Sistem Islam Menjamin Ketahanan Pangan
Tinta Media - Beras merupakan bahan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi setiap hari. Karena itu, keberadaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, kondisi hari ini sungguh ironis. Di negeri subur dan tropis, justru harga beras dalam negeri lebih mahal.
Indonesia menjadi negara dengan harga beras dalam negeri tertinggi di kawasan ASEAN saat ini. Harga beras lebih mahal 20 persen daripada harga beras di pasar global. Tingginya harga beras disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kenaikan biaya produksi dan pembatasan impor, pengetatan tata niaga melalui nontarif. Hal ini diungkapkan oleh Carolyn Turk, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
Meskipun demikian, penghasilan petani lokal justru tak sebanding dengan tingginya harga beras dalam negeri. Pendapatan rata-rata petani kecil per hari kurang dari 1 dollar AS atau Rp15.199, sedangkan per-tahun sekitar 341 dollar AS atau Rp5,2 juta. Menurut catatan Bank Dunia, penduduk lndonesia yang bisa membeli makanan sehat hanya sekitar 31 persen saja.
Ironis memang jika dilihat dari segi alam Indonesia yang subur, gemah ripah loh jinawi, tetapi rakyatnya hidup penuh tekanan dan kesengsaraan, terutama dalam hal kebutuhan dasar, seperti pangan. Dalam hal ini, beras merupakan bahan pokok yang harus dipenuhi setiap hari.
Ini menunjukkan bahwa negara masih dalam cengkeraman sistem kapitalisme yang tidak pro kepada rakyat. Sistem ini berhasil menguasai semua lini, termasuk sektor pertanian.
Kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah terbukti mampu memporak-porandakan seluruh tatanan kehidupan manusia. Di sisi lain, peran negara pun hanya sebagai regulator bagi para oligarki yang punya kepentingan melalui kebijakan-kebijakan yang menguntungkan mereka. Contoh nyata adalah pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada pihak swasta dan asing sehingga mereka bebas mengeksploitasi alam, termasuk lahan pertanian.
Dengan alasan pembangunan, negara kongkalikong dengan oligarki dalam hal alih fungsi lahan pertanian yang dengan bebasnya diambil untuk kepentingan mereka. Seperti pembangunan pabrik, perumahan, pertokoan, dan tempat wisata yang merupakan bisnis atau kepentingan oligarki. Walhasil, tanah persawahan menjadi berkurang karena sudah beralih fungsi.
Selain faktor alih fungsi lahan pertanian, ada juga masalah distribusi beras yang dikuasai pihak swasta yang dengan mudah memainkan harga. Permainan pasar bebas sudah pasti akan menguntungkan yang punya modal, sedangkan kalangan ekonomi menengah ke bawah yang akan kena imbasnya.
Di sisi lain, ketika harga beras mahal, para petani justru tidak sejahtera. Pendapatannya sedikit karena biaya pengelolaan lahan mulai dari pupuk, bibit, sarana dan prasarana pertanian yang memerlukan biaya mahal harus mereka tanggung sendiri. Sedangkan ketika panen, harga jualnya murah. Begitulah jahatnya ketika semua sektor pertanian sudah dikuasai para kapitalis, sedangkan negara hanya sebagai fasilitator.
Maka, wajar jika masalah pangan ini terus menjadi polemik berkepanjangan, sedangkan solusi yang ditawarkan negara hanya bersifat pragmatis. Ketika harga beras mahal, rakyat disuruh mengonsumsi ubi, singkong, dan palawija lainnya. Begitu juga ketika harga cabe dan minyak mahal, pemerintah dengan gampangnya menyarankan agar menanam cabe sendiri di pekarangan rumah dan mengolah makanan dengan cara merebus. Begitulah celoteh para pengusaha yang sangat tidak pantas dan konyol. Negara gagal mengatur kedaulatan pangan dan hanya mengekor arahan para korporasi.
Sedangkan Islam adalah satu-satunya aturan kehidupan yang mampu memberi kesejahteraan bagi rakyat. Islam betul-betul memperhatikan masalah kebutuhan dasar rakyat seperti sandang pangan, dan papan. Terkait masalah beras, tentu saja Islam sudah punya solusi agar semua hak-hak rakyat terpenuhi dengan baik. Perlu diketahui bahwa Islam sebagai negara yang independen tidak mengekor pada siapa pun. Islam juga tidak bisa disetir oleh pihak-pihak tertentu seperti halnya dalam sistem demokrasi. Negara hanya mempraktikkan atau melaksanakan syariat Islam dalam rangka mengurus urusan rakyat.
Adapun langkah yang dilakukan adalah dengan memprioritaskan pengolahan lahan hijau agar selalu berproduksi, meminimalisir terjadinya alih fungsi lahan, menyediakan pupuk dan bibit unggul yang berkualitas. Islam juga tidak akan membiarkan ada lahan yang terbengkalai dan tidak diurus (tanah mati) oleh pemiliknya. Ketika ada tanah mati atau tanah yang tidak diurus selama tiga bulan, maka khalifah akan membolehkan siapa saja yang mau mengurus lahan tersebut sehingga tetap berproduksi. Bisa dipastikan bahwa hasil dari pengolahan lahan yang diatur oleh sistem Islam akan bisa menjamin kebutuhan pangan bagi masyarakat.
Walaupun demikian, Islam tidak melarang impor, selama memang benar-benar di butuhkan dan dalam kondisi darurat. Namun, kemungkinan itu sangat kecil. Dalam pendistribusian, Islam tidak mengenal monopoli pasar bebas, sehingga harga relatif stabil. Kondisi tersedia didukung pula dengan sanksi yang tegas, sehingga meminimalisir terjadinya berbagai macam kecurangan.
Begitulah bentuk penjagaan negara dari setiap aspek ketika menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam kehidupan, yaitu dengan adanya institusi negara khilafah. Semoga semua segera terwujud, insyaallah. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media