Tinta Media: Kompor
Tampilkan postingan dengan label Kompor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kompor. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Oktober 2022

Polemik Kompor Listrik Berakhir, Program Prorakyat Harus Diutamakan

Tinta Media - Polemik peralihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik berakhir. Hal ini setelah rencana konversi secara massif tersebut dinyatakan batal. 

Pembatalan program ini telah disampaikan oleh Direktur Utama PLN. Pembatalan dilakukan demi menjaga kenyaman masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. (liputan6.com)

Sebelumnya, PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur mengampanyekan kendaraan listrik dan kompor induksi di kegiatan Car Free Day (CFD) Kota Surabaya dalam acara puncak perayaan Hari Pelanggan Nasional tahun 2022. 

Kampanye diawali dengan konvoi 150 unit motor listrik yang diikuti PLN Grup Jawa TImur. Kegiatan kali ini merupakan salah satu upaya PLN untuk menjalankan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 untuk mengakselerasi penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbahan Baterai (KBLBB).

Hal ini disusul juga dengan Intruksi Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2022 tentang penggunanaan kendaraan listrik berbasis baterai sebagai kendaraan operasional dan atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

Program konversi LPG ke Kompor Induksi sebanyak 15,3 juta pelanggan akan menghemat APBN sebesar Rp 85,6 triliun selama 5 tahun setelah pelaksanaan program. Adapun biaya paket konversi berupa kompor, utensil, pemasangan jalur khusus memasak dapat dialokasikan dari pengalihan sebagian penghematan subsidi. (cnbcindonesia.com)

Namun, rencana ini menuai pro kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, pengunaan listrik di tengah masyarakat masih sangat riskan, belum pula beban yang harus ditanggung oleh rakyat miskin. Meski pemerintah memberikan kompor gratis, urusan tagihan listrik tiap bulan tetap menjadi tanggungan rakyat.
Dengan penggunaan kompor listrik yang butuh daya besar, tentunya tagihan listrik meningkat.

Direktur Distribusi PLN  mengatakan, untuk kompor listrik yang telah diberikan kepada masyarakat sebanyak 300 unit, yang rencananya dilakukan uji coba, masih dilanjutkan. Hal ini akan menjadi bahan evaluasi ke depannya bagi PLN. Di sisi lain, PLN juga akan melihat perubahan perilaku dari pelanggan setelah melakukan penggunaan kompor listrik dua tungku berkapasitas 1.000 watt tersebut. (kompas.com)

Untuk saat ini, pembatalan program peralihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik membuat lega masyarakat. Akan tetapi, ini menjadi PR besar bagi pemerintah agar program-program berikutnya bisa menjadi program yang tepat, sesuai dengan kebutuhan dan urgensi di tengah masyarakat.

Sejatinya, cita-cita mewujudkan energi yang bersih dan efisien merupakan hal yang baik. Namun, untuk mewujudkannya tidak bisa dengan kebijakan tambal sulam dengan memindahkan beban dari hilir ke hulu, mengurangi biaya APBN, tetapi membebani rakyat

Oleh karena itu, kita butuh visi besar berlandaskan ideologi sahih untuk mewujudkan kemandirian energi, sehingga tidak tergantung kepada impor. Hanya negara yang menerapkan sistem Islamlah yang dapat mewujudkan kemakmuran di tengah-tengah masyarakat.

Wallahualam bii shawwab.

Oleh: Euis Nani 
Muslimah Peduli Umat

Senin, 10 Oktober 2022

Kompor Listrik Dibatalkan demi Kenyamanan Rakyat, Benarkah?

Tinta Media - Baru-baru ini perhatian masyarakat tercurah pada program konversi kompor gas ke kompor listrik yang rencananya akan direalisasikan tahun depan secara bertahap. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif blak-blakan menjelaskan alasan pemerintah menggenjot penggunaan kompor listrik dan kendaraan listrik belakangan ini. Hal tersebut tak lepas dari upaya mengatasi kondisi kelebihan pasokan daya atau surplus listrik yang dialami PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. (22/9)

Senada dengan itu, Praktisi Energi, Dina Nurul Fitria sempat mengusulkan peralihan kompor gas ke kompor listrik agar menjadi program nasional. Hal ini disebutnya demi menyelamatkan keuangan negara yang menurutnya, pemerintah tengah dipusingkan dengan pembengkakan impor dan subsidi gas elpiji. 

Wacana ini diikuti dengan penarikan tabung gas di sejumlah daerah. Pemerintah juga sudah mulai mengalokasikan dana untuk membagikan paket kompor listrik gratis ke masyarakat. (Suara.com, 28/9/22)

Program tersebut mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat, karena dinilai membutuhkan biaya yang sangat besar. Pemakaian kompor listrik membutuhkan setidaknya 1000 VA. Padahal, rakyat menengah ke bawah banyak yang memakai daya 450-900 VA. Artinya, masyarakat harus tambah daya untuk bisa memasak dengan kompor listrik tersebut.

Selain itu, alat masak perlu diganti dan ada beberapa menu masakan yang membutuhkan waktu lama agar matang jika menggunakan kompor listrik. Tak ayal, tagihan listrik pun akan membengkak. Kemudian juga akan sangat merepotkan bagi masyarakat yang mempunyai hajat untuk memasak dalam jumlah besar. 

Kompor Listrik Ditunda hingga Dibatalkan

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) dan Kementerian ESDM memberikan pernyataan bahwa pihaknya menunda program konversi LPG 3 kg ke kompor listrik pada tahun 2022 ini.

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan, bahwa pemerintah memantau dan menghargai masukan dari masyarakat, termasuk juga memonitor pemberitaan di media. (23/9)

Selang beberapa hari kemudian, PLN memastikan bahwa konversi kompor elpiji 3 kg ke kompor listrik dibatalkan. Tarif dasar listrik juga tidak naik, serta tidak ada penghapusan golongan pelanggan dengan daya listrik 450 Volt Ampere (VA).

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa langkah pembatalan tersebut dilakukan agar masyarakat merasa nyaman, terutama dalam pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. (28/9)

Benarkah Pembatalan Program Kompor Listrik demi Kenyamanan Rakyat?

Alasan pemerintah menggenjot progam kompor listrik adalah karena PLN mengalami surplus daya listrik. Dukungan terhadap pentingnya program tersebut adalah demi menyelamatkan keuangan negara akibat membengkaknya nilai subsidi gas. Namun, setelah mendengar aspirasi rakyat dan pemberitaan media, akhirnya pembatalan program tersebut dilakukan dengan alasan demi kenyamanan rakyat.

Semua itu sejatinya menunjukkan bahwa pemerintah plin-plan atau juga masih belum memiliki roadmap yang jelas terkait bidang energi. Jika pemerintah konsisten mengeluarkan kebijakan semata-mata demi kenyamanan rakyat, tentu tidak akan pernah tercetus sedikit pun pernyataan yang menganggap bahwa subsidi menjadi beban bagi negara. Padahal, subsidi merupakan salah satu cara untuk memudahkan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan.

Jika pembatalan tersebut benar-benar karena demi kenyamanan rakyat, maka seharusnya pembatalan itu diiringi dengan pembatalan kebijakan-kebijakan lain yang juga tidak membuat rakyat nyaman. Sebut saja kenaikan harga BBM, kenaikan iuran BPJS, dan banyak lagi kebijakan yang dirasakan oleh rakyat justru memberatkan.

Selama ini, kebijakan demi kebijakan diambil seolah tanpa mempertimbangkan efek ke depan bagi masyarakat, tidak pula melihat prioritas mana yang dibutuhkan masyarakat. Namun, justru terkesan sebatas bagaimana agar kebijakan itu memberi manfaat atau keuntungan semata bagi perusahaan maupun lembaga pelaksana.

Sesungguhnya semua kebijakan pemerintah dipengaruhi oleh sistem yang diadopsi saat ini, yakni sistem Kapitalis. Pemerintah yang tegak di bawah paradigma Kapitalisme, cenderung mengambil kebijakan yang dianggap dapat menguntungkan perusahaan maupun lembaga pelaksana, meskipun kebijakan tersebut justru merugikan rakyat. Sebab, Kapitalisme lebih mengutamakan nilai materi dan mengagungkan kepemilikan pribadi. Karena itu, tak heran jika SDA yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai individu maupun kelompok pengusaha, yang penting punya modal. 

Inilah bukti rusaknya Kapitalisme yang diemban negeri ini. Kebijakan tidak lagi berorientasi pada kemaslahatan masyarakat, tetapi justru demi mendulang manfaat bagi pejabat dan korporat. Tujuan Kapitalisme adalah profit oriented alias hanya memikirkan keuntungan materi, baik itu keuntungan finansial maupun kedudukan.

Islam Menjamin Kenyamanan Hakiki bagi Rakyat

Sengkarut yang terjadi akibat sistem Kapitalis ini sungguh berbeda dengan pengaruh yang diberikan ketika sebuah negara mengadopsi sistem Islam. Sebab, Islam merupakan seperangkat aturan dari Allah yang Mahatahu. Hanya Allah yang mengetahui aturan apa yang sesuai bagi makhluk-Nya.

Islam memiliki aturan yang jelas dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam hal energi, baik pengelolaan maupun pemanfaatannya. Sebenarnya tidak masalah melaksanakan program konversi ini, dengan catatan selama tidak memberatkan rakyat. Hal itu karena Islam tidak melarang aktivitas memasak, baik menggunakan kompor gas, minyak tanah, listrik, maupun kayu bakar. Namun, titik tekannya adalah bagaimana kebijakan tersebut efeknya bagi rakyat. Sebab, prioritas bagi pemimpin menurut Islam adalah melayani urusan rakyat.

Inilah yang membedakan paradigma Islam dengan Kapitalisme. Islam dibangun atas dasar keimanan terhadap Allah Swt. Karena itu, seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. 

Berdasarkan aturan Islam, sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini didasarkan pada sejumlah hadis. Di antaranya riwayat Ibnu ‘Abbas Ra. yang menuturkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabarani).

Dari hadis di atas bisa digali kaidah hukum, yakni "Setiap benda/barang (sumber daya alam) yang menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat secara luas adalah milik umum.” (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 3/466).

Maka dari itu, tidak hanya air, api, dan padang rumput, tetapi semua SDA yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah milik umum. (An-Nabhani, An-Nizhaam al-Iqtishaadi, hlm. 201)

Imam/Khalifah (penguasa dalam sistem pemerintahan Islam) harus memberikan akses atas milik-milik umum ini kepada semua rakyatnya, baik yang miskin ataupun kaya. (Muqaddimah ad-Dustuur, hlm 365)

Kepemilikan umum ini dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Negara boleh memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga murah yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Sebab, negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut.

Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam menerapkan aturan Islam yang jelas membawa rahmat bagi seluruh alam. Saat ini, yang harus dilakukan adalah terus menyeru kepada penguasa untuk menerima Islam sebagai pedoman agar dapat menyelesaikan seluruh problematika kehidupan. Wallahu a'lam!

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Kebijakan Publik

Jumat, 07 Oktober 2022

Konversi Kompor Listrik Ditunda, Tunggu Gelombang Protes Reda?

Tinta Media - Sangat disayangkan jika pemerintah membatalkan suatu kebijakan setelah terjadi gelombang protes masyarakat. Seharusnya, pemerintah memiliki rasa kepekaan tinggi hingga tak membuat rencana kebijakan yang menyusahkan rakyat hingga memicu reaksi protes, seperti halnya program konversi kompor gas 3 kg ke kompor listrik. Program tersebut belum disetujui DPR, tetapi sudah menyerap anggaran untuk dilakukan uji coba. Padahal, masyarakat sementara dihadapkan dengan kenaikan harga BBM, ibarat ‘sudah jatuh, tertimpa tangga pula’.

Hapus Daya Listrik 450VA?

Sebelumnya, netizen heboh dengan isu penghapusan daya listrik 450VA. Pihak PLN kemudian memberi klarifikasi, tidak ada penghapusan daya listrik 450VA. Namun, jika dikaitkan dengan program konversi kompor listrik yang sasaran utamanya keluarga miskin, maka butuh penambahan daya listrik. Kompor listrik membutuhkan daya minimal 800VA. Kondisi ini selaras dengan gelaran promo PLN ‘Nyalakan Kemerdekaan’. Biaya penambahan daya listrik yang biasanya Rp5.330.900 menjadi Rp170.845 saja.  

Direktur Utama PLN Darmawan Prasojo menjelaskan, masyarakat yang menerima program kompor listrik gratis adalah pelanggan dengan daya listrik 450VA dan 900VA. Pemerintah tidak akan menghapus atau mengalihkan daya listrik 450VA menjadi 900VA. Sebaliknya, pemerintah akan menyediakan jalur kabel listrik khusus dengan daya yang cukup. Menurutnya, jalur tersebut terpisah dengan jalur listrik yang sudah ada sehingga tarif listrik tidak mengalami perubahan (tribunnews.com, 26/9/2022). 

Meski program tersebut batal, pihak PLN masih melakukan uji coba di Denpasar dan Solo. Ada 2.000 paket kompor listrik gratis yang dibagikan untuk uji coba tersebut. Harga kompor listrik sendiri tidak murah. Katakanlah harga kompor listrik RP1,8 juta, jika dikalikan dengan 2.000 paket saja sudah Rp3,6 miliar. Sebelum program konversi kompor listrik dibatakan, pemerintah sempat berencana membagikan 300.000 kompor listrik gratis. Tampaklah, program tersebut butuh dana tak sedikit, baik anggaran untuk pengadaan kompor listrik maupun rencana proyek jalur kabel listrik khusus. 

Zero Emisi Karbon

Jika mau jujur, program konversi kompor listrik tidak menguntungkan rakyat maupun negara. Setelah rakyat miskin mendapat kompor listik gratis dan penambahan daya, siapa kiranya yang membayar tagihan listrik per bulan? Lagi pula, umumnya para emak membutuhkan lebih dari satu alat masak, sementara yang dipakai adalah alat masak khusus. Artinya, alat masak sebelumnya tidak bisa dipakai dan harus membeli alat masak baru dengan harga cukup mahal. Kompor listrik pun memiliki masa manfaat, mengalami penyusutan kemudian rusak. Akhirnya, rakyat miskin harus membeli sendiri dengan harga tak merakyat. 

Pemerintah beralasan, konversi kompor gas ke listrik harus dilakukan demi mengurangi impor gas. Alasan yang tak bisa diterima akal, mengingat, sumber gas alam Indonesia melimpah. Penggunaan kompor listrik juga disebut-sebut demi mendukung upaya zero emisi karbon. Mungkinkah pemerintah lupa bahwa pembangkit listrik saat ini masih banyak menggunakan ‘uap panas’ untuk memutar turbin? Batu bara digunakan sebagai bahan boiler untuk menghasilkan energi. Artinya, semakin banyak listrik yang diserap, semakin banyak batu bara yang dibakar dan semakin banyak emisi karbon yang dihasilkan.

Pemerintah juga mengaku, konversi kompor listrik berguna menyeimbangkan over supply listrik. Pemerintah melalui PLN bersama Independent Power Producer (IPP) merencanakan dan membangun mega proyek ketenagalistrikan 35 ribu mega watt hingga terjadi surplus listrik di Jawa dan Bali. Jika hasil dari mega proyek ternyata melebihi kebutuhan listrik rakyat, tak seharusnya rakyat yang menanggung beban, bukan? Seperti ramai diberitakan, 50% lebih pembangkit tenaga listrik di Indonesia bukan milik PLN, melainkan milik IPP. 

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian sempat memberi kepercayaan kepada rekanan PT Hartono Istana Teknlogi (Polytron) sebagai pemasok kompor listrik. Nettizen pun heboh dan semakin yakin kebijakan konversi tersebut hanya melindungi kepentingan oligarki. Selain kompor listrik, pemerintah mendorong masyarakat menggunakan mobil listrik. Pemerintah telah menyiapkan 55 unit ‘Hyundai lonic 5’ untuk persiapan kegiatan 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit (P20) pada Rabu-Jumat tanggal 5-7 Oktober 2022 di Jakarta. 

Bayangkan, jika segala aktivitas digerakkan dengan listrik. Semakin banyak listrik terserap, semakin banyak pembakaran batu bara dan menghasilkan lebih banyak emisi karbon. Hal ini akan semakin menghambat target Indonesia bebas emisi karbon tahun 2060. Ke depan, jika segala sesuatunya bergantung pada listrik, seketika listrik mati semua aktivitas terhenti. Seharusnya, pemerintah lebih fokus menggunakan anggaran untuk melakukan inovasi, pengembangan, dan perluasan energi baru terbarukan.

Menuju Indonesia Tangguh 

Miris. Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah. Namun, rakyat tampak dipermainkan saat memanfaatkan energi tersebut. Padahal, sumber daya alam merupakan barang milik umum (rakyat). Energi merupakan barang vital bagi rakyat. Seharusnya, rakyat bisa menikmati dengan harga terjangkau. Bahkan kalau bisa, gratis. Namun, yang terjadi sebaliknya, harga elpiji, listrik maupun energi lain seperti BBM terus mengalami kenaikan. 

Kebijakan demi kebijakan justru membuat hidup rakyat semakin ruwet. Alasan yang tak logis muncul demi membenarkan kebijakan. Beginilah kondisi imbas dari liberalisasi sektor energi. Pemerintah mengekspor bahan mentah kemudian mengimpor dalam kondisi siap pakai. Pengelolaan sumber energi dari hulu sampai hilir dicampuri oligarki, mulai dari pengelolaan bahan baku yakni batu bara dan gas, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk perusahaan baterai mengandalkan swasta dan asing untuk berinvestasi. Sementara, investasi hakekatnya istilah halus untuk menguasai negeri.

Rakyat masih menunggu sikap pemerintah, akankah program ini benar-benar batal ataukah hanya ditunda menunggu gelombang protes reda? Jika program konversi kompor listrik tetap dilanjutkan di kemudian hari, maka patut waspadai. IPP bisa sewaktu-waktu menaikkan tarif dasar listrik. Demikian pula dengan perusahaan kompor listrik yang bisa mengubah harga seenaknya, hingga rakyat pun tak bisa berbuat apa-apa. 

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Penerapan sistem demokrasi saat ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam merupakan ajaran yang sempurna dan paripurna. Dalam Islam, energi digolongkan sebagai api yang tidak diperbolehkan dikuasai swasta, apalagi asing. Negara wajib mengelola sumber energi benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat. Andai saja Indonesia siap sedia menerapkan Islam secara menyeluruh, termasuk dalam pengaturan energi, insyaallah akan menjadi negara yang tangguh tak dikendalikan oligarki. Islam memiliki struktur negara yang mampu mengatasi hal itu. 

Wallahu ‘alam bish shawab.

Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos.
Sahabat Tinta Media, Pemerhati Kebijakan Publik

Rabu, 15 Juni 2022

Direktur GCW: Pemerintah Gunakan Jasa Buzzer Rp


Tinta Media - Direktur Global Cyber Watch (GCW), Rif'an Wahyudi menyatakan bahwa pemerintah saat ini menggunakan jasa buzzer Rp.

"Saat ini, pemerintah faktanya menggunakan jasa buzzer Rp, lebih jelasnya sebagai buzzer yang bukan normal," tuturnya dalam Kabar Petang: Menyikapi Buzzer "Kompor", Rabu (8/6/2022) di Channel Youtube Khilafah News.

Ia pun mengungkap ada beberapa indikasi yang menguatkan hal tersebut. "Ada beberapa indikasi seperti penggunaan APBN yang tertulis dana influencer. Pertama, untuk pariwisata, ketika memasuki pilpres 2019, terjadi polarisasi. Dari buzzer ekonomi, beralih menjadi buzzer politik," jelasnya.

Fenomena Kakak Pembina, lanjutnya, berarti ada yang menggunakan. "Ada foto-foto dan jejak digitalnya. Bahkan salah satu struktur istana, Kepala Staf Kepresidenan yang mengumpulkan," imbuhnya.

Bung Rif'an membeberkan adanya kejadian saling melapor, buzzer Kakak Pembina tidak disentuh, seolah-olah kebal hukum. "Sementara buzzer opposan yang rajin mengkritik langsung diciduk, diamankan," ungkapnya.

Bung Rif'an pun menambahkan keberadaan buzzer ini sakit, tidak sehat.
"Yang menggunakan cara-cara fitnah, adu domba, fake news, konten-konten berita bohong," jelasnya.

Bahkan terbaru, lanjutnya, ada operasi false flag (bendera palsu). Mereka menyiapkan tim yang merekam, tim multimedia, seperti sandiwara. "Kayak membuat film, yang sudah disiapkan skenarionya, aktornya, berbayar semua," imbuhnya.

Ia melanjutkan, ketika kamera siap, maka disuruh action dan dipublikasikan berturut-turut. Di tingkat global, ada 'War of terorism', tahun 2001. "Runtuhnya menara kembar ditabrak oleh pesawat," ungkapnya.

Bung Rif'an menegaskan tidak mungkin ada pesawat yang menabrak gedung sehancur-hancurnya. "Banyak bukti, bahwa itu adalah rekayasa, sangat jahat pemerintah AS, yang mengorbankan rakyatnya sebanyak 3000 orang," terangnya.

Ia pun menjelaskan ada buzzer politik yang positif, ada juga yang negatif atau sakit. "Dari cara kerjanya, mereka berlebihan. Dari pencitraan, cara adu domba. Jadi sensitif istilah cebong, kampret, kadrun, padahal jika dilihat di masyarakat, tidak segitu sengitnya," bebernya.

Bung Rif'an menambahkan bahwa cara kerja buzzer ini sangat massiv, dikendalikan oleh usernya. "Ini yang disayangkan," pungkasnya.[] Nita Savitri
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab