Galang Layak Dimuliakan

Tinta Media - Sejarawan, Nicko Pandawa menjelaskan bahwa masyarakat Rempang-Galang layak dimuliakan.

"Masyarakat Rempang-Galang telah berpartisipasi dalam kesultanan, sehingga layak dimuliakan," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (16/9/2023).

Partisipasinya, ungkapnya, dalam bentuk pengabdian yaitu menjadi pasukan, membuat kapal, membuat senjata, penggalangan kapal, bahkan menjadi utusan, abdi dalem kepada sultan yang ada di Lingga dan Pulau Penyengat.

Bung Nicko, sapaan akrabnya juga menceritakan bahwasanya Batam termasuk Rempang-Galang merupakan bagian dari wilayah kesultanan. 

"Ketika Kesultanan Johor dipecah oleh Inggris dan Belanda lewat Perjanjian London 1824, Johor memiliki wilayah di Semenanjung Kepulauan Riau, pusatnya di Pulau Penyengat. Sedangkan Rempang-Galang ketika masa Kesultanan Riau Lingga tahun 1830, Batam dipimpin oleh anak yang Dipertuanmudakan Raja Ali bin Daeng Kamboja, namanya Raja Isa berdiam di Nongsa. Inilah cikal bakal pemerintahan kesultanan atau wakil kesultanan yang ada di Pulau Batam dan sekitarnya termasuk Rempang-Galang," bebernya panjang lebar.

"Nama Nongsa, imbuhnya, berasal dari nama Raja Isa, yang memiliki nama, timang-timang dari kecil yakni Nong Isa. Sehingga nama tempat di Batam tersebut menjadi Nongsa. Adapun kekuasaan Raja Isa mencakup sampai pulau-pulau Batam dan sekitarnya. Termasuk Rempang-Galang," tambahnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa berdasarkan pengkajian sejarah, Rempang bukanlah tanah kosong. Sudah ada penduduknya sejak dahulu.

"Rempang-Galang ketika dipimpin oleh wakil dari yang Dipertuanmudakan Riau, berarti bukan tanah kosong? Ada penduduknya di situ, yakni suku laut di Riau khususnya Rempang-Galang," pungkasnya.[] Nur Salamah

Kasus Rempang, Buruknya Tata Kelola ala Sistem yang Timpang

Tinta Media - Konflik lahan kembali memantik persoalan. Kini terjadi di Rempang, Batam. Pemantik masalah adalah rebutan lahan yang katanya "milik pemerintah". Rakyat yang tinggal di wilayah tersebut diklaim sebagai "perebut" tanah. Padahal faktanya sudah puluhan tahun tinggal di sana.

Konsep Kapitalisme, Merebut Hak Rakyat

Kasus Rempang tengah memanas. Bentrokan terjadi antara warga Rempang (Batam, Kepulauan Riau) dengan aparat gabungan TNI, Polri dan tim badan pengusaha Batam pada Kamis (7/9) lalu. Warga bersikeras tak mau wilayahnya "dipatok". Warga membela wilayah tinggalnya dengan melempari aparat. Aparat pun membalasnya dengan gas air mata. Puluhan warga dan aparat, terluka. Anak-anak pun banyak yang menjadi korbannya.

Ribuan warga adat Melayu dan berbagai komunitas adat masyarakat mendatangi kantor badan pengusaha Batam. Mereka menyampaikan agar penggusuran segera dihentikan karena menimbulkan masalah. Komunitas adat juga mengecam agar aparat tak melakukan intimidasi dan tekanan kepada warga Rempang.

Konflik lahan menjadi awal mula bentrokan terjadi. Adanya rencana pembangunan Rempang Eco City sejak 2004. Kerja sama antara badan pengusaha Batam dengan pihak swasta, yakni PT Makmur Elok Graha, menghasilkan kebijakan pahit yang harus ditelan masyarakat Rempang. Penggusuran lahan dilakukan aparat sebagai bentuk realisasi proyek pemerintah yang harus sesegera mungkin dimulai.

Pembangunan Rempang City masuk dalam Program Strategis Nasional tahun 2023 sesuai dengan Permenko bidang Perekonomian RI No. 7 tahun 2023. Pembangunan Rempang City ditujukan agar mampu menyedot investasi hingga Rp 381 Trilliun pada tahun 2080 (CNNIndonesia.com, 12/9/2023).

Tak hanya itu, kawasan Rempang pun akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia, milik China Xinyi Group (CNNIndonesia.com, 12/9/2023). Investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai angka Rp 174 Trilliun. Dan diklaim, perusahaan asing ini akan menyerap tenaga kerja hingga 35 ribu tenaga kerja. Sehingga, mampu membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat sekitar.
Terkait masalah Rempang, Presiden Jokowi pun angkat bicara. Masalah Rempang perlu ada komunikasi. Terkait biaya ganti rugi lahan, anggaran, dan perizinan harus segera dicarikan solusi yang solutif (CNBCIndonesia.com, 13/9/2023). Demikian ungkap Presiden. Jangan sampai PSN ini membuat rakyat menderita. Lanjutnya.

