Tinta Media: Kepolisian
Tampilkan postingan dengan label Kepolisian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kepolisian. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 November 2023

Ulama Aswaja: Dugaan Pemerasan Ketua KPK, Memalukan dan Menjijikkan



Tinta Media - Adanya dugaan pemerasan oleh ketua KPK Firli Bahuri yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dinilai Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib sangat memalukan dan menjijikkan.

“Jika dugaan itu benar, sungguh sangat memalukan dan menjijikkan,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023).

Kiai Labib menyesalkan, bagaimana bisa ketua KPK yang tugasnya memberantas korupsi, malah menjadi pelaku pemerasan dan suap. “Padahal sudah menerima gaji besar,” sesalnya.

Maka, menurutnya, syarat mutlak bagi institusi pemberantas korupsi adalah bersih dari korupsi. “Ya, mustahil bisa memberantas korupsi. Bagaimana mungkin membersihkan lantai kotor dengan sapu kotor,” tegasnya.
 
“Koruptornya tidak ditangkap, diadili, dan dihukum seberat-beratnya, malah diajak  bersekongkol. Ketika diperas, artinya koruptor itu dipersilakan menjalankan aksinya untuk menggerogoti uang rakyat, yang penting sebagian hasil korupsi disetor dan dibagi-bagi,” tambahnya.

Kiai Labib menyampaikan beberapa cara untuk mengatasi korupsi yaitu: 

Pertama, semua pelaku kejahatan tidak memiliki keimanan yang kuat. “Sebab, korupsi dan semua kejahatan lainnya terjadi karena lemahnya iman,” ungkapnya.

Kedua, menurutnya, perlu hukuman yang keras kepada pelaku korupsi. “Harus diberlakukan tanpa pandang bulu. Ini hanya akan terjadi jika aparat hukum memiliki keimanan dan ketakwaan, apalagi dijalankan juga hukum Islam,” tegasnya.

Ketiga, terciptanya masyarakat yang saling menasehati dan menggalakkan amar ma'ruf nahi mungkar. “Sikap ini hanya mungkin ketika dilandasi dengan keimanan,” ujarnya.

“Inilah yang tidak terjadi pada negara sekuler yang menjauhkan keamanan dari pengaturan negara,” lanjutnya.


Terakhir, Kiai Labib menegaskan bahwa ini menunjukkan kebutuhan terhadap Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah dan menjadikan aqidah Islam sebagai landasan.[] Raras

Sabtu, 04 November 2023

Ketua KPK Diduga Memeras, Siyasah Institute: Polisi Harus Mengusut Tuntas



Tinta Media - Terkait pemeriksaan ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar meminta Kepolisian harus mengusut tuntas hal ini.

"Kepolisian harus mengusut tuntas hal ini kalau memang benar punya spirit pemberantasan korupsi," ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (3/11/2023).

Iwan menekankan pihak KPK juga harus terbuka dan memberi contoh pada rakyat kalau lembaga mereka memang siap memberantas korupsi terutama di internal KPK.

Firli, kata Iwan, sudah beberapa kali tersandung kasus pelanggaran etika, termasuk disewakan rumah ratusan juta rupiah oleh bos Alexis, tapi selalu lolos. "Ini mengherankan. KPK sudah tidak bersih lagi bahkan citranya makin kotor, melindungi pimpinan yang bermasalah," terangnya.

Penegakan Hukum

Iwan menyesalkan, penegakan hukum di Indonesia justru dianggap menjadi konflik antar lembaga pemerintah. "Harusnya ini murni penegakkan hukum," tegasnya. 

Menurutnya, mestinya DPR dan Presiden mendukung penegakkan hukum. "Jangan diam saja, apalagi berlepas tangan. Dulu Jokowi juga berlepas tangan dalam kasus konflik KPK dan Polri," sesalnya.

Ini terjadi, kata Iwan, karena seringkali pengangkatan pejabat di satu lembaga ada kaitan dengan kepentingan politik penguasa atau parpol. "Akhirnya bukan lagi jadi persoalan hukum, tapi benturan kepentingan politik. Rudet (pusing). Inilah demokrasi," simpulnya.

"Akhirnya, masyarakat semakin skeptis terhadap pemberantasan korupsi," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 13 Oktober 2022

Kepolisian dalam Negara Islam

Tinta Media - Istilah polisi atau syurthah (Bahasa Arab) muncul pada masa Islam. Khazanah Islam telah memperkenalkan dan mengabadikan fungsinya sesuai syariat di awal pemerintahan yang dipimpin Nabi saw. Sebelumnya, istilah polisi atau syurthah ini belum dikenal oleh masyarakat jahiliah. 

Kebutuhan atas fungsi polisi dalam pemerintahan sangat penting, hingga terjadi perubahan sistem dari Islam menjadi demokrasi-kapitalisme. Dapat diketahui bahwa sampai saat ini, tak ada pemerintahan atau negara yang tidak memiliki lembaga keamanan dalam negeri, semacam kepolisian.
 
Suatu hal yang tidak boleh diabaikan, nyatanya embrio kepolisian sudah ada sejak zaman Rasulullah, bahkan dikenal polisi ajudan kebanggaan beliau bernama Qais bin Sa’ad.  

Kapitalisme Sistem Penjajahan

Beberapa tahun terakhir ini, tugas polisi kerap dibenturkan dengan Islam dan aktivitas kaum muslimin. Embusan kencang isu terorisme yang dimainkan para perancang politik kapitalis, menyebabkan seolah ada jurang pemisah antara institusi polisi dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar.  

Ada apa di balik rekayasa dan fitnah ini sebenarnya? Padahal, tidak sedikit polisi yang bersahabat dengan para ulama. Bahkan, sebagian polisi merasa terbantu tugasnya oleh kekonsistenan para tokoh umat dengan dakwah "amar ma'ruf nahi munkar", yang dilakukannya dalam rangka melindungi, menjaga, dan menciptakan suasana masyarakat tertib, aman dan damai. Atas bimbingan polisi dan para ulama, level sadar hukum bagi rakyat meningkat. 

Masyarakat umum pun turut aktif menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan di wilayah perkampungan tempat tinggal mereka, seperti siskamling, Kamtibmas, dsb.

Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa peran polisi melekat erat dengan aktivitas masyarakat muslim. Artinya, tidak ada permasalahan antara fungsi polisi dan aktivitas amal ma'ruf nahi munkar. Hanya saja, permasalahan muncul kemudian, tatkala demokrasi-kapitalisme yang sekuler, serta sifat hegemoni terhadap pemerintahan dan negara sangat kuat. Karena itu, penguasa dan aparat kepolisian berubah fungsi dan perannya, bukan lagi menjadi penjaga, pelindung dan pelayan masyarakat, melainkan bergeser menjadi pelayan, pembela dan penjaga kepentingan para oligarki.

Pengondisian suasana tertib, aman, lancar, dan terkendali untuk memuluskan politik ekonomi para oligarki sebagai pemegang saham negara terbesar, serta kesetiaan aparat kepolisian dan pemerintahan pada oligarki akan selalu terkontrol sistemnya.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan aparat kepolisian dalam sistem khilafah. Mereka bekerja benar-benar untuk melayani rakyat. Tidak ada kepentingan lain bagi aparat kepolisian, kecuali memastikan kehidupan masyarakat aman dan tertib, sesuai tuntunan syari'at Islam yang mulia.

Sistem sekuler-kapitalis yang diadopsi negara nampaknya gagal mewujudkan cita- cita negara. Kegagalan demi kegagalan menghantarkan pada kekacauan tatanan sosial kemasyarakatan dan aturan negara.  

Keberadaan polisi seharusnya menjamin keamanan, atas keselamatan harta benda, serta jiwa raga masyarakat, bukan untuk menjerumuskan.

Polisi juga seharusnya memastikan bahwa hak dan kepentingan masyarakat terpenuhi secara adil. Polisi harus memastikan bahwa setiap kejahatan dan pelanggaran wajib dicegah dan diberi sanksi, bukan malah bekerjasama dengan para penjahat dan mafia demi memuluskan proyek-proyek para oligarki.

Fakta telah membuktikan, ketika suatu negara terampas institusi kepolisiannya, maka akan jatuh marwah dan kewibawaan lembaganya. Sebab, lemahnya penegakan hukum akan berimbas pada rusaknya negara.

Fungsi Kepolisian dalam Sistem Islam

Polisi adalah suatu alat negara dan penjaga tegaknya hukum syara' (syariat). Selain itu, polisi juga sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Peran polisi dalam lingkungan peradilan bertugas sebagai penyelidik dan penyidik. Dalam tugasnya, mereka mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan para saksi maupun keterangan saksi ahli.

Peran polisi dalam daulah khilafah adalah sebagai penjaga keamanan, ketertiban masyarakat dengan menjinakkan para pelanggar syariat pelaku ma'siat, seperti perjudian, pencurian, narkotika, asusila, prostitusi, pelaku separatis, terorisme, pelanggaran lalu lintas, dll).

Selain sebagai alat kekuasaan, keberadaan polisi sangat penting, baik dalam hal pengendalian kondisi yang bersifat pencegahan maupuan penindakan.

Dalam Islam, polisi atau syurthah bertugas menjaga keamanan di dalam negeri, di bawah Departemen Keamanan yang dipimpin Amirul Jihad. Departemen ini mempunyai cabang di setiap wilayah atau daerah yang dipimpin oleh kepala polisi (syahibus-syurthah) di wilayah atau daerah tersebut.

Polisi atau syurthah dalam negara Khilafah ada dua, yaitu polisi militer dan polisi yang berada di bawah otoritas Khalifah atau kepala daerah.

Adapun yang boleh menjadi polisi adalah pria dan wanita baligh, dan warga negara Khilafah. Mereka mempunyai seragam khas, dengan identitas khusus sebagai tanda agar dapat dikenali masyarakat umum.

Keberadaan lembaga polisi dalam penyelenggaraan negara wajib adanya. Kewajiban adanya polisi ini berdasarkan hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Anas bin Malik, 

“Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan sebagai ketua polisi dan ia termasuk di antara para amir.”

Imam Tirmizi juga telah meriwayatkan dengan redaksi, “Qais bin Saad di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam berkedudukan sebagai ketua polisi dan ia termasuk di antara para amir."

Tugas utama polisi adalah menjaga keamanan di dalam negeri. Selain itu, para polisi ditugasi untuk menjaga sistem Islam dan terlaksanana hukum syara' di dalam negeri. Syurthah juga membina, membimbing, serta mengevaluasi kualitas keamanan dalam negeri dan melaksanakan seluruh aspek teknis dalam eksekusi.

Karena itu, Khalifah perlu menaruh perhatian khusus pada kondisi-kondisi yang dianggap bisa mengancam keamanan dalam negeri, seperti murtad dari Islam, memisahkan diri dari negara, menyerang harta, jiwa, dan kehormatan manusia, penanganan Ahl ar-Raib.

Untuk mencegah dan menindak beberapa kejahatan di atas, bisa dilakukan dengan pengawasan dan penyadaran, serta sanksi yang diterapkan sesuai syariat.
Demikianlah fungsi kepolisian dalam Islam. Di tengah menucuatnya nama kepolisian akhir-akhir ini, patut kiranya kita merenungi hadist Rasulullah saw. berikut:

سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرْطَةٌ يَغْدُوْنَ فِـي غَضَبِ اللهِ، وَيَرُوْحُوْنَ فيِ شَخَطِ اللهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ.

“Akan ada di akhir zaman para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.” (HR Thabrani dalam Al Kabiir, Ithaaful Jamaa’ah ).
Wallahu a’lam.[]

Oleh: Verry Verani
Sahabat Tinta Media

Kamis, 25 Agustus 2022

Kepercayaan Publik terhadap Polri Runtuh, IJM Sarankan Tiga Strategi

Tinta Media - Ahli Hukum Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H. menyarankan tiga strategi untuk mengembalikan runtuhnya kepercayaan publik sebagai akibat dari maraknya kasus yang menimpa internal Polri.

“Yang pertama adalah pengawasan terhadap kinerja kepolisian. Jadi, kinerja kepolisian itu sebenarnya tidak hanya melibatkan Komisi Kepolisian Nasional dan Lembaga Kepolisian. Selama ini hanya itu yang dilibatkan. Jadi, pengawasan ini saya kira perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat . Baik masyarakat biasa, akademisi atau masyarakat intelektual  dan seluruh komponen masyarakat perlu melakukan pengawasan kepolisian,” tuturnya dalam Kabar Petang : Ada Kode Senyap di Balik Kasus Brigadir J. pada Kamis (18/8/2022) di kanal YouTube Khilafah News. 

Kedua, menurutnya, perlu perombakan kurikulum pendidikan kepolisian. Menurutnya, kurikulum pendidikan kepolisian yang didapat dari sejumlah sumber, kurang mengedepankan nilai-nilai spiritual.

“Akhirnya, dalam melaksanakan tugas dari aparat kepolisian ini, tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai spiritual. Saya kira kurikulum pendidikan kepolisian tidak hanya tentang profesionalisme tapi juga harus menanamkan nilai-nilai spiritual, ” ungkapnya.  

Bung Sjaiful mengatakan, tugas-tugas kepolisian merupakan tugas-tugas yang yang memiliki dimensi spiritual. Apatahlagi, menurutnya, aparat kepolisian di Indonesia, sebagian besar adalah muslim. “Mereka harus menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu, kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akherat. Sehingga, mereka bekerja tidak semata-mata karena kepentingan yang sifatnya materialistis,” jelasnya. 

Sementara yang ketiga, menurutnya, dibutuhkan perombakan sistem. Ia menjelaskan, sistem dalam tatanan kehidupan masyarakat dan negara saat ini tampak materialistis, pragmatis dan hedonis.  Dengan kondisi seperti ini, menurutnya, sangat sulit menciptakan kinerja kepolisian yang benar-benar bertanggung jawab. “Persoalannya adalah suasana dan kehidupan yang materialistis, apa-apa diukur dengan paragmatis,” tambahnya. 

Oleh karena itu, ada tiga hal penting menurut Bung Sjaiful yang bisa dilakukan oleh kepolisan untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat. Yaitu adanya pengawasan, perbaikan kurikulum pendidikan kepolisian yang berdimensi spiritual serta perubahan sistem. 

“Sangat penting sekali dari ketiga hal ini untuk memperbaiki kinerja kepolisian untuk benar-benar mendapat kepercayaan di tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya. [] Ikhty
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab