Kepemimpinan dalam Islam
Tinta Media - Galuh Muda menggelar sebuah diskusi dengan tema "Menguji Kapabilitas Calon Bupati Kabupaten Bandung." Acara ini menjadi wadah bagi Gen Z untuk menguji kapabilitas para calon bupati. Dari dua calon bupati yang diundang, hanya Dadang Supriatna yang hadir dan berdiskusi dengan Gen Z. Acara ini menjadi kesempatan bagi para calon bupati untuk mendengarkan aspirasi dan kritik langsung dari generasi muda.
Gen Z berharap,
calon pemimpin tidak cukup dengan popularitas dan modal tampang saja, tetapi harus mempunyai kapabilitas mumpuni dan komitmen yang tinggi untuk menyejahterakan masyarakat.
Saat ini, sedang ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan, bahkan menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Jabatan dipandang sebagai sebuah “aset”, karena berkonsekwensi mendatangkan keuntungan, kemudahan, dan setumpuk keistimewaan lainnya. Mereka saling berebut mengejar jabatan, kedudukan, tanpa mengetahui bagaimana kemampuannya, layak atau dirinya daimemegang jabatan (kepemimpinan) tersebut.
Kemampuan berpolitik menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan mengurus rakyat yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman berpolitik secara intens dan kontinyu. Politik dalam pemerintahan demokrasi memang identik dengan kepentingan dan kekuasaan yang seakan-akan tidak berbatas. Dalam sistem demokrasi pasti terjadi kompromi-kompromi sesuai kepentingan masing-masing, baik antara personal, partai politik, ataupun kompromi politik dengan rezim zalim sekalipun.
Meski demokrasi diartikan kedaulatan di tangan rakyat, tetapi dalam praktiknya kedaulatan itu hanyalah doktrin yang tidak pernah terealisasi. Rakyat hanya memiliki otoritas untuk memilih para wakil mereka supaya bisa duduk dikursi pemerintahan. Itu pun otoritas yang telah dibatasi dan diarahkan oleh partai dan kapitalis melalui proses politik yang ada. Rakyat hanya memiliki otoritas memilih orang yang sudah disaring oleh parpol dan proses politik. Artinya, yang mereka pilih sebagai wakil adalah orang-orang yang telah ditunjuk oleh parpol, bukan pilihan murni dari rakyat itu sendiri.
Saat ini yang harus dilakukan adalah mengganti sistem demokrasi dengan sistem Islam, yakni khilafah yang mampu menyelesaikan politik saat ini. Islam menggariskan pemimpin diraih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat.
Metode pengangkatan khalifah yang telah ditetapkan syariat adalah baiat dari umat.
Syariat telah menetapkan bahwa kekuasaan milik umat. Artinya, umat memiliki hak dalam memilih kepala negara (khalifah) yang akan mengurusi urusan mereka. Namun, untuk wali, amil, dan mu'awin, mereka dipilih melalui penunjukan khalifah terpilih.
Sementara, prosedur praktis yang bisa menyempurnakan pengangkatan khalifah sebelum dibaiat boleh menggunakan bentuk yang berbeda-beda. Pencalonan khalifah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim dan dinyatakan layak ketika memenuhi ketujuh syarat in'iqod berikut, yakni muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, mampu.
Syarat ini juga menyangkut pemahaman khalifah ketika menjalankan urusan rakyat sesuai Al-Qur'an dan as-Sunnah, serta kesiapannya untuk menerapkan Islam secara kaffah dan konsisten. Setelah diverifikasi oleh Mahkamah Mazhalim, maka mereka yang dinyatakan lolos diserahkan kepada Majelis Umat.
Selanjutnya Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk menentukan mereka yang memenuhi kualifikasi, yakni:
Pertama, hasil keputusan Majelis Umat akan menetapkan enam nama calon.
Kedua, dari keenam calon itu kemudian dipersempit lagi menjadi dua nama saja.
Keputusan Majelis Umat ini bersifat mengikat, sehingga tidak boleh ada lagi penambahan calon lain selain calon yang ditetapkan oleh Majelis Umat. Dua calon inilah yang akan diserahkan kepada umat untuk diambil suara mayoritas.
Demikianlah Islam telah menggariskan kedudukan pemimpin (khalifah) diraih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat karena dikenal ketakwaan dan kapasitasnya menjalankan seluruh perintah syariat. Wallahu A'alam Bisshawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media