Konflik lahan begitu sering terjadi di negeri ini, rakyat selalu dalam posisi yang lemah. Tak ada bukti otentik atas kepemilikan lahan menjadi jalan pintas pemerintah, untuk mengklaim hak kepemilikan tanah. Dengan dalih menggenjot perekonomian dalam negeri dan memperbaiki ekonomi masyarakat, pintu investasi dibuka lebar-lebar. Tanpa peduli nasib rakyat.

Di tengah kemiskinan yang makin ekstrim dan langkanya ketersediaan tanah, rakyat harus berhadapan dengan korporasi oligarki bermodal besar. Jelas-jelas, kekuatan rakyat pasti kalah. Rakyat yang tak memiliki kekuatan administrasi tertulis, semakin mudah disingkirkan. Diperparah lagi, usaha pemaksaan dan represif dari pemerintah, membuat rakyat makin tertekan.

Fakta ini membuat kita semua mengelus dada. Prihatin atas segala yang tengah terjadi. Betapa buruknya kebijakan yang ditetapkan negara. Hanya mengutamakan kepentingan para korporasi besar. Tanah dianggap sebagai aset yang dengan mudahnya diobral. Diklaim akan menghasilkan keuntungan. Dan faktanya keuntungan hanya mengalir ke kantong-kantong korporasi oligarki. Sementara, tanah bagi rakyat adalah tempat tinggal yang sudah lama ditinggali. Tempat tinggal bagi rakyat tak hanya sekedar nilai material, namun juga memiliki nilai historis tersendiri.

Betapa kejamnya tata kelola ala kapitalisme. Selalu memenangkan pihak yang bermodal besar. Negara dengan sigapnya membuat regulasi terkait sengketa lahan ini. Sementara rakyat Rempang hanya bisa gigit jari. Hanya bisa sekuat tenaga mempertahankan lahan yang ada. Tanpa ada sedikit pun kekuatan hukum. Kebijakan yang timpang ini, sudah pasti akan menyengsarakan rakyat.

Lantas, untuk apa Proyek Strategis Nasional digalakkan jika hanya mengorbankan kehidupan rakyat? Kebijakan negara makin nyata mengarah pada pihak yang berkekuatan finansial.

Islam Menjaga Kepentingan Rakyat

Sistem Islam mengatur setiap segi kehidupan dengan sempurna. Dan memiliki konsep yang jelas tentang pengelolaan lahan tempat tinggal milik rakyat. Satu lagi, konsep Islam juga senantiasa memprioritaskan kepentingan rakyat.

Sistem Islam, berdiri kokoh di atas akidah Islam. Dengan aturan syara', pemimpin ditetapkan fungsinya sebagai pennggembala rakyatnya. Penggembala yang mampu sekuat tenaga menjaga kepentingan rakyatnya.

Dari Ibnu ‘Umar r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin (ra’in) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya”. (HR Bukhari).

Rakyat adalah tanggung jawab penuh para pemimpinnya. Pemimpin akan menjaga rakyat seoptimal mungkin, sebagai bentuk ketundukannya kepada syariat Allah SWT. Kebijakan-kebijakan yang ada ditetapkan untuk menjaga kepentingan rakyat.

Dalam sistem ekonomi Islam, lahan memiliki tiga status kepemilikan. Pertama, milik individu, yakni lahan hunian, pertanian, ladang, kebun, dan sejenisnya. Kedua, lahan milik umum, yaitu hutan, tambang, dan sejenisnya. Ketiga, lahan milik negara, yakni lahan yang tak berpemilik dan yang di atasnya terdapat harta negara, seperti bangunan milik negara, perkantoran, dan sejenisnya.

Sehingga jelas hukumnya terlarang dalam koridor hukum syara’, saat lahan hunian milik rakyat diambil oleh negara. Legalisasi macam apapun akan tertolak hukumnya jika melanggar hak-hak rakyat. Karena kepentingan rakyat adalah prioritas yang harus dilayani negara seutuhnya. Hanya dengan konsep Islam-lah, rakyat terjaga dengan sempurna. Konsep Islam yang diterapkan dalam wadah institusi khas, yakni Khil4f4h. Sesuai teladan Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Kiai Labib: Apa yang Terjadi di Rempang adalah Perampasan Tanah oleh Negara

Tinta Media - Ulama Ahlu Sunnah Wal Jama'ah KH Rokhmat S Labib menjelaskan, apa yang terjadi di Rempang adalah perampasan tanah oleh negara yang diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing.
 
"Apa yang terjadi di Rempang itu adalah perampasan tanah oleh negara untuk diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing," tuturnya dalam tayangan Perampasan Tanah: Haram! Jumat (22/9/2023) di kanal Youtube Bincang Perubahan.
 
 Menurut Kiai Labib, yang terjadi sekarang betul-betul perampasan tanah karena tanah itu secara sah dimiliki oleh penduduk rempang di sana.
 
"Terbukti kita semua tahu bahwa mereka sudah mendiami secara turun-temurun di tanah tersebut sejak ratusan tahun lalu sebelum Indonesia merdeka. Mereka  saat itu sudah berada di bawah kekuasaan  kerajaan di Riau.  Begitu Indonesia merdeka dan Sultan Kasim menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia maka mereka  secara wilayah ikut Indonesia," sambungnya.
 
 Lantas ia menekankan,  hal itu tidak membuat tanah yang dimiliki secara turun temurun itu lalu  beralih kepada pemerintah,  karena negara tidak punya hak tanah yang sudah dimiliki oleh warga. Tanah yang sudah jelas menjadi milik warga baik itu hasil membeli atau mendapatkan warisan itu adalah milik rakyat. Negara sama sekali tidak boleh mengambil apa yang sudah menjadi milik rakyat.
 
 “Dalam Islam sudah jelas sekali disebutkan bahwa mengambil tanah secara zalim itu merupakan sebuah kezaliman dan sebuah dosa besar,” tandasnya.
 
Kiai Labib mengutip, sabda  Rasulullah saw. “Siapa yang mengambil  tanah secara zalim walau hanya sejengkal maka Allah akan timpakan kepada dia itu tujuh lapis bumi kepadanya.”
 
 "Begitu dahsyatnya siksa yang Allah berikan kepada orang yang mengambil tanah orang lain secara sepihak secara zalim. Nabi memberikan perumpamaan sejengkal itu artinya mafhum mukhalafah, muwafakahnya  kalau sejengkal saja itu siksanya seperti itu apalagi satu kilometer,  apalagi satu hektar, apalagi satu pulau itu tentu dahsyat sekali," ungkapnya menegaskan.
 
Menurut Kiai Labib, kalimat Jokowi yang mengatakan ‘masak urusan Rempang saja harus Presiden turun tangan,’  menunjukkan bahwa dia sudah memasrahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).

“Kalau Kapolri itu artinya ‘gebuk’, enggak ada kapolri negosiasi atau hukum segala macam enggak ada. Artinya Jokowi sudah tidak mau lagi untuk melakukan negosiasi dan sudah tutup pintu tidak mau melakukan itu.  Pada forum lain dia juga mengancam kalau Kapolri  tidak bisa menyelesaikan akan dicopot,” ulasnya.
 
Bahasa Kekerasan
 
Menurut Kiai Labib, bahasanya itu sudah bahasa kekerasan bukan lagi  bisa dinegosiasi dan segala macam. "Kemudian kalau ini masalahnya cuman komunikasi artinya dia tidak memahami hakikat persoalan. Dikomunikasikan bahwa mereka akan dapat tanah, rumah  tipe 45 dan 500 meter.  Lah sudah jelas kok, penduduk Rempang itu tidak mau pindah dari tempatnya," ujarnya.
 
Menurutnya, ini merupakan satu tindakan yang sangat kejam. Kiai Labib heran,  tidak tampak perlawanan dari pejabat atau wakil-wakil rakyat yang ada di sana di Batam atau di Kepulauan Riau (Kepri) yang menunjukkan bahwa mereka  mewakili warga.
 
“Yang sekarang terjadi itu betul-betul warga menghadapi polisi, sementara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ) yang mereka dipilih oleh rakyat untuk  mewakili mereka,  tidak kelihatan gagah perkasa untuk membela rakyatnya," sesalnya.
 
Kiai Labib menduga, jika pemerintah berhasil menguasai  dan mengosongkan pulau Rempang,  tidak menutup kemungkinan pulau-pulau lain akan dilakukan hal yang sama tanpa ada perlawanan.
 
"Sebenarnya yang disebut sebagai tanah air harga mati segala macam itu sudah enggak ada karena tanah itu sudah dijual penguasa-penguasa  kepada oligarki Cina," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Selasa, 26 September 2023

Tindakan Represif Aparat dan Ultimatum Pengosongan Pulau Rempang, BKLDK: Zalim!

Tinta Media - Sekretaris Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) wilayah Riau Teddy Panggabean mengungkapkan,  tindakan represif aparat dan ultimatum pengosongan Pulau Rempang  oleh pemerintah adalah perbuatan zalim dan berbahaya.

 

"Menurut syariat Islam,  dan Peraturan Perundang-undangan di Republik Indonesia dan prinsip Free Prior and Informant Consent ( FPIC),  tindakan represif aparat dan ultimatum pengosongan Pulau Rempang khususnya di wilayah 16 kampung tua oleh pemerintah adalah perbuatan zalim dan berbahaya," ujarnya saat menyampaikan salah satu poin pernyataan sikap dalam Aksi Damai Bela Rempang, Sabtu (23/9/2023) di kanal Youtube Dakwah Riau.

 

Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan, berdasarkan bukti-bukti historis dan empiris di lapangan, penduduk Melayu Rempang bukanlah pendatang,  akan tetapi mereka adalah penduduk asli yang telah menempati wilayah tersebut sejak tahun 1719.

 

 "Mereka juga memberikan kontribusi terhadap Negara Republik Indonesia ini dengan ikut berjuang dalam perang Riau satu dan juga perang Riau dua," terangnya.

 

Seandainya penduduk Rempang hari ini, sambungnya, belum mempunyai sertifikat atas lahan tanah dan pekarangan maka itu adalah kelalaian daripada negara atas ketidakpedulian pemerintah terhadap urusan rakyatnya.

 

“Seandainya mereka berada dalam kawasan hutan, maka bukankah jutaan hektar kelapa sawit ilegal dan kawasan hutan akan diputihkan oleh pemerintah dengan alasan keterlanjuran," tegasnya.

 

 Terakhir Teddy menegaskan,  menolak mega proyek Rempang Eco City karena berpotensi mengorbankan kepentingan rakyat khususnya masyarakat  Pulau Rempang dan Galang.

 

“Menyerukan kepada seluruh masyarakat Melayu dan seluruh rakyat Indonesia untuk merapatkan barisan bersatu menentang segala bentuk neoimperialisme dan tidak membiarkan negara takluk pada oligarki," tutupnya.[] Muhammad Nur

Om Joy: Jika Serius Ingin Merdeka, Terapkan Islam Kaffah dalam Naungan Khilafah!

Tinta Media - Terkait maraknya penjajahan gaya baru berkedok investasi sebagaimana yang saat ini terjadi dalam kasus Rempang, Jurnalis Joko Prasetyo menyatakan bahwa jika serius ingin merdeka dari penjajahan, kaum Muslim harus menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah.

“Bila ingin serius merdeka dari penjajahan tiada lain pilihan bagi kaum Muslim yakni dengan menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah,” ungkapnya dalam kelas Training Jurnalistik: Penulisan Reportase, Jumat (22/9/2023) di grup WA Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok.

Pasalnya, menurutnya dalam ajaran Islam, barang tambang yang hasilnya berlimpah termasuk pasir silika di Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Dabo, dan Pulau Singkep yang akan ditambang dan dibuat industri hilirisasinya oleh perusahaan dari negara Cina yakni Xinyi Group, merupakan milkiyyah ammah (kepemilikan umum). Haram diserahkelolakan kepada swasta, asing, apalagi kafir penjajah Amerika Serikat dan negara Cina.

“Yang berhak dan berkewajiban mengelolanya hanya khilafah! 100 persen keuntungan dari pengelolaannya dikembalikan kembali kepada seluruh rakyat khilafah. Bisa berupa pembagian barangnya, uangnya, bisa juga disalurkan untuk infrastruktur dan operasional sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga seluruh rakyat, baik kaya maupun miskin, dapat mengakses kesehatan dan pendidikan dengan sangat murah bahkan gratis,” beber jurnalis yang akrab disapa Om Joy tersebut.

Namun, menurut Om Joy, lain halnya dengan sistem demokrasi. Sistem kufur demokrasi jebakan kafir penjajah ini melegalkan sumber daya alam di negeri kaum Muslim yang hasilnya melimpah untuk dikelola kepada pihak swasta bahkan Amerika maupun Cina dengan dalih investasi atau privatisasi.

“Inilah akar permasalahan yang terjadi pada kasus Rempang, Wadas, Sangihe dan lainnya. Sehingga kasus serupa akan terus berulang sekalipun rezim berganti. Dan itu semua bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan para kafir Barat melalui investasi dan haram hukumnya,” pungkasnya.[] Sari Liswantini

Konflik Agraria Rempang, FKSU Sampaikan Tuntutan sebagai Bentuk Cinta

Tinta Media - Menyikapi konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Agung Wisnuwardana mewakili Forum Kajian Strategis Umat (FKSU) menyampaikan tuntutan sebagai  perwujudan cinta.
 
“Saya minta semuanya genggamkan tangan ke atas, kita suarakan sebagai sebuah perwujudan rasa cinta kita. Kami mencintai tanah ini, kami mencintai negeri ini. Oleh karena itu, pertama, tolak perampasan tanah Rempang dan tanah-tanah lainnya milik rakyat,” pekiknya dalam sebuah video: Menuju Indonesia Bebas Oligarki 2024 Terapkan Sistem Islam, yang disiarkan oleh MNF TV, Sabtu (23/9/2023).
 
Kedua, lanjutnya, wahai penguasa! Hentikan kezaliman sesegera mungkin. Ketiga, wahai rakyat Rempang! Bersabarlah dan terus speak up melawan.
 
“Keempat, perlu kita sadari bahwa Allah dan Rasul-Nya memiliki konsep tentang agraria, tentang politik, tentang geopolitik, dan Islam mampu menjawabnya. Kelima, oleh karena itu, kami suarakan untuk menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah demi Indonesia yang lebih baik,” ungkapnya.
 
Seruan ini, lanjut Agung, ditujukan kepada rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Mianga sampai Pulau Rote. Dan juga kepada pemangku kepentingan negeri ini.
 
“Saat ini kami sadar bahwa konflik agraria di Rempang adalah bentuk perampasan tanah rakyat oleh rezim penguasa untuk kepentingan oligarki dan investasi asing,” jelasnya.
 
Agung melanjutkan, investasi asing pada faktanya tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi, tidak berkorelasi dengan penyerapan tenaga kerja, tidak berdampak kepada kesejahteraan rakyat.

“Dan kami sadar bahwa pengembangan Pulau Rempang yang saat ini sedang  dikerjakan, hanyalah memenangkan oligark dan investor asing. Inilah orientasi pembangunan dengan tata kelola berdasarkan ideologi kapitalisme,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Perampasan Tanah Rempang, Cendekiawan Muslim Riau: Zalim dan Berbahaya!

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Riau Ir. Muhammadun, M.Si. menuturkan kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman dan berbahaya.
 
"Kasus Rempang ini adalah kasus kezaliman perampasan tanah rakyat oleh rezim dan digunakan untuk kepentingan investasi asing.  Ini sangat zalim dan berbahaya!" tuturnya dalam pernyataan sikap saat Aksi Damai Bela Rempang, Sabtu ( 23/9/2023) di kanal Youtube Dakwah Riau.
 
Ustaz Madun, sapaan akrabnya,  mengungkapkan bahwa masyarakat melayu Rempang itu khususnya yang 16 kampung, sudah mendiami daerah turun temurun sejak tahun 1720, sehingga sudah 300 tahun lebih.
 
“Ketika ada pihak lain yang mengatasnamakan negara menggusur mereka ini adalah suatu kezaliman. Karena sejatinya mereka sudah tinggal di situ beratus tahun lamanya," ujarnya sebagai  poin pertama pernyataan sikapnya.
 
Kedua, lanjutnya, kalau seandainya dikatakan bahwa status penduduk itu tidak punya sertifikat tanah. Ini adalah kelalaian administrasi pemerintah, kenapa tidak dibantu  mengurus sertifikat dari dulu.
 
“Ketiga, kalau dikatakan mereka berada di dalam kawasan hutan negara, kenapa tidak diberi kebijaksanaan?” tanyanya.
 
Menurutnya, penentuan kawasan hutan negara itu  hanya di atas kertas. Terlebih sekarang ini berdasarkan pasal di  Undang-Undang Cipta kerja ada jutaan hektar dalam kawasan hutan negara  mau diputihkan.
 
“Padahal, mereka baru puluhan tahun yang di Riau, Sumatera Utara, Jambi dan di beberapa daerah yang lain mungkin jutaan hektar di dalam kawasan hutan negara mau diputihkan,” ungkapnya.
 
 Ia menjelaskan, dalam perspektif syariat Islam negara punya amanah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Seharusnya mendahulukan, memprioritaskan persetujuan masyarakat lokal. Maka proyek Rempang Eco City ini tidak sesuai, zalim dan berbahaya,” tandasnya.  
 
Ia menilai, wajar kalau bangsa Melayu dan seluruh rakyat Indonesia menolak cara-cara seperti ini, yang ilegal, arogan dan inkonstitusional, tidak berpihak kepada rakyat, membahayakan rakyat, juga membahayakan negara.
 
"Kalau dibiarkan ini sangat berbahaya, tidak hanya menghancurkan eksistensi Rempang tapi juga menghancurkan eksistensi negara, karena negara tidak hadir untuk membela rakyatnya dan hanya membela kepentingan cukong. Ini berbahaya!" pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 24 September 2023

Ormas Islam Sumut Mengutuk Keras Perampasan Tanah Milik Warga Rempang

Tinta Media - Ormas Islam Sumatera Utara (Sumut) yang tergabung dalam Aliansi Muffakir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar.

"Aliansi Mufakkir Mabda'i Bersama Ummat (AMMBU) melalui Aksi Damai Solidaritas Ummat Islam Bela Rempang mengutuk keras aksi perampasan tanah warga di Pulau Rempang karena merupakan kezaliman yang besar," tutur Taupik Simbolon, perwakilan AMMBU kepada Tintamedia, Sabtu (23/09/2023)

Hal ini, menurutnya, karena warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanahnya dan telah menempati ratusan tahun lamanya, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.


"Berdasarkan kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji, dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari prajurit/Laskar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa haram hukumnya merelokasi dengan cara pemaksaan dan kekerasan. "Di dalam Islam orang yang sudah tinggal di satu lahan selama bertahun- tahun seperti warga rempang, berarti orang tersebut adalah pemiliknya. Seandainya negara akan membeli atau merelokasi warga Rempang, maka haram hukumnya dengan cara pemaksaan apalagi dengan kekerasan," tegasnya.

Ia menuturkan untuk menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada oligarki kapitalis.

"Kebijakan ini mengkonfirmasi bahwa pemerintah menerapkan kebijakan untuk kepentingan oligarki kapitalis dengan mengabaikan hak dan kepentingan rakyat," bebernya.

Hal ini, lanjutnya, merupakan kebijakan zalim di tengah beban kehidupan rakyat yang berat dan pola investasi yang dijalankan cenderung mengarah kepada bentuk penjajahan gaya baru.

"Pola investasi dari perusahaan Cina dan didukung pemerintah Cina yang berhaluan komunis, yang terjadi di Pulau Rempang dan daerah lainnya merupakan bentuk penjajahan gaya baru (neo-imperialisme komunis)," ujarnya.

Ia mengingatkan Islam mengharamkan penjajahan yang mengalirkan kekayaan negeri kepada pihak penjajah.

"Bentuk penjajahan gaya baru yang meniscayakan mengalirnya kekayaan negeri kepada pihak asing penjajah bahkan penguasaan wilayah adalah bertentangan dengan Islam sesuai QS . An-Nisa : 141, Allah SWT berfirman : Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin," beber Taufik Simbolon.

Ia juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menerapkan Islam secara Kaffah agar hak-hak rakyat dapat terlayani dengan baik dan melindungi negeri dari cengkeraman oligarki kapitasi dan neo imperialisme.

"Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah , pemimpin akan melayani hak-hak rakyat dengan baik dan melindungi negara dari cengkeraman oligarki dan neoimperialisme untuk membawa keberkahan dunia dan akhirat," pungkasnya.[] Sofian Siregar

Persaudaraan Muslim Soloraya Mengutuk Keras Aksi Perampasan Tanah Warga Rempang

Tinta Media - Forum Persaudaraan Muslim Soloraya (FPMS) mengutuk keras aksi perampasan tanah warga Rempang atas nama pembangunan Rempang Eco-City yang ditetapkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Forum Persaudaraan Muslim Soloraya mengutuk keras aksi perampasan tanah warga pulau Rempang oleh pemerintah karena hal itu merupakan kezaliman besar," tutur Ali Mustofa sebagai perwakilan dari FPMS kepada Tinta Media Sabtu (23/9/2023).

Hal ini, lanjutnya, didasarkan bahwa warga Pulau Rempang adalah pemilik hak atas tanah, mereka (warga Rempang) telah menempati pulau tersebut selama ratusan tahun jauh sebelum republik Indonesia berdiri.

"Mereka (warga Rempang) dikenal sebagai pejuang mengusir penjajah. Negara tidak boleh menggunakan kaidah domein verklaring, bahwa semua bidang tanah adalah milik negara kecuali masyarakat bisa membuktikan dengan sertifikat," ujarnya seraya mengutip kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji.

Lewat perwakilan Bung Ali Mustofa juga mengutuk keras tindakan represif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh tim gabungan aparat terhadap pulau Rempang dan Galang sehingga masyarakat mengalami luka, trauma, cedera dan kerugian materi.

"Termasuk tindakan pemerintah menghentikan pelayanan umum pada warga sebagai bentuk intimidasi agar warga mau pindah. Sekaligus menuntut agar pemerintah memulihkan dan mengembalikan hak-hak warga Rempang," ungkapnya. 

Dalam aksi damainya, FPMS Menolak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada investor yang dimana pemerintah lebih melayani kepentingan cukong oligarki kapitalis daripada kepentingan rakyat.

"Kebijakan ini jelas kebijakan yang dzalim, apalagi di tengah beban kehidupan rakyat yang semakin berat," tegasnya. 

FPMS juga menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek Rempang Eco-City dan investasi Xinyi Glass Holdings Limited asal Cina karena bahan bakunya merupakan jenis harta milik umum uang seharusnya dikuasi oleh negara untuk kepentingan rakyat.

"Oleh karna itu, haram meliberalisasikannya dan menyerahkan kepemilikan serta pengolahannya diserahkan kepada pihak swasta," katanya. 

FPMS menghimbau umat Islam atas kebangkitan komunis gaya baru serta melawan kejahatan dan keserakahan ideologi sekulerisme kapitalisme, liberal-demokrasi.

"Untuk itu mari kami mengajak seluruh pihak khususnya para pemimpin, ulama, cendikiawan, pengusaha, pengacara, mahasiswa, polisi dan militer di Indonesia bersatu padu untuk mengambil Islam sebagai solusi menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai daulah Khilafah Islamiyah," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

KOREKSI TERHADAP PENDAPAT TJAHJO ARIANTO TERKAIT TANAH MELAYU REMPANG

Tinta Media - Mengutip informasi dari website kantor berita yang memberitakan bahwa Pakar hukum pertanahan, Tjahjo Arianto, menyebut bahwa Pulau Rempang adalah hutan yang digarap oleh masyarakat penggarap dan bukan tanah adat. 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut: 
 
Pertama, bahwa perlu diketahui tanah adat adalah mereka menggarap tanah itu turun menurun, tinggal disitu turun menurun. Sedangkan Suku Melayu telah menempati sejak ratusan tahun yang lalu secara genealogis dan teritorial. Hal ini merujuk literatur (1); Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji, "Tuhfat al-Nafis". Edited by Virginia Matheson. (Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti, 1997); (2) Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji, "Tuhfat al-Nafis Naskhah Terengganu", Rewritted by 'Alawi from Karimun Archipelagos. (Kuala Terengganu: The House of Tengku Ismail, 1991); (3). "Furu' al-Ma'mur: Inilah satu Undang-Undang Qanun yang terpakai oleh Kepala2 yang besar pangkat kecil dan besar yang menjaga negeri dalam Kerajaan Riau dan takluk adanya". Alih aksara Hasan Junus. (Pekanbaru: Pusat Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan Melayu Universitas Riau, 1996); (4). Aswandi Syahri, "Melacak Kembali Hari Jadi Batam: Raja Isa dan Jejak Awal Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829-1913)". Lampiran dalam Perda Kota Batam No. 4 Tahun 2009 Tentang Hari Jadi Kota Batam; (5).Cynthia Chou and Vivienne Wee, "Tribality and Globalization: The Orang Suku Laut and the 'Growth Triangle' in a Conntested Environment". Dalam Geoffrey Benjamin and Cynthia Chou (ed.), Tribal Communities in the Malay World: Historical, Cultural, and Social Perspectives. (Singapore: IIAS and ISEAS, tt).; (6) Jan van der Putten, "His Word is the Truth: Haji Ibrahim's Letters and Other Writtings". (Leiden: Research School of Asian, African, and Amerindian Studies, 2001).
 
Kedua, Bahwa perlu diketahui Peraturan Perundang-undangan tentang Hutan baru ada setelah Republik Indonesia berdiri, jadi secara geneologis mereka lebih berhak. Konflik agraria terjadi disebabkan karena adanya legal pluralisme antara pemerintah dan masyarakat. Legal pluralisme merupakan situasi yakni dua atau lebih sistem hukum berinteraksi dalam satu kehidupan sosial. Di Indonesia hukum negara dianggap memiliki posisi yang lebih tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam dibandingkan hukum adat. Seringkali negara mengambil kebijakan sepihak dalam pengelolaan sumber daya alam tanpa melibatkan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam tersebut. 
 
Ketiga, Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan milik Negara dan Pemerintah. Masyarakat adat memiliki hak penuh atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, termasuk atas hutan adat. Pengakuan terhadap hak-hak ini, merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi yang melekat pada masyarakat adat dan dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-undang Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

Keempat, Bahwa ditinjau secara geopolitik, letak Batam sangat strategis berada di Selat Malaka pintu gerbang orang-orang asing masuk ke wilayah Indonesia, dekat dengan Singapura dan dekat dengan Laut Natuna (Laut Cina Selatan) yang sedang konflik antara Negara China, Amerika Serikat dan berbagai Negara. Semestinya pulau yang berada di garis terdepan tersebut diperkuat, bukan sebaliknya diberikan kepada Investor asing. Jika tidak diperkuat "NKRI HARGA MATI" hanya sebatas slogan yang tunduk kepada kepentingan Investor.

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH Pelita Umat 

Sabtu, 23 September 2023

ISLAM SOLUSI MASALAH KEMANUSIAAN REMPANG

Tinta Media - Kasus Rempang adalah konfirmasi kebijakan pemerintah yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan keadaban. Indikatornya adalah adanya penolakan relokasi, pengambilalihan paksa hak rayat, tidak disiapkan tempat pengganti, tidak ada musyawarah dan kesepakatan, rakyat merasa dirugikan bahkan dizolimi, protes datang dari berbagai elemen masyarakat lintas organisasi dan wilayah. Bukan hanya melanggar nilai pancasila, lebih dari itu melanggar nilai-nilai Islam.

 

Jika dicermati secara serius dalam ayat-ayat al Quran maupun as sunnah, niscaya akan ditemukan, bahwa inti ajaran Islam adalah iman dan amal saleh. Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal, tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan pribadi dan sosial.

 

Hukum Islam berkarakter manusiawi (orientasi kemanusiaan)  yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Inilah dasar Islam. Oleh karena itu, tugas terbesar Islam sesungguhnya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai-nilai Islam. Islam adalah agama yang menebarkan rahmat bagi semua manusia dan alam semesta.

 

Kisah Khalifah Umar bin Khattab memberikan ilustrasi betapa adilnya kepemimpinan dalam Islam (sistem khilafah). Saat itu ada Gubernur Mesir yang bernama Amr bin ‘Ash dan dia berniat untuk membangun sebuah masjid di samping istananya yang megah itu namun terkendala oleh adanya bangunan gubuk milik Yahudi, diganti untung 2 kali lipat, namun tetap ditolak. Akhirnya digusur dan yahudi mengadu kepada Umar bin Khathab.

 

Umar mengirimkan tulang dengan garis lurus pakai pedang. Tulang ini merupakan peringatan keras terhadap diriku dan tulang ini merupakan ancaman dari Khalifah Umar bin Khattab. Artinya, apa pun pangkat dan kekuasaanmu suatu saat kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus. Adil di atas dan adil di bawah. Sebab kalau kamu tidak bertindak adil dan lurus seperti goresan tulang ini, maka Khalifah tidak segan-segan untuk memenggal kepala saya”, jelas Gubernur Amr bin ‘Ash. Akhirnya orang Yahudi mengikhlaskan tanahnya dan bahkan masuk Islam karena keadilan hukum Islam.

 

Kasus rempang mengkonfirmasi adanya penjajahan gaya baru (neokolonialisme) yakni investasi, hutang (riba), privatisasi oleh ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis.

 

Islam memberikan tuntunan hidup manusia dari persoalan yang paling kecil hingga ke urusan yang paling besar, mulai dari urusan rumah tangga, tidur, makan dan minum sampai pada urusan bangsa dan negara. Ada tiga kepemilikan dalam Islam, Negara, rakyat (umum) dan pribadi. Privatisasi BUMN dan SDA milik negara dan rakyat diharamkan dalam hukum Islam. Utang luar negeri, tidak dibolehkan oleh hukum syara’. Sebab, pinjaman seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu. Riba diharamkan oleh hukum syara. Persyaratan (yang menyertai utang luar negeri) sama saja dengan menjadikan negara-negara asing tersebut berkuasa atas kaum Muslim. Sedangkan investasi asing hukumnya juga haram karena menyebabkan makin kuatnya cengkeraman atas kaum muslimin. Perhatian beberapa dalil berikut :

 

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

 

“Allâh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah(2):275). Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, "Wahai, Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa haq, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita beriman yang Ialai berzina" (Muttafaq 'alaih).

 

Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR Thabrani).

 

Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman. (QS An nisaa’ : 141). Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)

 

Kepemimpinan dengan sistem kapitalisme dan komunisme cenderung zolim dan tidak adil kepada rakyat. Kepemimpinan zolim sangat dilarang dalam ajaran Islam. Al-Hasan berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar ra., ketika ia sakit yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad, “Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadits yang telah dengar dari Rasulullah saw., aku telah mendengar Nabi saw. bersabda, “Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau surga.”

 

Jadi kesimpulannya, konflik Rempang dalam kaca mata Islam ada dua hal mendasar : pertama, adanya cengkeraman neo imperialisme/kolonialisme dan jejak hitam oligarki.  Kedua, adanya kezaliman kepada rakyat yang dilakukan oleh penguasa dan pengusaha.

Karena itu penting adanya transformasi sistemik dari sistem kapitalisme komunisme oligarki ke sistem dan kepemimpinan Islam lebih manusiawi, adil, orientasi kemakmuran rakyat dengan penerapan hukum Allah secara kaffah

 

Indahnya kepemimpinan seorang khalifah dalam sistem khilafah tergambar pada pidato Abu Bakar saat dibaiat sebagai khalifah : Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bila mana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mematuhiku. Berdirilah (untuk) shalat, semoga rahmat Allah meliputi kamu.

 

Begitupun pidato Umar bin Khatahab : Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati." Bacalah Alquran, dalami, dan bekerjalah dengannya. Jadilah salah satu umatnya. Timbang dirimu sebelum menimbang, hiasi dirimu untuk persembahan terbesar pada hari ketika kamu akan dipersembahkan kepada Allah SWT.

 

Bukan aku menurunkan diriku dari kekayaan Allah SWT dalam status sebagai wali yatim piatu. Jika kalian puas, maka akan diampuni, jika kalian miskin, maka akan makan enak. Allah telah menguji kalian dengan diriku dan menguji diriku lewat kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang aku ada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus aku hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain kecuali kepadaku. Dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau berbuat baik, akan kubalas dengan kebaikan, tetapi kalau berbuat jahat, terimalah bencana yang akan kutimpakan.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 21/09/23 : 14.23 WIB)

 


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab