Tinta Media: Kesehatan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2024

Marak Penyimpangan akibat Pelanggaran terhadap Hukum Allah

Tinta Media - Ironis, satu kata untuk menggambarkan betapa gagalnya negara ini menyelesaikan kasus HIV/AIDS.

Meski diklaim bahwa angka penularan telah menurun, tetapi fakta yang terjadi sangat mengerikan.

Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian menyatakan bahwa belakangan angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, dan lainnya. Tahun 2023 lalu, terdapat 346 kasus dan sekarang ini (hingga Mei) 135 kasus telah terjadi. Secara detail, di tahun 2023 dari 346 kasus terjadi ditemukan 328 akibat LSL, 8 waria, dan 10 pengguna jarum suntik. Memasuki tahun berikutnya hingga Mei 2024, 130 akibat LSL, 3 waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. (Jabar.Tribunnews.com, Rabu, 05/06/2024).

Namun, persoalannya bukan hanya sekadar menurunkan angka penularan saja, tetapi bagaimana memutus rantai sehingga tidak ada lagi kasus HIV/AIDS di negeri ini.

Penyimpangan seksual hingga merebaknya HIV/AIDS tidak semata-mata dikarenakan aktivitas yang dilakukan para pelaku atau korban itu sendiri. Sejatinya, pemerintah dengan posisi tertinggi bisa membuat aturan dan langkah paling praktis untuk memutus rantai HIV/AIDS.

Jika melihat realitas saat ini, justru peran negara dilakukan ketika korban telah berjatuhan. Solusi yang diusung pun sebatas solusi dedaunan yang jika terlihat layu atau sudah mengering, bahkan busuk nanti tinggal dicopot atau digunting.

Padahal, akar masalahnya telah jelas di hadapan mata telanjang, yaitu hubungan seksual di luar pernikahan, bahkan di luar naluri alamiahnya. Namun, nyatanya sekarang, atas dasar HAM, orang-orang yang berusaha menjaga diri pun tetap bisa menjadi korban HIV/AIDS.

Terpaparnya para korban dengan HIV/AIDS mayoritas karena LSL. Kemudian, langkah yang diambil berikutnya adalah sebatas edukasi. Itu pun dilakukan oleh lembaga masyarakat, tidak secara langsung di-handle oleh pemerintah.

Maka, tidak heran jika kasus terus berulang, bahkan bisa jadi membengkak di akhir tahun. Demikian sistem sekuler bekerja. Sistem ini tidak pernah memberikan solusi tuntas karna standar yang dibangunnya tidak jelas. Seperti standar HAM, ketika kasus terjadi dan para pelaku membela dengan HAM, maka bisa saja kasus selesai. Sedangkan perilaku penyimpangan seksual itu bisa menular dikarenakan berbagai macam faktor. Salah satunya adalah trauma yang didapat oleh pihak korban itu sendiri.

Tidakkah cukup apa yang terjadi saat ini menjadi bukti bahwa hukum yang berlaku tidak bisa memberikan efek jera terhadap kejahatan yang dilakukan. Bukankah ini juga menjadi pecutan bahwa manusia telah terlalu jauh dari fitrahnya?

Dalam hukum Islam, perilaku penyimpangan seksual dan zina akan diberikan hukuman yang bisa membuat pelaku jera. Dari sini, masyarakat akan takut ketika terbersit ingin melakukannya.

Bukan hanya itu, Khalifah akan melakukan banyak upaya perlindungan atas masyarakat agar mereka tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak berfaedah tersebut.

Khalifah pasti akan memberikan batasan-batasan yang jelas hingga masyarakat terlindungi dari segala hal yang berkaitan dengan keharaman tersebut. Ini semua karena Khalifah menjadikan UU yang berlaku ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya, segala hukum akan digali dari keduanya sehingga masyarakat akan terlindungi dari bahaya yang mengerikan tersebut. Waullahu’alam.

Oleh: D. Nursani, Muslimah Peduli Generasi

Kamis, 06 Juni 2024

Ironi Proyek Mercusuar di Tengah Kemiskinan

Tinta Media - Proyek mercusuar pemerintah Kabupaten Bandung menjadi sorotan ketua DPRD Kabupaten Bandung Sugiarto. Pasalnya, berbagai proyek yang menjadi program pemerintahan dinilai tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Seperti halnya pada layanan kesehatan. Diketahui, Kabupaten Bandung memiliki 62 puskesmas yang dinilai sudah bagus. Namun, dalam hal pelayanannya dinilai kurang memuaskan.

Demikian juga pada program pendidikan yang dari segi keuangan membutuhkan anggaran dana sangat besar saat membangun USB (Unit Sekolah Baru). Padahal, seharusnya pemerintah mendukung peningkatan rata-rata lama sekolah, baik sekolah swasta ataupun perguruan tinggi, termasuk satuan pendidikan yang berada di bawah binaan Kemenag (RA/MTs/MA).

Dengan ini, Sugiarto menyarankan agar tidak menjadikan proyek USB negeri sebagai proyek mercusuar untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, sebab keberadaannya tidak menunjukkan peningkatan kualitas dan hanya berkutat di level pejabat daerah, sementara masyarakat tak merasakan manfaatnya.

Sugiarto mengimbau kepada Pemkab Bandung agar tidak hanya memikirkan proyek mercusuar, tetapi bagaimana agar masyarakat merasakan betul manfaat dari kehadiran program Pemkab Bandung tersebut.

Masyarakat tentunya sependapat dengan apa yang disampaikan oleh ketua DPRD Kabupaten Bandung Sugiarto, karena sejatinya, proyek mercusuar hanya bersifat prestise, cenderung hanya untuk pencitraan penguasa saja. Begitu banyak program yang diupayakan dengan membangun berbagai fasilitas mewah, seperti halnya rumah sakit, sekolah, jalan tol, kereta cepat, tetapi keberadaannya sama sekali tak membawa manfaat bagi masyarakat.

Banyak sekolah bagus dengan biaya mahal, tetapi output yang dihasilkan tak menjamin mereka menjadi generasi cemerlang.

Sebagaimana kita ketahui, saat ini dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Banyak pelajar tawuran. Bullying semakin menjadi yang berakhir pada penganiayaan, bahkan pembunuhan. Narkoba seakan sudah menjadi hal yang biasa. Sex bebas melanda dan aborsi ada di mana-mana.

Di sisi lain, masyarakat miskin yang terimpit oleh beban ekonomi mendamba pendidikan dengan biaya murah. Akan tetapi, pada akhirnya output yang dihasilkan tak mampu menyeimbangi mereka yang punya modal. Alhasil, mereka hanya menambah jumlah pengangguran.

Begitu pun dengan ambisi pemerintah dalam hal infrastruktur seperti jalan tol, kereta cepat, rumah sakit yang pastinya semua membutuhkan anggaran yang fantastis. Pemerintah senantiasa mengejar proyek mercusuar di tengah kemiskinan masyarakat.

Lalu, untuk siapakah proyek-proyek tersebut dibangun? Siapa yang akan diuntungkan dengan proyek mercusuar tersebut?

Maklum, biaya untuk bisa masuk tol, kereta cepat, ataupun rumah sakit tersebut cukup mahal, tidak terjangkau oleh semua kalangan. Selain itu, dalam pengembangannya pemerintah mengandalkan para pemilik modal.

Memang, sudah seharusnya pemerintah melakukan segala upaya untuk menyelesaikan seluruh problem pada setiap aspek kehidupan. Negara harus mampu untuk tampil terdepan di kancah global perekonomian. Akan tetapi, tentunya ambisi tersebut tidak boleh mengorbankan kepentingan dalam menyejahterakan rakyat. Sebagaimana diketahui, kondisi ekonomi negara saat ini di ambang kehancuran. Negara terjerat utang luar negeri. Mirisnya, proyek yang mereka kerjakan banyak yang mangkrak, bahkan nyaris tak berfungsi dan menyisakan banyak persoalan.

Jelas sekali, ini adalah kegagalan pemerintah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan. Pemerintah sibuk melakukan pencitraan dan mengakomodasi kepentingan individu yang orientasinya memperbesar kapital sehingga berdampak pada semakin lebarnya kesenjangan sosial.

Jelas, bahwa proyek mercusuar benar-benar sudah menjadi visi demi melanggengkan citra kekuasaan dan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam kepemimpinan. Inilah wajah buruk dari sistem sekuler kapitalisme neoliberal yang bersandar pada kemanfaatan subjektif.

Dalam sistem ini, standar kebahagiaan dan kesuksesan diukur dari nilai materi. Padahal, sejatinya semua itu hanyalah angan-angan dan tak menyentuh sisi kemanusiaan yang dibutuhkan oleh umat secara keseluruhan

Tentu menjadi berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, fungsi kepemimpinan adalah sebagai pengurus dan penjaga umat dengan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh. Sebagaimana sejarah mencatat, kegemilangan peradaban Islam dan kemajuan ilmu dan teknologi telah dicapai selama berabad-abad dan benar-benar telah membawa kesejahteraan hakiki tanpa menanggalkan sisi-sisi kemanusiaan dan mencederai keseimbangan alam.

Kepemimpinan sistem Islam menjadikan masyarakat sejahtera secara merata. Keberkahan dirasakan oleh seluruh manusia, baik muslim ataupun nonmuslim. Mereka hidup saling bergandengan merasakan rahmat dari penerapan hukum-hukum Islam.

Oleh sebab itu, sudah semestinya kita berjuang bersama untuk mewujudkan kehidupan Islam dalam sebuah institusi penegak syariat. Perjuangan ini harus menjadi agenda bersama umat tatkala mereka ingin keluar dari kegelapan dan kerusakan sistem sekuler kapitalisme neoliberal yang sejatinya bisa dirasakan oleh semua orang. Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh, Aktivis Muslimah Bandung

Selasa, 04 Juni 2024

Kesehatan merupakan Kebutuhan Dasar yang Harus Dipenuhi

Tinta Media - Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi bagi setiap individu. Tetapi fakta saat ini sehat itu menjadi sesuatu yang mahal. Sebab saat sakit pengobatannya mahal. Hal ini disampaikan oleh Ibu Khotijah selaku pakar praktisi pengobatan holistik dalam forum Kajian Ibu Sholihah (Kaisha) Sehat ala Rasulullah, Ahad (26/5/2024) di Probolinggo.

Ibu Khotijah juga menyampaikan bahwa Rasulullah memiliki tata cara dalam menjaga kesehatan serta tata cara pengobatan saat sakit. Diantaranya adalah dengan melakukan hijamah atau biasa disebut dengan bekam. Beliau juga menjelaskan secara gamblang tentang definisi, tata cara berbekam dan apapun yang berkaitan dengan pengobatan holistik. 

Materi tentang kesehatan di kajian Kaisha kali ini juga disampaikan tentang sejarah ilmu pengobatan konvensional beserta konspirasi yang menyertainya. Penjelasan tentang ini disampaikan oleh Ustadzah Ummu Kayis selaku pemateri kedua. 

Ustadzah Ummu Kayis mengungkapkan bahwa kesehatan saat ini berbasis kepentingan ekonomi. Sebagai buktinya bahwa biaya pengobatan yang semakin mahal. Negaralah yang seharusnya menjamin kesehatan bagi semua rakyatnya. Semestinya biaya berobat itu gratis bagi semua rakyat tanpa pandang kaya atau miskin. 

Dalam Islam, lanjutnya, negara akan menjamin semua kebutuhan dasar, baik dari pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Pembiayaannya akan dianggarkan dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti, hasil dari tambang, minyak bumi, hutan, laut dan dari yang lainnya. Dengan penjaminan yang demikian maka kesehatan semua warga negara akan terjamin dan terpenuhi, sehingga warga negara akan menjadi sehat tanpa bingung memikirkan biayanya. 

Antusias peserta terlihat dengan banyaknya pertanyaan serta diskusi dan juga sharing. Acara berlangsung dengan suasana yang menyenangkan. Kajian Kaisha diakhiri dengan pembacaan doa dan ramah tamah semua peserta.[] Sri Syahidah.

Minggu, 26 Mei 2024

Pasien HIV Meningkat, Warga Medan Harus Cermat

Tinta Media - Pasien pengidap HIV yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pringadi tahun ini mengalami peningkatan. Yang berobat ke RSDU ini setiap bulan rata-rata 600 penderita HIV. Di bulan Mei ini yang dirawat sudah sebanyak 179 orang dan semuanya rawat jalan. Hal ini disampaikan oleh Kasubag Hukum dan Humas RSDU dr Pringadi Medan, Gibson Girsang di Medan, Selasa, 14/5/2024. (rri.co.id, 14/5/2024)

Gibson mengungkapkan, pada Februari 2024 pasien HIV yang dirawat sebanyak 590 persen terdiri dari 9 rawat inap dan 581 rawat jalan. Sedangkan pada bulan Maret 2024, pasien HIV yang dirawat sebanyak 621 pasien, terdiri dari 9 rawat inap dan 612 rawat jalan. Sementara pada bulan April 2024, pasien HIV yang dirawat sebanyak 591, terdiri dari 4 pasien rawat inap dan 587 rawat jalan. (Tribun-Medan.com, 14/5/2024 )

Usia pasien yang paling banyak antara 26 hingga 45 tahun. Sedangkan paling rendah usia 6 tahun karena tertular dari ibunya. Sementara pasien tertua berusia 65 tahun. Ada 5 cairan ditubuh yang dapat menularkan HIV ke orang lain, yaitu melalui darah, sperma, cairan rektal (anus), Air Susu ibu dan cairan vagina. Pasien yang dirawat di RSDU ini tidak semua pasien tertular melalui hubungan seksual tapi rata-rata karena itu, ujarnya. (Tribun-Medan.com, 14/5/2024)

Jumlah yang fantastis jika kita cermati. Memang pasien tidak semua tertular dari melakukan hubungan seksual namun kembali lagi dari data RSDU tersebut yang disampaikan melalui Kasubag Hukum dan Humas-nya bahwa pasien HIV yang dirawat disana rata-rata tertular melalui hubungan seksual. Peningkatan pasien HIV sesuatu yang wajar selama akar permasalahannya belum dituntaskan secara cermat.

Saat ini ditengah-tengah masyarakat kita diterapkan sistem kapitalis-liberalis yang menganut paham sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan serta mengagungkan kebebasan. Salah satunya dengan dalih kebebasan berperilaku maka muncul kebebasan seks/pergaulan bebas. Apabila kita perhatikan secara cermat penyebab terbesar penularan HIV ini adalah dengan adanya perilaku seks bebas dan penyimpangan orientasi seks (L6BT). Pemerintah sudah berupaya dengan melakukan pengawasan tempat-tempat hiburan, kondomisasi dan pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya terutama yang masih sekolah. Tapi semua tidak membuahkan hasil.

Selain itu, ditambah lagi sistem kapitalis-liberal memberikan hak kepada manusia untuk membuat aturan/hukum sehingga hukum yang diberlakukan pun tidak sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini karena manusia itu lemah, serba kurang dan terbatas. Ketika di hadapan konstitusi atas nama HAM perilaku kumpul kebo (pergaulan bebas) dan L6BT tidak bisa dianggap kriminal selama suka sama suka. Pelaku seks bebas dan L6BT pun semakin diberikan tempat sehingga semakin lama pun mereka berani. My Body My Right, Badan gue urusan gue. Emang kalo gue L6BT ngerugiin orang lain toh kami juga memberikan kontribusi buat negara. Pemerintah dan jajarannya pun menghimbau masyarakat untuk melindungi kaum L6BT karena mereka juga manusia. Hal ini wajar terjadi dalam sistem ini dan memang akan sulit menghentikan seks bebas dan L6BT karena semua dikaitkan pada hak asasi.

Sistem Islam merupakan sistem yang sempurna dan paripurna yang berasal dari sang khaliq yang akan lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh ciptaannya (manusia). Islam merinci bagaimana upaya untuk mengatasi HIV. Hal ini dilakukan dalam dua langkah penting. Pertama, langkah pencegahan (preventif) yang diberlakukan kepada warga masyarakat yang sehat (belum tertular HIV). Hal ini dilakukan dengan penanaman keimanan yang kokoh kepada warga masyarakat sehingga terbentuk pola hidup yang sesuai dengan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat sehingga standar setiap perbuatan ditentukan dengan standar halal/haram. Pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, pacaran dan penyimpangan seks (L6BT) tidak sesuai dengan syariat Islam (haram) maka mereka akan menjauhi perilaku-perilaku tersebut. Selanjutnya akan diterapkan tata pergaulan dalam Islam misalnya perintah menutup aurat (laki-laki dan perempuan), perintah menjaga pandangan, perintah menjauhi zina dan larangan berkhalwat serta ikhtilat dan lain-lain. Jika ada yang melanggar perintah syariat maka sistem Islam akan memberikan sanksi tegas.

Kedua, langkah pengobatan (kuratif) bagi yang telah tertular. Langkah-langkah yang dilakukan oleh kepala negara (khalifah) dalam sistem Islam yaitu menyediakan tenaga medis yang profesional dibidangnya. Menyediakan obat-obatan, peralatan medis dan sarana-prasarana yang dibutuhkan. Memotivasi para ahli farmasi untuk melakukan penelitian untuk menemukan obat HIV. Menyediakan rumah sakit khusus bagi pasien HIV dan dijaga sedemikian rupa agar tidak tertular ke yang lain (yang sehat).

Selain itu dilakukan juga rehabilitasi mental (keimanan, ketaqwaan dan kesabaran) sehingga penderita tidak merasa terasingkan. Dengan solusi tuntas yang diberikan Islam kita bisa memahami sepanjang sejarah Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah tidak pernah ditemukan kasus HIV. Sudah saatnya kita kembali pada aturan yang sesuai dengan syariah kita yang diterapkan secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan dalam bingkai Daulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah sehingga penderita HIV tidak akan terus meningkat di seluruh dunia khususnya di Kota Medan kita tercinta.

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media 

Kamis, 23 Mei 2024

Si Belang Kembali Merenggut Nyawa


Tinta Media - Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 29 orang meninggal dunia di Kabupaten Bandung. Kabupaten Jepara sebanyak 21 orang, Bekasi 19 kematian, Subang 18 kematian dan Kabupaten Kendal 17 kematian, akibat Demam Berdarah Dengue (DBD).

Bupati Bandung Dadang Supriatna telah menginstruksikan Dinkes Kabupaten untuk bergerak menangani kasus ini agar segera melakukan fogging dan bersih-bersih lingkungan, detik.com, Selasa 7/5/2024. Data terbanyak terjadi di kota Bandung yakni sebanyak 3.468 kasus DBD.

Seharusnya ketika ada satu pasien DBD saja, pemerintah segera melakukan fogging di setiap wilayah. Selain itu pemerintah juga harus menyediakan perumahan yang sehat, saluran air kotor dan bersih yang teratur, sampah yang terurus, penyediaan fasilitas kesehatan yang bisa dijangkau seluruh masyarakat. Didukung pula oleh masyarakat yang terdidik yang mengerti pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, akan mampu meminimalisir melonjaknya kasus kematian karena terjangkit suatu penyakit.

Dalam sistem kapitalisme, nyawa rakyat sangatlah murah. Hingga para penguasa terkesan lamban dalam bertindak mengatasi berbagai kasus kesehatan yang menimpa rakyat. Lalu ke mana nyamuk Wolbachia yang katanya akan mampu menurunkan kasus DBD?

Malah sebaliknya, kasus ini semakin naik. Solusi yang tidak tepat dan tambal sulam hanya akan memperburuk situasi yang terjadi.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjamin kesehatan rakyatnya dengan cara yang efektif dalam mengatasi suatu wabah atau penyakit yang tersebar di tengah masyarakat. Begitu pun masyarakat yang terdidik dengan tsaqofah Islam dalam sistem pendidikan Islam yang unggul dan berkualitas berbasis akidah Islam, mampu mencetak manusia-manusia yang selain cerdas tapi juga berkepribadian Islam yang sangat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya sebagai bentuk keimanan kepada Rabb-nya. Karena dalam Islam kebersihan merupakan bagian dari iman.

Para penguasa Islam tidak akan membiarkan kasus kematian karena suatu penyakit terus bertambah. Negara akan memfasilitasi para ilmuwan dan tenaga medis dengan teknologi yang memadai di bidang kesehatan. Sehingga kesehatan dan keselamatan rakyat akan terjamin.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Shakila, Sahabat Tinta Media 


Minggu, 25 Februari 2024

Buruknya Pelayanan Kesehatan ala Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Bukan rahasia lagi, betapa buruknya layanan kesehatan di rumah sakit. Seperti yang baru-baru ini terjadi di RSUD OTISTA Kabupaten Bandung. (TRIBUN JABAR)

Hal seperti itu sudah lumrah bagi kebanyakan masyarakat umum yang memanfaatkan rumah sakit negeri di seluruh Indonesia. Pasien yang datang ke rumah sakit berharap ingin  mendapatkan pengobatan dan  pelayanan maksimal dan memuaskan, tetapi kenyataan malah sebaliknya. Mereka mendapatkan pelayanan yang sangat buruk, hingga sampai ada yang terlantar karena lambannya penanganan dari para tenaga medis yang ada di rumah sakit tersebut. Mereka juga kesulitan mengurus prosedur administrasi, khususnya bagi pasien yang memakai fasilitas jaminan kesehatan gratis.

Buruknya pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam masyarakat kapitalisme sekularisme ini senantiasa dibenturkan dengan kurangnya dana (modal) dalam pengelolaan rumah sakit, apalagi rumah sakit pemerintah yang hanya bermodalkan dari APBD/APBN. 

Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan dan sarana-prasarana yang tersedia, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berbiaya murah. Jika menginginkan pelayanan maksimal, maka harus berani membayar mahal.

Inilah cerminan dari sistem kapitalisme yang memandang bahwa fasilitas kesehatan yang merupakan sebuah kebutuhan dasar dan dibutuhkan banyak orang justru dijadikan ladang  bisnis yang menjanjikan untuk keuntungan segelintir orang (para kapitalis). Mereka akan mengesampingkan sisi kemanusiaan  jika masyarakat tidak mampu membayar sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan. 

Maka, dalam pelayanan kesehatan ini, rumah sakit yang ada telah mengklasifikasikan kualitas pelayanan berdasarkan kelas-kelas masyarakat, mulai dari kelas ekonomi, VIP, hingga VVIP. Makin tinggi kelasnya, makin mahal pula biayanya.

Demikian juga dengan sistem asuransi atau BPJS yang saat ini ada. BPJS menentukan pelayanan kesehatan berdasarkan kemampuan para nasabah dalam membayar premi yang dia sanggupi. Itu pun tidak untuk semua jenis pelayanan kesehatan. Ada hal-hal yang tidak ditanggung oleh BPJS, terkait penyakit- penyakit tertentu atau pembelian obat- obatan dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya.

Semua ini cukup menunjukkan bahwa negara saat ini abai terhadap jaminan dan fasilitas kesehatan rakyat, termasuk masyarakat yang menggunakan fasilitas kesehatan seperti kartu jaminan kesehatan gratis yang sesungguhnya tidak gratis sama sekali.

Berbeda dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna dalam pengaturannya. Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang diperuntukkan  bagi  semua rakyat tanpa membedakan strata ekonomi. Negara akan memberikan pelayanan terbaik dan tidak menjadikannya sebagai ladang bisnis, apalagi sampai meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Negara justru akan hadir menjadi penanggung jawab dan penyelenggara dalam menyediakan jaminan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang optimal bagi semua rakyat. Tidak ada pungutan sedikit pun dalam memenuhi kebutuhan ini, bahkan negara harus memberikan semua layanan kesehatan ini dengan gratis sekaligus menjamin kemudahan mengaksesnya. 

Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw. yang artinya,

"Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin. (H.R. Al. Bukhari).

Hal ini juga pernah diterapkan pada masa pemerintahan Islam.

Diriwayatkan dari Annas ra, bahwa ada sebuah rombongan orang dari kabilah "urainah yang masuk Islam". Mereka lalu jatuh sakit ketika di Madinah. Rasulullah saw. sebagai kepala pemerintahan meminta mereka untuk tinggal di pengembalaan unta zakat yang dikelola oleh baitul mall di dekat daerah Quba.
Mereka diperbolehkan minum air susu secara gratis sampai sembuh.

Sementara, di masa kekhilafahan Umar bin Khatab, beliau telah menjamin kesehatan rakyat secara gratis dengan mengirimkan dokter kepada rakyat yang sakit tanpa memungut imbalan/ bayaran sedikit pun.

Selain itu, ada kebijakan negara berupa rumah sakit keliling yang berkeliling dari satu desa ke desa yang lainnya. Layanan ini menomorsatukan rakyat tanpa membedakan lingkungan, status sosial, dan tingkat ekonomi rakyatnya.

Penerapan sistem kesehatan dalam Islam ini didukung oleh sistem ekonomi Islam dan moneter yang kuat yang ditopang oleh sistem pemerintahan yang amanah. Pemimpinnya mengurusi umatnya. Semua tenaga kesehatan yang profesional mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan tidak menjadikannya ladang bisnis sebagaimana dalam sistem  layanan kesehatan kapitalisme.

Hanya sistem Islam yang diterapkan dalam naungan khilafahlah yang akan mampu  mewujudkan dan menyelesaikan permasalahan layanan kesehatan masyarakat secara tuntas dan optimal. Wallahu'allam bisawwab.


Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Februari 2024

DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat



Tinta Media - Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia sendiri DBD menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat dan termasuk penyakit dengan penyebaran tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Indonesia, sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com, 04/02/24) 

Di awal tahun ini, kasus DBD kembali meningkat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan kasus tersebut sudah merenggut jiwa, termasuk anak-anak. Dilansir dari laman pikiran-rakyat.com (04/02/24), DBD di Cianjur melonjak. Dua anak dilaporkan meninggal. Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024, terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Hal ini dikarenakan musim hujan yang terjadi sehingga banyak genangan air yang menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk. 

Selain itu, DBD meningkat di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana dikutip dari rmolsumsel.id (30/01/24), data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian. 

Jaminan Kesehatan dalam Kapitalisme Hanyalah Ilusi Belaka

Jika DBD termasuk penyakit endemik, seharusnya  pemerintah bisa memprediksi dan mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut. Namun, faktanya kasus penularan DBD kembali meningkat, bahkan hingga merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menangani kasus penyakit endemik DBD belum efektif di tengah masyarakat. 

Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit DBD. Sementara, jika tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini bisa menyebabkan risiko kematian yang tinggi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin kesehatan bagi setiap warga negaranya.

Adapun penyebab tingginya angka kematian akibat DBD disebabkan adanya keterlambatan penanganan kasus tersebut. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena banyak faktor. Beberapa di antaranya bisa jadi karena tidak adanya biaya untuk berobat, atau tidak memiliki ilmu yang cukup tentang penyakit tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Di tengah impitan ekonomi seperti sekarang, bagi sebagian orang pergi ke Rumah Sakit tentu hanya menambah beban pengeluaran. Faktanya, fasilitas kesehatan saat ini sulit diakses oleh masyarakat. Layanan kesehatannya juga cenderung tidak lengkap dan kurang berkualitas. Fasilitas dan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayarnya.

Kesulitan hidup yang dialami masyarakat hari ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dibuat serba sulit, akibat kemiskinan ekstrem yang melanda. Alhasil, bukan saja tidak bisa berobat ketika sakit, faktanya banyak rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik berupa sandang, pangan, dan papan. 

Kemiskinan juga menjadikan sulitnya keluarga mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan. Selain itu, banyak masyarakat yang tinggal di tempat dan lingkungan yang tidak layak huni, jauh dari kata asri. Kurangnya akses air bersih, permasalahan sampah yang tak kunjung usai, hingga sanitasi yang bermasalah menjadi beberapa faktor rakyat rentan terpapar penyakit menular. 

Fakta di atas merupakan potret buram negara dengan sistem kapitalisme. Negara gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme sekulerlah yang menjadi akar masalahnya. Alih-alih mengurus urusan rakyat, pemerintah dalam sistem ini justru berperan seperti pedagang, yang menjadikan kebutuhan dasar masyarakat sebagai objek komersil layaknya barang dan jasa yang diperjualbelikan kepada rakyatnya.

Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator saja, bahkan tak jarang menyerahkan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pemerintah berdalih bahwa anggaran kesehatan dari APBN terbatas jumlahnya sehingga tak mampu mendanai. Alhasil, mahalnya biaya kesehatan yang ada justru berimplikasi pada sulitnya akses kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu. 

Maka, tak heran jika banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan merasa kecewa terhadap sistem kesehatan yang tak beres di negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan jaminan kesehatan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah ilusi belaka. 

Jaminan Kesehatan yang Unggul dalam Islam

Fakta di atas tentu sangat jauh berbeda dengan jaminan kesehatan dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga pandangan hidup yang memiliki aturan sempurna dan paripurna dalam setiap aspek kehidupan. 

Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Salah satu bentuk tanggung jawab khalifah terhadap rakyat adalah memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, “Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari) 

Untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, negara khilafah akan mendorong masyarakatnya untuk menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran masyarakat akan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Bagaimanapun, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan peningkatan kasus penyakit menular. Negara khilafah juga akan memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak huni, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan yang ideal. 

Masyarakat yang ada dalam negara khilafah merupakan masyarakat yang islami, yang memiliki karakteristik yang khas. Aktivitas amar makruf nahi munkar atau saling mengingatkan akan menjadi kebiasaan yang sangat berguna, khususnya dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar selalu terhindar dari penyakit-penyakit menular. Mereka menjaga kebersihan bukan hanya karena dorongan untuk sehat semata, melainkan juga ada dorongan dari sisi ruhiyah. Mereka memahami bahwa dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka bisa menjalankan aktivitas ibadah dengan maksimal. 

Di sisi lain, negara khilafah akan mengupayakan penyediaan layanan kesehatan yang unggul dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Jika diperlukan pembuatan vaksin atau obat khusus, maka akan dilakukan di laboratorium yang mumpuni dengan teknologi mutakhir. 

Visi yang dimiliki khilafah dalam bidang kesehatan adalah melayani kebutuhan rakyat secara totalitas dan menyeluruh, baik di kota-kota besar maupun di pelosok desa, bahkan di dalam penjara sekalipun. Itu semua demi terjaminnya layanan kesehatan bagi setiap masyarakat negara khilafah. 

Untuk merealisasikan itu semua pasti dibutuhkan dana yang cukup banyak. Karenanya, dana kesehatan rakyat akan ditanggung secara penuh oleh negara. Dana yang digunakan oleh negara berasal dari baitul mal, yang diambil dari anggaran pos kepemilikan umum, yakni dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara khilafah tanpa intervensi pihak mana pun. 

Pelayanan kesehatan berkualitas diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, tidak memandang status miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, muslim ataupun nonmuslim. Semuanya mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama. 

Birokrasi layanan kesehatan dalam Islam juga tidak dibuat berbelit-belit, sehingga memudahkan rakyat untuk mengakses. Sebab, prinsip sistem administrasi dalam negara khilafah bersifat mempermudah, bukan mempersulit. 

Begitulah mekanisme negara khilafah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, sekaligus mekanisme jaminan kesehatan dalam Islam. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya Islam saja yang mampu memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma dengan kualitas yang paripurna. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Senin, 05 Februari 2024

Islam Menjamin Pelayanan Kesehatan dengan Baik



Tinta Media - Viral di media sosial tentang buruknya pelayanan seorang perawat RSUD Otista Soreang terhadap pasien, juga beberapa fasilitas yang dianggap tidak layak. Padahal, RSUD Otista baru beroperasi pada tahun 2021. 

Berita ini dibenarkan oleh Direktur RSUD Otista, Yani Sumpena Muchtar, saat ditemui Tribun Jabar, Jumat (26/1/2024). Pelayanan seorang perawat di IGD dan Poli dalam dirasa ketus dan tak ramah oleh seorang pasien yang sedang berobat. 

Pelayanan dan fasilitas yang tidak layak di antaranya, pasien menunggu pemeriksaan dengan duduk di lantai, serta toilet tak layak pakai dan bau. Namun, semua itu disangkal oleh Yani. Ia pun memohon maaf kepada pasien tersebut. 

Untuk masalah toilet, Yani mengakui ada satu atau dua, tetapi perbaikan sudah dilakukan. Adanya keluhan yang duduk dilantai saat menunggu pasien, itu dikarenakan banyaknya keluarga pasien yang mengantar atau menunggu. Satu orang pasien bisa diantar oleh 3 sampai 4 orang. 

Pihak rumah sakit dan juga seluruh civitas RSUD Otista juga meminta maaf terkait kejadian viral kemarin. Upaya perbaikan pelayanan akan terus dilakukan, terkait prosedur, BPJS, dan lainnya. Ia mengaku siap menerima koreksi dari pasien agar ke depannya bisa lebih baik lagi. 

Kesehatan adalah satu hal yang sudah pasti didambakan oleh setiap manusia. Pada dasarnya, semua orang ingin sehat dan tidak ingin sakit. Di kala sakit pun, manusiawi jika kita ingin mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan memuaskan. 

Namun, kenyataannya tidak demikian. Terkadang kita kecewa dengan sikap dan tindakan atau pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Belum lagi dengan mahalnya biaya kesehatan yang dirasa memberatkan rakyat. 

Sering kali kita mendengar beberapa fakta di lapangan tentang keluhan masyarakat yang merasa diperlakukan sewenang-wenang. Ini sering terjadi ketika mereka berobat ke rumah sakit menggunakan kartu BPJS, walaupun memang tidak semua yang memakai kartu BPJS mendapatkan perlakuan mengecewakan. 

Perlu menjadi catatan bahwa setiap individu mempunyai hak untuk dilayani dengan baik oleh perawat dan pihak rumah sakit. Namun, semua itu belum dirasakan oleh rakyat, terutama kalangan menengah ke bawah. Pelayanan kesehatan akan bagus hanya untuk kalangan orang kaya yang bisa membayar rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan bagus. Sementara, untuk kalangan ekonomi rendah sering terabaikan pelayanannya, fasilitas kesehatan juga kurang bagus. 

Kesehatan Dikapitalisasi 

Banyaknya permasalahan yang terjadi hari ini, terkhusus masalah buruknya pelayanan kesehatan, sejatinya bukan hanya karena masalah individunya yang tidak santun saja serta sarana yang buruk. Dalam kapitalisme, masalah kesehatan adalah sebuah bisnis yang diambil keuntungannya oleh segelintir orang. 

Dalam sistem yang diterapkan saat ini, biaya kesehatan sangat mahal. Pihak rumah sakit pun cenderung membedakan antara pasien yang memakai kartu BPJS dan yang tidak. Pasien yang bisa membayar rumah sakit berkualitas dengan biaya mahal akan mendapatkan pelayanan yang bagus pula. Sementara, negara memang lepas tangan dalam penanganan kesehatan karena sudah diserahkan kepada pihak swasta dan dikomersilkan. Jadi, wajar jika masalah terus membelit rakyat 

Islam Punya Solusi 

Islam mempunyai aturan yang sempurna tentang masalah apa pun, termasuk masalah kesehatan dan pelayanan, serta sarana infrastruktur kesehatan. Kesehatan, pangan, papan, dan pendidikan adalah hak dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Jadi, negara wajib memberi pelayanan yang baik kepada rakyat tanpa membedakan yang berduit atau tidak. Ketika negara menjamin kesehatan rakyat, maka semua betul-betul dijamin gratis, tidak dipungut biaya apa pun. Hal merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh negara. 

Pelayanan kesehatan akan dilakukan secara maksimal dengan penuh tanggung jawab untuk memenuhi hak rakyat. Sarana dan prasarana kesehatan juga akan diperhatikan dengan baik, seperti alat-alat kesehatan, infrastruktur bangunan, dan gaji para perawat dan dokter. Dengan gaji yang memadai, perawat dan petugas kesehatan akan merasakan keadilan. Di sisi lain, para petugas kesehatan mempunyai keimanan yang kuat, bekerja, mengabdi hanya untuk kemaslahatan umat. Hal ini karena di dalam Islam, tujuan hidup hanya menggapai rida Allah semata. Setiap individu mempunyai kepribadian Islam yang kokoh karena terkondisikan dengan sistem yang diterapkan. 

Islam tidak membeda-bedakan antara yang kaya dan yang miskin. Semua dalam pengaturan negara karena seorang khalifah adalah pengurus urusan rakyat yang bertanggung-jawab atas semua yang diurus. 

Dengan pendapatan yang melimpah dari hasil sumber daya alam, seperti barang tambang, hutan dan air, Islam mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan dengan biaya murah, bahkan gratis. 

Semua kepemilikan diatur sesuai syariat Islam. Ada kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Semua ada aturannya masing-masing sesuai prosedur. 

Sarana prasarana kesehatan dibangun dengan kualitas terbaik, tidak asal-asalan karena tujuannya adalah demi kenyamanan rakyat seluruhnya. Pelayanan tidak rumit dan cepat tanggap terhadap pasien yang membutuhkan pertolongan dengan segera. 

Seluruh fakta itu bukan isapan jempol belaka, karena sudah terbukti semasa Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan kekhilafahan. Kegemilangan Islam membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat keseluruhan dan alam sekitar. 

Kisah Khalifah Umar bin Khattab yang pernah mengirim dokter tanpa minta imbalan dari rakyat adalah bukti nyata yang pernah dirasakan di masa Islam berjaya dengan adanya daulah Islam. Karena itu, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah pelayanan kesehatan dan sarana infrastruktur kesehatan bisa terjamin kualitasnya tanpa harus meminta tarif atau imbalan dari rakyat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 23 November 2023

Negara Elit, Layanan Kesehatan Sulit

Tinta Media - Sudah menjadi rahasia umum bagaimana kondisi layanan kesehatan kita saat ini, mulai dari diskriminasi terhadap pengguna BPJS dari pihak tenaga kesehatan, adanya pilih-pilih terhadap pasien seperti mengutamakan pasien dengan pembayaran via mandiri dan layanan yang kurang maksimal serta rumit bagi pengguna BPJS. 

Banyaknya kasus pasien yang ditolak rumah sakit besar akibat tidak memiliki surat rujukan tingkat pertama untuk pengguna BPJS, atau proses yang panjang dan lama hingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, semakin memperburuk citra pelayanan kesehatan.

Dari laman liputan6.com (12/11/2023), baru- baru ini Indonesia memperingati Hari Kesehatan Nasional yang ke-59 tahun dengan tema, "Transformasi Kesehatan Untuk Indonesia Maju". Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan pandemi Covid-19 memberikan hikmah yang dipetik oleh banyak negara yakni memiliki arsitektur kesehatan yang kuat. Dan Indonesia termasuk beruntung sebab bisa pulih di bidang ekonomi dan APBN dengan cepat dan kuat, sebab APBN bekerja luar biasa keras sebagai shock absorber.

Sri Mulyani juga menyebutkan, Kesehatan yang baik juga harus didasari oleh infrastruktur yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama mengurangi kasus gizi buruk pada anak. Anak-anak yang sehat merupakan penerus SDM yang produktif dan berdaya saing.

Layanan Kesehatan di Kapitalisasi

Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia kekurangan SDM medis yang berkualitas. Jutaan balita yang terkena stanting karena kemiskinan, gizi buruk, banyaknya kasus kematian ibu hamil dan melahirkan, bertambahnya jumlah remaja hingga dewasa yang terkena depresi bahkan gangguan mental, ini belum termasuk pasien pengidap penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, gagal ginjal, hipertensi, diabetes, atau penyakit menular mematikan yakni HIV/AIDS, TBC, DBD dan penyakit lainnya.

Mahalnya layanan kesehatan serta jauhnya kualitas pelayanan dari harapan seolah mengatakan bahwa orang miskin tak boleh sakit, sebab tak akan mampu membayar biaya pengobatan rumah sakit.
Ini disebabkan di komersilkannya layanan kesehatan oleh para pemilik modal, mereka berinvestasi dibidang kesehatan dan berpandangan bahwa ini adalah bisnis yang menjanjikan. Padahal harus nya kesehatan dijadikan jaminan sosial untuk seluruh masyarakat, namun malah dilihat dari segi untung ruginya.

Padahal Indonesia adalah negara yang kaya, memiliki SDA melimpah, bahkan terus berupaya menjadi negara maju dengan pembangunan berbagai infrastruktur, seperti kereta api cepat, sirkuit mandalika, bahkan rencana pemindahan IKN yang tentu saja membutuhkan biaya milyaran hingga trilyunan. Namun mengapa dibidang kesehatan kualitasnya terus menurun dan biaya pengobatan selalu mengalami kenaikan?

Islam Menjamin Pelayanan Kesehatan Umat

Setiap manusia membutuhkan layanan kesehatan yang sama, dan dalam negara Islam pelayanan kesehatan tidak dibedakan untuk setiap lapisan masyarakatnya, bahkan diberikan secara gratis tanpa biaya. Bidang kesehatan memerlukan biaya yang besar, maka negara langsung yang menyediakan dan menyuplai segala kebutuhan layanan kesehatan. Dengan kata lain pembangunan berbagai sarana dan prasarana kesehatan dan pengobatan ditanggung secara penuh oleh negara.

Negara juga wajib menyediakan institusi pendidikan terbaik yang akan menghasilkan tenaga medis berkualitas seperti sekolah atau universitas kedokteran, kebidanan, apoteker, bidan, perawat dan lainnya. Dan seluruh proses pendidikan ini juga gratis sebab telah ditanggung oleh negara, dan biaya produksi atau kebutuhan nya diambil dari baitul mal.

Rasulullah Saw pernah mendapat hadiah dokter dari Raja Mesir, Muqouqis. Lalu dokter tersebut ditugaskan untuk melayani seluruh kaum muslimin secara gratis, dan diberikan gaji hingga disuplai kebutuhan pengobatannya oleh baitul mal. Ini merupakan sebuah bentuk tanggung jawab Rasulullah sebagai kepala negara. Dan hal ini terus menerus dicontoh serta dilanjutkan oleh khalifah-khalifah setelah beliau.

Khatimah

Berbagai mekanisme telah dilakukan pemerintah dalam memberantas tingginya  penyakit, hingga menyediakan layanan asuransi untuk rakyat miskin, namun semua itu belum bisa menjamin kesejahteraan masyarakat, dan menekan tingginya angka yang terjangkit penyakit. Terbukti sistem saat ini tak mampu mengayomi dan melindungi masyarakat nya, sebab layanan kesehatan dijadikan ladang bisnis oleh mereka yang berkuasa, tak perduli rakyat kecil menderita dan mati akibat kebijakan yang menebalkan isi saku mereka.

 Jadi mari kembali pada sistem dan aturan Islam. Islam telah menjamin seluruh keperluan dan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan secara gratis dan tanpa dibayar, tak pandang tua atau muda, miskin atau kaya, kafir atau pun muslim semua diberikan layanan yang sama. Penerapan syariat secara kaffah oleh negara menjadikan tak mungkin adanya kapitalisasi dan ketidakadilan dalam pelayanannya. Sebab mereka yakin setiap perbuatan akan ada balasannya, dan Allah SWT maha melihat segalanya.

Wallahu Alam Bisshawab.

Oleh: Audina Putri 
Aktivis Muslimah

Rabu, 15 November 2023

Tantangan Kesehatan Mental, Butuh Solusi Islam



Tinta Media - Dalam kurun waktu sepekan di bulan Oktober 2023 ini terdapat dua kasus dugaan bunuh diri di lingkungan mahasiswa yang cukup menyita perhatian. 

Pertama, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswi berinisial NJW (20) yang ditemukan tewas di Mall Paragon Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (10/10/2023). Mahasiswi tersebut diduga kuat mengalami depresi sehingga nekat melompat dari lantai 4 Mall Paragon Semarang. 

Kedua, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang berinisial EN (24) yang ditemukan tewas di kamar indekos di wilayah Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah pada Rabu (11/10/2023). 

Menurut data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI kasus bunuh diri sejak Januari hingga Oktober 2023 nyaris menyentuh angka 1000 kasus, tepatnya 971 kasus. Jumlah ini sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus. 

Sangat disesalkan, bunuh diri sebagai tindakan yang dilarang agama kasusnya kian bertambah. Bahkan pelakunya adalah mahasiswa. Apa yang terjadi pada generasi kita?

Kesehatan Mental dan Penyebabnya

Banyaknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa menyisakan tanya pada kita semua. Mahasiswa sebagai generasi yang mengenyam strata pendidikan paling tinggi ternyata belum mampu menyelesaikan persoalan dirinya sendiri. Mempunyai mental yang rapuh dan mudah menyerah. 

Banyak faktor yang turut memberikan pengaruh besar terhadap rapuhnya mental generasi. Keluarga menjadi faktor yang cukup dominan dalam membentuk karakter generasi. Keluarga yang rapuh, kurang harmonis, di penuhi pertengkaran, kurang perhatian dengan perkembangan anak dan pola asuh yang salah akan melahirkan generasi lemah dan bermasalah. Apalagi keluarga yang abai terhadap nilai-nilai agama, tentu generasi yang dihasilkan adalah generasi sekuler yang liberal. Lekat dengan budaya bebas dan hedonis. 

Ditambah dengan lingkungan yang tidak kondusif. Mempunyai crinkle sahabat yang tidak care bahkan cenderung toxic menyebabkan mahasiswa berada dalam pengaruh negatif. Mudah berbuat semaunya tanpa peduli kesalahannya bahkan nekat melakukan apa saja tanpa berpikir resikonya. 

Belum lagi perkembangan dunia digital yang  menjadikan mereka mudah mengakses informasi dari dunia luar serta penggunaan media sosial juga memberikan pengaruh besar pada perilaku mereka. Tanpa filter agama yang bagus tentulah akan mudah sekali mereka meniru gaya hidup para publik figur, mulai dari fashion yang mengikuti trend, barang branded, hobi shopping, dll. Apalah daya, jika tuntutan hidup yang tinggi tidak diimbangi dengan  pemasukan. Mudah mereka mengambil jalan instan meskipun dengan cara yang tidak benar. 

Lembaga pendidikan yang diharapkan mampu membangun karakter generasi dan mengounter hal-hal negatif ternyata masih lemah. Bahkan masih menyisakan beragam masalah. Biaya pendidikan yang mahal, tuntutan kampus yang tinggi, output yang kalah saing di dunia kerja masih menjadi masalah lapuk yang belum terselesaikan. Capaian pembelajaran lebih mengacu pada nilai akademik sedangkan nilai religius penanaman mindset hidup terkesan diabaikan. 

Gaung moderasi pada kurikulum terbaru di setiap jenjang pendidikan yang dianggap sebagai salah satu solusi persoalan negeri menjadikan pelajaran agama hanya sebagai pelengkap saja. Agama tidak perlu dibawa-bawa dalam setiap ranah. Penyelesaian masalah akan menjadi perkara yang orang boleh suka-suka. Mungkin, termasuk bunuh diri yang dianggap solusi keluar dari masalah yang dihadapi. 

Belum lagi beban hidup yang makin berat dan tuntutan hidup yang tinggi menjadikan orang semakin terkuras mentalnya. Tanpa ada penyelesaian yang pasti, tanpa hadirnya orang-orang yang peduli dan tanpa hadirnya negara, apakah kita. Manusia dengan segudang masalah. Apalagi tanpa di imbangi dengan nilai religi, tentulah akan mudah frustasi dan depresi.

Bunuh diri, bukan masalah yang berdiri sendiri. Banyak aspek yang berkaitan satu sama lain. Penyelesaiannya tidak cukup hanya mendatangi psikolog dan recovery mental. Lebih dari itu harus juga menyelesaikan problem ekonomi, sosial, pendidikan bahkan pemerintahan. Artinya, masalah bunuh diri butuh solusi yang kompleks dan sistemik. 

Solusi

Islam adalah agama yang sempurna. Mempunyai aturan yang lengkap dan mampu memberikan solusi atas setiap persoalan yang dihadapi oleh manusia. Ketika Islam dijauhkan dalam mengatur kehidupan, tentulah kerusakan yang akan didapatkan. Sudah selayaknya mengembalikan segala urusan hanya kepada Islam.

Islam menempatkan tanggung jawab pendidikan kepada negara. Dengan mengadakan pendidikan yang bisa diikuti semua kalangan. Karena pendidikan adalah hak setiap warga dan diselenggarakan negara tanpa dipungut biaya. 

Pendidikan yang berpijak pada pembentukan kepribadian yang Islami. Menanamkan aqidah Islam, dan mencetak individu yang beriman dan bertakwa. Dengan aqidah yang kuat  setiap muslim akan senantiasa berusaha dalam ketaatan. Akan senantiasa ada dalam kesabaran. Selalu berusaha menyelesaikan masalah sesuai dengan Syariat Islam. 

Muslim yang sudah terdidik akan membangun keluarganya dengan landasan aqidah. Menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Keluarga menjadi sekolah pertama, orang tua menjadi guru dan memberi teladan yang baik. Orang tua tidak hanya disibukkan dengan mencari nafkah dan harta. Tentulah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dengan mental yang sehat. 

Pendidikan yang berhasil akan menciptakan lingkungan sosial yang care. Menumbuhkan rasa persaudaraan yang semakin erat. Kita tidak hidup sendiri. Satu dengan yang lainya adalah saudara. Saling membantu, saling mengasihi, berlomba dalam kebaikan dan selalu beramar ma'ruf nahi munkar. Tentu seberat apapun beban hidup akan terasa ringan. 

Kaitannya dalam masalah ekonomi, Islam akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan pokok warganya dengan harga terjangkau dan mudah dicari. Menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi para laki-laki. Sehingga tidak ada perempuan yang harus meninggalkan anaknya karena membantu mencari nafkah. Peran yang seimbang akan menjadikan kesehatan mental anak dan orang tua selalu terjaga.

Negara yang selalu hadir dalam memberikan riayah kepada warganya. Tanggap dengan segala macam permasalahannya akan menjadikan masalah menjadi ringan. Hidup penuh dengan kesejahteraan. Semoga suatu saat nanti Islam akan bisa diterapkan dalam kehidupan. Wallahu Alam Bishowab.

Oleh : Ummu Fatimah, S. Pd.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 24 Oktober 2023

Asuransi BPJS, Agenda Asing dengan Konsep Neoliberalisme

Tinta Media - Sejak adanya pembaharuan jabatan Dewan Pengawas beserta Direksi BPJS Kesehatan  untuk masa jabatan tahun 2021-2026, agaknya kinerja BPJS perlahan diperbaiki. Ghufron Mukti Direktur Utama BPJS Kesehatan mengingatkan para pelaku usaha di bidang kesehatan agar tidak hanya mencari keuntungan semata (suarasurabayamedia, 03/10/23). Ia juga menegaskan bahwa BPJS Kesehatan saat ini tidak memiliki utang pada fasilitas kesehatan manapun (cnbcindonesia.com, 14/03/23).

Perbaikan Kinerja, Solusikah?

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memperkirakan iuran BPJS Kesehatan berpotensi naik pada Juli 2025, menyusul perubahan tarif standar layanan kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023.

Sejak awal pendiriannya BPJS Kesehatan seperti lembaga asuransi privat yang berorientasi bisnis. Aneh jika Dirut BPJS Kesehatan mengimbau fakses tidak membeda-bedakan pelayanan dengan orientasi murni pelayanan kesehatan kepada pasien tanpa memperhitungkan untung rugi. Mustahil!

Tak ayal, pernyataannya mengarah kepada rencana penghapusan sistem kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan. Kemudian diganti dengan kebijakan implementasi single tarif iuran atau rawat inap standar (KRIS) yang berlaku 2025 mendatang. Artinya, baik yang bergaji rendah atau tinggi, iuran yang diberlakukan akan sama.

Ini tak ubahnya mendesain masalah lama ke masalah baru. Padahalnya masalahnya ada pada pembiayaan kesehatan yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab pemerintah, justru dilimpahkan kepada rakyat sendiri. Baik ada kelas 1, 2, 3 ataupun single tarif iuran tetap sama saja. Rakyat akan terbebani dengan biaya kesehatan.

Konsep BPJS Meniadakan Peran Negara

Dalam konsep neoliberalisme menegaskan bahwa layanan kesehatan dianggap lebih baik diselenggarakan melalui asuransi sosial daripada diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan kata lain, asuransi BPJS pada dasarnya adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang asalnya ada di pundak pemerintah, lalu dipindahkan ke pundak institusi yang dianggap berkemampuan lebih tinggi dalam membiayai kesehatan atas nama peserta jaminan sosial. Institusi yang dimaksud untuk konteks Indonesia adalah BPJS.  

Konsep asuransi sosial melalui BPJS ini berasal dari WTO (Word Trade Organization), sebuah institusi perdagangan bentukan Barat pimpinan Amerika, yang memasukkan layanan kesehatan sebagai salah satu kesepakatan perdagangan global, atau yang disebut dengan GATS (General Agreements Trade in Services) tahun 1994. Konsep yang menganggap layanan kesehatan sebagai komoditi bisnis ini akhirnya menyusup ke Indonesia dan menjelma dalam bentuk undang-undang produk DPR, yaitu UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) (UU Nomor 40 Tahun 2004) dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) (UU Nomor 24 Tahun 2011). Semua itu terjadi lantaran pemerintah Indonesia dipaksa oleh Barat untuk mengadopsi dan melaksanakannya melalui program yang disebut Structural Adjusment Program (Program Penyesuaian Struktural) melalui LoI (Letter of Intent) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, pada saat Indonesia berupaya mengatasi krisis tahun 1998.

Berdasarkan fakta tersebut, jelaslah asuransi BPJS merupakan bagian dari agenda asing yang memaksakan konsep neoliberalisme yakni meniadakan peran pemerintah atas urusan masyarakat. Allah SWT berfirman:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً

Dan sekali-kali Allah tidak akan menjadikan suatu jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS An Nisaa` : 141).

Konsep BPJS Bertolak Belakang dengan Jaminan Kesehatan Islam

Islam sudah memberikan konsep yang jelas terkait jaminan kesehatan bagi masyarakat. Konsep pelayanan kesehatan yang disajikan oleh BPJS bertolak belakang dengan konsep Islam. Dalam konsep BPJS, untuk mendapatkan jaminan kesehatan rakyat dipaksa membayar iuran. Sedangkan dalam Islam, jaminan kesehatan diperoleh rakyat dari pemerintah secara gratis (cuma-cuma), alias tidak membayar sama sekali. Sesuai dalil umum sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

فالأمير الذي على الناس راع، وهو مسئول عن رعيته

“Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah bagaikan penggembala, dan dialah yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya (gembalaannya).” (HR Bukhari)


Dalil di atas adalah dalil umum bahwa negaralah yang menjamin seluruh urusan rakyatnya, termasuk di dalamnya jaminan kesehatan. Ditopang pula dengan dalil-dalil khusus yang menunjukkan wajibnya negara menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, tanpa membebani rakyat untuk membayar:

عن جابر قال: بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى أبي بن كعب طبيبا فقطع منه عرقا ثم كواه عليه

Dari Jabir RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Ka’ab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Ka’ab lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu.” (HR Muslim no 2207).

Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu. (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad-Dustur, 2/143).

 Oleh: Azimatur Rosyida (Aktivis Muslimah)

Sabtu, 29 Juli 2023

Negara Harus Cawe-Cawe untuk Menjamin Kesehatan Rakyat


Tinta Media - Siapa yang mau sakit? Semua terasa tidak enak, aktifitas terganggu. Sakit bukan pilihan, tetapi kita harus sabar menerimanya. Banyak hikmah yang bisa kita petik saat diuji dengan sakit. 

Hidup tidak selalu lurus dan mudah, terkadang datang musibah untuk menguji iman dan kesabaran kita. Ujian terberat menghampiri hidup saat sakit, dan baru kita sadari nikmatnya sehat. 

Makan mulai tidak enak, tidur pun terasa tidak nyenyak. Hilang semua rasa yang selama ini bisa kita nikmati. Saat sehat, sering kita lupa untuk bersyukur. Baru menyadari begitu banyak nikmat yang melingkupi hidup kita saat sakit. 

Kata-kata menyalahkan juga sering kita dengar dari orang-orang di sekitar yang peduli dengan kesehatan kita. Pola hidup yang tidak sehat sering menjadi pemicu gangguan kesehatan yang membuat hidup tidak nyaman. 

Makan siap saji atau minuman sachetan memang mudah untuk dinikmati dan itu tersedia di sekitar kita. Sementara, makanan kategori sehat kurang tersedia di meja makan karena biasanya harganya agak mahal, dan ribet menyiapkannya. 

Kesibukan membuat kita jatuh pada pilihan sesuatu yang simple dan gampang untuk menyiapkannya. Makanan dan minuman instant menjadi pilihan, tetapi jangka panjang ternyata tidak baik untuk kesehatan. 

Lalu, salah siapa sampai kita sakit? 

Faktanya, biaya hidup sangat mahal sehingga banyak yang jatuh pada pilihan makan instan yang terjangkau kemampuan. Biaya pendidikan mahal sehingga mereka yang hidup sebagai anak kos lebih memilih mie instant dan minuman sachetan yang jika dikonsumsi terus-menerus dalam jangka panjang tentunya berdampak buruk pada kesehatan.

Pola hidup tidak sehat tidak langsung kita rasakan dampaknya saat itu juga. Dampak Buruk baru kita rasakan saat usia mulai tua. Metabolisme tubuh yang tidak lagi sempurna, serta pertumbuhan sel dalam tubuh yang tidak lagi maksimal seperti saat masih muda menjadikan tubuh rentan terserang penyakit, mulai dari diabet, asam urat, kolesterol, tekanan darah yang tidak stabil juga mulai datang menghiasi hidup. 

Sakit tidak sepenuhnya salah kita. Siapa yang mau sakit? Namun, kita harus sabar menghadapi karena di balik semua musibah yang tidak menyenangkan, insyaallah ada hikmah yang bisa kita petik sebagai pelajaran hidup agar kita bisa menjadi lebih kuat dan lebih baik. 

Kita adalah korban dari kondisi, saat negera abai dalam menjaga kesehatan rakyat. Bagaimana nasib generasi ke depan, jika sejak anak-anak mereka terbiasa makanan yang tidak sehat? Sebagai contoh, kasus diabetes anak meningkat ‘sangat mengkhawatirkan’, imbas makanan-minuman manis 'mudah dijangkau, sementara regulasi belum cukup melindungi masyarakat.

Banyak pula makanan, minuman, maupun obat ternyata ternyata mengandung zat berbahaya yang bisa memicu berbagai penyakit. Berbagai kasus akhir-akhir ini yang banyak ditemukan pada anak-anak menjadi bukti abainya negera terhadap kesehatan rakyat.

Pemikiran kapitalis yang hanya mengejar keuntungan semata memicu munculnya banyak produsen makan nakal yang tega mencampurkan bahan-bahan berbahaya pada makanan yang dijual demi keuntungan sebesar-besarnya, tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang menimpa masyarakat. 

Di sini negara dibutuhkan hadir untuk mengatasi kondisi yang tidak sehat agar tercipta generasi kuat yang mampu berpikir cemerlang.

Akan tetapi sayang, dalam sistem kapitalis demokrasi, para pemimpin hanya peduli dengan kekuasaan. Segala cara dilakukan untuk  meraih dan mempertahankannya, tidak perduli dengan cara halal atau haram. 

Cawe-cawe politik dalam pemikiran mereka hanyalah usaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, bukan mengurusi urusan rakyat. Padahal mereka dibayar dengan uang rakyat, tetapi enggan mengurusi urusan rakyat. Dalam pemikiran mereka hanyalah bagaimana membangun citra, meskipun faktanya sebaliknya demi membangun diasti kekuasaan.

Kita butuh satu sistem yang mampu menyelesaikan semua masalah, termasuk masalah kesehatan. Berharap dari sistem kapitalis demokrasi tidak mungkin, hanyalah ilusi. 

Satu sistem yang mampu menghadirkan peran negara dalam memberikan jaminan kebutuhan dasar rakyat hanya bisa dilakukan dalam sistem khilafah. Rakyat merasa aman karena negara hadir untuk memberikan jaminan dan perlindungan pada rakyat. Hak rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang sehat hanya bisa diwujudkan dalam sistem khilafah. 

Sistem khilafah akan membentuk karakter pemimpin yang amanah karena kesadaran hubungan mereka dengan Tuhan, Sang Penguasa alam. Jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Rakyat diurusi dengan baik, bukan hanya sekadar membangun citra seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi. 

Kehidupan islami akan terwujud sehingga membuat setiap orang takut berbuat curang, apalagi sampai membahayakan masyarakat hanya untuk mengejar keuntungan semata. Pintu berkah dari bumi dan langit terbuka karena penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa. 

Indahnya hidup dalam kehidupan islami. Generasi cemerlang hanya bisa diwujudkan dalam peradaban Islam yang cemerlang. Hanya sistem khilafah yang bisa menjamin terciptanya generasi cemerang dengan fisik yang kuat dan pemahaman yang jernih dan mantap.

Oleh: Mochamad Efendi, Sahabat Tinta Media

Kamis, 06 Juli 2023

Aktivis ’98 Tidak Setuju Solusi Industrialisasi Kesehatan Atasi Darurat Kesehatan

Tinta Media - Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menyampaikan tidak setuju RUU Kesehatan sebagai solusi terhadap input-input kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, informasi kesehatan, alat-alat kesehatan (termasuk vaksin dan teknologi), pembiayaan kesehatan, dan kepemimpinan terkait dengan kesehatan. 

“Saya tidak setuju bahwa RUU Kesehatan ini dianggap sebagai solusi terhadap input-input Kesehatan," tuturnya dalam Program Islamic Lawyers Forun: Ada Apa Dengan RUU Kesehatan, di kanal Youtube Rayah TV, Ahad (25/6/2023).

Agung khawatir input kesehatan akan berubah dari pendekatan pelayanan kesehatan (health care) menuju industri kesehatan (health industri). Menurutnya, industrialisasi ini akan menyebabkan peran pemerintah hilang posisinya dalam melayani bidang kesehatan. 

“Saya khawatir industrialisasi pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, informasi kesehatan, alat-alat kesehatan, vaksin, dan teknologi, termasuk industrialisasi pembiayaan kesehatan dan kepemimpinan kesehatan. Dan kita sudah memiliki industrialisasi pembiayaan kesehatan berupa BPJS. BPJS ini bukan pelayanan tapi iuran gotong royong semua warga masyarakat untuk membiayai dirinya sendiri,” jelasnya.

Ia menegaskan permasalahan yang belum diselesaikan dalam bidang kesehatan ini adalah pelayanan kesehatan yang didominasi oleh rumah sakit-rumah sakit umum swasta dan kurangnya tenaga kesehatan. Rumah sakit swasta itu dominan di provinsi padat penduduk dengan angka persentasenya melebihi sekitar 70 persen untuk pelayanan masyarakat.

“Artinya pelayanan yang diberikan negara kepada masyarakat lebih sedikit daripada pelayanan yang diberikan swasta,” tegasnya.

Sedangkan kurangnya tenaga kesehatan, misalnya untuk penanganan jantung dibutuhkan dokter spesialis yang tidak bisa dadakan tetapi membutuhkan waktu 15 tahun untuk menyiapkannya. Ia mengkritisi penyelesaian yang diajukan oleh pemerintah dengan liberalisasi tenaga kesehatan yang tertuang dalam RUU Kesehatan.

“Di RUU Kesehatan ini diberi ruang agar tenaga kesehatan dari luar bisa masuk ke negeri ini. Ini menjadi titik kritis luar biasa dan saya katakan anggap saja kalau misalnya rumah sakit itu akan masuk digelandang ke negeri ini, swastanisasi terkait dengan rumah sakit,” kritiknya.

Ia menilai bahwa untuk alat, teknologi, vaksin bisa segera diselesaikan permasalahannya tetapi tenaga kesehatan tidak bisa diberikan dalam waktu singkat. Maka diperlukan pembenahan di bidang pendidikan kesehatan.

Ia berpendapat sebagai seorang aktivis dibutuhkan penyelesaian yang lebih manusiawi terkait dengan masalah kesehatan ini.

“Menurut pandangan saya, penyelesaian (solusi) darurat Kesehatan dari Menteri Kesehatan Bapak Budi Gunadi dengan industrialisasi input kesehatan ini namanya menyelesaikan masalah dengan masalah, tidak akan menyelesaikan masalah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Praktisi Kesehatan Sampaikan Dua Poin Penting Terkait RUU Kesehatan

Tinta Media - Praktisi Kesehatan dr. Atim menyampaikan dua poin penting menanggapi RUU Kesehatan. 

“Pertama, dari sisi saya sebagai seorang dokter, praktisi kesehatan bahwa RUU Kesehatan ini ternyata tidak ada jaminan perlindungan hukum ketika seorang dokter itu melakukan tugasnya. Sedangkan kedua, dari sisi masyarakat, saya melihat ke depannya akan lebih berat dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya,” ungkapnya dalam Program Islamic Lawyers Forum: Ada Apa Dengan RUU Kesehatan, di kanal Youtube Rayah TV, Ahad (25/6/2023).

Poin pertama, menurutnya dicontohkan pada beberapa kasus dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang pernah dianiaya oleh keluarga pasien atau yang mengaku keluarga pasien.

“Contoh nyata yaitu waktu kasus di Lampung, tenaga medis dipukuli. Saya sebagai teman sejawat merasa kasihan, orang yang berusaha menolong pasien dengan sepenuh hati untuk menyelamatkan jiwa pasien, kok masih dipukuli,” tuturnya.

Maka ia mengharapkan ke depannya para praktisi kesehatan, para tenaga medis, para medis itu lebih terlindungi ketika memberikan pelayanan kesehatan. 

“Maksudnya ada payung hukum yang melindungi mereka. Karena dalam pandangan saya, seorang dokter, seorang perawat, atau tenaga medis yang lain, mereka melaksanakan tugasnya. Insyaa Allah mereka itu benar-benar mau menolong pasiennya,” harapnya.

Sedangkan poin kedua, ia mengkritisi beban kesehatan masyarakat menjadi semakin berat dipenuhi. Hal ini disebabkan biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat.

“Alasannya karena adanya data anggaran negara terkait kesehatan akan dihilangkan dari APBN sebesar 5-10%, mungkin sekitar 2000 triliun. Jumlah itu saja masih kurang untuk kesehatan, apalagi jika akan dihilangkan,” kritiknya.

Kembali dr. Atim menyampaikan harapannya terkait RUU Kesehatan ini ke depannya mampu memperbaiki kondisi masyarakat, termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat dan lebih menjamin kesehatan masyarakat.

“Tentu ini harapan kita semua, baik masyarakat kalangan atas, kalangan bawah, dan kalangan menengah, semuanya bisa mengakses fasilitas-fasilitas kesehatan dengan mudah dan murah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Senin, 26 Juni 2023

Islam Menjamin Kesehatan Rakyat

Tinta Media - Narator Rayah TV menuturkan bahwa di dalam Islam, kesehatan rakyat dijamin oleh negara dengan menyediakan sarana dan  fasilitas kesehatan yang dibutuhkan rakyat.

“Islam mewajibkan negara menyediakan Rumah Sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan oleh rakyat," ungkap Narator Rayah TV dalam tayangan Selama Ini Kita Ditipu BPJS Kesehatan? Kamis (22/6/2023) di kanal Youtube Rayah TV. 

Menurutnya, hadirnya negara adalah untuk mengurusi melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. "Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Imam atau Penguasa adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus,” terangnya.

Ia mengatakan, dalam Islam jaminan kesehatan memiliki tiga sifat.

Pertama, berlaku umum tanpa diskriminasi. Dalam arti tidak ada pengkelasan dalam pemberian layanan kesehatan kepada rakyat, baik muslim maupun non muslim. Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya apapun untuk mendapat pelayanan kesehatan oleh negara. Ketiga, seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara.

Ketiga sifat ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saat menjabat sebagai kepala negara dan dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya,” tuturnya.

"Inilah Khilafah, model Negara Islam yang berbeda jauh dengan negara demokrasi saat ini!” pungkasnya. [] Abi Bahrain

Minggu, 18 Juni 2023

Ini yang Terjadi ketika Kesehatan Dikaitkan dengan Industri


Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menuturkan, layanan kesehatan yang semestinya menjadi hak mendasar bagi masyarakat, jika dikaitkan dengan industri maka yang bicara adalah benefit, untung rugi, cost, investasi dan profit.

"Kesehatan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi masyarakat. Namun, ketika layanan kesehatan berbicara terkait industri, maka di situ akan bicara terkait benefit, bicara untung rugi, cost, bicara investasi dan profit," tuturnya dalam Focus to the Point: Liberalisasi Kesehatan, Rakyat Semakin Susah, Rabu (14/6/2023) di kanal YouTube UIY channel.

Ustadz Ismail Yusanto menyebutkan, ini hari pelayanan dalam bidang kesehatan telah mengalami pergeseran. "Kesehatan yang semestinya ditempatkan sebagai kewajiban negara dalam pelayanan warganya sudah beralih menjadi industri," sesalnya. 

Sebagai contoh, ketika pasien berhadapan dengan dokter, maka pasien tidak punya pilihan obat apa yang harus diminum. "Baik terkait jenis dan macam obatnya apa yang harus digunakan?" ujarnya. 

"Ditulis sesuai dengan resep dokternya, sampai termasuk juga harganya, hampir hampir tidak punya pilihan. Bahaya sekali resep yang ditulis, sikap pelayanan dokter kepada pasien bila dalam rangka mencari keuntungan," tambahnya. 

UIY mengatakan, pasien hampir hampir tidak memiliki pilihan, bahasa yang penting "bisa sembuh" kemudian dieksploitasi. "Muncul guyonan, pasien itu sakit dua kali, yang pertama sakit karena sendiri dan yang kedua sakit karena harus membayar biaya sakitnya," ungkapnya.

Jika dilihat dari kegiatan ekonomi yang adil atau memegang prinsip fairness, menurutnya, seorang pasien itu seharusnya memiliki pilihan, harus ada multiple provider, penyedia atau supplier, ada beberapa penawar sehingga pasien memiliki pilihan

"Namun pada kondisi saat ini, liberalisasi kesehatan sudah mengarah kepada orientasi dokter itu akan menjadi kepanjangan tangannya perusahaan farmasi, kepanjangan tangannya Rumah Sakit dan menjadi kepanjangan tangannya pemilik modal," sesalnya.

Rumah sakit menjadi kepanjangan tangannya pemilik modal, penyedia peralatan dan perusahan asuransi. "Ini saling mengikat menjadikan rumah sakit itu sebagai Rumah eksploitasi pasien," terangnya.

Ketika kesehatan dieksploitasi sedemikian rupa, maka akan berefek menimbulkan suasana sakit kepada setiap orang yang sakit itu karena memikirkan biaya rumah sakit. "Lebih jauh lagi bila liberalisasi bidang kesehatan ini terus bergulir, maka industrialisasi dalam bidang kesehatan itu akan semakin dominan dalam sebuah negara," jelasnya 

UIY mengingatkan peran negara sangat dibutuhkan dalam bidang kesehatan, begitu pun juga bidang lainnya seperti bidang pendidikan. "Negara harus jelas duduk posisinya," pungkasnya.[] Pakas Abu Raghib.

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab