Tinta Media: Khutbah
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 April 2024

Bolehkah Sholat dan Berkhutbah Idul Fitri pada Tanggal 2 Syawal?

Tanya :

Tinta Media - Ustadz, bolehkah seseorang yang sudah sholat Idul Fitri tanggal 1 Syawal, lalu sholat lagi, atau berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal?

Jawab :

Tidak boleh hukumnya sholat atau berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, karena batas akhir sholat dan khutbah Idul Fitri adalah waktu zawal (awal waktu Zhuhur) pada tanggal 1 Syawal itu.

Dalil bahwa batas akhir sholat Idul Fitri adalah waktu zawal, ditunjukkan oleh hadits berikut ini :

عن أبي عُميرِ بنِ أنسِ بنِ مالكٍ، قال: حدَّثني عُمومتي، من الأنصارِ من أصحابِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قالوا: أُغْمَي علينا هلالُ شوال، فأصبحنا صيامًا، فجاءَ ركبٌ من آخِر النهار، فشهِدوا عندَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّهم رأوُا الهلالَ بالأمس، فأمَرَهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أن يُفطِروا، وأنْ يَخرُجوا إلى عيدِهم من الغدِ

Dari Abu 'Umair bin Anas bin Malik RA, dia berkara,"Telah meriwayatkan kepadaku paman-pamanku dari golongan Anshar dari para shahabat Rasulullah SAW, bahwa mereka berkata,'Telah tertutup awan bagi kami hilal Syawal, maka pada pagi harinya kami tetap berpuasa. Datanglah kemudian satu rombongan pada sore hari, dan mereka pun bersaksi kepada Nabi SAW bahwa mereka telah melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk berbuka, dan juga memerintahkan untuk sholat Idul Fitri pada keesokan harinya." (HR Ahmad, no. 20.603; Al Baihaqi, dalam _As-Sunan Al-Kubra_, 3/316; hadits ini dinilai shahih oleh Imam Syaukani dalam _As-Sailul Jarrar_, 1/291; dan oleh Syekh Al-Albani dalam _Shahih Sunan Ibnu Majah_, no. 1348).

Lihat : https://dorar.net/feqhia/1716/

Hadits tersebut menunjukkan bahwa jika informasi rukyatul hilal datangnya pada waktu sore hari _(akhir an nahar),_ yakni berarti sudah melampaui waktu zawal (awal waktu Zhuhur), maka sholat Idul Fitrinya tidak dapat lagi dilaksanakan pada hari itu (tanggal 1 Syawal), melainkan dilaksanakan pada keesokan harinya (tanggal 2 Syawal).

Ini berarti batas akhir sholat Idul Fitri adalah tibanya waktu zawal (waktu awal Zhuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Demikianlah menurut kesepakatan (ijma') para ulama, yakni tak ada khilafiyah di antara mereka dalam masalah ini.

Imam Ibnu Hazm berkata :

واتَّفقوا أنَّ من صفاء الشمس إلى زوالها وقتٌ لصلاة العيدين على أهل الأمصار ((مراتب الإجماع)) (ص: 32).

"Para ulama sepakat bahwa sejak matahari bersinar terang hingga zawal-nya matahari (awal waktu Zhuhur) adalah waktu untuk sholat Idul Fitri dan Idul Adha bagi penduduk kota." (Ibnu Hazm, _Maratibul Ijma',_ hlm. 32).

Ibnu Rusyd berkata :

واتَّفقوا على أنَّ وقتها... إلى الزوال . ((بداية المجتهد)) (1/229).

"Para ulama sepakat bahwa waktu sholat Idul Fitri dan Idul Adha...adalah hingga waktu zawal (awal waktu Zhuhur)." (Ibnu Rusyd, _Bidayatul Mujtahid,_ 1/229).

Imam Syarbaini Khathib berkata :

وأمَّا كون آخر وقتها- أي: صلاة العيد- الزوال، فمُتَّفق عليه ((مغني المحتاج)) (1/310).

"Adapun bahwa batas akhir sholat Idul Fitri dan Idul Adha itu adalah waktu zawal (waktu awal Zhuhur), maka itu sudah disepakati ulama." (Syarbaini Khathib, __Mughni al-Muhtaj,_ 1/310).

Imam Syaukani berkata :

وقال بعضُ العلماء: وهي من بعد انبساطِ الشَّمس إلى الزوال، ولا أعرِف فيه خلافًا ((الدَّراري المضية)) (1/118).

"Sebagian ulama berkata,'[waktu sholat Idul Fitri dan Idul Adha] adalah sejak terangnya sinar matahari hingga zawal (awal waktu Zhuhur), dan saya tidak melihat ada khilafiyah dalam masalah ini." ( _Ad-Darari al-Mudhi'ah,_ 1/118).

(Lihat : https://dorar.net/feqhia/1716/).

Dari kutipan-kutipan tersebut, jelaslah bahwa batas akhir waktu sholat Idul Fitri adalah tibanya waktu zawal (waktu awal Zhuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Jadi, kalau seseorang meyakini hari Ahad kemarin adalah tanggal 1 Syawal, maka tidak boleh pada hari Senin ini, yakni tanggal 2 Syawal, dia sholat atau berkhutbah Iedul Fitri. Yang demikian itu karena berarti dia telah sholat atau berkhutbah Idul Fitri pada waktu yang telah melampaui waktu yang disyariatkan, yaitu sejak matahari bersinar terang (waktu Dhuha) hingga waktu zawal (awal waktu Zhuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Kecuali jika dia memperoleh info rukyatul hilal yang datang terlambat melampaui waktu zawal (waktu awal Zhuhur) tanggal 1 Syawal, misal pukul 14.00 WIB atau pukul 17.00 WIB tanggal 1 Syawal, maka dia boleh sholat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal.

Dalil kebolehannya adalah hadits dari Abu 'Umair bin Anas bin Malik RA yang sudah kami kutip di atas, bahwa Nabi SAW memperoleh kesaksian rukyatul hilal baru pada sore hari tanggal 1 Syawal. Maka kemudian Nabi SAW lalu memerintahkan untuk berbuka saat itu juga, dan juga memerintahkan untuk sholat Idul Fitri pada keesokan harinya (tanggal 2 Syawal). (https://dorar.net/feqhia/1716/).

Kesimpulannya, tidak boleh hukumnya sholat atau berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, karena batas akhir sholat dan khutbah Idul Fitri adalah waktu zawal (awal waktu Zhuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Memang ada sebagian ulama yang membolehkan sholat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, dengan alasan ada hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya melaksanakan shalat yang sama dua kali.

Di antara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut:

Dalil pertama, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, dia telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Amru berkata, Aku mendengar Jabir bin ‘Abdullah berkata, "Mu’adz bin Jabal pernah shalat bersama Nabi SAW dia lalu kembali pulang dan mengimami kaumnya shalat ‘Isya “ (HR Bukhari, no. 660).

Dalil kedua, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu ‘Ajlan, dia telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidullah Bin Muqsim dari Jabir bin Abdullah, "Sesungguhnya Muadz bin Jabal sholat Isya’ bersama Rasulullah SAW, kemudian mendatangi kaumnya lalu sholat menjadi imam mereka sholat Isya’ juga”. (HR Ahmad, no. 13723)

Dalil ketiga, telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Ma’n bin Isa dari Sa’id bin As-Sa`ib dari Nuh bin Sha’sha’ah dari Yazid bin Amir dia berkata,"Saya pernah datang ke Masjid sementara Nabi SAW dalam keadaan shalat. Saya lalu duduk dan tidak shalat bersama mereka. Lalu Rasulullah SAW pergi dan melihat Yazid sedang duduk. Beliau bersabda: “Apakah kamu belum masuk Islam wahai Yazid?” Dia menjawab,"Tentu wahai Rasulullah, saya telah masuk Islam." Rasulullah SAW bersabda,“Lalu apa yang menghalangimu untuk shalat bersama jama’ah?” Dia menjawab,"Saya telah shalat di rumahku dan saya menyangka kalian telah selesai shalat. Maka beliau bersabda: “Apabila kamu datang ke shalat jama’ah, lalu kamu mendapati orang-orang sedang shalat, maka shalatlah bersama mereka, meskipun kamu telah shalat, shalatmu itu sebagai nafilah (shalat sunnah) bagimu, dan yang ini (yang sebelumnya) menjadi yang wajib.” (HR Abu Daud, no. 489; Ahmad, no. 18209).

Demikianlah sebagian dalil yang dikemukakan ulama yang membolehkan sholat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, dengan alasan dari hadits-hadits itu dapat diistinbath hukum syara' umum, yaitu boleh hukumnya melaksanakan shalat yang sama dua kali.

Jawaban kami adalah, dalil-dalil tersebut tidak dapat menjadi dalil bolehnya sholat Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, karena hadits-hadits tersebut topiknya (maudhu'-nya) khusus berkaitan dengan *sholat wajib lima waktu*, bukan berkaitan dengan sholat Idul Fitri atau sholat Idul Adha.

Tidak dapat diistinbath dari hadits-hadits tersebut suatu hukum umum bahwa boleh hukumnya sholat yang sama dilakukan dua kali, kecuali sholat lima waktu, karena maudhu' (topik) hadits-hadits tersebut berkaitan dengan *sholat wajib lima waktu*, seperti sholat Isya', sebagaimana nampak jelas pada _sababul wurud_ untuk hadits pertama dan hadits kedua.

Adapun generalisasi hadits-hadits tersebut dari lafal-lafal umumnya hingga mencakup sholat di luar sholat waktu, seperti sholat Idul Fitri dan Idul Adha, tidak dapat diterima.

Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menyebutkan :

عموم اللفظ في خصوص السبب هو عموم في موضوع الحادثة و السؤال وليس عموما في كل شيء

"Keumuman kata (lafal) berdasarkan sebab yang khusus, hanyalah berlaku umum untuk topik (maudhu') dalam peristiwa dan pertanyaan (yang menjadi sababul nuzul ayat atau sababul wurud hadits), tidak dapat diambil kesimpulan hukum umum untuk segala sesuatu." (Taqiyuddin An-Nabhani, _al-Syakhshiyah Al-Islamiyah,_ 3/243).

Dengan demikian, hadits-hadits di atas hanya dapat diberlakukan untuk sholat wajib yang lima waktu, tidak dapat diberlakukan untuk sholat Idul Fitri atau Idul Adha.

Maka dari itu, kalau seseorang meyakini hari Ahad kemarin adalah 1 Syawal, tidak boleh pada hari Senin ini yakni 2 Syawal, dia sholat atau berkhutbah Iedul Fitri.

Kecuali jika dia memperoleh info rukyatul hilalnya terlambat melampaui waktu zawal (awal waktu Zhuhur) tanggal 1 Syawal, misal pukul 14.00 atau 17.00 tanggal 1 Syawal, maka dia boleh sholat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal. Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 2 Syawal 1443 / 2 Mei 2022

M. Shiddiq Al Jawi

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi (Pakar Fikih Muamalah)

Selasa, 03 Mei 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi: Khutbah dan Sholat Idul Fitri Itu Satu Rangkaian Hukum


Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan bahwa khutbah dan sholat Idul Fitri itu satu rangkaian hukum.

"Titik tolaknya, khutbah Idul Fitri itu merupakan satu cabang hukum atau satu rangkaian hukum dari sholat Idul Fitrinya itu sendiri," jelasnya pada Tinta Media, Selasa (3/4/2022).

Maka dari itu, waktu khutbah Idul Fitri itu tidaklah terpisah dari waktu Sholat Idul Fitri, melainkan mengikuti waktu sholat Idul Fitrinya itu sendiri. "Bukan bebas dilakukan kapan saja," tegasnya.

Memang para ulama tidak merinci secara eksplisit bahwa batas akhir untuk waktu khutbah Idul Fitri adalah waktu zawal (awal waktu Zhuhur). Yang mereka jelaskan, memang hanya batas akhir untuk waktu Sholat Idul Fitri (dan Idul Adha), seperti misalnya yang diterangkan oleh Imam Syarbaini Khathib:

وأمَّا كون آخر وقتها- أي: صلاة العيد- الزوال، فمُتَّفق عليه ((مغني المحتاج)) (1/310).

Artinya: "Adapun batas akhir untuk waktu sholat Idul Fitri dan Idul Adha itu adalah waktu zawal (waktu awal Zhuhur), maka itu sudah disepakati ulama." (Syarbaini Khathib, _Mughni al-Muhtaj,_ 1/310). "Tetapi apakah, dari penjelasan para ulama itu, kita kemudian bebas berkhutbah Idul Fitri kapan saja?" Tanya Ustaz Shiddiq.

Kiai menjawabnya dengan memberi contoh, misalnya sholat Idul Fitrinya tanggal 1 Syawal, tapi kemudian berkhutbah Idul Fitri tanpa sholat tanggal pada 2 Syawal. Menurutnya, khutbah Idul Fitri tidak bisa bebas dilakukan kapan saja seperti itu, terlepas dari waktu sholat Idul Fitrinya. “Sesungguhnya khutbah Idul Fitri itu dari segi waktu, mengikuti waktu Sholat Idul Fitri, bukan bebas dilakukan kapan saja, misalnya tanggal 2 Syawal, atau tanggal 3 Syawal, atau tanggal 4 Syawal, atau tanggal 5 Syawal, dan seterusnya,” paparnya.

Dasar waktu khutbah Idul Fitri itu mengikuti waktu sholat Idul Fitri adalah kaidah fiqih yang berbunyi: At taabi’u taabi’un (perkara cabang itu hukumnya mengikuti perkara pokoknya). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 2/158).

Dengan demikian, jika sudah sholat Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, tidak boleh hukumnya berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, meski hanya khutbah dan tidak mengulangi sholat Idul Fitrinya. Hal ini dikarenakan waktu Khutbah Idul Fitrinya sudah lewat, yakni paling lambat tanggal 1 Syawal pada waktu zawal, mengikuti waktu sholat Idul Fitrinya itu sendiri.

Jelaslah bahwa waktu khutbah Idul Fitri itu dari segi waktunya, mengikuti waktu Sholat Idul Fitri itu sendiri, bukan bebas dilakukan kapan saja. Maka, pendapat yang membolehkan berkhutbah Idul Fitri tanggal 2 Syawal, dengan dalih para ulama hanya menentukan batas akhir waktu untuk sholat Idul Fitri, tidak menentukan batas akhir untuk waktu khutbah Idul Fitri itu tidak benar.

“Pendapat tersebut sungguh tidak benar, karena pendapat itu telah memisahkan khutbah Idul Fitri dengan sholat Idul Fitrinya. Padahal khutbah Idul Fitri itu merupakan satu rangkaian hukum atau cabang hukum yang tidak terpisahkan dari pokok hukumnya, yaitu sholat Idul Fitrinya itu sendiri,” jelasnya.

Menurut Ustaz Shiddiq, pendapat tersebut juga berbahaya. Karena akan muncul konsekuensi logis ( muqtadha al qaul) berupa pendapat bolehnya khutbah Idul Fitri kapan saja, tidak hanya boleh pada tanggal 2 Syawal, tapi juga boleh pada tanggal 3, 4, atau 5 Syawal. Hal ini juga berlawanan dengan Sabda Rasulullah SAW: “Man ‘amila ‘amalan  laysa ‘alaihi amruna fahuwroddu.” Artinya, "Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka perbuatan itu tertolak." (HR Bukhari no. 2697; Muslim no. 1718).

“Tentu pendapat seperti ini adalah pendapat yang batil dan tidak ada nilainya menurut hukum syara',” tandasnya.[] Raras

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab