Butet Dilarang Mementaskan Teater Satir Politik, Ahmad Sastra: Andai Benar, Ini Kemunafikan Demokrasi
Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad sastra menilai bahwa dugaan adanya larangan Butet Kartaredjasa untuk mementaskan teater satir politik merupakan paradoks atau kemunafikan demokrasi dalam membungkam kebebasan berpendapat.
”Andaikan benar yang alami oleh Butet, seperti itulah sesungguhnya wajah paradoks atau kemunafikan demokrasi dalam membungkam kebebasan berpendapat,” ungkapnya dalam Kabar Petang: Loh! Butet “Dibungkam” Bicara Politik di Pentas Teater? Melalui Khilafah News Youtube Channel, Senin (11/12/2023).
Menurut Ahmad, wajah paradoks atau kemunafikan demokrasi menjadikan ungkapan berbeda dengan kenyataan.
“Wajah paradoks demokrasi yang selama ini selalu dibangga-banggakan, diperbincangkan di mana-mana bahkan juga diharapkan akan memperbaiki negeri tapi fakta sebenarnya adalah kebalikannya. Berbeda gitu antara apa yang diungkapkan dengan kenyataan," ujarnya.
"Misalnya di dalam pemilu itu kampanyenya kesejahteraan nanti faktanya justru kemiskinan, teriaknya itu tentang kebebasan berpendapat faktanya justru pembungkaman, khususnya ketika mulai mengkritik rezim. Dari dulu juga sudah seperti itu, kemudian salah satu kompetensi abad 21 dalam bidang pendidikan yang diprogramkan negara adalah membangun critical thinking, tapi justru sekarang malah dilarang,” jelasnya.
Menurutnya, berbagai kebijakan dibuat untuk membungkam kebebasan berpendapat. “Faktanya di lapangan setelah lahir undang-undang ITE, ruang digital atau ruang publik jadi dibatasi,” bebernya.
Menurut Ahmad, semua terjadi karena demokrasi dikendalikan oleh kepentingan oligarki. “Itulah masalahnya sehingga kritik-kritik politis dianggap mengancam kedudukan dan status quo,” ungkapnya.
Ahmad mengutip perkataan Plato, bahwa “Demokrasi bisa melahirkan oligarki bahkan anarki,” tuturnya.
“Sebenarnya memang gen bawaan kekuasaannya seperti itu, demokrasi sekalipun yang namanya kekuasaan itu pengen berlama-lama, kalau perlu ya berkuasa sampai mati. Kalau perlu, mati pun bisa berkuasa melalui anaknya atau siapa gitu,” jelasnya.
Ahmad mencontohkan bahwa dirinya, HTI dan FPI di antara beberapa pihak yang menjadi korban rezim karena melakukan kritik terhadap kebijakan rezim.
“Saya sendiri adalah salah satu korban rezim orde baru, saya dipenjara tahun 98 atau 99 hanya karena menyuarakan kritik kenaikan minyak goreng. HTI dan FPI dicabut BHP-nya atau dibubarkan, itu kan sebenarnya dua ormas Islam yang memang selama ini kritis, tapi kritisnya sangat ilmiah bahkan kalau dipelajari itu bisa membantu pemerintah sebenarnya," bebernya.
"Bagaimana HTI dan FP itu misalnya anti kapitalisme, anti komunisme, anti oligarki, pro kepada kesejahteraan rakyat, bagaimana sumber daya alam itu dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk rakyat serta tidak dikuasai oleh segelintir orang, kemudian bagaimana Islam itu harus menjadi standar hukum halal dan haram bukan seperti hari ini, semua berorientasi kepada materialisme,” tandasnya.
Pandangan Islam
Menurutnya, Islam memberikan ruang begitu luas dan penghargaan tinggi kepada para ulama, para ilmuwan, para seniman dan berbagai profesi lainnya dengan berkontribusi positif untuk membangun dan mengisi kesempurnaan peradaban Islam.
“Islam memberikan ruang begitu luas dan penghargaan tinggi kepada para ulama, para ilmuwan, para seniman untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Para seniman mengembangkan seni-seni yang meningkatkan iman, ilmuan mengembangkan sains yang mengisi peradaban Islam, ulama mengisi studi Islam dan ini sudah jelas di dalam lembaran sejarah peradaban Islam,” pungkasnya. [] Evi