Tinta Media: Ketahanan
Tampilkan postingan dengan label Ketahanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ketahanan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 September 2024

Ketahanan Pangan Nasional, Sudahkah Terwujud?



Tinta Media - Suatu negara harus memiliki ketahanan pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga terlahir masyarakat yang kuat dan sehat. Ketahanan pangan ini memiliki unsur-unsur tertentu, yakni pangan yang aman, merata, terjangkau, beragam, dan bergizi. Tentunya, pangan tersebut harus mencukupi, baik jumlah maupun mutunya. 

Apakah negeri kita saat ini telah memenuhi unsur-unsur ketahanan pangan tersebut? Hal ini dilihat dari keadaan atau kondisi masyarakat secara umum, baik di perkotaan maupun pedesaan. Sudah sesuaikah harapan dalam menciptakan ketahanan pangan di negeri ini atau hanya sekadar ilusi saja?

Dilansir dari mediaindonesia.com, 16/8/2024, Rencana Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2025 tidak mencerminkan keseriusan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini disampaikan oleh pengamat Pertanian Syaiful Bahari, yakni nominal anggaran ketahanan pangan yang dipaparkan Presiden Joko Widodo di dalam RAPBN sebesar Rp124,4 triliun tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional. 

Alokasi dana negara tersebut diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani. Syaiful menilai, dari pengalokasian anggaran itu, tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki produktivitas pertanian mulai dari hulu sampai hilir.

Padahal, di lapangan, yang terjadi justru masih banyak petani yang kesulitan dalam memenuhi produktivitas yang baik. Penopang atau dukungan untuk pelaksanaan hasil pertanian yang berkualitas tidak diperoleh dengan mudah. Seperti bantuan sarana berupa alat-alat produksi pertanian, bibit unggul yang terjangkau dan berkualitas, dan pertolongan infrastruktur pertanian. 

Suatu produk pertanian bisa berkualitas dan ditingkatkan lagi jika sebelumnya diperbaiki kondisinya. Peningkatan produktivitas pertanian dapat terwujud jika perbaikan produktivitas pertanian dilakukan. Bukankah ketahanan pangan nasional harus memenuhi unsur-unsur produk yang merata, terjangkau, aman, beragam, dan bergizi? 

Jangan dilupakan juga edukasi terkait produktivitas pertanian untuk para petani, sehingga mereka berupaya untuk terus berinovasi dengan pemikirannya agar mendapatkan hasil yang beragam, berkualitas, dan aman. 

Saat ini, justru kaum muda mulai meninggalkan pekerjaan di bidang pertanian. Mereka merasa bahwa hasil pertanian tidak menjanjikan untuk masa depan. Apalagi persaingan produk lokal dan impor yang terus bergulir, sementara produk impor inilah yang disukai masyarakat karena dirasa lebih berkualitas, aman, dan terjangkau.

Minimnya dukungan berupa bantuan terhadap petani menandakan kebijakan yang diambil tidak menguatkan perbaikan dalam ketahanan pangan. Padahal, saat ini petani sangat menantikan bantuan nyata dari negara berupa penyediaan bibit dan pupuk yang berkualitas baik dan terjangkau. 

Faktanya, yang terjadi kini para petani kesulitan dalam pemenuhan pangan yang baik. Akibatnya, untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, negara mengambil jalan dengan impor dari negara lain yang memiliki waktu panen cepat dengan kualitas yang bagus.

Fakta ini menunjukkan bahwa negara tidak mengusahakan adanya perbaikan regulasi dalam produktivitas pertanian, sehingga tidak menghasilkan pangan yang sesuai dengan unsur-unsur ketahanan pangan yang dibutuhkan masyarakat, baik kalangan rumah tangga maupun negara. 

Ketahanan pangan ini berkorelasi dengan kedaulatan negara. Jika ketahanan pangan baik, maka kedaulatan negara terjaga. Sayangnya, yang terjadi kini, negara tidak memiliki komitmen kuat dalam membentuknya. Ini tterlihat dari kebijakan yang ditetapkan.

Seyogianya, kemelut ini dapat ditarik benang merahnya. Bagaimana negara berusaha untuk menghasilkan produk pangan yang kualitas dan waktu panennya bisa bersaing dengan negara lain. Karena itu, harus ada perbaikan nyata agar negara mampu menunjukkan kedaulatannya dengan memiliki ketahanan pangan nasional yang kuat. 

Janganlah terua-menerus menggantungkan kekurangan pangan negeri ini dengan mengambil jalan impor tanpa memberikan dukungan positif bagi dunia pertanian negeri ini agar bangkit dan menghasilkan pangan berkualitas baik.

Ketahanan Pangan Dalam Islam

Islam mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka menciptakan kekuatan dan kedaulatan negara, serta mengokohkan posisi Islam  sebagai negara adidaya. 

Negara Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Sistem Ekonomi politik Islam mampu mewujudkan ketahanan pangan berikut kesejahteraan rakyatnya. Peran negara sebagai pengurus umat (rakyat) menjadikannya berperan utama mengurus dan mengelola rakyat, sesuai dengan hadis dari Muslim dan Ahmad. 

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.”

Negara langsung berperan dalam kepengurusan dan pengelolaan pangan ini. Ia akan mengurus ketahanan pangan dari hulu sampai hilir. Negara memastikan produksi pertanian dapat terpenuhi dari dalam negeri guna mendorong produktivitas pangan yang dihasilkan oleh para petani. 

Negara juga mendorong dan menyediakan semua industri pertanian dengan proyek-proyek pertanian dan infrastrukturnya sehingga tercipta kualitas pangan yang terjamin dan beragam, mampu bersaing dengan produksi dari luar negeri.

Negara memiliki dua metode kebijakan pertanian dalam rangka meningkatkan hasil dan keragaman produk pertanian, yakni:

Pertama, melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Kedua, menambah luas area pertanian sebagai suatu metode ekstensifikasi, dibantu dengan metode intensifikasi.

Metode pertama dilakukan dengan cara memberikan modal dalam bentuk hibah (pinjaman) kepada para petani yang tidak mampu menyediakan sarana pendukung produktivitas pertanian. Peningkatan produktivitas lahan ini diterapkan dengan jalan penggunaan mesin-mesin pertanian yang modern dan canggih, pemanfaatan obat-obatan mutakhir, dan menyediakan benih serta bibit berkualitas tinggi. 

Di sini, negara mendorong para petani yang mampu untuk membeli perlengkapan dan bahan-bahan tersebut. Inilah bentuk upaya negara memfasilitasi para petani agar menghasilkan produk dengan kualitas terjamin dan beragam.

Metode peningkatan produktivitas lahan pertanian ini dilaksanakan dengan mendukung berbagai usaha untuk menghidupkan dan mengelola lahan mati. Negara harus memberikan tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan dengan baik atau tanah-tanah yang ditelantarkan kepada para petani yang mampu bekerja, tetapi tidak memiliki lahan atau hanya memiliki tanah yang sempit dan dari tanah-tanah  yang berada di bawah kekuasaan negara. Tanah-tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama kurun tiga tahun berturut-turut harus diserahkan kepada negara, kemudian diberikan kepada yang mau memanfaatkan.

Metode kedua, yakni perluasan lahan pertanian baru (metode ekstensifikasi) dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian; membuka daerah pertanian yang belum dimanfaatkan, membuka persawahan pasang surut, dan membuka hutan, semak belukar, serta daerah sekitar rawa-rawa. 

Ekstensifikasi ini membutuhkan bantuan dari metode lain, yaitu intensifikasi berupa penggunaan benih berkualitas, pemupukan, dan pengelolaan tanah, perlindungan hama dan penyakit, penggunaan teknologi pertanian, diversifikasi pertanian. Jikalau swasta terlibat dalam intensifikasi pertanian, dipastikan mereka hanya terlibat sebatas teknis dengan pengawasan ketat dari pengelola negara.

Kebijakan peningkatan produktivitas pertanian ini harus diiringi dengan industri pertanian yang mampu mengakomodasi program pertanian. Mesin-mesin modern pendukung pertanian ini sangat membantu menghasilkan produk yang berkualitas baik. Proyek-proyek infrastruktur, seperti pembangunan bendungan saluran air dan sebagainya sangat diperlukan untuk menyokong peningkatan produktivitas tersebut. 

Selain produksi pangan, negara juga memastikan pengawasan dalam distribusi pangan sehingga merata dan terjangkau oleh semua daerah di dalam negeri. 

Kebijakan impor tidak menjadi prioritas dalam Islam. Ini dilakukan jika keadaan darurat seperti paceklik atau kondisi lainnya saat ketersediaan pangan dalam negeri tidak memenuhi konsumsi rakyat. 

Negara sebagai raa’in (pengurus umat) akan menetapkan kebijakan yang menguatkan ketahanan pangan, bahkan juga kedaulatan pangan. Negara memastikan ketersediaan berbagai sarana pendukung ketahanan pangan, sehingga petani terlindungi dan optimal dalam produksi. Berbagai upaya ketahanan pangan sebagai wujud kedaulatan negara tersebut hanya dapat diterapkan oleh negara Islam yang mengaplikasikan seluruh aturan untuk umat secara menyeluruh. Wallahu’alam bishawab.



Oleh: Ageng Kartika 
(Pemerhati Sosial)

Selasa, 03 September 2024

Ketahanan Pangan dan Harga Diri Bangsa


Tinta Media - Ketahanan pangan erat kaitannya dengan harga diri suatu bangsa. Negara yang memiliki ketahanan pangan kuat tidak akan bergantung pada negara lain. Oleh karena itu, ketahanan pangan merupakan salah satu indikator kekuatan suatu bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut, FAO menyebutkan bahwa ketahanan pangan memiliki 4 komponen, yakni kecukupan ketersediaan bahan pangan, stabilitas ketersediaan bahan pangan, aksesibilitas terhadap bahan pangan, dan kualitas bahan pangan yang digunakan (babelprov.go.id).

Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah memiliki berbagai macam potensi, seperti hutan, laut, tambang, dan lain-lain. Selain itu, kondisi tanah yang subur menjadi berkah tersendiri, khususnya dalam bidang pertanian dan perkebunan. 

Berikut adalah hasil pertanian dan perkebunan di Indonesia, mulai dari beras, jagung, sagu, kentang, ubi jalar, kina, kopi, cengkeh, kakao, kacang-kacangan, bawang merah, kayu manis, kelapa sawit, karet, dan lain-lain. Dengan demikian, seharusnya Indonesia tidak perlu risau dengan masalah ketahanan pangan. 

Ironisnya, dalam beberapa dekade terakhir pemerintah justru menerapkan kebijakan impor bahan pangan dengan dalih untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri. Kebijakan impor bahan pangan berdampak sangat serius bagi masa depan negara, seperti ketergantungan terhadap negara lain, pelemahan produksi lokal, ketidakstabilan harga pangan, dan dampak yang sangat serius bagi kehidupan petani lokal.

Hal ini mengakibatkan persaingan yang tidak seimbang, penurunan pendapatan petani, dan keberlanjutan usaha pertanian menjadi terancam. Dengan demikian, kebijakan impor pangan yang dilakukan oleh pemerintah justru memiliki dampak yang kompleks terhadap ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan sektor pertanian lokal (djpb.kemenkeu.go.id, 14/08/2024).

Kondisi tersebut tidak lain karena sistem negara yang diterapkan berbasis pada kapitalisme. Tidak heran jika sumber daya alam yang dimiliki negeri ini hanya dijadikan sebagai alat tukar kekuasaan. 

Sebagai negara agraris, sudah sepatutnya Indonesia memiliki kedaulatan pangan sendiri sehingga tidak lagi khawatir terhadap masalah ketahanan pangan. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, harus ada tindakan nyata yang dilakukan. Islam sebagai agama sekaligus ideologi memiliki solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam sistem ekonomi Islam, ada ketentuan khusus yang mengatur kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan kepemilikan, serta distribusi kekayaan. Pada aspek kepemilikan, Islam membaginya kedalam tiga kategori, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. 

Adapun sesuatu yang boleh dimiliki oleh individu adalah barang-barang yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti air, padang rumput, dan api merupakan kepemilikan umum. Demikian halnya dengan kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak negara.

Mengenai pengelolaan dan pemanfaatan hak milik, Islam membolehkan pengembangan harta melalui jual beli, sewa-menyewa, usaha pertanian, syirkah, atau mendirikan suatu industri. Namun, pengembangan harta dengan cara judi, riba, dan penipuan dalam bentuk apa pun adalah cara-cara yang diharamkan dalam Islam.

Selain itu, Islam memiliki metode tersendiri dalam mendistribusikan kekayaan, yakni melalui pewajiban zakat dan pembagiannya kepada orang-orang yang berhak. Selain itu, negara memberi hak kepada seluruh masyarakat untuk memanfaatkan harta milik umum (padang rumput, air, dan api). Negara juga akan memberikan harta kepada seseorang melalui baitul mal. 

Selain itu, seseorang bisa mendapatkan harta melalui jalan waris. Islam akan mengawal proses pendistribusian kekayaan dengan cara mengharamkan penimbunan barang, penimbunan uang dan emas, serta mencela sifat kikir dan bakhil.

Dengan demikian, apabila hukum Islam diterapkan, maka Indonesia dengan segenap sumber daya alam yang dimiliki akan mampu menjaga ketahanan pangan nasional. Kedaulatan pangan yang dimiliki akan menjadikan Indonesia sebagai negara super power.





Oleh: Ade Farkah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 16 November 2023

Regenerasi Pertanian demi Wujudkan Ketahanan Pangan, Nyata atau Sekadar Angan?



Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung secara terus-menerus melakukan berbagai upaya untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan demi memajukan wilayah Kabupaten Bandung di berbagai sektor, termasuk di antaranya sektor pertanian. Sebagai upaya menjaga ketahanan pangan, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengusulkan agar membentuk generasi muda petani di Kabupaten Bandung sehingga ada regenerasi di sektor pertanian. 

Untuk menciptakan generasi muda petani itu, Bupati Bandung menginstruksikan pada Distan (Dinas Pertanian) Kabupaten Bandung melaksanakan kerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), Babinsa (Bintara Pembina Desa), dan TNI sehingga akan lebih bersinergi dan sukses.

Terkait anggaran, Bupati Bandung akan bekerja sama dengan BUMD secepatnya sehingga tahun depan sudah ada inovasi baru, mulai dari persiapan demplot sampai marketing atau suplai pasar. 

Disebutkan pula, agar terjadi multiplayer efect secara ekonomi mikro, maka dibutuhkan ASN. ASN akan diwajibkan membeli hasil produksi pertanian yang dijual oleh para petani sehingga uang akan tetap berputar secara sehat di wilayah Kabupaten Bandung,

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah demi kemaslahatan masyarakat tentunya senantiasa disambut baik oleh masyarakat. Namun, sehebat apa pun program yang melibatkan generasi muda untuk memajukan pertanian, faktanya ketahanan pangan terus mengalami penurunan. Sebab, bertani itu butuh pengalaman yang banyak, tidak bisa instan dengan program dadakan. Petani yang sudah ada sejak dulu harus diberi dukungan penuh, mulai dari modal hibah (bukan pinjaman), saprotan, kepemilikan tanahnya, dll. Petani muda sudah semestinya magang ke petani senior, atau menjadi profesi yang turun temurun. Akan tetapi, saat ini sangat  jarang.

Sering kali orang tuanya petani, sementara anaknya tidak mau menjadi petani. Hal ini karena mereka mengetahui bagaimana sulitnya menjadi petani di zaman ini. Selain itu, gaya hidup pemuda saat ini lebih meniru pada gaya hidup Barat, hedon, gengsi tinggi, enggan untuk bersusah payah dalam menggapai sesuatu yang diinginkan. Mereka lebih memilih cara instan. 

Belum lagi pemerintah yang hanya membuat regulasi saja tanpa perlindungan dan support yang penuh untuk pertanian, mulai intensifikasi sampai ekstensifikasi, sehingga menjadikan profesi tani sebagai profesi yang tidak menjanjikan. 

Ada banyak faktor yang membuat rendahnya pendapatan para petani dan jauh dari kata sejahtera, di antaranya, etidakstabilan harga komoditas dan infrastruktur pertanian yang kurang memadai. Yang menjadi faktor terbesarnya adalah kepemilikan lahan. Di sini, banyak terjadi alih fungsi lahan sehinggaahan tani menjadi sempit. Di tambah dengan kebijakan impor yang menyebabkan harga pangan lokal kalah bersaing, alhasil upaya meningkatkan ketahanan pangan itu hanya sekadar wacana. Maka jelas, para milenial pun enggan menjadi petani. 

Semua ini adalah akibat diterapkannya kebijakan ekonomi yang bercorak kapitalistik, yang telah memberikan jalan bagi pemodal asing untuk memiliki lahan seluas-luasnya.

Beda halnya dengan Islam yang mampu menjaga dan mendukung penuh sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kuat. Petani dalam sistem Islam merupakan profesi yang mulia. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan para petani, mulai dari aspek hulu yaitu menjamin berjalannya proses produksi dan menjaga stok pangan. 

Hal itu dilakukan dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam proses pertanian, mulai dari bibit terbaik disertai dengan teknologi pertanian yang modern, bantuan subsidi yang senantiasa tersalurkan dengan tepat sasaran, kemudahan infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, mengadakan  riset-riset, pendidikan, pelatihan, pengembangan dalam pertanian, dsb. 

Selain itu, negara akan menerapkan hukum pertanahan sesuai aturan Islam. Lahan akan terjaga dalam hal kepemilikannya dan akan dikelola secara maksimal. 

Negara pun akan menjaga  distribusi dan stabilisasi harga tanpa adanya intervensi negara lain. Pemerintah melakukan pengawasan agar kondisi senantiasa normal. Jika terjadi kenaikan pada harga, maka pemimpin dalam Islam akan mengambil dua kebijakan utama, yaitu menghilangkan penyebab distorsi pasar, seperti penimbunan, kartel, dsb. Kedua, dengan menjaga keseimbangan supply dan demand. 

Dengan begitu, negara benar-benar telah menjalankan fungsinya yaitu menjamin pemenuhan pangan rakyat secara merata. Negara memberikan berbagai kemudahan dalam mengakses, sehingga petani hidup dengan penuh kesejahteraan karena negara senantiasa mengawal dan menciptakan pasar yang sehat dan ketahanan pangan pun kuat. Wallahu'alam bishawaab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Aktivis Muslimah Bandung

Jumat, 08 April 2022

Korporatisasi Pertanian, Bukti Lepas Tangannya Pemerintah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1vpq2VZRdRsuqTJDwtURKbXXMpNf1urpM

Tinta Media - Data ketahanan pangan menunjukkan bahwa kemampuan bertahan cadangan pangan Indonesia pada 2020 hanya sekitar 21 hari. Angka ini terpaut jauh dari Thailand dan India yang merupakan negara kecil yang memiliki cadangan pangan lebih dari 140 hari, apalagi jika dibandingkan dengan Amerika yang memiliki 1.068 hari.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan bahwa kemampuan bertahan cadangan pangan Indonesia ini hanya sedikit berbeda dua hari dengan Vietnam.

Dalam acara Korporatisasi Pertanian dalam Mendukung Ekosistem Halal Value Chain Berbasis Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di Ponpes Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung, Selasa (22/3/2022),  Wapres mendukung inisiatif dari Kementerian Koperasi dan UKM yang menghadirkan program pemberdayaan petani melalui Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Menurutnya, hal ini dapat menjadi salah satu upaya untuk menyejahterakan masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya memperkuat ketahanan pangan dengan mengalokasikan anggaran Rp76,9 triliun pada 2022 ini. Koperasi dinilai sebagai solusi tepat bagi terbentuknya korporatisasi para petani dan nelayan untuk meningkatkan produktivitas pangan. Ini karena koperasi sudah memiliki payung hukum dan modal sebagian besar dimiliki anggota.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa Ponpes Al-Ittifaq di Bandung menjadi role model pembentukan Kopontren dalam mewujudkan program korporatisasi petani. Selama ini, pendekatan pemerintah hanya dari input pengadaan saja, baik dari pupuk dan lainnya sehingga konsep korporatisasi pangan bagi petani kecil tidak bisa berjalan sendiri.

Corporate farming akan mengonsolidasi petani-petani kecil perorangan dalam bentuk koperasi. Diharapkan dengan program ini, ekosistem pertanian akan lebih efektif dan efisien, mulai dari pembiayaan, proses produksi, hingga pemasaran yang terintegrasi dan saling menguntungkan berbagai pihak melalui badan hukum koperasi.

Dengan koperasi, korporatisasi pertanian mampu dijalankan mulai dari sisi hulu sampai hilir. Dengan sistem ini, pembiayaan para petani, penyerapan hasil produksi hingga memasarkan hasil pertanian dilakukan koperasi sebagai off taker atau penghubung komoditas pertanian yang nantinya bekerja sama dengan berbagai pihak, baik swasta maupun korporasi.

Alternatif instrumen pembiayaan kepada koperasi dilakukan melalui penyaluran anggaran pemerintah melalui LPDB-KUMKM. Hal ini bertujuan untuk memperkuatan modal koperasi dan dilakukan dengan pembiayaan dana secara bergulir. Melalui Corporate Farming (korperasi pertanian) pemerintah berharap akan terbentuk ekosistem yang pertanian yang lebih efisien dan efektif serta lebih terintegrasi dan saling menguntungkan.

Ketahanan pangan memang sangat vital bagi semua negara karena makanan berkaitan dengan kelangsungan hidup seluruh populasi dunia. Tak hanya sebagai negara maritim, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki banyak sumber daya alam, baik di darat maupun perairan. Selain itu negeri ini pun terkenal dengan hasil perkebunannya, seperti karet, kelapa sawit, tembakau, kapas, kopi, beras, dan lainnya. Hasil tambang pun melimpah ruah.

Namun miris, terkenal sebagai negara agraris yang subur dan kekayaan alam melimpah ruah dan seharusnya memiliki ketahanan yang kuat dalam berbagai aspek, tetapi kenyataannya berbanding terbalik. Bahkan, untuk bertahan dari kekurangan makanan saja kita tidak mampu sehingga harus mengimpor bahan-bahan pokok dari negara tetangga.

Kebijakan impor secara terus-menerus semakin membuat para petani terpuruk. Tak ayal, banyak dari mereka yang meninggalkan profesinya sebagai petani. Hal ini semakin memperburuk kondisi dan membuat semakin ketergantungan negara kepada impor. Kalau sudah begini, perekonomian negara pun semakin anjlok. Pertanian hanya dipandang sebelah mata bagi pemasukan. Negara malah mengutamakan pemasukan dari sektor pajak dan hutang yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan menurunkan kesejahteraan ekonomi.

Padahal, pertanian merupakan sektor terpenting dalam pemenuhan hajat rakyat dan seharusnya menjadi salah satu sektor utama untuk meningkatkan perekonomian.

Negara wajib bertanggung jawab penuh dalam mendukung dan meningkatkan kesejahteraan dengan menunjang keberhasilan sektor pertanian, bukannya malah menjadi regulator dan menyerahkan peningkatan ketahanan pangan kepada pihak swasta ataupun korporasi dalam bentuk koperesi. Inilah jika kita hidup di negeri yang mengadopsi sistem demokrasi kapitalisme. Negara tidak akan benar-benar ikhlas mengurusi urusan rakyat karena rakyat hanya dijadikan ladang bisnis bagi para pemangku jabatan.

Ini berbanding terbalik dengan negara yang menganut sistem Islam atau khilafah. Ekonomi Islam mengakui produktivitas seluruh kegiatan perekonomian yang legal sesuai syariah, baik produksi barang maupun produksi jasa. Pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan menambah dan mendapatkan kekayaan dan kesejahteraan rakyat dengan cara meningkatkan produksi nabati dan hewani.

Pertanian memiliki urgensi sangat besar dalam kehidupan karena merupakan sumber makanan dan pemasukan kekayaan umat. Dengan pertanian, akan dapat diberdayakan sejumlah besar tenaga kerja. Bahkan, sejarah mencatat bahwa dalam fikihnya, Khalifah Umar bin Khathab memberikan perhatian yang sangat besar pada pertanian. Beliau menjadikan pertanian sebagai kegiatan utama negara dan salah satu sumber terpenting bagi kas negara atau Baitul Mal.

Karena itu, dalam khilafah, pertanian mendapatkan pengaturan dari negara mulai dari konsep pengelolaan lahan hingga penjualan dan distribusi hasil pertanian. Hal ini karena kewajiban negara adalah untuk melayani umat dan menjamin seluruh kebutuhan pangan individu. Untuk memaksimalkan pengelolaan lahan, maka khalifah akan memberikan dukungan penuh kepada para petani mulai dari modal, sarana produksi, teknologi, serta berbagai infrastruktur seperti  pembuatan irigasi, jembatan, dan lainnya.

Selain itu, khilafah terlepas dari segala bentuk intervensi negara-negara asing dan memiliki kemandirian pangan sehingga tidak akan bergantung pada impor, tidak terjadi benturan dengan harga pupuk yang tinggi sehingga membuat harga melambung tinggi. Dukungan seperti itu akan membuat para petani bersemangat dalam memproduksi dan terhindar dari lekurangan pangan.

Sejarah mencatat bahwa khilafah pernah mencapai kegemilangan dalam ketahanan pangan. Pertaniaan berproduksi sepanjang tahun dengan jenis tanaman yang bervariasi, bahkan daerah yang ditinggalkan penduduk tumbuh menjadi daerah padat penduduk yang produktif pertaniannya. Ini karena konsep Islam mengharamkan tanah atau lahan yang kosong tidak produktif atau ditelantarkan selama tiga tahun.

Wallahu'alam bisshawab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab