Pinjol dan Makna Ketakwaan
Tinta Media - Sangat bersyukur bagi seorang muslim yang masih diberi kesempatan umur hingga bisa menjalani dan mengisi bulan Ramadan dengan penuh ketaatan kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 183 yang artinya,
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Maka puncak dari ibadah yang dijalani selama bulan Ramadan adalah menjadi manusia yang bertakwa, yaitu ketakwaan yang penuh 100%, ketakwaan yang segera dijalankan tanpa menunda, tanpa mengulur waktu. Salah satu bentuk ketaatan kepada Allah adalah meyakini dan mengamalkan firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 275, yang artinya,
"... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..."
Ayat di atas seakan bertentangan dengan fakta masyarakat saat ini, yang menjadikan utang disertai riba sebagai hal yang "lumrah". Bahkan, perkembangan dunia digital menjadikan utang tak hanya dilakukan di dunia nyata, tetapi "dipermudah" lewat dunia maya atas nama pinjol (pinjaman online).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan suku bunga pinjaman online mulai tanggal 1 Januari 2024 resmi turun dari 0,4% per hari menjadi 0,3% per hari. Bagaimana dengan praktik di lapangan? Di tengah masyarakat juga marak pinjol ilegal yang penetapan bunga per harinya bahkan mencapai 5%.
Namun, beginilah keadaan masyarakat saat ini yang berada dalam kondisi sempit dan butuh pemenuhan kebutuhan, sehingga jalan tercepat adalah melalui pinjol baik yang resmi maupun ilegal. Maka tak heran, siapa pun bisa terjerat pinjol, mulai dari guru, korban PHK, ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pelajar SMA.
Yang membuat miris, gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak pada Februari atau menjelang Ramadan. Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp1,78 triliun pada Januari menjadi Rp1,8 triliun pada Februari. (katadata, 2/4/2024)
Memang tidak dimungkiri bahwa kebutuhan masyarakat jelang Ramadan semakin bertambah. Di sisi lain, harga bahan kebutuhan pokok pun juga meningkat. Sehingga, walaupun gaji pegawai ditambah dan ada THR hari Raya, ternyata belum bisa menutup biaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan kondisi ini, masyarakat butuh jalan keluar agar tidak lagi terjerat utang pinjol, baik yang berbunga rendah maupun tinggi.
Islam sebagai Solusi
Ramadan telah berakhir, dan hari raya Idul Fitri baru saja dilalui. Maka, sangat penting bagi kaum muslimin, terkhusus di negeri ini agar mengingat lagi tujuan perintah puasa Ramadan, yaitu agar kita menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah. Di antaranya yaitu, mau taat pada perintah dan larangan Allah agar tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan riba. Tentu saja, memutus rantai pinjol mustahil dilakukan seorang diri. Ini membutuhkan kerja sama dari berbagai elemen agar perintah Allah ini bisa dilakukan, mulai dari ketakwaan individu, ketakwaan masyarakat, dan ketakwaan negara.
Dalam panduan ajaran Islam, negara mempunyai peran sebagai pengurus urusan umat. Negara akan membuat kebijakan agar masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan yang berkualitas, hingga jaminan keamanan bagi tiap individu masyarakat.
Dana untuk semua pembiayaan tersebut diambilkan dari pos baitul mal yang salah satu sumbernya adalah pengelolaan SDA menggunakan tata kelola syariah Islam dan hasilnya dikembalikan lagi untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Sehingga, di dalam kehidupan Islam, seorang laki-laki yang sudah baligh akan dimudahkan dan dimotivasi untuk giat bekerja. Negara akan membuka lapangan pekerjaan halal yang seluas-luasnya agar tidak ada laki-laki yang menganggur. Di sisi lain, edukasi terkait mengisi Ramadan dengan ketaatan bukan dengan arus konsumerisme akan terus digencarkan oleh negara. Salah satunya lewat media, sehingga kaum muslimin bisa fokus mengisi Ramadan dengan banyak beribadah, bukan banyak berbelanja.
Jika semua pengurusan di atas sudah dilakukan, tetapi masih ada warga yang ingin mengambil pinjaman, maka negara akan memfasilitasi dengan pinjaman tanpa bunga. Sehingga, ketakwaan kepada Allah Ta'ala benar-benar dilaksanakan, yaitu dengan mengamalkan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya tanpa kecuali.
Inilah makna ketakwaan yang sesungguhnya, yakni terikat dengan syariah Islam secara kaffah. Semoga di bulan kemenangan kali ini kaum muslimin mau bersungguh-sungguh dalam upaya menjadi individu, masyarakat, dan negara yang bertakwa. Wa ma taufiqi illa billah wa ’alaihi tawakkaltu wa ilaihi unib.
Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik