Tinta Media: Kesehatan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Desember 2022

Menkes Sebut Orang Kaya Bebani BPJS Kesehatan, MMC: Ini Bentuk Nyata Kezaliman Negara

Tinta Media - Pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mencurigai sejumlah konglomerat atau orang kaya membebani BPJS Kesehatan dengan biaya tinggi pengobatan mereka lalu mengharuskan mengombinasikan iuran jaminan sosial BPJS-nya dengan asuransi kesehatan swasta, menurut Muslimah Media Center (MMC), adalah bentuk nyata kezaliman negara pada rakyatnya. 

“Ini adalah bentuk nyata kezaliman negara pada rakyatnya sendiri,” tutur narator dalam rubrik Serba-Serbi MMC: Konglomerat Dicurigai Jadi Beban BPJS, Kezaliman pada Rakyat? Kamis (1/12/2022) di kanal youtube Muslimah Media Center. 

MMC menilai sikap pemerintah terhadap BPJS orang kaya ini semakin mencerminkan negara melepas tanggung jawab atas layanan kesehatan rakyatnya. “Keberadaan BPJS saja sejatinya sudah bentuk pemalakan terhadap rakyat. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan Pemerintah melalui BPJS faktanya justru telah memberatkan rakyat karena rakyat dipaksa membayar premi agar mendapatkan layanan kesehatan,” urainya.

Menurut MMC, layanan kesehatan yang seharusnya didapatkan secara gratis atau murah justru mengharuskan rakyat membayar iuran wajib sejatinya rakyatlah yang menjamin sendiri kesehatannya bukan Pemerintah.  
 
“Jaminan kesehatan rakyat oleh negara hanyalah jargon-jargon yang menipu. Regulasi yang dibuat tidak lepas dari paradigma kapitalis yang menjadikan kesehatan sebagai objek komersialisasi. Konsep good governance yang menyerahkan pengurusan kemaslahatan rakyat kepada pihak korporasi adalah implementasi kerangka berpikir kapitalistik,” ungkapnya.

 MMC melihat seluruh konsep yang diadopsi dari sistem ini menjadikan Pemerintah mengabaikan fungsinya sendiri sebagai pengurus urusan rakyat. “Di saat yang sama pemerintah seolah tak mampu memikirkan alternatif solusi kesehatan selain menyerahkan pada pihak korporasi. Pemerintah malah memproduksi kebijakan yang semakin memperkuat peran swasta untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari urusan rakyat ini,” geramnya.

Layanan Kesehatan Dalam Islam

MMC mengungkapkan ada perbedaan yang nyata antara layanan kesehatan kapitalis dengan layanan kesehatan dalam sistem yang berparadigma Islam. Layanan kesehatan dalam Islam akan dijamin sepenuhnya oleh negara Khilafah.  

“Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan asasi setiap individu di samping keamanan dan pendidikan. Syariah menetapkan bahwa negaralah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan asasi tersebut untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali,” jelasnya.

Ini, menurut MMC berdasarkan sebuah hadits riwayat Al-Bukhari yang artinya: “Imam atau kepala negara itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia Pimpin.”

“Salah satu implementasi dari hadis tersebut adalah negara Khilafah wajib menyediakan layanan kesehatan bagi setiap individu rakyat secara gratis. Paradigma Khilafah dalam mengatur urusan rakyat adalah melayani dan bertanggung jawab sepenuhnya. Khilafah tidak akan mengeksploitasi atau menempatkan rakyat sebagai pasar untuk barang dan jasa kesehatan,” tambahnya.

Selain itu, masih menurutnya khilafah menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter, dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan kesehatan maksimal.

“Khilafah akan membentuk badan-badan riset untuk mengidentifikasi berbagai macam penyakit beserta penangkalnya. Pada masa Khilafah Umayyah banyak dibangun rumah sakit yang disediakan untuk orang yang terkena lepra dan tunanetra. Demikian pula Khilafah Abbasiyah banyak mendirikan rumah sakit di Baghdad, Kairo, dan Damaskus dan mempopulerkan rumah sakit keliling,” ujarnya.

Untuk pembiayaan layanan kesehatan rakyat, menurut MMC akan mengambil dari kas negara Khilafah. “Kas negara khilafah lebih dari mencukupi untuk menjamin pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis bagi setiap individu masyarakat. Pasalnya Khilafah mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” bebernya.

MMC menambahkan khilafah akan menetapkan kebijakan larangan privatisasi harta-harta milik umum. “Privatisasi sumber daya alam dan harta-harta milik umum hanya menghilangkan sumber pemasukan besar negara. Khilafah juga terbebas dari hutang riba luar maupun dalam negeri yang dalam praktiknya amat membebani anggaran negara,” tuturnya.

MMC menyampaikan agar ada jaminan setiap individu rakyat dapat mengakses layanan kesehatan terbaik secara gratis membutuhkan sistem pemerintahan dan kebijakan yang benar. 

“Agar ada ketercukupan dana dalam layanan kesehatan gratis atau murah dibutuhkan pemerintah dan kebijakan yang menjadikan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam di tangan pemerintah bukan swasta. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem pemerintahan yang tegak di atas paradigma dan aturan terbaik yakni aqidah dan syariah Islam syariah yaitu sistem pemerintahan Khilafah,” pungkasnya.[] Erlina

Jumat, 04 November 2022

Keamanan, Pendidikan dan Kesehatan di Negeri Ini Langka, tetapi Tidak Dipelihara

Tinta Media - Sudah menjadi pengetahuan umum bawah setiap hal, baik berupa barang, hewan, maupun tumbuhan, jika keberadaannya langka, maka akan menjadi sesuatu yang harus dilindungi. Semakin langka, sesuatu itu pasti semakin mahal nilainya karena semakin sulit ditemui. Karena itu, semakin sedikit orang yang dapat menikmatinya. 

Tampaknya, di negara ini, tidak hanya barang mewah saja yang langka, kebutuhan pokok masyarakat pun semakin langka. Keamanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Namun, hari ini rasa keamanan perlahan menghilang. 

Negara adalah institusi yang wajib memenuhi kebutuhan pokok warganya. Kebutuhan pokok manusia tidak sebatas makanan, pakaian, dan tempat tinggal, tetapi keamanan, kesehatan, dan pendidikan pun tergolong kebutuhan pokok.

Mirisnya, sekarang kita bisa melihat dengan jelas, bagaimana lebih dari jutaan jiwa warga Indonesia tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, baik dari segi fasilitas, hingga terjangkaunya harga. 

Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), terdapat kurang lebih 38 ribu siswa SD, 15 ribu siswa SMP, dan 22 ribu siswa SMA yang putus sekolah hingga akhir tahun 2021.

Dalam dunia kesehatan, masih hangat di dunia maya perbincangan mengenai  ratusan nyawa anak-anak yang meninggal akibat gagal ginjal akut. Banyak pakar kesehatan menyebutkan, mereka meninggal setelah meminum beberapa merek obat sirup (kompas.id)

Tidak sampai di sini, rasa keamanan pun nyaris tidak bisa dirasakan oleh masyarakat secara umum. Kekerasan, pencurian, pembunuhan, sudah menggantikan keamanan menjadi kebutuhan pokok masyarakat. 

Nyawa manusia di era hari ini ibarat nyawa nyamuk, tidak berharga sama sekali. Bergelimpangan di media sosial, berita-berita pembunuhan, mulai dari suami membakar istri, begal sepeda, penusukan anak kecil di Bekasi, peristiwa Kanjuruhan dan semisalnya. Manusia tidak lagi bebas keluar rumah ke mana saja.

Pemerintah sebenarnya bukannya lalai dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Namun, ia tidak mau bertanggung jawab sebagai pemenuh kebutuhan pokok masyarakatnya. Mengapa bisa demikian? Sebab penguasa menerapkan hukum kapitalisme.

Dalam kapitalisme, negara berfungsi sebagai regulator belaka. Ia memang menyediakan fasilitas kesehatan, keamanan, dan pendidikan. Akan tetapi, tugasnya berhenti hanya sampai itu. Apa yang terjadi pada rakyat setelah ia menyediakannya, penguasa tidak peduli.

Penguasa memberikan rumah sakit sebagai tempat berobat orang sakit. Namun, apakah seluruh rakyat mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan terjangkau, pemerintah tidak akan menghiraukan. Berharap bahwa biaya kesehatan akan gratis hanyalah mimpi di siang bolong.

Hal yang sama pun terjadi pada lembaga pendidikan. Sudah umum di masyarakat, jika seseorang menginginkan pendidikan yang berkualitas dan berfasilitas bagus dan lengkap, maka harus membayar biaya yang tinggi.

Pertanyaannya, untuk apa pajak yang kita bayarkan ke negara? Ke mana semua uang itu pergi? Belum lagi tambang-tambang yang berjibun jumlahnya di Indonesia, ke mana semua harta kekayaan itu digunakan, apabila rakyat sendiri keadaannya sangat memprihatinkan?

Untuk menjamin rasa aman, polisi dan TNI didirikan. Kenyataannya, di dalam tubuh Polri sendiri terjadi kasus pembunuhan dan pengedaran narkoba. Bagaimana bisa menjamin rasa aman, di dalam institusi itu sendiri bahkan tidaklah aman.

Penguasa mengabaikan kebutuhan pokok rakyatnya karena ia berpaham kapitalisme dan menerapkan aturannya. Maka, cara untuk mengembalikan peran asli penguasa agar bertanggung jawab penuh atas rakyatnya adalah harus mengubah sistem yang diterapkan, tidak cukup dengan mengganti penguasa.

Sistem kapitalislah yang menyebabkan rakyat sengsara, maka kapitalisme wajib dilengserkan sebagai sistem kehidupan hari ini. Lalu, siapakah yang bisa menggantikan kapitalisme dan menciptakan kesejahteraan dan menjamin rasa keamanan manusia secara keseluruhan?

Sekitar seabad yang lalu, ada sebuah negara adidaya bernama Khilafah Islam. Khilafah ini menurut para pakar sejarah telah mampu menjamin rasa keamanan bagi seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non-muslim. 

Will Durant, dalam bukunya berjudul ‘Story of Civilization’ mengatakan:

“Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”

Jelas sekali dalam tulisan di atas disebutkan bahwa tidak pernah terjadi fenomena tersebut setelah zaman khilafah berakhir. Fakta pun berkata demikian. Hanya dengan institusi khilafah itu umat manusia bisa hidup dalam kesejahteraan dan keamanan yang tiada banding.

Kenapa negara khilafah bisa menyediakan rasa keamanan yang demikian? Tak lain dan tak bukan hal tersebut diakibatkan karena sistem yang diterapkan di dalamnya adalah sistem Islam.  Sang Pencipta Manusia, Allah Swt. menyebutnya sebagai rahmatan lil’alamin atau rahmat bagi seluruh alam.

Islam adalah agama satu-satunya yang diridai oleh Allah Swt. Kita ketahui bersama, bahwasanya Pencipta itu pastilah yang paling mengetahui apa yang dibutuhkan oleh yang diciptakannya. Oleh karena itu, aturan di dalam Islam pastilah yang terbaik untuk umat manusia.

Hanya saja, aturan Islam itu hanya dapat diterapkan di dalam negara khilafah, bukan yang lainnya. Maka, sistem kapitalisme harus diganti dengan sistem Islam. Begitu juga negara demokrasi ini harus diubah menjadi Daulah Islam. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Wafi Mu’tashimah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 15 Oktober 2022

Jadikan Manusia Bermental Rapuh, MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Atur Kehidupan

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengungkap kegagalan sistem kapitalisme dalam mengatur kehidupan, sehingga menciptakan manusia-manusia bermental rapuh.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan mental telah menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan di tengah-tengah masyarakat baik di tingkat global maupun nasional. Keberadaan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang ada sejak tahun 1992 menunjukkan bahwa sistem kapitalisme gagal dalam mengatur kehidupan, sehingga menciptakan manusia-manusia bermental rapuh," tutur narator dalam serba-serbi MMC: Peringati Hari Mental Sedunia Penyakit Mental Masih Pelik dalam Kapitalisme di kanal youtube Muslimah Media Center, Senin (10/10/2022).

Menurutnya, kapitalisme dengan asasnya sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat banyak orang termasuk kaum muslimin tidak memahami tujuan hidupnya.

“Masyarakat sekuler merasa bahwa hidup ini hanyalah mencari kesenangan dunia yang berstandar pada materi sehingga ketika materi, harga dan jabatan, prestis, tidak mampu digapai. Masyarakat akan gagal dan merasa disingkirkan dari hiruk-pikuk kehidupan maka cepat ataupun lambat banyak orang yang akan mengalami depresi dan putus harapan, begitupun ketika ditimpa ujian atau kesulitan hidup,” bebernya. 

"Masyarakat sekuler tidak akan mampu menanganinya dengan cara yang benar justru memilih bunuh diri," tambah narator.

Selain itu sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara ini, menurutnya, telah melegalkan aturan yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas dan sarat akan kepentingan. "Penguasa akan membuat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat namun menguntungkan golongannya dan elit kapital, kehidupan rakyat semakin sempit di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, PHK masalah kerja terjadi di mana-mana, tidak ada jaminan negara bagi rakyat. Rakyat seakan dibiarkan sendiri menghadapi kesulitan hidup," terangnya. 

“Penguasa dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator kebijakan, bukan pelayan umat. Maka tidak heran meski berpuluh-puluh tahun hari kesehatan mental diperingati justru isu kesehatan mental makin merajalela karena sistem kapitalisme-lah yang merupakan pabrik penyakit mental itu sendiri,” paparnya.

Sistem Islam

Hal ini sangat berbeda dengan negara yang menerapkan Islam secara sempurna, lanjut narator, negara khilafah, karena hanya Islam satu-satunya agama dan sistem hidup yang lurus sesuai fitrah penciptaan, menyejahterakan dan mampu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. 

"Pemimpin dalam Islam akan benar-benar memosisikan diri sebagai ra’in (pengurus urasan rakyat) dan bertanggung jawab karena ia yakin dan menyadari betul bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat," ungkapnya.

“Khilafah melalui sistem pendidikan islam berbasis akidah mampu mencetak orang-orang yang bermental kuat kuat dan berjiwa kepemimpinan. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk syaksiyyah islamiyyah (kepribadian islam) dan mencetak para ahli, baik ilmu agama maupun ahli ilmu terapan. Pembentukan kepribadian islam akan membentuk masyarakat memiliki keimanan yang kokoh dan senantiasa terikat dengan syariat islam maka masyarakat yang terbentuk adalah orang-orang shalih dan menstandarkan kebahagiaan pada ridha Allah semata,” jelas narator panjang.

Menurutnya, pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia sehingga negara khilafah bertanggungjawab untuk mewujudkan pendidikan terbaik yang mudah diakses setiap rakyatnya.

Narator mengutip kitab Mukaddimah Ad-Dustur UUD negara Islam dalam pasal 173 yang menyebutkan, “negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap indivdu baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan; jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan secara cuma-cuma.”

Berjalanannya sistem pendidikan yang demikian, kata Narator,  tentunya harus didukung oleh sistem ekonomi yang kuat. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi islam berbasis Baitul mal sehingga mendapatkan sumber-sumber pemasukan negara bagi pembiayaan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Biaya pendidikan akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara (fai’ dan kharaj). 

"Inilah gambaran sistem islam yang mampu mencetak generasi cemerlang bermental kokoh selama 13 abad lamanya. Hanya dengan penerapan sistem Islam di bawah naungan khilafah rakyat akan sejahtera, senantiasa dalam ketaatan dan bahagia hakiki,” pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin

Jumat, 02 September 2022

Penyakit Menular Melanda, Minim Proteksi Negara

Tinta Media - Kementerian kesehatan telah mengumumkan temuan kasus cacar monyet atau monkeypox pertama di Indonesia melalui konferensi pers pada Sabtu, 20 Agustus lalu. Dilaporkan bahwa pasien cacar monyet pertama adalah seorang WNI, yakni pria berusia 27 tahun yang sempat melakukan perjalanan luar negeri (Republika, 27/08/2022).

Cacar monyet telah ditetapkan berstatus darurat kesehatan global sejak Sabtu, 23 Juli 2022 lalu oleh WHO karena telah terjadi di lebih dari 70 negara. Saat ini, sedikitnya 40.000 orang dari 90 negara terinfeksi virus cacar monyet dan 12 orang di antaranya meninggal dunia.

Penularan dari binatang ke manusia diyakini terjadi akibat perjalanan internasional ke negara-negara yang terpapar virus ini atau melalui binatang impor. Kemenkes menegaskan bahwa penyakit ini menular lewat kontak langsung dengan orang yang terjangkit virus cacar monyet, misalnya dengan droplet, lesi kulit dan benda yang terkontaminasi virus tersebut. Artinya, meskipun monkeypox tidak seganas Covid-19, tetap saja merupakan penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja yang kontak dengan penderita. 

Masuknya cacar monyet membuktikan tiadanya proteksi atas penyakit menular di negeri ini sejak awal kemunculannya.
Dunia kapitalisme tidak segera mengambil tindakan untuk menghentikan penyebaran virus di awal kemunculannya. Hal ini nampak dari penetapan darurat penyakit menular setelah tersebar di lebih dari 70 negara.
Kematian akibat penyakit ini pun diukur dengan persentase dan dianggap tidak berbahaya selama kematian di bawah satu persen dari total pasien tertular. Dari sini, negara diharapkan bisa bersikap tegas, jangan sampai kesalahan penanganan Covid-19 kembali terulang. 

Namun, negara kapitalis sendiri telah menempatkan kepentingan materi di atas kepentingan pemeliharaan jiwa manusia. Penutupan akses antarnegara untuk mencegah penularan virus yang belum tersebar luas tentu dipandang sebagai kerugian bagi negara-negara yang menerapkan sistem kapitalis. Sebab, hal ini akan menghambat distribusi barang dan jasa dan tentunya merugikan para korporasi yang sejatinya menjadi pengendali dunia hari ini, meskipun kesehatan dan nyawa manusia jadi taruhannya. 

Berbeda dengan khilafah atau negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Sistem Islam memandang bagaimana seluruh problematika manusia selesai. Menjaga jiwa manusia adalah salah satu tujuan dari penerapan syariat Islam. Karena itu, saat ditemukan satu saja pasien yang terinfeksi penyakit menular, maka khalifah sebagai pemimpin negara akan segera mengambil tindakan untuk mencegah penularan tanpa menunggu penemuan pasien di wilayah lain ataupun kematian yang diakibatkannya.

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar dari tempat itu" (HR. Muslim)

Kemudian negara akan segera memisahkan antara yang sehat dan yang sakit. Hal ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan, 

Pertama, penelusuran orang yang terjangkit penyakit menular. pada setiap pasien yang mengalami keluhan kesehatan, dilakukan pengecekan apakah ada yang terpapar. 

Kedua, melakukan penelusuran umum, yakni pemeriksaan pada warga masyarakat umum agar diketahui apakah terjadi penyakit menular. Hal ini bisa dilakukan melalui tempat-tempat publik, seperti bandara, stasiun, terminal, dan lain-lain.

Khalifah juga akan segera melakukan penelitian terkait virus yang menimbulkan penyakit dan dampak mortalitas atau kematian, serta mengembangkan vaksin dengan prosedur yang efektif dan efisien. Khalifah juga mengembangkan dan menyediakan obat-obatan yang penting untuk mengobati pasien yang terinfeksi penyakit menular. Penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan mencegah penyakit menular dan menuntaskan hingga ke akarnya.

Sebagai orang beriman yang memiliki tanggung jawab besar, sudah selayaknya para pemimpin muslim belajar dari sejarah. Jangan sampai kasus Covid-19 kembali terulang. Wallahu alam.

Oleh: Riana Annisa
Sahabat Tinta Media

Kamis, 01 September 2022

MMC: Kapitalisme Letakkan Kepentingan Materi Diatas Pemeliharaan Jiwa Manusia

Tinta Media - Menanggapi masalah temuan kasus cacar monyet (monkeypox) pertama di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai kapitalisme telah meletakkan kepentingan materi diatas kepentingan pemeliharaan jiwa manusia.

"Kapitalisme telah meletakkan kepentingan materi diatas kepentingan pemeliharaan jiwa manusia," tuturnya dalam Serba-serbi MMC : Cacar Monyet Masuk Indonesia, Minim Upaya Pencegahan? di kanal Youtube Muslimah Media Center, Kamis (25/8/2022).

Menutup askes antar negara, lanjutnya, untuk mencegah penularan virus yang belum tersebar luas, merupakan kerugian bagi negara-negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sebab hal ini akan menghambat distribusi barang dan jasa. Dan tentu akan merugikan para koorporasi yang sejatinya menjadi pengendali dunia hari ini. Alhasil kesehatan dan nyawa manusia jadi taruhannya.

"Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan temuan kasus cacar monyet (monkeypox) pertama di Indonesia melalui konferensi pers, Sabtu (20/8/2022) pukul 17.00 WIB melalui zoom dan kanal youtube Kementerian Kesehatan. Kemenkes melaporkan pasien cacar monyet pertama pada seorang WNI, yakni pria berusia 20 tahun yang sempat melakukan perjalanan luar negeri," ujarnya. 

Ia menjelaskan, cacar monyet telah ditetapkan berstatus darurat kesehatan global, sejak Sabtu (20/8/2022) lalu oleh World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia. Menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, cacar monyet memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai keadaaan darurat ketika sudah terjadi di lebih dari 70 negara. Saat ini sedikitnya 40.000 orang dari 90 negara terinfeksi virus cacar monyet, dan 12 orang diantaranya meninggal dunia.

"Sebagaimana diketahui bahwa cacar monyet merupakan penyakit langka disebabkan oleh virus cacar monyet. Virus cacar monyet berasal dari family yang sama dengan virus penyebab cacar. Oleh karena itu gejalanya juga mirip dengan cacar biasa. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada kera yang dipelihara untuk penelitian pada tahun 1958. Oleh karena itu cacar jenis ini disebut cacar monyet. Penularan dari binatang ke manusia diyakini terjadi akibat perjalanan internasional ke negara-negara yang terpapar virus ini melalui binatang impor," jelasnya.

Kemenkes menegaskan, penyakit ini menular lewat kontak langsung dengan orang yang terjangkit virus cacar monyet, bisa dengan droplet, lesi kulit, dan benda yang terkontaminasi virus tersebut. Untuk mencegah penularan, Kemenkes telah menyiapkan obat-obatan dan vaksinasi. 

"Masuknya cacar monyet membuktikan tiadanya proteksi atas penyakit menular di negeri ini. Sejak awal kemunculannya, dunia kapitalisme tidak segera mengambil tindakan untuk menghentikan sebaran virus berbahaya ini. Hal ini nampak dari penetapan darurat penyakit menular ini setelah menular di lebih dari 70 negara. Kematian akibat penyakit ini pun dihitung dengan persentase dan dianggap tidak berbahaya selama kematian dibawah 1% dari total pasien tertular," tegasnya.

Ia pun menilai, berbeda dengan khilafah atau negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Islam telah menjadikan seluruh fokus permasalahan pada manusia itu sendiri. Sehingga seluruh kebijakan yang diambil oleh penguasa adalah bagaimana agar seluruh permasalahan manusia selesai. Menjaga jiwa manusia adalah salah satu tujuan dari penerapan syariat Islam. Karena itu, saat ditemukan saja satu pasien yang terinfeksi penyakit menular, maka khilafah akan segera mengambil tindakan untuk mencegah penularan tanpa menunggu penemuan pasien di wilayah lain, ataupun kematian akibat wabah. 

"Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, wabah hanya bisa dicegah dengan mengisolasi daerah yang terkena wabah, sementara penduduk di luar wabah beraktivitas seperti biasa," ujarnya mencontohkan.

Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu. Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar dari tempat itu." (HR.Muslim)

Kemudian, lanjutnya, negara akan segera memisahkan antara yang sehat dan yang sakit. Hal ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, proses Tracking atau penelusuran orang yang terjangkit penyakit menular. "Setiap pasien yang mengalami keluhan kesehatan, dilakukan pengecekan apakah ada yang terpapar," jelasnya.

Langkah Kedua, bisa juga dengan melakukan penelusuran umum, yakni pemeriksaan pada warga masyarakat umum agar diketahui apakah terjangkit penyakit menular. "Bisa melalui tempat-tempat publik seperti bandara, stasiun, terminal, dan lain-lain," paparnya. 

"Konsep sistem kesehatan dalam Islam, negara mengobati pasien penderita wabah secara gratis, profesional dan tidak mendasarkan pelayanan pada kembalinya uang. Khilafah justru diwajibkan syariah untuk membantu mereka yang membutuhkan perawatan secara gratis," bebernya. 

Ia membeberkan, pasalnya jaminan kesehatan dalam Islam memiliki 4 sifat. Pertama Universal, artinya tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian pelayanan kepada rakyat. 
Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Ketiga, seluruh rakyat bisa mengakses seluruh layanan kesehatan dengan mudah. 
Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis bukan dibatasi plafon seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya. 

Ia menambahkan, selain itu khilafah juga akan segera melakukan spesifitas virus yang menimbulkan penyakit dan dampak moralitas (kematian) serta morbiditasnya (kesakitan). Vaksin akan dikembangkan dengan prosedur yang seefektif mungkin. Mengingat dana pembiayaan berasal dari amanah wakaf untuk kepentingan sebesar-besarnya umat manusia.

"Khilafah juga akan menyediakan cara yang efisien untuk meneliti dan mengembangkan obat-obatan yang penting untuk mengobati pasien yang terinfeksi penyakit menular," tandasnya. 

"Hanya dibawah penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, penyakit menular akan dicegah dan dituntaskan hingga ke akar-akarnya," pungkasnya.[] Willy Waliah

Sabtu, 02 Juli 2022

Hampir Satu Milyar Penduduk Dunia Alami Gangguan Kesehatan Mental, Ustazah Iffah: Indikasi Sistem Saat Ini Banyak Persoalan


Tinta Media - Menanggapi rilis WHO yang menyampaikan bahwa hampir satu milyar penduduk dunia alami gangguan kesehatan mental, Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah mengungkapkan, hal itu sebagai indikasi atau penanda bahwa sistem yang berjalan di dunia ini menghasilkan banyak persoalan.

"Nah ini kita bisa jadikan sebagai indikasi atau sebagai penanda bahwa sistem yang berjalan di dunia ini menghasilkan banyak persoalan," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (27/06/2022).

Ia mengurai berbagai persoalan sistemik yang muncul. Mulai dari persoalan ekonomi,  persoalan keluarga (berupa tidak harmonisnya hubungan keluarga, retaknya keluarga), kemudian tidak harmonisnya hubungan antar individu-individu di masyarakat, persoalan sosial, dan persoalan politik  yang terjadi karena pengaturan berbagai urusan kehidupan masyarakat tidak diselesaikan dengan baik.

Tidak Ada Harmonisasi

Menurutnya, munculnya gangguan kesehatan mental paling besar diakibatkan oleh tidak adanya harmonisasi. Baik harmonisasi di dalam hubungan keluarga, di dalam hubungan sosial antar individu masyarakat maupun kemudian terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan masyarakat khususnya kebutuhan ekonomi, kebutuhan layanan kesehatan, dan seterusnya.

"Coba kita bayangkan ketika tidak baik-baik saja atau tidak harmonis, kondisi tidak ideal dalam kehidupan berkeluarga, maka kita bisa saksikan ada anak-anak yang sejak kecil menyaksikan kedua orang tuanya bertengkar atau konflik, maka ini menjadi satu pukulan mental tersendiri bagi anak-anak," paparnya.

Bahkan, lanjutnya, di usia dewasa banyak juga orang yang kemudian mengatakan, "Oh saya tidak mau berumah tangga, karena saya tidak ingin nanti mengalami kondisi yang sama dengan orang tua," kutipnya.

Kekerasan dalam Rumah Tangga

"Apalagi kalau mereka melihat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, misalnya adanya kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarganya baik kepada ibu ataupun kepada anak-anak. Ini juga menjadi trauma tersendiri dan mengakibatkan gangguan mental, gangguan kesehatan mental pada anak-anak," terangnya.

Belum lagi, ungkap Ustazah Iffah, kalau kita lihat karena banyaknya anak-anak itu terpapar content-content kekerasan  atau mereka juga menyaksikan, mengalami langsung menjadi korban kekerasan itu di dalam keluarganya, maka mereka menduplikasi, mereka meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitar mereka, yang mereka tonton di media, maka ini juga membuat mereka melakukan buliying (perundungan) serupa kepada yang lainnya, belum lagi soal kekerasan seksual, dan seterusnya.

"Nah ini memang berakibat pada gangguan-gangguan kesehatan  mental, baik pada anak-anak di usia tumbuh kembang mereka, ataupun pada saat mereka di usia yang lebih dewasa," ujarnya.

Mereka yang pada usia anak-anak mengalami kekerasan seksual misalnya, maka di usia dewasa juga akan mengalami trauma tersendiri atau bahkan ada sebagian yang disampaikan oleh riset-riset yang ada, bahwa pelaku kekerasan seksual bahkan predator seksual itu adalah orang-orang yang dulunya di masa kecil, mereka mengalami kekerasan serupa.

Kekerasan Ekonomi

Ustazah Iffah memandang, orang yang mengalami atau orang yang menghadapi kehidupan yang sangat sulit secara ekonomi (secara ekonomi mereka mengalami kesulitan), mereka tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka ada semacam persoalan gangguan kesehatan mental di usia yang lebih dewasa.

"Mereka seperti ingin take revenge (seperti ingin balas dendam). Kita bisa lihat beberapa waktu yang lalu kasus crazy rich 'yang melakukan' bisnis penipuan, trading, kemudian sejenisnya, itu adalah orang-orang yang dia katakan, 'Dulu saya punya orang tua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan saya, secara ekonomi sangat sulit'," kutipnya.

Ia menilai ungkapan 'secara ekonomi sangat sulit' itu tidak dipahami sebagai hal yang tidak bisa diterima secara mudah, karena mereka melihat ada orang lain yang bisa memiliki apa saja. Jadi, ada kesenjangan yang luar biasa. Orang yang kaya sangat kaya, orang yang miskin sangat juga miskin.

"Nah, ini juga menyebabkan gangguan gangguan pada kesehatan mental. Nah, otomatis kalau kita merunut dari beberapa contoh kasus tadi, kita bisa lihat memang problem kesehatan mental ini bukan problem yang bersifat subjektif dialami oleh individu-individu yang tak mampu menghadapi msalahnya, bukan hanya itu. Tapi ini adalah problem sistemik," pungkasnya. []'Aziimatul Azka

Selasa, 28 Juni 2022

KRIS BPJS, Mampukah Mewujudkan Keadilan?


Tinta Media - BPJS kesehatan akan menghapus layanan rawat inap berjenjang menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Dengan demikian, ke depannya pasien yang menggunakan BPJS tidak akan ada klasifikasi kelas 1,2, dan 3. Semua pasien akan mendapatkan layanan dalam ruang kelas inap yang sama atau tunggal.

Sepintas kebijakan ini seperti memberikan keadilan sosial bagi masyarakat, karena tidak ada jenjang terhadap layanan rawat inap. Hanya saja, menurut YLKI, dari sisi perlindungan konsumen rencana ini perlu dikritisi. Salahsatunya karena untuk peserta BPJS kesehatan existing yang saat ini terdaftar di kelas 1 (satu), harus secara sukarela turun kelas dan menyesuaikan KRIS.

Nah, untuk pasien eks kelas 1 yang tidak  mau dirawat inap di ruang bersama, maka dipersilahkan naik ke kelas VIP yang dimiliki rumah sakit. Tentu saja dengan konsekuensi membayar selisih biaya, menjadi pasien umum, atau dicover asuransi swasta (jika punya). Sedang peserta existing yang terkelompok di kelas 3, terpaksa harus naik kelas. Tentu saja konsekuensi iuran juga berpotensi naik.

Dengan demikian, patut diduga bahwa kelas standar (KRIS) ini digagas untuk mengakomodasi kepentingan asuransi komersial. Pihak RS akan berlomba memperbanyak ruang VIP untuk mengakomodir peserta JKN yang tidak mau menggunakan kelas standar. 

Dari paparan di atas, semakin nampak bahwa saat ini pemerintah semakin berlepas tangan terhadap pelayanan kesehatan yang sejatinya bagian dari kebutuhan mendasar manusia. Pihak swasta diberikan "jatah bermain" di area yang seharusnya tidak boleh mengambil keuntungan di sana.

Namun sayang, karena saat ini sistem yang berjalan berorientasi pada materi, maka seluruh cabang kehidupan termasuk kesehatan menjadi lahan basah untuk mengeruk keuntungan bagi siapa pun yang memiliki modal. Akhirnya, pihak yang kuat akan menguasai pihak yang lemah. Wajar kalau saat ini muncul pernyataan "orang miskin dilarang sakit". 

Dalam kacamata syariat Islam, kesehatan adalah aspek yang menjadi kebutuhan mendasar manusia. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan individu. Karena itu, tidak boleh bagi para pemimpin memungut uang dari masyarakat untuk membiayai kesehatannya sendiri.

Pengaturan ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw. tak pernah memungut biaya bagi umatnya untuk memperoleh jaminan kesehatan. Hal itu tercantum dalam hadis HR. Muslim 2207 saat salah seorang sahabat sedang sakit, dan dokter memotong urat dan mengobatinya.

"Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu."

Demikianlah pengaturan Islam tentang kesehatan. Justru Islamlah satu-satunya sistem yang akan memberikan keadilan sebenarnya kepada masyarakat. Hanya saja, kebijakan ini hanya akan bisa direalisasikan jika pemerintah saat ini mau mengambil Islam sebagai landasan dalam pengambilan seluruh kebijakan. Maka, sudah saatnya negeri ini kembali kepada syariat Islam, apalagi yang kita tunggu?

Wallahu'alam

Oleh: Fenti
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab