Tinta Media: Keutamaan
Tampilkan postingan dengan label Keutamaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keutamaan. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Januari 2024

Keutamaan Orang yang Saling Mencintai karena Allah



Tinta Media - Sobat. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang yang saling mencintai karena Allah berada di atas yakut merah, berada di atas tiang yang di atasnya ada 70.000 kamar yang mendekati penduduk surga. Kebaikan mereka menyinari penduduk surga  seperti matahari  menyinari penduduk dunia. 

Kemudian dikatakan kepada penduduk surga, “Pergilah kepada orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Ketika mereka mendekatinya, kebaikan mereka menyinari penduduk surga. Baju mereka adalah sutera tipis. Di dahi mereka tertulis,” Inilah orang-orang yang saling mencintai karena Allah.” 

Sobat. Dalam riwayat yang lain  menyatakan, “ Tiada seorang hamba yang mendatangi saudaranya  untuk menziarahi karena Allah, kecuali ada malaikat yang memanggilnya dari langit dan berkata, “ Kamu termasuk orang baik, dan surga itu baik untukmu.” 

Ath-Thabrani meriwayatkan, jika seorang muslim berkunjung, maka 70.000 malaikat mengiringinya dan memohonkan ampun untuknya sambil berdoa, “ Wahai Tuhanku. Sambunglah dia sebagaimana dia menyambung saudaranya karena engkau.” 

Sobat. Rasulullah SAW juga bersabda, “ Perbuatan yang paling utama adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits Qudsi, “ Allah Berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku berada dalam naungan ‘Arasy-Ku pada hari Kiamat, di waktu tiada naungan selain naungan-Ku.” ( HR Imam Ahmad ) 

Sobat. Ketahuilah, cinta itu mubah, yaitu cinta kepada manusia secara umum. Bisa juga cinta itu makruh, yaitu cinta dunia. Bisa juga cinta itu sunnah, yaitu cinta keluarga dan anak. Bisa juga cinta itu wajib, yaitu cinta Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya mencintai utusan-Nya terikat dengan mencintai Allah. 

Allah Berfirman : 

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. Ali Imran (3) : 31 ) 

Sobat. Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi untuk mengatakan kepada orang Yahudi, jika mereka benar menaati Allah maka hendaklah mereka mengakui kerasulan Nabi Muhammad, yaitu dengan melaksanakan segala yang terkandung dalam wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. 

Jika mereka telah berbuat demikian niscaya Allah meridai mereka dan memaafkan segala kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan serta mengampuni dosa-dosa mereka. Mengikuti Rasul dengan sungguh-sungguh baik dalam itikad maupun amal saleh akan menghilangkan dampak maksiat dan kekejian jiwa mereka serta menghapuskan kezaliman yang mereka lakukan sebelumnya. 

Ayat ini memberikan keterangan yang kuat untuk mematahkan pengakuan orang-orang yang mengaku mencintai Allah pada setiap saat, sedang amal perbuatannya berlawanan dengan ucapan-ucapan itu. Bagaimana mungkin dapat berkumpul pada diri seseorang cinta kepada Allah dan pada saat yang sama membelakangi perintah-Nya. Siapa yang mencintai Allah, tapi tidak mengikuti jalan dan petunjuk Rasulullah, maka pengakuan cinta itu adalah palsu dan dusta. Rasulullah bersabda: 

"Siapa melakukan perbuatan tidak berdasarkan perintah kami maka perbuatan itu ditolak". (Riwayat al-Bukhari). 

Barang siapa mencintai Allah dengan penuh ketaatan, serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengikuti perintah Nabi-Nya, serta membersihkan dirinya dengan amal saleh, maka Allah mengampuni dosa-dosanya. 

Allah SWT berfirman : 

أَلَمۡ تَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَأَسۡبَغَ عَلَيۡكُمۡ نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةٗ وَبَاطِنَةٗۗ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَلَا هُدٗى وَلَا كِتَٰبٖ مُّنِيرٖ  

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” ( QS. Luqman (31) : 20 ) 

Sobat. Ayat ini mengingatkan manusia dengan menanyakan apakah mereka tidak memperhatikan tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam yang luas ini? Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah-lah yang menundukkan untuk mereka semua yang ada di alam ini, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari padanya. 

Dialah yang menjadikan matahari bersinar, sehingga siang menjadi terang benderang. Sinar matahari itu dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi bahan makanan bagi manusia. 

Bulan dan bintang dijadikan-Nya bercahaya, yang dapat menerangi malam yang gelap dan menjadi petunjuk bagi kapal yang mengarungi lautan. Diturunkannya hujan yang membasahi bumi dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan, dan airnya untuk minuman manusia dan binatang, dan sebagian air itu disimpan dalam tanah sebagai persiapan musim kemarau. 

Dia menjadikan aneka ragam barang tambang, gas alam, dan sebagainya, yang semuanya itu dapat diambil manfaatnya oleh manusia. Tidaklah ada yang sanggup menghitung nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia. 

Dari Ibnu 'Abbas r.a., "Saya bertanya kepada Nabi SAW, 'Hai Rasulullah, apa makna nikmat lahiriah? Beliau menjawab, 'Budi baik seseorang. Dan nikmat batiniah adalah dia diberi hidayah beragama Islam." (Riwayat al-Baihaqi) 

Ada orang yang berpendapat bahwa adh-dhahirah ialah kesehatan dan budi pekerti yang luhur, dan al-bathinah ialah pengetahuan dan akal pikiran. Ada pula yang mengartikan adh-dhahirah dengan semua nikmat Allah yang tampak, seperti harta kekayaan, kemegahan, kecantikan, dan ketaatan, sedang al-bathinah ialah pengetahuan tentang Allah, keyakinan yang baik, pengetahuan tentang hakikat hidup yang sebenarnya, dan sebagainya. 

Sekalipun terdapat perbedaan tentang arti adh-dhahirah dan al-bathinah itu, namun dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan nikmat-nikmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia dan dapat dirasakannya. 

Pada akhir ayat ini, Allah memperingatkan bahwa sekalipun Ia telah melimpahkan nikmat yang tidak terhingga kepada manusia, namun masih banyak manusia yang membantah dan mengingkari nikmat-nikmat itu, seperti Nadhar bin haris, Ubay bin Khalaf, dan lain-lain. 

Mereka membantah bukti yang dikemukakan Al-Qur'an dan seruan Nabi dengan tidak berdasarkan pada ilmu pengetahuan, hujah yang benar, dan wahyu dan kitab yang diturunkan Allah. 

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa mencintaiku maka dia bersamaku dalam Surga.” Dalam riwayat lain, “ Barang siapa mencintai istri-istriku, para sahabatku, ahli baitku, tidak mencemarkan nama baik salah satu dari mereka, dan keluar dari dunia dengan mencintai mereka, maka dia bersamaku dalam derajatku pada hari kiamat.” 

Sobat. Imam Ahmad berkata, “ Cintaku terhadap dunia kalian ada pada tiga hal, yaitu Mengikuti Nabi dalam  hadisnya, mencari berkah dengan cahaya beliau, dan berjalan di atas jejak beliau.” 

Imam Abu Hanifah berkata, “ Cintaku terhadap dunia kalian ada tiga hal, yaitu belajar ilmu di  sepanjang malam, meninggalkan sifat sok tinggi dan sok  atas, dan hati  yang kosong dari cinta dunia.” 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Rabu, 06 Desember 2023

Keutamaan Memberi Pinjaman Kepada Allah



Tinta Media - Sedekah, wakaf, atau infak di jalan Allah SWT hakikatnya adalah semacam “pinjaman” yang kita serahkan kepada Allah SWT. Jika pinjaman kepada manusia akan dibayar sebesar pinjaman yang diberikan maka pinjaman kepada Allah SWT akan “dibayar” dengan pembayaran yang berlipat ganda; bisa di dunia dengan diberi keluasan rezeki dan terutama di akhirat dengan dilipatgandakan pahalanya. Allah SWT sendiri yang menyatakan demikian:

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً 

Siapa saja yang memberi Allah pinjaman yang baik (menginfakkan hartanya di jalan-Nya), Dia akan melipatgandakan pembayarannya dengan berkali-kali lipat (QS al-Baqarah [2]: 245).

Karena keyakinan akan “pembayaran” yang berlipat ganda, Abdurrahman bin Auf adalah di antara para Sahabat Rasul saw. yang paling rajin mengeluarkan sedekah, infak atau wakaf untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim. Beliau, misalnya, pernah menginfakkan separuh hartanya pada masa Rasulullah saw., ditambah sedekah uang 40 ribu dinar (sekitar Rp 8o miliar), ditambah lagi dengan mewakafkan 500 ekor unta dan 500 ekor kuda untuk kepentingan jihad fi sabilillah (Al-Ishâbah, II/416).

Kegemaran bersedekah dan berinfak juga ditunjukkan antara lain oleh Aisyah ra. dan Asma ra. Abdullah bin Zubair ra. menuturkan, “Aku tidak melihat dua orang wanita yang lebih murah hati daripada Aisyah dan Asma sekalipun cara keduanya berbeda. Aisyah biasa mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, setelah terkumpul banyak, harta itu ia infakkan semuanya. Adapun Asma tidak pernah sedikit pun menyimpan harta hingga keesokan harinya (karena semuanya ia infakkan hari itu juga).” (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad). 

Rasul saw. sendiri tidak suka jika di rumahnya ada harta yang banyak. Karena itu beliau, misalnya, pernah memasuki rumah Ummu Salamah ra., salah satu istri beliau, dengan rona wajah yang muram. Karena khawatir beliau sakit, Ummu Salamah ra. bertanya, “Mengapa wajahmu tampak muram?” Beliau menjawab, “Ini gara-gara tujuh dinar (sekitar Rp 15 juta) yang kemarin kita terima, tetapi hingga sore hari uang itu masih berada di bawah kasur (belum diinfakkan).” (HR Ahmad dan Abu Ya’la).

Bagaimana dengan kita? Apakah lebih suka menyedekahkan dan menginfakkan harta seperti Rasulullah saw. ataukah menumpuk harta?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

Selasa, 14 November 2023

KEUTAMAAN NGONTAK MENGAJAK NGAJI


(Renungan Bagi Pengemban Dakwah Bagian 2)

Tinta Media - Umat Islam adalah umat dakwah. Sebab bukan hanya Baginda Nabi Muhammad Saw saja yang wajib berdakwah. Namun semua muslim wajib berdakwah. Baik dakwah mengajak orang kafir masuk Islam maupun mengajak muslim agar selalu menjaga dan meningkatkan iman dan amal Sholih.

Hal ini ditunjukkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar [Ali Imrân/3:110]

Para Ulama terdahulu mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa predikat terbaik bisa diraih oleh umat ini, karena mereka adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Ini terwujud dengan menunjukkan manusia pada perbuatan baik dan memperingatkan mereka dari perbuatan buruk.[Tafsir Ibnu Katsir, 2/77].

Ngontak orang lain untuk ngaji merupakan salah satu mercusuar dakwah. Sebab tanpa kita menemui orang lain dan mengajak dia untuk ngaji agar memahami Islam maka dakwah takkan terbangun.

Dalam hal ini amat banyak keutamaan ngajak kepada kebaikan dalam Islam. Terlebih lagi ngajak ngaji. Sebab ngajak ngaji berarti ngajak belajar Islam. Ngajak menuntut ilmu. Sementara menuntut ilmu itu sangat banyak keutamaannya. Bahkan jalan menuntut ilmu adalah jalan ke surga.

Dalam hal ini keutamaan ngontak ngajak ngaji sebagaimana dalam banyak hadits antara lain:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم : مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ

"Siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan"

Kata khair pada potongan hadits di atas adalah bentuk nakirah dalam redaksi kalimat bersyarat (kalimat majmuk bertingkat). Dalam tata bahasa arab, kata khair dalam kalimat seperti di atas bermakna umum, sehingga mencakup semua bentuk kebaikan, tentu saja termasuk ngaji. Sehingga masuk dalam cakupan kata khair di atas yaitu ketika seseorang menunjukkan orang lain suatu perbuatan baik, termasuk pula memberi nasihat, wejangan, peringatan, menyusun buku tentang ilmu-ilmu yang bermanfaat. Pastinya juga ngontak ngajak ngaji.

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang melakukannya"

Artinya orang yang menunjukkan kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu sendiri. Semakin banyak orang yang melakukannya, maka semakin banyak pahala yang didapatkannya. Semakin banyak kita ngontak maka semakin banyak pahala kita.

Selama kontakan kita itu ngaji maka kebaikan kita bertambah terus. Apalagi jika mengajak juga orang lain untuk ngaji maka bertambah pula kebaikan kita. Begitu seterusnya menjadi multilevel pahala. 

Pengertian ini ada juga pada hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

"Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya; tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka."[HR. Muslim, no. 1017]

Mestinya kita sangat bersemangat melakukan kontak untuk ngajak ngaji. Kebaikannya terlalu besar dan agung untuk dibicarakan. 

Hendaknya ia mengajak kepada mereka sesuai kadar ilmu yang dimiliki. Sedangkan hidayah taufiq, itu ada di tangan-Nya Azza wa Jalla . Sehingga dengan itu ia bisa meraih pahala besar. Tugas ini menjadi semakin ditekankan pada diri seorang guru, imam masjid dan yang semacamnya yang mengemban amanah untuk menyampaikan risalah Allâh Azza wa Jalla kepada umat secara umum, terutama para pemuda dan remaja. 

Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:


فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

Demi Allâh, bila Allâh memberi petunjuk kepada satu orang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu daripada engkau mempunyai unta merah. [HR. al-Bukhâri, no. 3009, dan Muslim, no. 2406]

Oleh karena itu sobat, mari kita ngontak keluarga kita khususnya anak dan istri kita atau kakak adik dan kedua orang tua kita. Ngontak juga kawan kerja kita. Ngontak juga kawan bisnis kita. Ngontak juga kawan sehobi kita. Ngontak juga kawan sekolah atau kuliah kita. Insyaallah diantara mereka ada yang akan. Allah berikan hidayah untuk sangat ngaji dan dakwah.

Masihkah setelah semua ini kita belum semangat ngontak ngajak ngaji?

Ngaji yuk![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Keutamaan Sholat Dhuha



Tinta Media - Sobat. Sekalipun Sholat Dhuha itu amalan sunnah, tapi jangan dianggap remeh sobat, mari kita lihat keutamaannya! Subhaanallah! Dahsyat dan luar biasa! Di sanalah terhimpun segala pintu khazanah kekayaan dan kesuksesan dunia akherat. Banyak sekali dalil yang menunjukkan sholat dhuha pembuka pintu rezeki bahkan bisa menjadi magnet rezeki dan berkelimpahan di alam semesta ini.

1. Allah SWT  telah bersumpah Demi waktu Dhuha. Karena waktu dhuha waktu yang penuh keberkahan. Waktu itulah Allah membagi-bagikan rezeki kepada hamba-Nya.
وَٱلضُّحَىٰ وَٱلَّيۡلِ إِذَا سَجَىٰ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ  
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).” (QS. Ad-Duha (93) :1-4 )

Sobat. Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah dengan dua macam tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu dhuha (waktu matahari naik sepenggalah) bersama cahayanya dan malam beserta kegelapan dan kesunyiannya, bahwa Dia tidak meninggalkan Rasul-Nya, Muhammad, dan tidak pula memarahinya, sebagaimana orang-orang mengatakannya atau perasaan Rasulullah sendiri.

Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan sesuatu yang melapangkan dada Nabi saw dan menenteramkan jiwanya, bahwa keadaan Nabi dalam kehidupannya di hari-hari mendatang akan lebih baik dibandingkan dengan hari-hari yang telah lalu. Kebesarannya akan bertambah dan namanya akan lebih dikenal. Allah akan selalu membimbingnya untuk mencapai kemuliaan dan untuk menuju kepada kebesaran.

Seakan-akan Allah mengatakan kepada Rasul-Nya, "Apakah engkau kira bahwa Aku akan meninggalkanmu? Bahkan kedudukanmu di sisi-Ku sekarang lebih kukuh dan lebih dekat dari masa yang sudah-sudah."

Janji Allah kepada Nabi Muhammad terus terbukti karena sejak itu nama Nabi saw semakin terkenal, kedudukannya semakin bertambah kuat, sehingga mencapai tingkat yang tidak pernah dicapai oleh para rasul sebelumnya. Allah telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai rahmat, petunjuk, dan cahaya untuk seluruh alam dan seluruh hamba-Nya. Allah menjadikan cinta kepada Nabi Muhammad termasuk cinta kepada-Nya juga; mengikuti Nabi dan mematuhinya adalah jalan untuk memperoleh nikmat-nikmat-Nya, serta menjadikan umat Nabi sebagai saksi-saksi untuk manusia seluruhnya. Nabi saw sendiri telah menyiarkan agama Allah sesuai dengan kehendak-Nya sehingga sampai ke pelosok-pelosok dunia.

Ini adalah suatu kebesaran yang tiada bandingnya, suatu keunggulan yang tiada taranya, dan suatu kemuliaan yang tidak ada yang dapat mengimbanginya. Semua itu adalah anugerah Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya.

2. Orang yang mengamalkan sholat dhuha dijamin rezekinya. Dalam hadits Qudsi Allah SWT berfirman : “ Wahai anak Adam manusia, jangan sekali-kali engkau malas melakukan sholat 4 rokaat pada awal siang hari ( pagi hari ) yakni sholat dhuha, nanti akan aku cukupi kebutuhanmu sampai sore harinya.” ( HR al-Hakim dan Ath-Thabrani )

3. Keutamaan sholat dhuha sama seperti bersedekah wajib atas 360 ruas tulang atau persendiannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “ Pada pagi hari ada kewajiban bagi setiap ruas tulang untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menganjurkan kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran, adalah sedekah, dan untuk menggantikan semuanya itu adalah mengerjakan sholat dhuha dua rokaat.” ( HR. Ath-Thabrani )

4. Jaminan mendapatkan kenikmatan Surga. Rasulullah SAW bersabda, “ Di dalam surga terdapat pintu yang bernama “Bab Adh-Dhuha, pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil, di mana orang yang senantiasa mengerjakan sholat dhuha? Ini pintu untuk kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah.” (HR. Ath-Thabrani)

Sobat. Ada satu  hal yang menarik dan membuat penasaran dalam benak saya mengenai doa setelah sholat dhuha yang diajarkan oleh para ulama, berikut doa :

• Allahumma inkaana rizkii fis samaa’i  fa anzilhu. Ya Allah, sekiranya rezekiku di langit maka turunkanlah.
• Wa inkaana fil ardhi fa akhrijhu. Sekiranya di bumi ke luarkanlah!
• Wa inkaana ma’duman fa aujidhu. Sekiranya tidak ada, maka munculkanlah!
• Wa inkaana maujuudan fatsabithu. Sekiranya ada, maka tetapkanlah!
• Wa inkaana ba’eidan fa qarribhu. Sekiranya jauh, maka dekatkanlah!
• Wa inkaana qariiban fasahhilhu. Sekiranya dekat mudahkanlah!
• Wa inkaana qaliilan fakatsiirhu. Sekiranya sedikit, maka perbanyakkanlah!
• Wa inlam yakuun syai-an fakawwinhu. Sekiranya belum tercipta maka ciptakanlah!

Sobat. Agar doanya lebih ampuh dan dahsyat anda harus barengi  dengan amalan sedekah  kemudian diperluas dengan silaturahim, karena sesuai sabda Rasulullah SAW, bahwa sedekah dan silaturahim memperluas rezeki serta memperpanjang usia.

Sobat. Sholat dhuha ibarat mobil penggeraknya, sedekah adalah bahan bakarnya sedangkan silaturahim adalah setir sekaligus nafigasinya untuk menjemput rezeki. Jadi jika disinergikan semua amalan tersebut, maka tentunya akan menghasilkan sebuah kekuatan magnet energy dahsyat dan luar biasa untuk mendatangkan kelimpahan rezeki Ilahi. Maka rumus Magnet Rezeki Ilahi = Dhuha + Sedekah + Silaturahim.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN

Selasa, 20 Juni 2023

6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Tinta Media - Beramal jelas perlu ilmu. Khususnya amalan di bulan Dzulhijjah sudah banyak dijelaskan oleh para ulama. Oleh karena itu kita beramal harus cerdas sesuai perintah Nabi Muhammad Saw 

Adapun amalan utama di bulan Dzulhijjah adalah sebagai berikut:

Pertama: Puasa

Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[9], …”[HR. Abu Daud no. 2437].

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. [Latho-if Al Ma’arif, hal. 459].

Kedua: Takbir dan Dzikir

Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.[HR. Bukhari secara mu’allaq, pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”].

Catatan:

Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.

Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah.

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.

Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh

Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. Silakan baca tentang keutamaan amalan ini di sini.

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh

Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban

Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Silakan baca tentang keutamaan qurban di sini.

Keenam: Bertaubat

Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama. Silakan baca tentang taubat di sini.

Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.

Terlepas dari semua amalan yang secara pribadi menjadi prioritas kita maka ada amalan paling agung yang tentunya akan sangat besar pahalanya berlipat ganda di bulan Dzulhijjah ini yakni berjuang dan berdakwah menegakkan Islam kaffah dalam sistem Islam khilafah. Jangan lupa ya sobat.

Demikian nukilan beberapa ketegangan para ulama terkait enam ibadah utama dalam bulan Dzulhijjah. Selamat Berjuang Sobat semoga sukses dunia akhirat. Aamiin.[].

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah

Tinta Media - Bulan Dzulhijjah sudah menjelang. Kita masih menunggu ketetapan wali Mekkah kapan jatuhnya 1 Dzulhijjah karena itu terkait juga dengan manasik haji di Mekkah.

Bulan Dzulhijjah memiliki banyak keutamaan yang harus kita fahami. Khususnya pada 10 hari awal bulan Dzulhijjah.

Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,

« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“[HR Abu Dawud dan Tirmidzi]

Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2).

Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.[ Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, Al Maktab Al Islami, cetakan ketiga, 1404, 9/103-104].

 Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.[Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H, hal. 469] 

Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama Dzulhijah ataukah 10 malam terakhir bulan Ramadhan?

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau rahimahullah berkata, “Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arofah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).”[Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, 1407, 1/35].

Begitu besar keutamaan 10 hari awal bulan dzulhijjah. Semoga Allah mudahkan kita untuk beramal Sholih bulan Dzulhijjah ini. Khususnya bagi yang ibadah haji. Maupun yang tidak ibadah haji moga dimudahkan berkurban. Aamiin.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center 

Senin, 17 April 2023

Inilah Keutamaan Orang Berilmu

Tinta Media - Mudir IBS (Islamic Boarding School) Insantama Ustaz Choirul Annas, Lc. menyampaikan ada tiga keutamaan orang berilmu yang harus diketahui. 

“Ada tiga keutamaan yang akan diperoleh bagi orang yang berilmu,” tuturnya dalam #temanberbuka : Wajib Simak Ini! 3 Keutamaan Orang Berilmu yang Perlu Kamu Ketahui, Ahad (9/4/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn. 

Ustaz Annas menguraikan dua keutamaan orang yang berilmu di antaranya adalah disejajarkan haknya dengan pemimpin yang adil dan orang-orang yang sudah tua beruban tapi tetap istiqomah dalam Islam. Hal ini, lanjutnya seperti yang disebutkan dalam hadist Rasulullah riwayat Jabir yang artinya : tiga golongan yang tidak direndahkan karena hak mereka kecuali oleh orang-orang munafik. Yang pertama adalah orang yang sudah beruban dalam Islam, yang kedua adalah Imam atau pemimpin yang adil, dan yang ketiga adalah yang mengajarkan ilmu dan kebaikan.

“Ketika kita mau mempelajari ilmu, menambah ilmu yang kita miliki, belajar dengan serius, menghafalkannya, mengajarkannya, mengamalkannya, lalu menyebarluaskannya, maka kedudukan kita begitu istimewa sampai disamakan dengan pemimpin yang adil,” ujarnya.

Mengutip perkataan Imam Ibnu Wahab, ustaz Annas menyebutkan kewajiban orang yang sudah berilmu adalah senantiasa bersikap tenang dan mengikuti jalan orang-orang berilmu sebelumnya. “Bahkan dikatakan oleh Sufyan ast Tsauri : jika aku tidak tahu maka kesusahanku akan berkurang,” tambahnya. Artinya ketika seseorang itu memiliki ilmu, Allah akan tunjukkan kebaikan pada pada dirinya. Pun demikian ketika ia tidak tahu bisa jadi kesusahannya yang akan berkurang,” tambahnya sekaligus menunjukkan keutamaan ketiga bagi orang berilmu.

Dengan belajar ilmu, tegasnya sekali lagi, Allah Swt. telah mensejajarkan kedudukan orang berilmu dengan para pemimpin yang adil dan orang yang istiqomah dalam Islam. “Kalaupun sedikit ilmu yang kita miliki, kesusahan kita juga tetap dikurangi oleh Allah Swt. Syukron lakum,” pungkasnya.[] Erlina

Selasa, 15 November 2022

Ilmu dan Keutamaan Ilmu

Tinta Media - Sobat. Abdullah bin Abbas ra berkata, “Orang-orang yang berilmu mempunyai derajat, sebanyak tujuh ratus kali derajat di atas orang-orang mukmin. Jarak diantara dua derajat ini terbentang sejauh perjalanan selama lima ratus tahun.”

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ  

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah (58) : 11)

Sobat. Ayat ini memberikan penjelasan bahwa jika di antara kaum Muslimin ada yang diperintahkan Rasulullah saw berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan pergi dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang itu, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.

Dari ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:

1. Para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah saw agar mudah mendengar perkataan yang beliau sampaikan kepada mereka.

2. Perintah memberikan tempat kepada orang yang baru datang merupakan anjuran, jika memungkinkan dilakukan, untuk menimbulkan rasa persahabatan antara sesama yang hadir.

3. Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberi kelapangan pula kepadanya di dunia dan di akhirat.

Memberi kelapangan kepada sesama Muslim dalam pergaulan dan usaha mencari kebajikan dan kebaikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasulullah saw.

Beliau bersabda:
Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam suatu majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majelis itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majelis itu.

Jika dipelajari maksud ayat di atas, ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang lebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat di muka, sehingga orang yang datang kemudian tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi saw:
Janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di tempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang." (Riwayat Muslim dari Ibnu 'Umar)

Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya.

Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.

Sobat. Dalam “ Ash-shohihain” disebutkan darihadits yang diriwayatkan oleh Muáwiyah bin Abu Sufyan, dia berkata, “ Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Barangsiapa yang Allah menghendaki suatu kebaikan pada dirinya, maka Dia memberinya pengetahuan dalam masalah agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Shafwan bin Assal ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayapnya kepada orang yang mencari Ilmu, karena ridha terhadap apa yang dicarinya.” ( HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah ). Menurut Al-Khaththabi, meletakkan sayap di sini ada tiga pengertian ; bisa membentangkan sayap. Bisa juga berarti merendahkan dan menundukkannya, karena hendak menyampaikan hormat kepada orang yang mencari ilmu. Malaikat itu sendiri turun ke majelis Ilmu, menunggui dan tidak terbang dari sana.

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda,” Barangsiapa didatangi kematian pada saat dia sedang mencari ilmu, yang dengan ilmu itu dia hendak menghidupkan Islam, maka antara dirinya dan para Nabi hanya ada satu derajat di Surga.” (HR. Ath-Thabarani dan Ad-Darimi)
Ibnu abbas berkata, “Sesungguhnya orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, maka setia[ hewan yang melata akan memohonkan ampun baginya, termasuk pula ikan paus di lautan.” Ada pula satu riwayat lain yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad SAW serupa dengan ini. 

Al-Hasan Rahimahullah pernah berkata: ”Andaikan tidak ada orang-orang yang berilmu, tentu manusia tak berbeda dengan binatang.” Mu’adz bin Jabal pernah berkata, “ Pelajarilah ilmu karena Allah itu mencerminkan ketakutan, mencarinya adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menuntutnya adalah jihad, mengajarkannya untuk keluarga adalah taqarrub. Ilmu adalah pendamping saat sendirian dan teman karib saat menyepi.”

Sobat. Kaáb Rahimahullah berkata, “Allah mewahyukan kepada Musa As Pelajarilah kebaikan wahai Musa dan ajarkanlah kepada manusia, karena Aku membuat kuburan orang yang mengajarkan kebaikan dan mempelajarinya bercahaya, hingga mereka tidak merasa kesepian di tempatnya.”

Namun kita harus waspada terhadap Ulama su’ (yang buruk) yakni mereka yang dengan ilmunya ingin mendapatkan kenikmatan di dunia dan mendapatkan kedudukan terpandang di kelompoknya. 

Rasulullah mengingatkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau bersabda, “ Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu, yang dengan ilmu itu semestinya dia mencari wajah Allah, dia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (Diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri dihadapan para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau mengalihkan pandangan manusia kepada dirinya, maka dia berada di neraka.” (HR. At-Tirmidzi )

Sobat. Di antara sifat-sifat para ulama ukhrawi, mereka mengetahui bahwa dunia ini hina sedangkan akherat adalah kekal dan mulia. Sifat ulama ukhrawi hendaknya mereka membatasi diri untuk tidak terlalu dekat dengan penguasa dan bersikap waspada jika bergaul dengan mereka. Di antara sifat para ulama ukhrawi ialah mengkaji rahasia-rahasia mal syaríyah dan mengamati hukum-hukumnya. Mengikuti Rasulullah dan para sahabat dan para Tabiín yang pilihan serta menjaga diri dari hal-hal yang baru dan merusak amal serta mengeruhkan hati dan menimbulkan keguncangan.

 Allah SWT berfirman:

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar (39) : 9).

Sobat. Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah, apakah mereka lebih beruntung daripada orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri dengan sangat khusyuk. Dalam melaksanakan ibadah itu, timbullah dalam hatinya rasa takut kepada azab Allah di akhirat, dan memancarlah harapannya akan rahmat Allah.

Perintah yang sama diberikan Allah kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada mereka apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengetahui ialah orang-orang yang mengetahui pahala yang akan diterimanya, karena amal perbuatannya yang baik, dan siksa yang akan diterimanya apabila ia melakukan maksiat. Sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui ialah orang-orang yang sama sekali tidak mengetahui hal itu, karena mereka tidak mempunyai harapan sedikit pun akan mendapat pahala dari perbuatan baiknya, dan tidak menduga sama sekali akan mendapat hukuman dari amal buruknya.

Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Pelajaran tersebut baik dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga yang terdapat pada dirinya atau teladan dari kisah umat yang lalu.

(Dr. Nasrul Syarif, M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAi Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

Minggu, 10 Juli 2022

Ustaz Furqon Ungkap Keutamaan Basmalah


Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Nibrosul Ulum Ustaz Muhammad Furqon Syalthout mengungkap keutamaan basmalah dalam kitab Lubabul Hadis. 

"Bab ketiga Kitab Lubabul Hadits ini menerangkan tentang keutamaan membaca Bismillahir Rohmanir Rohim," tuturnya dalam kajian kitab Lubabul Hadis bab tiga “Keutamaan Basmalah ”, karya Al Allamah Imam Jalaluddin Kamaluddin As Suyuthi, Sabtu (2/7/2022), di Pondok Pesantren Nibrosul Ulum Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo. 

Pertama, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim, kecuali setan meleleh seperti melelehnya timah di atas api”. 

Kedua, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim, kecuali Allah SWT memerintah malaikat Kiromal Katibin (Malaikat yang bertugas mencatat amal perbutan manusia) untuk mencatat 400 kebagusan di buku catatan amalnya”. 

Ketiga, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan Bismillahir Rohmanir Rohim sekali, maka tidaklah tersisa dari dosa-dosanya sebesar dzarrah”. 

Selain membaca, kata Ustaz Furqon, di dalam kitab ini juga diterangkan keutamaan bagia siapa saja yang menuliskan kalimat Basmalah kemudian membaguskan tulisannya.

Keempat, Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa menulis Bismillah, kemudian dia membaguskan (tulisan itu) sebagai bentuk pengagungan kepada Allah, maka diampuni baginya dosa yang terdahulu (telah dilakukan) dan dosa yang akhir (akan dilakukan)”. 

"Bukan hanya puasa yang menghapus dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Menulis bismillah pun juga sama," tuturnya. 

Kelima, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika salah satu di antara kamu sekalian menulis Bismillahir Rohmanir Rohim, maka hendaklah dia memanjangkan kalimat Ar-Rohman (Maha Pengasih)”. 

Keenam, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT, telah menghiasi langit dengan bintang-bintang, Dia menghiasi malaikat dengan Malaikat Jibril, Dia menghiasi surga dengan bidadari dan istana, Dia menghiasi para nabi dengan Nabi Muhammad SAW, dia menghiasi hari-hari dengan hari Jumat, Dia menghiasi malam-malam dengan malam lailatul qodar, Dia menghiasi bulan-bulan dengan Bulan Ramadhan, Dia menghiasi masjid-masjid dengan Ka’bah, Dia menghiasi kitab-kitab dengan Al-Qur’an, dan Dia menghiasi Al-Qur’an dengan Bismillahir Rohmanir Rohim”. 

Ketujuh, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa mengucapkan, Bismillahir Rohmanir Rohim, maka namanya ditulis termasuk golongan al-abroor (orang-orang yang berbuat baik), dan dia terbebas dari orang kufur (sifat orang kafir) dan nifaq (sifat orang munafiq)”. 

Kedelapan, Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa mengucapkan, Bismillahir Rohmanir Rohim, maka Allah mengampuni baginya dosa yang terdahulu (akan dilakukan)”. 

Kesembilan, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila kamu semua berdiri maka ucapkanlah, Bismillahir Rohmanir Rohim, dan Shollallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi washohbihi wasallam (Semoga Allah memberikan rohmat kepada Baginda Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau, dan juga kesejahteraan), maka sesungguhnya manusia yang akan ghibah (menggunjing) kamu semua, maka Sang Raja (Allah SWT) akan mencegah mereka dari hal itu (gunjingan mereka)”. 

Kesepuluh, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila kamu semua duduk dalam sebuah majelis, maka ucapkanlah,  Bismillahir Rohmanir Rohim, dan Shollallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi washohbihi wasallam (Semoga Allah memberikan rohmat kepada Baginda Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau, dan juga kesejahteraan), karena sesungguhnya orang yang melakukannya maka Allah akan memasrahkan malaikat kepadanya yang mencegah mereka (orang-orang) dari ghibah (menggunjing) sehingga mereka tidak menggunjing kepadamu semua”. 

Kemudian Ustaz Furqon mengajak untuk mengamalkan ini, yaitu mengucapkan kalimat bismillahirrohmaanirrohiim (karena sangat mudah dan sederhana sekali) setiap akan melakukan sesuatu baik pada saat berdiri maupun duduk. "Supaya kita mendapatkan keutamaannya," tegasnya.

Ustaz Furqon juga mengajak untuk mengamalkan ini dengan istiqomah (salah satu amalan yang kita persembahkan kepada Allah) dengan tujuan untuk bertaqorrub kepada Allah. "Mendekatkan diri kita sedekat dekatnya kepada Allah SWT," pungkasnya.[] *Achmad Muit*
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab