Klitih, Eksistensi Diri Tanpa Visi
Tinta Media - Keberadaan seseorang ingin diakui dalam masyarakat, adalah salah satu manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqo). Naluri ini adalah sesuatu yang fitrah dimiliki semua manusia , sebagaimana naluri beribadah dan naluri melangsungkan jenis/keturunan. Namun pengakuan terhadap eksistensi diri tidaklah bebas nilai dan bebas aturan. Karena jika tidak diatur oleh yang Maha Tahu, maka akan menimbulkan perselisihan, keresahan, keonaran, dan kezaliman.
Gejolak naluri mempertahankan diri pada kawula muda memiliki energi yang dahsyat. Dengan darah mudanya mereka selalu berusaha ingin tampil mengekspresikan potensinya Potensi luar biasa ini akan sayang jika tidak diarahkan pada tujuan atau visi yang benar. Seperti yang terjadi di Jember beberapa hari yang lalu pada bulan Nopember. Kompas.com (20/11/2923) mewartakan aksi klitih mulai masuk ke Jember. Yaitu sekelompok remaja yang melakukan aksi klitih (kliling golek getih), atau arti akronimnya: berkeliling mencari darah. Mereka tergabung dengan geng motor yang melakukan aksinya dengan cara menyasar korban secara acak melukai siapa saja yang ditemui di jalan. Tidak ada barang yang dirampas atau dijambret. Mereka hanya butuh kepuasan menyaksikan korban bersimbah darah, kemudian kabur.
Miris sekali, inilah salah satu contoh pemenuhan naluri baqo yang salah arah dan tanpa visi yang jelas. Meskipun Tim Patroli Polres telah melakukan tindakan cepat menangkap sejumlah pelaku, tetapi masyarakat telah dibuat resah dengan adanya peristiwa ini. Mereka adalah para remaja yang merupakan transisi dari usia kanak- kanak ke dewasa. Pada masa ini mereka butuh identity, mencari jati diri siapa dirinya?
Permasalahannya, bagaimana mereka dapat menemukan identitas yang benar?
Dalam aksi klitih jelas perbuatan itu tidak dilandasi dengan tuntunan akidah. Bisa jadi mereka berbuat hanya ikut ikutan yang sedang trending, dan dianggap itu sesuatu yang sangat membanggakan. Bisa juga karena mereka mendapat banyak maklumat dari media yang sering menayangkan kekerasan hingga tontonan menjadi tuntunan.
Apalagi dalam kehidupan sekuler- kapitalisme ini semakin menyuburkan pemahaman yang salah tentang makna hidup. Kebahagiaan dimaknai jika manusia bisa memenuhi semua kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan kenikmatan jasadiyah semata.
Islam Menunjukkan Pemenuhan Naluri yang Benar
Dalam Islam semua jiwa dilindungi. Kehilangan nyawa satu orang Muslim itu lebih berharga dari pada dunia dan seisinya. Bahkan sekedar menyakiti fisik seseorang ada diyatnya/ tebusannya. Menghilangkan satu gigi diyatnya adalah 5 ekor unta. Begitu juga diyat berlaku bagi anggota tubuh yang lain. Maka keadilan hukum Islam tampak pada menetapkan hukum qishash sebagaimana firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash dalam perkara pembunuhan.( TQS. Al- Baqarah: 178).
Begitu pula dalam sabda Rasulullah saw. " Barang siapa yang membunuh maka bunuhlah ia. Bagi ahli waris ada dua pilihan, yaitu minta tebusan atau balas membunuh. (HR Bukhari)
Jelas dalam Islam pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri diatur dalam sejumlah hukum syara'. Rasa ingin memiliki sesuatu, ingin dihargai, ingin diakui keberadaan dalam lingkungan dan sebagainya pemuasannya harus tetap pada koridor hukum Islam. Jika ingin memiliki sesuatu dengan jalan menjambret, mencuri, membunuh dan sebagainya maka ia akan mendapat sanksi atas perbuatan yang melanggar hukum Islam.
Namun jika ia tidak bisa memenuhi nalurinya dan bersabar dengan keadaan itu maka ia tidak akan mendapatkan sanksi apa- apa, kecuali kegelisahan yang melingkupinya.
Negara sebagai institusi terpenting yang kehadirannya bisa menciptakan suasana yang kondusif sangat diharapkan rakyat. Negara hendaknya menerapkan sistem yang teratur sesuai petunjuk Allah Swt. dalam semua lini kehidupan, baik sistem ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, pemerintahan dsb. Berkaitan dengan penanganan remaja, maka dibutuhkan sinergi antara keluarga, masyarakat/sekolah dan negara. Keluarga sebagai lingkungan awalan anak hidup harus ditancapkan akidah yang kokoh. Anak dibiasakan menjalankan ibadah dengan baik, saat malam anak dibiasakan istirahat lebih awal agar bisa bangun lebih awal pula, tidak dibiarkan keluyuran hingga dini hari.
Masyarakat juga selalu menyuburkan budaya amar makruf nahi munkar, sehingga tampak suasana kepedulian dengan keadaan sekitar. Saling menghormati, membantu, memberi wadah yang positif untuk anak remaja. Bahkan keberadaan jamaah dakwah yang giat melakukan kajian untuk remaja perlu didukung, tidak malah dicurigai/ dimusuhi.
Walhasil dengan adanya sinergi yang cantik dari tiga unsur ini, akan menghindarkan dari aksi- aksi menyimpang pada anak remaja. Mereka akan dapat menemukan jati dirinya yang positif. Maka kasus klitih atau kasus- kasus negatif lain tidak akan bermunculan dan meresahkan masyarakat.
Wallahu'alam bishawwab
Oleh: Dyah Rini
Kontributor Tinta Media