Tinta Media: Ketahanan Pangan
Tampilkan postingan dengan label Ketahanan Pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ketahanan Pangan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2024

Menciptakan Ketahanan Pangan, antara Harapan dan Kenyataan



Tinta Media - Presiden Jokowi memaparkan anggaran ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 hanya sebesar Rp124,4 triliun. Pengamat Pertanian Syaiful Bahari melihat nominal itu sama sekali tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional.

"Seharusnya pemerintah memperjelas apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan, apakah dengan jalan peningkatan produktivitas atau penguatan cadangan pangan nasional, atau memperbesar bantuan pangan seperti yang terjadi di 2023-2024," ucap Syaiful saat dihubungi, Jumat (16/8).

Sebagaimana diketahui, anggaran ketahanan pangan di APBN 2025 diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani. 

Namun, menurut Pengamat Pertanian Syaiful Bahari, hal tersebut tidak menunjukkan adanya upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki produktivitas pertanian yang dilakukan dari hulu sampai ke hilir. Semisal, penyediaan bibit berkualitas dan anggaran untuk pupuk bagi petani, serta pembangunan infrastruktur, berupa bendungan yang tepat sasaran untuk irigasi pertanian. Demikian juga di pasca panen. Selama ini produk pertanian dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain, sehingga merugikan petani. (mediaindonesia.com 16/8/2024 )

Ketahanan pangan yang menyangkut ketersediaan pangan, distribusi, dan konsumsi pangan merupakan persoalan penting bagi sebuah negara karena akan membantu stabilitas dalam negeri, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan rakyat, bahkan menyangkut kedaulatan suatu negara.

Apa yang dicanangkan oleh pemerintah tampaknya belum memiliki komitmen yang kuat. Hal ini terlihat dari kebijakan yang dibuat, seperti minimnya dukungan/bantuan bagi para produsen pangan, baik di kalangan petani, pekebun, distributor, hingga kemudahan akses bagi konsumen. Semua hal tersebut jika maksimal dalam penanganannya akan mampu mewujudkan ketahanan pangan yang menjadi indikasi negara telah memiliki kedaulatan pangan.

Minimnya dukungan/bantuan pemerintah pada petani, misalnya dalam hal bibit, pupuk yang mahal karena pengurangan subsidi dan sebagainya menjadikan biaya produksi membengkak, sementara hasil pertanian belum tentu dapat membawa keuntungan. Apalagi, dibukanya impor pangan lebar-lebar oleh pemerintah menjadikan produk pertanian dalam negeri harus bersaing dengan produk luar. Ini membuat sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan justru menghadapi beragam tekanan.

Adanya kebijakan impor dengan alasan untuk membantu ketahanan pangan melalui ketersediaan komoditas, pada kenyataannya menunjukkan ketidakmandirian negeri ini. Padahal, ketahanan pangan suatu negara ditentukan oleh kedaulatannya. Bahkan, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan agar pemerintah mengurangi impor, termasuk impor komoditas pangan. Dengan demikian, pangan Indonesia dapat terjaga secara konsisten. (investor.id 16/8/2024 )

Seharusnya pemerintah membangun sinergi yang kuat bersama petani, melalui penguatan dari sektor hilir hingga hulu. Pemerintah harus menyediaan bibit unggul dan pupuk berkualitas secara murah, bahkan gratis, disertai pembangunan infrastruktur yang maksimal, baik dalam menopang proses produksi maupun distribusi. Ini harus dilakukan untuk memastikan komoditas pangan sampai di pasar yang mudah diakses oleh rakyat sebagai konsumen. Kesinambungan mata rantai tersebutlah yang dapat menciptakan kekuatan pangan di dalam negeri.

Hal tersebut sulit diwujudkan jika pemerintah hanya menjadi regulator dan fasilitator sebagaimana yang ditetapkan dalam sistem kapitalisme sekularisme liberal yang diterapkan di negeri ini. Keberadaan para pemilik modal (kapitalis) yang justru mengendalikan pasokan bahan pangan, mulai dari hilir hingga hulu, dari produksi hingga dalam menentukan harga komoditas secara leluasa di pasaran. Hal itu menyebabkan harga pangan di pasaran bersifat fluktuatif berdasarkan kepentingan dan keuntungan para kapitalis. 

Ditambah lagi kebijakan yang membuka kran impor sebesar-besarnya, termasuk dalam komoditas pangan, sehingga produk pangan lokal semakin lemah dalam persaingan di pasar dan berefek pada kerugian bagi perekonomian dalam negeri. 

Ketahanan pangan tinggal harapan yang tidak dapat diwujudkan. Padahal, SDM dan SDA Indonesia sangat potensial dalam menciptakan surplus pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, akibat kebijakan yang kapitalistik liberalistik yang tidak prorakyat, tetapi prokapitalis, akhirnya hanya menguntungkan bagi para oligarki (kekuatan kapitalis dan penguasa).

Oleh karena itu, agar dapat mewujudkan ketahanan pangan, kita butuh sebuah sistem hidup yang bersifat keumatan, yang mengutamakan kepentingan rakyat, dan tidak didominasi oleh kapitalis. Itulah sistem Islam. 

Islam sebagai sebuah diin yang sempurna dan paripurna memandang bahwa pangan adalah salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk setiap individu rakyat oleh pemimpin atau penguasa. Islam menjadikan ketahanan pangan harus diwujudkan karena berkaitan dengan kekuatan dan kedaulatan negara.

Negara (khilafah) yang menerapkan syari'at Islam kaffah akan memastikan pemenuhan kebutuhan rakyat, bukan hanya pangan, tetapi juga sandang dan papan. Negara menjamin kemudahan bagi rakyat dalam mendapatkannya dengan harga murah atau secara gratis. Pastinya tetap memenuhi kualitas gizi yang baik dan cukup untuk kebutuhan dan kesehatan rakyat.

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (pemimpin) adalah ra'in (penggembala), dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (Hr. Bukhari dan Muslim). 

Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa'in (penanggung jawab) yang akan membuat kebijakan ketahanan pangan dengan memaksimalkan potensi SDM dan SDA dalam negeri, mulai dari hulu hingga hilir, baik dalam aspek produksi, kemudahan distribusi, dan pemasaran ke seluruh wilayah negara agar dapat memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyat. Kebijakan ini didukung dengan pembangunan infrastruktur yang maksimal pula, mulai dari bendungan untuk irigasi, infrastruktur jalan, jembatan, dan transportasi untuk memudahkan distribusi.

Negara tidak akan melakukan ekspor, hingga kebutuhan pokok setiap individu rakyat terpenuhi, dan juga tidak akan melakukan impor karena adanya kemandirian pangan dari berbagai komoditas.

Dalam pengelolaannya, lahan pertanian tidak akan dibiarkan habis oleh sektor industri dan pembangunan infrastruktur, karena lahan pertanian sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Sektor pertanian tersebut ditopang oleh sistem politik dan ekonomi yang mantap, melalui penerapan syariat Islam kaffah dalam naungan khilafah. 

Oleh karena itu, Islam bukan hanya mampu menghadirkan ketahanan pangan yang kuat, tetapi sistem ini terbukti pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, serta umat Islam setelahnya ini, sehingga mampu mewujudkan diri sebagai negara adidaya.

Wallahu'alam bissawab



Oleh: Syifa 
(Remaja Palasari, Bandung)

Kamis, 25 April 2024

Islam Solusi Masalah Ketahanan Pangan

Tinta Media - Saat perayaan hari raya Idul Fitri beberapa hari lalu, umat Islam banyak yang menyediakan dan mempersiapkan berbagai hidangan khas lebaran, seperti opor, rendang, ketupat dan lain-lain. Ini sudah menjadi kebiasaan. Memang benar dan tidak dapat dimungkiri bahwa pada saat lebaran pasti banyak makanan yang dihidangkan dan terkadang sampai lebih dan tidak termakan semuanya sehingga akan terbuang. Inilah kejadian yang selalu berulang saat lebaran tiba.

Istilah "boros makan" atau sering sebut juga Food Loss dan Food Waste menjadi semakin asyik didiskusikan. Pemerintah pun menyikapinya dengan serius dengan kampanye melawan sikap kurang menghargai makanan tersebut. 

Pembahasan tersebut telah mencuri perhatian banyak pihak, bahkan ada yang menyebutkan bahwa food loss dan food waste adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari ketahanan dan kekokohan pangan di suatu bangsa. [HIBAR PGRI]

Lebaran adalah momen yang sangat dinantikan oleh kaum muslimin setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Kebahagiaan itu disambut pula dengan berbagai hidangan spesial dan kue lebaran yang beraneka ragam. Hampir setiap muslim berusaha menyambutnya dengan gembira karena akan berkumpul dengan sanak saudara dan tetangga. 

Tak bisa dimungkiri memang, saat menjelang Ramadan berbagai tempat makanan serta pusat perbelanjaan diserbu pembeli, apalagi dengan banyaknya diskon yang mereka tawarkan yang terbukti berhasil memikat para pembeli. Dengan kemajuan teknologi digital pula, masyarakat dimanjakan dengan mudahnya bertransaksi via online saat ini.

Hal ini wajar terjadi di sistem kapitalis sekuler dengan budaya konsumtif yang  sudah merasuki sebagian besar masyarakat hari ini. Mereka rela merogoh kocek untuk membeli barang dan makanan yang mereka sukai hanya untuk memuaskan hawa nafsu. 

Namun, tidak bagi mereka yang ekonominya serba kekurangan. Di belahan dunia lain seperti di Palestina, justru mereka sangat kekurangan makanan hingga mengalami kelaparan yang memilukan. Mereka puasa dan hari raya di tengah situasi yang sangat memprihatinkan. 

Paradigma kapitalisme

Budaya konsumtif merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang sudah mengubah cara pandang tentang konsep kebahagiaan. Kebahagiaan menurut kapitalis adalah jika seseorang itu bisa meraih apa yang dia inginkan, tanpa memperhatikan mana kebutuhan dan mana yang sekadar keinginan. 

Kebebasan itulah yang mengakibatkan terjadinya konsumsi makanan berlebih akibat sifat suka berbelanja, membeli makanan dan kebutuhan lainnya, asalkan punya uang. Itulah konsep kebahagiaan mereka yang hanya bersifat fisik semata.

Sangat jauh berbeda dengan konsep kebahagiaan dalam pandangan Islam. Kebahagiaan dalam Islam adalah ketika kita mendapatkan rida Allah dengan takwa, melakukan perbuatan sesuai perintah dan larangan-Nya. 

Sebenarnya, Islam tidak melarang untuk belanja kebutuhan hidup. Hanya saja, semua itu ada aturannya, sesuai syariat. Umat tidak boleh boros dalam membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan. 

Adapun ketahanan pangan, itu hanya akan terwujud dalam sistem Islam, bukan demokrasi. Ketahanan pangan dalam Islam akan menjadi hal yang sangat diperhatikan agar kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan baik. Dengan berlandaskan keimanan itulah seorang khalifah melakukan kewajibannya dengan jujur dan amanah. Ini karena seorang khalifah sadar bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. 

Terwujudnya ketahanan pangan disebabkan karena Islam merupakan negara adidaya dengan sumber daya alam yang dikelola sesuai syariat. Dalam Islam, negara  tidak boleh kalah dengan para pelaku kartel yang melakukan praktik monopoli. 

Hal ini karena tindakan monopoli merupakan sebuah kecurangan dan kezaliman yang merugikan rakyat dan dilarang dalam Islam. Jika ada yang berani melakukan, maka akan diberi sanksi tegas bagi pelakunya. Hukum yang memberi efek jera akan meminimalisir terjadinya tindak kejahatan dan kecurangan. 

Oleh karena itu, solusi hakiki  ketahanan pangan adalah dengan adanya negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan komprehensif, bukan yang lain. Wallahu a'lam bishawab. 

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 21 Desember 2023

Ingin Ketahanan Pangan Namun Buka Kran Swasta Kelola Hutan, IJM: Sangat Kontradiktif!


Tinta Media - Keinginan pemerintah untuk memiliki ketahanan pangan namun membuka kran agar pengusaha mengelola hutan dan tanah di negeri ini, dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana sebagai kebijakannya sangat kontradiktif.
 
"Kebijakannya sangat kontradiktif," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (15/12/2023).
 
Menurut Agung, banyak sekali kebijakan yang jauh panggang dari api, sekedar lip service, dan sekedar membangun citra kedaulatan pangan.
 
“Di depan publik selalu bilang akan membuka satu juta hektar lahan pertanian, tapi legal formalnya malah tidak membedakan perlindungan kepada lahan pertanian, tidak memberikan perlindungan bagi yang membutuhkan lahan pertanian pangan berkelanjutan," ulasnya.
 
Ia menyesalkan, dalam Undang -undang Ciptakerja syarat -syarat alih fungsi lahan pertanian dihapuskan.
 
"Demi karpet merah investasi, dibuatlah alasan demi proses -proses yang lebih baik, demi kepentingan umum, demi kepentingan pembangunan, alasan -alasan yang jadi lip service," paparnya.
 
Tidak sekedar itu, Agung juga menyesalkan, pemerintah melakukan impor pangan dengan dalih menjaga ketahanan pangan, sementara panen raya terjadi, cadangan pangan nasional pun ada. [] Muhammad Nur.

Sabtu, 17 Juni 2023

Pengaruh Kapitalisme pada Ketahanan Pangan

Tinta Media - Ketahanan pangan adalah persoalan penting bagi suatu bangsa karena berkaitan erat dengan kualitas SDM.  Sayangnya, hal ini masih belum diperhatikan secara serius oleh Indonesia. Padahal, Indonesia termasuk wilayah yang subur dan memiliki cukup lahan. Jika ini dikelola dengan baik, yaitu dengan memberdayakan SDM yang ada, atau dengan memberikan pembinaan terlebih dahulu kepada para SDM yang baru merintis, maka hasil yang didapat akan sesuai dengan yang diharapkan.

Masalah ketahanan pangan masih menjadi polemik yang tak pernah usai di negeri ini. Terlebih, pemberian jaminan pokok kepada masyarakat secara umum, kini tidak lagi menjadi urusan utama yang diampu oleh penguasa. Sehingga, muncul beberapa upaya penanggulangan yang juga diusulkan oleh penguasa, demi mencapai standar ketahanan pangan tersebut.

Hal ini sejalan dengan yang dikabarkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi pada media katadata.co.id. Ia mengatakan bahwa swasembada pangan adalah tantangan besar. Negara hanya menyediakan 0,6 persen dari total anggaran negara yang diperuntukkan dalam bidang pangan.

Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo juga menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan lahan tanam kedelai seluas 10 ribu hektare untuk mendukung ketersediaan pasokan kedelai dalam negeri yang akan menunjang pada ketahanan pangan.

Tentu hal ini tak cukup untuk mempertahankan ketahanan pangan dalam jangka panjang ketika pengelolaan SDM, pendanaan untuk menyokong kelancaran produksinya, serta benda-benda produksi, dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh para SDM guna memudahkan pengelolaannya tidak diberikan secara maksimal. Hal ini pasti akan berdampak pula pada catatan hasilnya.

Terwujudnya ketahanan pangan sangat membutuhkan gelontoran anggaran yang cukup dan teknologi untuk dapat memanfaatkan lahan sebagai sarana untuk mewujudkannya. Maka, pemenuhan tersebut jelas tak boleh lepas dari kontrol penguasa dalam memaksimalkan peluang pengelolaan lahan bagi rakyatnya agar hal-hal yang menghambat perkembangan lahan pertanian, khususnya, mampu teratasi.

Sayangnya, dalam kehidupan kita saat ini di bawah kontrol pemahaman kapitalis sekuler, menjadikan para penguasa dan pengusaha, utamanya, hanya memusatkan perhatian pada keuntungan dan kemudahan sepihak, sehingga pengaruhnya pada kalangan bawah menjadi tak terkontrol. 

Masyarakat bawah hanya mampu menerima putusan yang dibawa dan diberlakukan oleh penguasa, juga adanya permainan harga  yang dimainkan oleh para pengusaha yang berefek pada distribusi barang.

Kapitalisme juga melegalkan privatisasi lahan sehingga banyak lahan yang tak bisa dikelola hanya karena pemiliknya tak memperbolehkan pengelolaan atas lahan tersebut. Sehingga, amat disesalkan bila sarana yang memang mumpuni dalam pengolahannya malah harus ditelantarkan dan menjadi lahan mati belaka.

Ketika kita menilik ini dari sisi Islam, maka upaya maksimal akan dilakukan di dalamnya, termasuk bagaimana Islam menjadikan pembentukan SDM berkualitas sebagai hal penting. Demikian juga kesejahteraan seluruh rakyatnya. 

Pemberian dana harus maksimal demi menopang kinerja pertanian, sehingga mampu berproduksi maksimal. Hendau ada pembebasan lahan bagi orang yang mampu mengelola lahan tersebut sehingga menjadi produktif. Tidak hanya SDM yang produktif, tetapi dalam pengelolaannya juga demikian.

Islam memiliki metode terbaik untuk mewujudkannya dengan berbagai sistem kehidupan yang diatur oleh Islam. Islam akan mengupayakan secara maksimal pengelolaan di bidang ketahanan pangan dengan menyediakan lahan-lahan, kesiapan SDM, teknologi terbaru yang menunjang pertanian, serta hal-hal lain yang mampu menopang terwujudnya ketahanan pangan tersebut.

Tentu hal ini tak lepas dari seberapa besar dana yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan tersebut. Maka, Islam menerangkan bahwa melalui sistem ekonomi Islam, upaya tersebut tidak akan mustahil karena ketersediaan dana dalam baitul mal didapatkan dari pos-pos pemasukan yang pasti, seperti hasil pengelolaan SDA, dana Zakat, harta kharaj, dan lain-lain menjadi penopang kestabilan ekonomi negeri. Tidak hanya tercapainya ketahanan pangan, lebih dari itu, jaminan layanan seperti kesehatan, pendidikan, kebutuhan pokok dan lain-lain juga menjadi prioritas dalam negara untuk menyelesaikannya. 

Dengan demikian, rakyat tidak harus diperas, kemudian baru dibiarkan hidup. Hal ini karena pelayanan total negara atas kebutuhan rakyat memang sudah menjadi tanggung jawab penguasa, sehinggga darinya lahir keadilan, ketentraman, dan kesejahteraan.

Tentu hal ini tak akan bisa kita raih selama kita masih menggantungkan harapan pada pengaturan yang kapitalistik karena tujuan mereka hanya bagaimana menopang individu untuk unggul secara mandiri. 

Namun, berbeda dengan Islam yang memiliki konsep kemaslahatan sehingga aturan yang lahir darinya bukan dari egoisme manusia, melainkan aturan langsung dari Khaliknya. Wallahualam bissawab.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis 

Kamis, 15 Juni 2023

Menyoal Lemahnya Ketahanan Pangan di Indonesia

Tinta Media - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa pemerintah akan  menyiapkan lahan tanam kedelai seluas 10 ribu hektare untuk mendukung ketersediaan pasokan kedelai dalam negeri. Menurutnya, gerakan tanam kedelai di Indonesia harus selalu digalakkan agar ketersediaan kedelai bagi pelaku ekonomi dapat terpenuhi. Gerakan tanam kedelai  diharapkan mampu membuat ketersediaan kedelai melimpah dan harganya murah  sehingga dapat menekan impor kedelai (republika.co.id).

Sebelumnya, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional juga terus mendorong peningkatan keberagaman konsumsi pangan masyarakat. Hal ini bertujuan memperkuat ketahanan pangan nasional yang mengedepankan keberagaman konsumsi pangan dan keterpenuhan gizi masyarakat.

Ironisnya, seperti dilansir dalam katadata.co.id, anggaran pangan hanya dikucurkan 0,6% dari total anggaran negara untuk bidang pangan. Ini disampaikan oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. Saat ini swasembada pangan menghadapi tantangan besar, juga tidak semua lahan  yang tersedia di dalam negeri dapat menjadi area pertanian. Tantangan yang dihadapi produksi pertanian nasional di antaranya adalah minimnya penggunaan teknologi, kurangnya regenerasi, dan ekosistem.

Hal ini bukan kali pertama, apa yang diinginkan pemerintah dengan aplikasinya jauh panggang dari api. Apabila ketahanan pangan memang menjadi orientasi, seharusnya kucuran dana besar untuk riset maupun intensifikasi pertanian menjadi fokus utama. Realitasnya, pemerintah hanya membicarakan target, tetapi aplikasinya kembali diserahkan kepada individu petani lagi. Apabila mereka ‘gagal’ memproduksi kebutuhan pangan dalam negeri, maka justru kran impor yang dibuka untuk menutup kerurangannya.

Ketahanan pangan merupakan sebuah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 

Ketahanan pangan sejatinya merupakan persoalan penting bagi suatu bangsa dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Keterbatasan ketersediaan pangan maupun sulitnya akses pangan dapat menyebabkan stunting pada balita yang akan memengaruhi tumbuh kembang mereka. 

Lebih jauh lagi, ketahanan pangan termasuk salah satu poin yang harus dimiliki ketika sebuah negara ingin berdaulat dan diakui dalam kancah internasional. Ketika kebutuhan pangan dalam negeri harus dipenuhi dengan impor, bisa kita bayangkan bahwa akan ada banyak negara yang bisa memainkan kepentingan mereka dengan imbalan pasokan pangan tadi. Imbasnya, pasti negara tak lagi merdeka menentukan arah politik luar negerinya.

Terwujudnya ketahanan pangan membutuhkan anggaran yang cukup dan sarana teknologi yang memadai untuk dapat memanfaatkan lahan pertanian yang ada. Peningkatan produksi pertanian pastinya perlu benih-benih unggul yang dihasilkan melalui sekian banyak riset. Demikian pula untuk perawatan dan proses produksi dalam lahan pertanian yang luas akan memerlukan alat-alat modern yang mendukung efektifitas produksi. 

Maka, untuk mewujudkan semuanya diperlukan kucuran dana yang tidak sedikit dan perhatian serius dari pemerintah untuk mengendalikan semua pihak terkait.

Di atas itu semua, tentunya diperlukan pemerintahan yang benar-benar berorientasi pada pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pemeliharaan kepentingan mereka. Maka, siapakah selain pemimpin muslim yang hidup dalam sistem Islam yang mampu mewujudkannya?

Islam telah memberikan jalan kepada para pemegang urusan kaum muslimin (penguasa) untuk memelihara urusan-urusan mereka. Syariat mewajibkan para penguasa untuk mengelola kepemilikan umum yang menguasai hajat hidup orang banyak agar bisa dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Misalnya, pengelolaan tambang-tambang besar yang kemudian hasilnya bisa dipergunakan untuk membangun fasilitas jalan raya, sekolah, maupun rumah sakit. 

Terpenuhinya fasilitas pendidikan dan rumah sakit yang murah atau bahkan bebas biaya tentunya akan meningkatkan daya hidup masyarakat guna memenuhi kebutuhan pokok mereka. 

Fasilitas jalan yang memadai juga mempermudah distribusi hasil pertanian, peternakan, maupun pertanian agar merata ke semua wilayah. Apalagi jika ditunjang dengan penyediaan BBM dengan harga murah, ini akan mendorong masyarakat untuk semakin semangat melakukan aktivitas ekonomi.

Di sinilah tampak bahwa Islam menjadikan pembentukan sumber daya manusia berkualitas sebagai hal penting.
Demikian juga kesejahteraan seluruh rakyatnya. Ini terbukti dengan serangkaian syariat yang mengatur berbagai macam pengelolaan kebutuhan manusia tadi. 

Islam memiliki metode terbaik untuk menyelesaikan seluruh persoalan hajat hidup manusia dengan cara menerapkan syariat Islam secra menyeluruh dalam institusi negara. Wallahu a’lam.

Oleh: Desi Dwi A., S.P.
Pengajar



Minggu, 28 Mei 2023

Islam Sistem Terbaik Memfasilitasi Ketahanan Pangan

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Dr. Deni M. Danial, S.Sos., M.M. mengatakan bahwa Islam adalah sistem yang terbaik memfasilitasi ketahanan pangan. 

"Islam adalah sistem yang terbaik, Islam  pasti akan memfasilitasi kaitannya dengan ketahanan pangan," ujarnya dalam Kabar Petang: Krisis Pupuk, Krisis Pangan, Sabtu (20/5/2023 ) di kanal Youtube Khilafah News. 

Ia menjelaskan ketahanan pangan merupakan hal yang sangat vital karena kaitannya dengan kebutuhan, kalau tidak terpenuhi itu akan menyebabkan kematian. "Sehingga wajib sifatnya bagi pemerintah memenuhi, dalam hal ini sampai kepada penyediaan pupuk," ujarnya. 

Lebih lanjut Danial menyampaikan bahwa secara kebijakan ada dua solusi. Ada solusi kebijakan bahwa pemerintah harus meningkatkan ketahanan pangan. Sebuah negara berupaya menghidupkan tanah yang mati. 

"Pemerintah harus mendukung  sampai produksi pangan itu meningkat dengan cara misalkan salah satunya menyediakan pupuk tidak hanya subsidi tapi mungkin gratis," ujarnya. 

Ia menjelaskan sisi solusi dari secara teknis yang harus diperbaiki.

Pertama, adalah harus membuat kriteria yang jelas. "Siapa petani yang berhak menerima pupuk subsidi misalkan untuk dalam waktu dekat," ujarnya. 

Kedua, akurasi data petani itu harus lengkap, harus pas, siapa petani yang layak untuk mendapatkan pupuk yang bersubsidi. 

"Ketiga, harus evaluasi terus ada evaluasi mekanisme subsidi di semua tahapan," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Selasa, 28 Maret 2023

Food Estate, Bukan Solusi Tepat untuk Ketahanan Pangan

Tinta Media - Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan demi mencegah ancaman krisis pangan yang berkepanjangan akibat perang Rusia - Ukraina yang tak kunjung selesai.

Strategis Nasional 2020 - 2024 yang dilaksanakan di berbagai wilayah, termasuk di Kalimantan Tengah setelah berjalan dua tahun hasilnya gagal. Pasalnya, perkebunan singkong seluas 600 hektar mangkrak dan 17.000 hektar sawah tidak kunjung panen.

Salah seorang warga yang terdampak program Food Estate berasal dari Desa Tawai Baru mengungkapkan kekesalannya karena telah kehilangan mata pencaharian menjadi buruh karet yang kini telah dimusnahkan demi program tersebut.

Fakta di Lapangan

Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Susilawati, mengakui bahwa tidak mudah mengelola lahan food estate. Ini karena di Kalimantan Tengah wilayahnya merupakan lahan rawa sehingga pengolahan lahan Food Estate akan memakan waktu dan biaya yang besar. Ia juga mengatakan bahwa jenis tanah di kawasan ini 70 persen adalah pasir, dan jenis tanah ini tidak cocok untuk menanam singkong, yang membutuhkan tanah yang gembur. 

Pihak Kementerian Pertanian yang sudah mengetahui kekurangan dalam pelaksaan program Food Estate mengatakan hal ini tidak sepenuhnya gagal. Sementara Pejabat Kementerian Pertahanan mengklaim mangkraknya kebun singkong karena kekurangan anggaran dalam regulasi pembentukan Badan Cadangan Logistik Strategis.

Kegagalan Kapitalis 

Setelah dua tahun berjalan, ternyata program Food Estate hanya menimbulkan masalah. Mangkraknya kebun singkong seluas 600 hektar mengindikasikan adanya kesalahan sejak awal program. Secara logika, jika ingin mendapatkan hasil maksimal, seharusnya kita mempelajari kawasannya dahulu serta mengetahui tanaman apa yang cocok untuk ditanam di lahan tersebut. Tentu saja lahan yang digunakan itu harus memiliki unsur hara yang banyak dan subur, supaya para petani lebih mudah mengelolanya dan tidak memerlukan biaya yang banyak. 

Hasil program Food Estate selama dua tahun ini dapat menjadi bukti nyata kegagalan penguasa kapitalisme dalam mewujudkan ketahanan pangan. Karena itu, harus diluruskan kembali bahwa tujuan program Food Estate adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Realitasnya, kepengurusan berbagai kawasan Food Estate justru diambil alih dari Kementerian Pertahanan ke Kemenkomarves. Jelas ini mengisyaratkan bahwa program Food Estate bukan ditujukan agar rakyat tidak kelaparan, tetapi mengatasnamakan rakyat demi investasi. 

Menjadi jelas, kebijakan Food Estate menunjukkan bahwa negara hanya berfungsi sebagai regulator, bukan penyedia lapangan kerja bagi rakyat. Intinya, negara hanya berpihak pada para pemilik modal, dengan membiarkan lahan subur dibangun gedung-gedung. Beralihfungsinya lahan pertanian menjadi perumahan atau pabrik menunjukkan bahwa kebijakan ini jelas tidak memihak pada kepentingan rakyat.

Islam Menyelesaikan Masalah

Kegagalan yang dihasilkan akibat kebijakan yang asal-asalan dan terkesan berpihak pada rakyat menunjukkan adanya ketidakberesan sejak perencanaannya, bahkan saat digagas. Inilah wujud kebobrokan sistem kapitalisme. 

Berbeda dengan Islam, setiap program dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dalam Islam, kasus seperti ini tidak perlu terjadi. Setiap perencanaan harus dipelajari dengan matang dan menempatkan lahan sesuai dengan fungsinya karena mengubah fungsi hanya akan menimbulkan kerusakan. Lahan subur akan dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, dan lahan yang tidak subur akan ditempatkan untuk perumahan maupun pabrik. Di samping itu, setiap program yang dijalankan adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat karena penguasa bertanggung jawab dalam pemenuhan ini. Negara tidak membiarkan pemanfaatan lahan subur dikuasai swasta. Negara juga akan mengadakan alat-alat pertanian sehingga tidak tergantung pada asing. Anggaran yang digunakan untuk program tersebut diambil dari kas Baitul Mal.

Kesimpulan

Dengan menjalankan Islam secara kaffah, program Food Estate untuk rakyat akan memenuhi harapan. Solusi ini bisa diterapkan hanya dalam sistem Islam. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Astuti K
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab