Tinta Media: Ketaatan
Tampilkan postingan dengan label Ketaatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ketaatan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 April 2024

Ziswaf: Bentuk Ketaatan kepada Allah, Bukan Penguasa



Tinta Media - Bulan Ramadan adalah bulan penuh keutamaan. Salah satunya adalah dilipatgandakan pahala. Oleh karena itu, setiap umat Islam berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan dengan mengharap rida dari Allah Swt. Umat mempersembahkan amal terbaik mereka dengan berbagi kepada sesama, misalnya dengan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf).

Momen inilah yang membuat Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengajak dan mendorong masyarakat terutama kalangan ASN dan non-ASN untuk mengeluarkan ziswaf. Beliau yakin bahwa ziswaf punya potensi besar dan menjadi sumber daya besar untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Hal ini disampaikan saat sosialisasi Instruksi Bupati Bandung 2/2024 tentang optimalisasi zakat, infak dan sedekah profesi ASN dan non-ASN di lingkungan Pemkab Bandung, melalui Badan Amil Zakat (Baznas) di Gedung Korpri, Senin (18/03/2024). Beliau juga mengungkapkan bahwa saat ini rendahnya kesadaran masyarakat untuk zakat dan pengelolaan zakat yang belum optimal menjadi kendala.

Tingginya ruhiyah umat Islam di bulan Ramadan tentu menjadi momen tepat untuk meluncurkan program ziswaf ini. Namun, jangan sampai antusiasme umat untuk memaksimalkan ketaatan di bulan suci ini malah dimanfaatkan oleh penguasa. Khawatirnya, dorongan ziswaf kepada masyarakat terkhusus ASN dan Non-ASN menjadikan pemerintah berleha-leha dan abai terhadap kewajibannya untuk menyejahterakan umat. Ini karena sesungguhnya yang harus menanggung beban kesulitan masyarakat yang tidak mampu adalah tugas negara atau penguasa, bukan ASN dan non-ASN.

Negara tidak boleh mengandalkan zisfaw dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Apalagi, faktanya sebagian besar masyarakat negeri ini berada dalam garis kemiskinan. Bukan karena rendahnya kesadaran mereka untuk berzakat dan sedekah, tetapi karena impitan ekonomi yang membuat sebagian masyarakat muslim tidak mampu mengeluarkan zakat dan sedekah. Jangankan untuk membayar zakat dan sedekah, untuk mengisi perut pun susahnya setengah mati. 

Mirisnya, permasalahan kemiskinan ini terus berlarut-larut dan merembet ke mana-mana tanpa ada solusi pasti dari penguasa. Seharusnya negara mampu menyejahterakan umat dengan hasil kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, bukan hanya mengandalkan ziswaf dari masyarakat. 

Sayangnya, sistem demokrasi kapitalisme yang diemban negeri ini membuat negara menyerahkan pengelolaan SDA ke tangan asing dan aseng, sehingga tidak mampu membiayai kebutuhan rakyat. Alih-alih membuat program ziswaf untuk menyejahterakan rakyat, padahal rencana ini sarat akan asas manfaat, bukan untuk kemaslahatan bersama. 

Jika negara benar-benar peduli terhadap rakyat, harusnya melakukan pengelolaan maksimal terhadap SDA secara mandiri sehingga lapangan kerja terbuka lebar untuk rakyat. Alhasil, tidak akan ada rakyat yang kesulitan untuk mengeluarkan zakat dan sedekahnya.

Inilah bukti ketika sistem demokrasi kapitalisme dijadikan landasan untuk mengelola suatu negara. Maka, yang terjadi dalam sistem ini adalah tidak adanya keseriusan negara atau penguasa dalam meriayah (mengurusi) rakyat. Penguasa memilih para pemilik modal yang jelas-jelas memberikan keuntungan materi secara langsung. 

Penguasa membiarkan masyarakat berjuang sendiri menghadapi kesulitan, karena mereka hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator saja. Jadi, sampai kapan pun kesejahteraan rakyat hanya sebatas angan-angan saja, jika sistem ini masih bercokol di negeri ini.

Selain itu, mengenai pengelolaan zakat yang belum optimal, pemerintah harus segera berbenah. Ini karena pengelolaan zakat harus betul-betul dilakukan dengan amanah, tepat sasaran, dan transparan, tanpa meninggalkan celah tindak korupsi, agar kesejahteraan masyarakat bisa terwujud. Tentunya dengan mengambil aturan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Berbeda dengan sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rakyat, termasuk mengatur masalah ziswaf. Masyarakat yang hidup dalam Daulah Islam tentu paham betul dengan perintah dan larangan Allah Swt. Salah satunya dalam hal membayar zakat dan bersedekah. Masyarakat akan memiliki kesadaran penuh bahwa dengan mengeluarkan zakat bagi yang mampu tidak akan membuat harta berkurang, justru akan membawa keberkahan bagi si pemberi dan penerimanya.

Allah Swt. berfirman yang artinya, 

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa pun yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (TQS. Al Baqarah 2: 261)

Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu lagi didorong untuk beramal saleh, karena penerapan syariat Islam secara kaffah membuat setiap umat Islam dengan penuh keikhlasan menyisihkan sebagian harta untuk membantu saudara yang tidak mampu sebagai bentuk ketaatan dan mengharap rida Allah Swt. bukan karena keterpaksaan atas dorongan penguasa.

Apalagi pada bulan Ramadan, seluruh umat Islam berlomba-lomba dan melakukan kebaikan, memberikan amal terbaiknya untuk berbagi kepada sesama, seperti zakat, infak, dan sedekah. Oleh sebab itu, agar pengelolaan zakat ini bisa optimal, maka harus dikelola oleh negara agar tepat sasaran dan merata, sehingga bisa meringankan kesulitan masyarakat yang tidak mampu.

Tentunya pengelolaan zakat ini harus sesuai hukum syara', tidak boleh dilakukan asal-asalan karena zakat adalah amanah yang harus dilakukan secara transparan, tidak boleh ada manipulasi data demi meraup keuntungan, seperti dalam sistem kapitalisme. 

Dalam Islam, zakat dikumpulkan di baitul mal, termasuk juga hasil SDA, ghanimah, dan jizyah yang dipungut dari kafir zimmi. Seluruh pendapatan negara digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.

Proses pengelolaan zakat pun harus dilakukan dengan cara yang sigap dan disiplin, seperti yang Rasulullah contohkan, tidak pernah menunda penyaluran zakat. Misalnya, setiap kali zakat diterima pagi, maka sebelum siang sudah disalurkan kepada masyarakat. Jika zakat diterima siang hari, maka sebelum malam sudah disalurkan. Tidak ada zakat yang tersisa dan dilakukan secara transparan.

Begitu pula amil yang diberi tugas harus amanah, jujur, dan akuntabel. Maka, hanya dalam Islam, pengelolaan zakat bisa dilakukan dengan optimal sehingga perekonomian negara menjadi stabil, kesenjangan sosial antara orang kaya dan miskin bisa teratasi. 

Maka dari itu, negara harus menerapkan sistem Islam sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan untuk rakyat. Saatnya kita kubur sistem demokrasi kapitalisme yang menyengsarakan rakyat dan menggantinya dengan sistem sahih, yaitu Islam.
Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 17 Agustus 2023

Merenungi Indahnya Ketaatan dan Pahalanya

Tinta Media - Sobat. Kita dituntut untuk memikirkan indahnya ketaatan, karena itu menjadi perantara untuk melakukannya. Kita juga dituntut untuk memikirkan buruknya penentangan dan hukumannya, karena itu menjadi perantara untuk meninggalkannya. Sebab, berpikir tentang indahnya ketaatan akan membuat hamba cenderung kepadanya. Kecenderungan itu akan membangkitkan tekad, dan tekad menjadi perantara untuk melakukan ketaatan, dan melakukan ketaatan merupakan perantara untuk meraih ridha Allah SWT.

Sobat. Memikirkan buruknya kemaksiatan serta hukumannya akan membuat naluri membencinya hingga menahan diri dari melakukannya. Mengingat dan mengambil pelajaran akan berbuah pengendalian diri dari kemaksiatan dan penyimpangan.

Allah SWT berfirman :
۞أَفَمَن يَعۡلَمُ أَنَّمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ ٱلۡحَقُّ كَمَنۡ هُوَ أَعۡمَىٰٓۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,” ( QS. Ar-Ra’d (13) :19 )

Sobat. Pada ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa tidak sama orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Muhammad adalah sesuatu yang nyata benarnya dan datang dari Allah dibandingkan dengan orang buta yang tidak memahami dan mempercayainya. 

Firman Allah:

وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدۡقٗا وَعَدۡلٗاۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ 

“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui.”(QS. al-An’am/6: 115)

Sobat. Menurut Ibnu Abbas, ayat 19 QS. Ar-Ra’d ini turun berkaitan dengan dua orang, yang seorang mukmin dan yang lainnya kafir, yaitu Hamzah dan Abu Jahal. Apakah (Hamzah) yang percaya dan mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw itu benar, tanpa keraguan lagi, sama dengan (Abu Jahal) yang buta hatinya, dan sama sekali tidak mendapat petunjuk kepada kebaikan? Tentu tidak sama. Hanya orang-orang yang sehat pikirannya saja yang dapat menyadari hal seperti ini, dan yang dapat mengambil manfaat dari perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Allah swt dalam kitab suci-Nya.

Sobat. Kalimat-kalimat Al-Qur'an yang berisi kebenaran dan keadilan telah sempurna. Kalimat-kalimat itu antara lain berisi janji Allah yang akan menolong Muhammad dan pengikut-pengikutnya, sehingga memperoleh kemenangan dan kejayaan; Al-Qur'an juga mengancam orang-orang yang mencemoohkan Al-Qur'an, bahwa mereka akan dihinakan dan dibinasakan. Firman Allah: 

Dan sungguh, janji Kami telah tetap bagi hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) mereka itu pasti akan mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya bala tentara Kami itulah yang pasti menang (ash-shaffat/37: 171-173)

Kalimat-kalimat itu sempurna, karena sesuai dengan fakta dan kenyataan yang bisa disaksikan dalam sejarah kemenangan nabi-nabi, dan kehancuran musuh-musuhnya tidak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah. Janji Allah tak dapat diubah dan pasti Allah akan memberikan pertolongan kepada rasul-rasul dan pengikut-pengikutnya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui segala ucapan mereka yang berkhianat dan mengetahui pula isi hati mereka dan segala dosa yang mereka perbuat.

Allah SWT berfirman :
وَٱتَّبِعۡ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيۡكَ وَٱصۡبِرۡ حَتَّىٰ يَحۡكُمَ ٱللَّهُۚ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلۡحَٰكِمِينَ  
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (QS. Yunus (10) : 109 )

Sobat. Allah dalam ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw supaya dia tetap mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya, dan bekerja menurut wahyu itu dan mengajarkannya kepada umat manusia, walaupun mereka tidak beriman kepadanya. Rasul saw juga diminta bersabar menghadapi segala macam gangguan dan penghinaan dalam menjalankan tugas tablig dan dakwah itu. 

Sobat. Pada saatnya, keputusan Allah pasti akan datang sebagai hukuman terhadap para musuh agama itu, dan kemenangan atas Rasul dan umatnya sesuai dengan janji Allah kepada orang-orang mukmin. Allah adalah Hakim yang Maha Adil karena Dia memutuskan dengan alasan yang benar. Rasul saw menaati perintah-perintah ini dan dengan penuh kesabaran menunggu keputusan Allah. Ayat-ayat ini merupakan janji Allah yang menyenangkan Rasul dan orang-orang mukmin.

Saatnya akan datang di mana Rasul dan kaum mukmin memperoleh kemenangan dan kaum musyrikin mengalami kehancuran. Allah mewariskan dunia kepada orang-orang Islam, mereka menjadi penguasa-penguasa di bumi, dengan syarat mereka tetap menegakkan agamanya.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “ Seorang mukmin tidak akan jatuh dua kali di lubang yang sama.” Ketegasan dan kewaspadaan merupakan wasilah untuk menolak segala keburukan dan menarik segala kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda, “Dosa adalah menyesakkan dadamu dan kau tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” Dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan di hati dan tidak suka jika ia diketahui orang lain. Ini hanya akan muncul dari jiwa-jiwa yang suci.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Sabtu, 08 Juli 2023

UIY: Haji Mengandung Spirit Tauhid

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa haji mengandung spirit tauhid.

"Jadi haji itu sepenuhnya adalah sebuah ibadah yang mengandung spirit tauhid. Tauhid itu, ya ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tuturnya dalam Program Fokus To The Point: Haji Penggerak Revolusi Tauhid, Kok Bisa? Di kanal YouTube UIY Official, Senin (26/6/2023).

Ia mengajak untuk melihat beberapa momen penting. Bagaimana Nabi Ibrahim dan keluarganya itu taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taat sepenuh-penuhnya. Apapun perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala meskipun tampak tidak masuk akal yakni meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang tidak ada sesuatu pun, tidak ada tumbuhan. 

"Tetapi justru di tempat seperti itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya yang masih dalam gendongan," tukasnya.

Ia mengisahkan bagaimana Siti Hajar mempertanyakan keputusan suaminya untuk meninggalkannya dan anaknya namun tidak dijawab lalu Siti Hajar merubah pertanyaannya. 

"Apakah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memerintahkan hal ini kepadamu? dan dijawab Nabi Ibrahim dengan tegas dengan mengatakan ya. Kemudian Siti Hajar mengambil kesimpulan sendiri. "Disitulah ketaatan. Ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahwa ini perintah Allah. Begitu tahu ini perintah Allah, dia diam," ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa Siti Hajar tidak pernah putus asa dengan kondisinya dimana anak dalam gendongan kehausan, butuh air. Itulah yang kemudian diwujudkan dalam sa'i. Berlari mencari air, ikhtiar dari bukit Safa ke Marwah sampai tujuh kali. "Siti Hajar terus ikhtiar meskipun _impossible_, hampir-hampir mustahil. Tapi Itulah tauhid bahwa manusia tidak boleh mengatakan _impossible_ dia harus tetap menyisakan keyakinan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," terangnya.

"Apalagi kalau itu perintah Allah, karena itu perintah Allah dia lakukan dan yakin Allah tidak menyia-nyiakan hambanya," tambahnya.

Menurutnya haji ini luar biasa kalau bisa dipahami dengan benar maka akan berpengaruh bagi kehidupan. Akan sangat dahsyat. Dalam konteks perjuangan, janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu Haq maka mustinya terus berjuang dengan keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti akan memenangkan agama ini. 

"Jadi bagian kita itu adalah ikhtiar sementara kemenangan itu adalah takdir atau qada dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, jadi ikhtiar itu harus pol-polan," ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa sebenarnya kalau orang menginginkan sebuah kehidupan dengan tatanan yang universal itu mustilah merujuk kepada sesuatu yang universal. Umat Islam yang sebenarnya adalah umat universal. Namun menjadi umat yang terbelah-belah yang membuat akhirnya menjadi lemah, tidak bisa menghadapi tantangan global padahal sekarang kekuatan-kekuatan yang ingin menguasai dunia ini pastilah kekuatan global, kapitalisme global, politik global, macam-macam global bahkan hiburan pun global, makanan global. Semua sudah global. 

"Aneh jika ini hari yang kita sudah mengerti globalisasi dengan seluruh implikasinya di semua kehidupan kita justru memprotoli risalah kita yang sudah global menjadi salah, yang ditempatkan dalam konteks lokalitas," tandasnya.[]Ajira

Selasa, 09 Agustus 2022

Relationship untuk Ketaatan

Tinta Media - Toxic relationship merajalela di kalangan para remaja. Sebagian orang yang berpengalaman menyatakan bahwa ini semua adalah hal yang wajar di masa pubertas. 

Lantas, apa yang dimaksud dengan toxic relationship? Dilihat dari bahasanya, toxic relationship dapat diartikan sebagai hubungan perusak atau hubungan yang beracun. Hal ini dimaksudkan untuk hubungan yang selalu berujung pada keburukan, mulai dari perbedaan pendapat, pertengkaran, hingga berpisah.

Sebenarnya hubungan ini tidak memandang seberapa tua atau bahkan seberapa berpengalaman orang yang mengalami toxic tersebut. Hanya saja, ketika seseorang mengalaminya, banyak dari mereka merasa stress berat hingga takut bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Bahkan, tidak jarang dari mereka yang memilih untuk menjadi racun dalam pergaulan.

Berdasarkan kisah nyata, seorang remaja merasa tertekan ketika bergaul dengan temannya yang selalu mengejek fisiknya. Ia terlihat sangat senang bergaul dengan temannya. Akan tetapi, di balik itu, ia merasa sakit hati hingga tidak lama kemudian tidak ingin bergaul dengan orang di sekitarnya. Itu berarti, remaja tersebut sedang mengalami toxic relationship.

Kejadian di atas sangat berbanding terbalik dengan kisah pertemanan antara Salman Alfarisi bersama Abu Darda'. Mereka berdua adalah sahabat Rasulullah.

Setelah hijrah dari Madinah, Salman Alfarisi mengajak Abu Darda' untuk menemui wanita Anshar yang ingin dipinangnya. Ketika Salman sudah menemui wanita tersebut, ia pun menyatakan niatnya untuk meminang. Tidak lama kemudian, ibu wanita Anshar tersebut datang dengan mengatakan, ”Dengan mengharap rida Allah, saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun, jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.” 

Reaksi Salman ketika mendengar hal tersebut sungguh di luar dugaan. Ia pun bertakbir, ”Allahu Akbar! Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda,’ dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

Masyaallah, betapa indahnya kisah persahabatan mereka. Mereka saling mendukung untuk melakukan ibadah kepada Allah.

Dari kedua kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bergaul dengan siapa pun akan memberikan dampak pada kepribadian kita. 

Bahkan, Rasulullah pernah bersabda: 

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101) 

Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita senantiasa meningkatkan ketaatan kepada Allah, termasuk saat menjalani pertemanan. Ini akan membuat kita senantiasa menikmati dan mensyukuri apa yang Allah berikan. 

Ketika melakukan sesuatu, jangan lupa bahwa Allah selalu ada untuk kita. Sesulit dan sesakit apa pun keadaan kita, jika selalu ingat Allah, maka perasaan menjadi lebih tenang. 
Karena itu, mari kita cari dan pilih sahabat yang membawa kita pada ketaatan, agar selalu ada dalam lindungan Allah.

Oleh: Alfira Rizky Rahmadina
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab