Hancurnya Kesehatan Mental Efek Sistem Kapitalis-Sekuler
Tinta Media - Kesehatan mental kerap sekali dijadikan pengaruh yang kuat dalam setiap adanya permasalahan. Sejatinya, kesehatan mental itu mempengaruhi jiwa dan raga seseorang. Maka ketika kesehatan mental terganggu tidak lain jiwa dan raga juga akan ikut terganggu.
Namun saat ini, sulit untuk menjaga kesehatan mental karena sistem kehidupan yang tidak mendukung akan pentingnya menjaga kesehatan mental. Mungkin sebagian individu sudah berhasil menjaga kesehatan mentalnya. Tapi individu yang lain belum tentu berhasil. Ini merupakan suatu permasalahan yang tidak terselesaikan secara merata dan pentingnya menjaga kesehatan mental itu suatu urgensi yang benar-benar harus segera terselesaikan.
Bagaimana mungkin dapat hidup aman dan damai sementara mental health sedang tidak baik-baik saja? Lalu akankah gangguan kesehatan mental akan dapat terselesaikan hanya dengan sebagian individu yang berusaha memperbaikinya?
Tiada lain jawabannya ialah mustahil, bahkan menunggu waktu yang sangat lama sekali bahkan tidak berhasil.
Akhir-akhir ini banyak sekali berseliweran berita terkait gangguan kesehatan mental. Miris dan ngeri sekali kita mendengarnya. Sampai nyawa juga menjadi taruhannya saat ini, seolah nyawa seorang manusia tiada lagi berharga.
Dilansir dari CNN Indonesia, angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang paling tinggi di Indonesia. Dari data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebut laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 angkanya mencapai 3,07. Suicide rate atau tingkat bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk.
Angka tersebut jauh melampaui provinsi-provinsi lain di Tanah Air. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua jumlah tingkat kasus bunuh diri, dengan angka suicide rate sebesar 1,58. Sementara itu di peringkat ketiga ditempati oleh Provinsi Bengkulu dengan angka suicide rate sebesar 1,53. Disusul lagi dengan Aceh yang menempati posisi akhir dari seluruh provinsi di Indonesia, angka suicide rate-nya hanya 0,02.
Berdasarkan data Pusiknas Polri, pada 2023 ada 135 kasus bunuh diri di Bali yang dilaporkan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berkisar 4,3 juta jiwa, angka tersebut tergolong tinggi.
Berita-berita ini menunjukkan bahwa saat ini nyawa manusia seolah sangat tidak berarti untuk kehidupan. Dengan gampangnya menghilangkan nyawa dengan bunuh diri. Tidak hanya itu bahkan bunuh membunuh sesama manusia juga sekarang ini makin menjadi-jadi di dunia nyata.
Ini semua terjadi tiada lain akibat terganggunya kesehatan mental seseorang. Betapa mengerikannya terkena gangguan kesehatan mental dan sangat berefek bagi jalannya arus kehidupan. Padahal kesehatan mental adalah suatu hal yang sangat penting untuk dijaga dan ini bukanlah hal yang sepele dan dianggap mudah. Bahkan seharusnya setingkat negara juga semestinya ikut andil dalam mengurus hal ini untuk rakyatnya.
Sudah seharusnya negara bukan hanya sekadar fasilitator belaka untuk rakyatnya melainkan meri'ayah atau menjaga untuk rakyatnya. Itulah semua tugas dan amanah sekelas negara untuk rakyatnya. Sebab kemunculan isu penyakit mental ini lahir karena tumbuh pesatnya pemikiran liberal di negeri ini. Era kapitalisme yang meraja lela menjadikan standar hidup yang serba hedon dan penuh flexing. Belum lagi akan ramainya informasi-informasi yang mudah menyesatkan cara pikir masyarakat, terkhusus anak muda.
Beberapa komunitas pemerhati kesehatan mental pun turut ramai di jagat sosial media, akan tetapi solusi ini tentu saja tidak mampu secara mumpuni menuntaskan persoalan isu kesehatan mental ini sebab yang perlu diperhatikan juga ialah penyebab utama alias akarnya.
Jadi perlu diketahui dan didalami terlebih dulu sumbu atau akar dari sumber permasalahan semua ini. Yang mana itu ialah 'SISTEM' nya. Berkali-kali dikatakan bahwa 'SISTEM' yang menjadi sumbu setiap permasalahan kehidupan. Jika sistem yang digunakan untuk mengatur kehidupan saat ini rusak, maka tiada lain semua yang hidup dalam sistem rusak itu akan terikut arus deras kerusakannya.
Himpitan ekonomi, himpitan pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya akhirnya berdampak bapada kesehatan mental umat. Tak sedikit latar belakang terjadinya bunuh diri didukung oleh faktor-faktor tersebut.
Sulit kiranya memperbaiki diri sendiri dalam sistem yang sudah rusak. Maka solusinya harus bersama-sama bersatu salam persatuan yang kuat lagi shohih. Kemudian beralih pada sistem yang 'SHOHIH' yang berhasil menyejahterakan rakyatnya. Dan sistem ini telah terterapkan jauh sebelum sistem rusak ini berdiri. Yakni sistem yang di pakai dalam 'Daulah Islamiyyah'. Tidakkah kita melirik akan sistem yang tidak hanya gemilang namun berhasil menjaga kesehatan mental rakyatnya.
Oleh sebab untuk memperbaiki kesehatan mental saat ini butuhlah sistem yang waras untuk umat. Jika hidup sejahtera dengan aturan-aturan yang shohih lagi masuk akal. Maka, terciptalah kesehatan mental yang sesungguhnya.
Wallahu a'lam bisshhowwab.
Oleh : Marsya Hafidzah Z., Pelajar & Aktivis Dakwah Remaja