Tinta Media: Kiblat
Tampilkan postingan dengan label Kiblat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kiblat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 April 2024

‘Kiblat’, Film yang Bagus, Kenapa Harus Dibanned?


Tinta Media - "Film ‘Kiblat’ itu bagus, buktinya mampu mendatangkan keuntungan. Meskipun bawa-bawa agama, tetapi cuannya banyak." 

Itulah yang ada di pikiran para pembuat film yang berideologi sekuler. Mereka tidak mengenal namanya halal-haram dan cenderung menampilkan gaya hidup bebas, banyak yang mengedepankan kekerasan dan kejahatan. Yang terpenting adalah apa pun yang dapat menghasilkan keuntungan materi, maka itu dikategorikan bagus.

Memang, awal rilis trailernya sempat viral. Trailer film tersebut dirilis di media YouTube dengan akun Hits Entertainment pada tanggal 24 Maret 2024, dan langsung mendapatkan tanggapan sinis dari netizen. Bukan hanya judulnya yang dipermasalahkan, tetapi juga dari berbagai hal. Salah satunya adalah ide cerita yang dianggap tidak kreatif karena menggunakan agama, terutama Islam, hanya untuk hiburan semata tanpa mempertimbangkan baik buruknya.

Bahkan, dari peluncuran trailernya saja sudah dicap oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah KH Cholil Nafis bahwasanya film tersebut adalah kampanye hitam terhadap ajaran agama Islam. Di dalam trailer tersebut ditunjukkan bagaimana seorang yang sedang salat mendadak kesurupan dan dengan posisi rukuk yang membelakangi kiblat.

Padahal, rukuk di waktu salat sudah identik dengan Islam. Sangat jelas bahwa adegan tersebut sebenarnya tak pantas dijadikan ajang hiburan, apalagi dijadikan alat untuk meraih cuan.

Bagi pembuat film, hal tersebut dikategorikan menyeramkan. Namun secara akal, jelas bahwa adegan tersebut sangat menyesatkan. Adegan tersebut secara tidak langsung mampu membuat orang takut untuk melakukan salat. Padahal, salat adalah gerakan ibadah. Bagi seorang muslim, gerakan tersebut merupakan interaksi kepada Sang Khalik, Allah Rabbul Izzah.

Sebenarnya, bukan hanya film ‘Kiblat’ saja yang mengeksploitasi agama Islam. Masih banyak film yang menjual atau sudah masuk ke ranah eksploitasi agama, terutama agama Islam. Bisa dilihat di berbagai situs, kebanyakan film-film yang bergenre horor sekarang ini menggunakan hal-hal yang berbau Islam, seperti pondok pesantren, salat, zikir, dan lain-lain. Itulah suatu hal yang dianggap murahan untuk menarik audiens. 

Padahal, efek dari film yang menggunakan agama sebagai penarik audiens tanpa mengenal kesesuaian dan baik buruknya menurut syariat adalah kelemahan iman. Hal ini bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Faktanya, banyak dari film tersebut  yang mengajarkan pada masyarakat bahwa taat agama pun tidak mampu menundukkan kekuatan dari iblis.

Memang begitulah film yang berideologi sekuler, yang hanya 'mengiblatkan' materi daripada kebermanfaatan, apalagi mengajarkan 'keakhlakan', terutama akhlak Islami. Ini karena mindset film sekuler adalah 'apa pun itu, yang penting adalah mencari keuntungan besar'.

Film sekuler harusnya tidak layak ditayangkan di media hiburan Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini karena film-film tersebut mampu membentuk penonton melakukan penyimpangan, kesyirikan, juga membentuk opini publik bahwa eksploitasi agama adalah hal biasa.

Film-film seperti ini sangat berbahaya jika ditonton oleh orang-orang yang awam, apalagi anak-anak. Sepatutnya negara menjamin masyarakat untuk menyuguhkan tontonan yang mampu memotivasi dan memperkuat akidah masyarakat, bukan malah meloloskan film-film yang mengeksploitasi agama untuk meraih keuntungan.



Oleh: Setiyawan Dwi 
Jurnalis

Sabtu, 03 Desember 2022

Guru Luthfi: Al-Baqarah 144 Tegaskan Masjidil Haram sebagai Arah Kiblat dalam Shalat

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi Hidayat menuturkan dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 144 bahwa arah kiblat dalam shalat adalah Masjidil Haram.

“Merenungi Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 144 bahwa kiblat dalam shalat adalah Masjidil Haram,” tuturnya dalam Kajian Jum’at Bersama Al-Qur’an: Masjidil Haram Sebagai Arah Kiblat, Jum’at (25/11/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Ia menjelaskan bahwa ayat yang mulia ini mengungkapkan tentang arah kiblat kaum muslimin dalam melaksanakan shalat lima waktu. “Dalam ayat ini juga bisa kita ambil ibrah, betapa rapinya, betapa indahnya Allah mempersatukan kaum muslimin, orang-orang yang beriman, hanya dalam masalah arah kiblat saja, dengan penuh ketaatan ketika kita menunaikan shalat dikomando dengan arah kiblat yang sama,” jelasnya.

Firman Allah Swt.:

قَدْ نَرى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّماءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضاها فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ وَحَيْثُ ما كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab  memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-Nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan". (QS. Al-Baqarah, [2]: 144)

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir beliau Al Qur’anul Azhim menerangkan bahwa Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas.
“Kata Ibnu Abbas, masalah yang pertama kali dinasakh (dihapus hukumnya) di dalam Al-Qur’an adalah masalah kiblat,” ujarnya.

Hal tersebut terjadi ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah yang mayoritas penduduknya adalah Yahudi. Maka Allah Ta’ala memerintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. “Orang-orang Yahudi pun merasa senang, Rasulullah Saw. menghadap ke Baitul Maqdis sekitar belasan bulan,” ucapnya.

Tetapi Rasulullah SAW sendiri lebih menyukai (untuk menghadap ke) kiblat Ibrahim.
“Karena itu, ia berdoa memohon kepada Allah sambil menengadahkan wajahnya ke langit,” tuturnya.

Sementara menurut Imam Al Qurthubi dalam Tafsir beliau Al Jami’ li Ahkamil Qur’an menjelaskan bahwa As Suddi meriwayatkan bahwasanya apabila Rasulullah shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis, maka beliau mengangkat kepalanya ke langit, menanti apa yang akan diperintahkan kepadanya.
“Saat itu beliau ingin sekali shalat dengan menghadap ke Ka’bah. Maka Allah pun menurunkan ayat: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.”," ujarnya.

Ia mengatakan Abu Ishak meriwayatkan dari Al Bana’ bahwa Rasulullah SAW shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan.
“Saat itu Rasulullah Saw. ingin shalat dengan menghadap ke arah Ka’bah maka Allah menurunkan ayat di atas,” katanya.

Ia memaparkan penjelasan dari Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dari ayat : فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضاها

Artinya: Maka sungguh Kami arahkan mukamu ke kiblat yang kamu cintai, yaitu Ka’bah yang menjadi kiblat bapakmu Ibrahim As. “Artinya arahkanlah wajahmu dalam shalat menuju Ka’bah yang agung,” paparnya.

Sedangkan penjelasan dari makna kalimat فَوَلِّ وَجْهَكَ
Menurut Imam Ali Ash Shabuni secara balaghah menyebut wajah dan yang dimaksud adalah Dzat-Nya seperti pada firman Allah: وَيبقى وَجْه ُرَبِّك
“Bentuk seperti ini disebut dengan “majaz mursal”, masuk kategori menyebutkan sebagian untuk menghendaki keseluruhan,” ujarnya.

وَحَيْثُ ما كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya, artinya di mana pun kalian berada, wahai orang-orang yang beriman, arahkanlah wajah kalian ketika shalat ke Ka’bah juga,” bebernya.

Ia mengungkapkan kesimpulan yang diberikan oleh Imam Al Qurthubi atas persoalan tersebut di atas.

Guru Luthfi mengutip Ibnu Juraij yang meriwayatkan dari Atha’, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Ka’bah adalah kiblat bagi penghuni Masjidil Haram, Masjidil Haram adalah kiblat bagi penduduk tanah haram, dan tanah haram adalah kiblat bagi penduduk bumi, baik yang ada di timur maupun di baratnya dari umatku.”

Kemudian Imam Ali Ash Shabuni memperdalam penjelasan makna di atas, yakni mengenai diungkapnya Ka’bah dengan Masjidil Haram. “Hal tersebut sebagai isyarat bahwa wajib memperhatikan arah, bukan pandangan mata. Sebab melihat Ka’bah dari jarak jauh akan mendatangkan kesulitan bagi manusia,” ucapnya. 


Ia menguraikan akhir dari ayat 144 ini di mana Allah menerangkan bahwa Ahlul Kitab sebenarnya mereka mengetahui perihal perubahan arah kiblat ini.

وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ                                                
Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab  memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-Nya.
“Artinya, sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani telah mengetahui bahwa perubahan arah kiblat ini adalah benar dari Allah Swt., akan tetapi mereka menyesatkan manusia dengan memberikan syubhat kepadanya,” urainya.


وَمَا اللَّهُ بِغافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ                                                                      
Dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.

Ia mengakhirinya dengan mengharapkan kepada kaum muslimin untuk selalu di satukan dalam ketaatan kepada Allah SWT di berbagai sisi kehidupan. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab