Tinta Media: Kemiskinan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemiskinan. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Maret 2024

Kemiskinan Menghilangkan Naluri Keibuan dan Jadi Sasaran Kejahatan


Tinta Media - Tak dipungkiri bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan hilangnya naluri keibuan. Dan kemiskinan juga di manfaatkan oleh sebagian orang yang ingin mendapatkan keuntungan. Seperti halnya kasus perdagangan bayi di Tambora. Kasus ini menyasar keluarga kurang mampu yang ekonominya lemah. Sehingga seorang ibu, tega menjual darah dagingnya ke pembeli demi sejumlah uang yang dijanjikan. Dan mirisnya, ada seorang ibu juga yang menjual bayinya masih dalam kandungan, karena tidak sanggup membayar proses persalinan. 

Begitu banyak terdengar kasus seperti ini di negara kita. Kondisi ini adalah buah penerapan sekularisme dan sistem ekonomi kapitalisme. Rakyat sangat membutuhkan solusi nyata dari berbagai permasalahan yang terjadi di negeri ini. Tapi sayangnya solusi yang dihadirkan kerap kali tidak tuntas sampai ke akar masalah. Hingga memunculkan masalah baru baik yang serupa ataupun masalah yang berbeda.

Solusi dari semua ini yaitu negara harus menerapkan sistem Islam kafah. Sistem ini yang akan mengatur dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya sistem ekonomi Islam yang menjamin kehidupan sejahtera semua bagi seluruh rakyat. Sistem ekonomi Islam yang kokoh dan mapan dengan berbagai pos pemasukan kepada negara untuk di distribusikan kepada seluruh rakyat bisa berupa pemenuhan berbagai kebutuhan dasar kehidupan rakyat ataupun tersedianya berbagai kebutuhan rakyat dengan harga yang sangat terjangkau oleh seluruh rakyat. 

Selain itu sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa, sabar dalam menghadapi ujian, menjauhi kejahatan dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Dan sistem sanksi dalam negara Islam yang tegas bisa memberikan efek jera dan menjauhkan diri dari berbagai kejahatan.

Jadi sistem Islam yang sempurna dan lengkap serta mampu menyejahterakan rakyat secara adil inilah yang sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia dalam menjalankan kehidupannya. Sistem Islam menjamin seluruh rakyatnya hidup dalam jaminan keamanan dan ketenangan dari maraknya peluang menjadi pelaku maupun korban kejahatan apa pun motifnya baik kemiskinan maupun hal lain.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Silmi 
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 03 Maret 2024

Waspada, Kemiskinan Ekstrem Semakin Mengancam Generasi!


Tinta Media - Kemiskinan ekstrem, atau kemiskinan absolut tengah melanda dunia. Merujuk pada definisi yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemiskinan ekstrem adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan primer manusia, seperti makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan informasi. Kondisi (kemiskinan) ini tidak hanya bergantung pada pendapatan, tetapi pada ketersediaan jasa. Kondisi ini juga berdampak pada kehidupan generasi yang ada. 

Setidaknya, terdapat 1,4 miliar anak di seluruh dunia yang saat ini tidak memiliki akses pelindungan sosial apa pun. Mengutip dari laman kumparan.com (15/02/24), ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children. 

“Secara global, terdapat 333 juta adan yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi,” kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, dikutip dari Antara, Kamis (15/2). 

Tak adanya akses perlinsos ini menyebabkan anak-anak rentan terkena penyakit, gizi buruk, dan terpapar kemiskinan.

Kemiskinan ekstrem yang melanda dunia, termasuk Indonesia merupakan satu dari sekian banyak masalah yang menghantam umat saat ini. Pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan di penghujung masa pemerintahan Presiden Jokowi, yakni tahun 2024 ini, bisa terjadi lonjakan kemiskinan secara drastis. Hal ini dikarenakan basis perhitungan penduduk miskin yang digunakan secara global berbeda dengan yang digunakan pemerintah selama ini.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan bahwa selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal, secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari. 

Suharso menjelaskan bahwa dengan basis perhitungan itu saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya. 

Sementara itu, bila basis perhitungan orang yang bisa disebut sebagai miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya. Dikutip dari cnbcindonesia.com (15/07/23) 

Fakta di atas menjadi bukti bahwa negara saat ini telah gagal menjamin kesejahteraan masyarakat dan generasi. Padahal, negara ini adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), tetapi sayangnya potensi SDA yang ada tidak mampu menyejahterakan rakyat akibat salahnya sistem aturan yang diterapkan. Oleh karena itu, umat butuh solusi tepat untuk keluar dari kemiskinan sistemik ini. 

Akibat Penerapan Ekonomi Liberal

Kemiskinan ekstrem yang masih menjadi problem dunia menandakan adanya persoalan sistemik yang sedang dihadapi dunia, termasuk Indonesia. Kemiskinan yang disebabkan permasalahan ekonomi hanya masalah cabang. Adapun yang menjadi akar masalah dari seluruh problematika umat saat ini adalah akibat digunakannya sistem kapitalisme yang berdiri di atas asas sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Manusia merasa bebas membuat aturannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan. 

Kemiskinan yang ada saat ini merupakan hasil penerapan ekonomi liberal, yang memberikan kebebasan bagi para pemilik modal untuk menguasai kekayaan SDA. Harta yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, saat ini justru masuk ke dalam kantong para oligarki. Adanya keberpihakan negara sebagai pembuat aturan kepada para kapitalis merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem ini. Negara dalam kapitalisme hanya menjadi regulator demi kepentingan pemilik modal. 

Sistem ini juga menjadikan negara mengabaikan peran dan kewajibannya terhadap rakyat. Tiadanya jaminan kebutuhan dasar menjadikan hidup masyarakat dan generasi semakin sulit. Alhasil, masyarakat dan generasi saat ini mengalami problematika kehidupan yang begitu kompleks, termasuk dengan adanya masalah kemiskinan ekstrem. Dampaknya, anak akan mengalami banyak problem kehidupan yang akan berpengaruh pada nasib dunia pada masa yang akan datang. Ditambah lagi, perlindungan sosial negara hari ini ibarat tambal sulam ala sistem ekonomi kapitalisme, yang tak akan membuat generasi sejahtera.

Lihatlah, banyak terjadi pengangguran, kemiskinan, generasi bergizi buruk, biaya pendidikan, dan layanan kesehatan yang mahal! Akibatnya, tingkat kriminalitas pun meningkat. Hal ini menjadi bukti bahwa negara telah gagal menjamin kesejahteraan rakyat.

Islam Menjamin Kesejahteraan Umat

Islam bukan hanya sekadar agama ruhiyah semata, melainkan juga sebagai sebuah ideologi yang mampu menyelesaikan segala permasalahan generasi, termasuk kemiskinan ekstrem yang mengancam. Islam memiliki sistem kehidupan praktis yang dapat diterapkan dalam sebuah institusi negara yang bernama Khilafah. Khilafah akan memberikan jaminan kesejahteraan pada rakyat, termasuk dalam sistem ekonomi. 

Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama, Islam justru menjadikan hukum-hukum Allah sebagai sumber hukum dalam membuat aturan di setiap aspek kehidupan. Dalam sistem ekonominya, Khilafah akan menggunakan sistem ekonomi Islam, menerapkan konsep kepemilikan sesuai syariat, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. 

Dalam Islam, individu tidak boleh menguasai harta kepemilikan negara (seperti usyur, jizyah, kharaj, ghanimah, dan sejenisnya) dan kepemilikan umum (misalnya SDA). 

Tak ada istilah privatisasi SDA, ataupun penguasaan SDA oleh individu atau korporasi sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme sekular. Ini karena kaum muslim diperbolehkan berserikat dalam tiga hal, sebagaimana hadis Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, 

"kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." 

Negara akan mengelola SDA secara mandiri yang hasilnya akan dimasukkan ke dalam pos kepemilikan umum di baitul mal. Pos tersebut diperuntukkan bagi kepentingan rakyat, misalnya membangun infrastruktur, menjamin layanan kesehatan, dan pendidikan sehingga rakyat bisa menikmatinya secara cuma-cuma. 

Selain itu, pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara juga memungkinkan tersedianya lapangan pekerjaan bagi para laki-laki, sehingga tak ada istilah pengangguran yang disebabkan tidak ada lapangan pekerjaan. 

Begitu pun sebaliknya, negara Khilafah tidak boleh melarang individu mengembangkan hartanya. Individu dibolehkan melakukan berbagai bisnis, baik di bidang pertanian, peternakan, maupun di bidang ekonomi yang dibutuhkan masyarakat. Khilafah juga akan menggunakan mata uang dinar-dirham yang distandarkan pada emas. Ini yang akan menjadikan mata uang dalam Khilafah tetap stabil.

Adanya kemandirian negara Khilafah dalam sistem ekonomi akan membuatnya kuat berdiri sendiri tanpa perlu mengekor pada kebijakan ekonomi negara mana pun di luar Khilafah. Mekanisme inilah yang membuat ekonomi dalam Islam kuat terhadap potensi krisis. 

Dengan begitu, Khilafah juga akan menjamin kebutuhan dasar masyarakat dengan sebaik-baiknya karena Khalifah berfungsi sebagai pengurus seluruh urusan umat (ri'ayah suunil ummah). 

Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang artinya: 

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al Bukhari)

Oleh karenanya, negara Khilafah wajib bertanggung jawab mengurus seluruh urusan umat. Di antaranya, yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat berupa pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang mudah diakses, dan keamanan bagi seluruh rakyatnya. Dengan begitu, masyarakat dan generasi akan terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya.

Demikianlah mekanisme Khilafah dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan ekstrem yang mengintai generasi. Namun, itu semua hanya akan terealisasikan ketika syariat Islam diterapkan dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah. Oleh karenanya, memperjuangkan penegakannya adalah sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media)

Kamis, 29 Februari 2024

Miris, Kemiskinan Menjadi Tren dalam Kapitalistik



Tinta Media - Ketimpangan makin menggurita, fakta zalimnya para penguasa. Kesejahteraan menjadi sebuah ilusi karena ambisi para oligarki pemangku kepentingan.

Melansir dari databoks per 30 November 2023 menunjukkan bahwa 11,33 % penduduk di Kabupaten Purworejo tergolong miskin. Meskipun menunjukkan persentase turun 0,2 % dari tahun sebelumnya. Meskipun perkembangan dalam 10 tahun terakhir persentasenya turun 2,94 % tetap saja masih jauh dari RPJMN 2020-2024 yakni 6,5-7,5%.

Miris memang, antara data dan realitas tidak balance. Data menunjukkan penurunan, tetapi tingkat kemiskinan masih tinggi. Mengingat data Badan Pusat Statistik (BPS), total penduduk pada 2023 berjumlah 806,37 ribu jiwa. Realitas hari ini sebagian besar penghasilan mereka digunakan untuk membeli fasilitas publik yang seharusnya murah bahkan gratis seperti biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik, dan air artinya kemiskinan di negeri ini berpotensi berkembang.

Harus diakui bahwa kemiskinan yang terjadi di negeri ini merupakan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh penerapan sistem toghut sehingga sebagian masyarakat kesulitan mengakses sumber daya alam yang menjadi kebutuhan mereka dalam hal ini sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalis.

Sistem ini biang keladi kemiskinan dimana-mana sebab ekonomi kapitalis meniscayakan pengelolaan SDA maupun fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dsb yang sejatinya milik rakyat diserahkan kepada korporasi sehingga rakyat harus membeli dengan harga mahal segala kebutuhan mereka karena pihak swasta hanya berorientasi pada laba-rugi bukan pelayanan.

Keadaan ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa peran negara dalam sistem sekulerisme - kapitalis hanya sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat sebagaimana yang kita saksikan kebijakan dan aturan yang ditetapkan negara justru menjamin kebebasan pihak swasta asing dan aseng untuk mengelola sumber daya alam, fasilitas, sampai pelayaran publik dapat di simpulkan negara condong kepada kepentingan swasta ataupun asing bukan kepentingan rakyat akibatnya pendapatan rakyat rendah sehingga daya belinya pun rendah.

Lain ladang lain ilalang, di dalam sistem ekonomi Islam berikut sistem politiknya khilafah. Dalam bidang ekonomi ketika diterapkan pasti mampu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Apabila sistem ekonomi Islam diterapkan secara Kaffah terbukti mampu menghasilkan kesejahteraan umat manusia dan kesejahteraan yang tidak pernah terjadi dalam sistem lain baik kapitalis maupun sosialis.

Dalam sistem ekonomi Islam fasilitas publik seperti transportasi, pendidikan, dan layanan kesehatan wajib disediakan oleh negara dengan harga yang murah bahkan gratis. Hal ini karena Islam memosisikan penguasa sebagai pengurus urusan umat atau raa’in.

Sebagaimana sabda Rasulullah, "Imam atau khalifah adalah raa’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" hadits riwayat al-Bukhari.

Pelayanan publik yang diberikan negara secara gratis tersebut ditopang oleh penerapan konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam, dikenal kepemilikan umum yakni harta karena setiap orang memiliki hak dan andil di dalamnya. Sehingga jelas harta seperti ini tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau segelintir orang saja.

Rasulullah pernah bersabda bahwa manusia bersekutu dalam kepemilikan atas tiga hal air, padang rumput, dan api. Hadits riwayat Ahmad. Islam juga telah menetapkan bahwa harta milik umum tersebut hanya boleh dikelola oleh negara untuk dikembalikan pemanfaatan atau keuntungannya kepada rakyat sebagaimana halnya migas serta batubara hanya boleh dikelola negara untuk dimanfaatkan rakyat dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) serta listrik murah.

Negara tidak mengizinkan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaannya dari sisi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sistem ekonomi Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat bahkan dalam kondisi tertentu negara membantu masyarakat secara langsung dengan memberi subsidi yang meningkatkan daya beli tersebut.

Lapangan pekerjaan dalam negara khilafah akan sangat luas sebab industri-industri strategis yang mengelola sumber daya alam berada di bawah pengelolaan negara Islam. Inilah yang akan menyerap banyak tenaga kerja demikianlah sistem ekonomi Islam mampu mencegah munculnya persoalan kemiskinan di tengah masyarakat. Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi Khilafah Islamiyah.

Wallahu'alam


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pemerhati Publik)

Kemiskinan Ekstrem Mengancam, Akibat Sistem Kapitalis yang Kejam



Tinta Media - Saat ini kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan, kenaikan harga bahan pokok yang melambung tinggi menjadi salah satu penyebab kemelaratan rakyat. Sulitnya Kehidupan semakin terasa saat semakin sempitnya lapangan pekerjaan, berapa banyak anak muda atau kepala keluarga yang tidak memiliki penghasilan, sementara mereka memiliki tanggungan yang harus mereka beri makan. 

Mulai banyak anak-anak yang putus sekolah, banyak orang sakit yang tidak dapat berobat, banyak keluarga yang kelaparan, hingga akhirnya banyak yang memilih jalan pintas demi melanjutkan kehidupan, menyentuh keharaman demi hanya bisa makan atau demi senyuman anak istrinya di rumah, mereka mencuri, merampok, membunuh, transaksi barang haram, hingga menjual harga diri. Sementara jauh di sana para penguasa hidup dengan bahagia, bergelimang harta tak kurang apa pun juga, ia tertawa di atas penderitaan rakyatnya. Bagaimana bisa mereka begitu tega?

Dari CNBC Indonesia (05/02/2024). Pemerintah memperkirakan kemiskinan ekstrem akan semakin tinggi jumlahnya di penghujung tahun masa pemerintahan presiden Joko Widodo tahun 2024. Pemerintah mengatakan akan terus memberikan bantuan rutin untuk menuntaskan kemiskinan. Pemerintah juga akan memperbaiki pemberian bantuan sosial agar lebih tepat sasaran, memberikan jaminan peningkatan pendapatan, serta akan memperluas pelayanan dasar.

Sistem Yang Rusak Akibatkan Kemiskinan

Korban paling banyak yang terdampak dari kemiskinan ekstrem adalah anak-anak. Mereka kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang berguna untuk masa depannya, selain itu yang paling mengancam mereka adalah kelaparan, sakit, kurang gizi, dan stunting. Dampak ini akan lebih buruk jika menimpa anak-anak yang berada di wilayah konflik.

Segala problematika ini dihasilkan dari kemiskinan yang menjadi dampak penerapan sistem kapitalis yang sadis. Setiap pengambilan kebijakan oleh penguasa tak lagi memperhatikan dampaknya pada rakyat, hanya berdasarkan keuntungan pribadi semata, tak lagi memikirkan kepentingan rakyat, hanya memanfaatkan materi dan kedudukan demi memperkuat kekuasaan dan meraup cuan sebanyak-banyaknya.

Sumber daya alam yang harusnya dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat kini dikuasai oleh asing dan barat. Sementara program pengentasan kemiskinan dari pemerintah tak mampu memberantas dan menyelesaikan problematika masyarakat. Padahal telah berbagai cara yang dianggap solusi telah dilakukan, namun angka kemiskinan semakin tinggi, dan selalu bertambah jumlahnya bak jamur di musim hujan. Hal ini akan sangat berdampak buruk pada generasi yang akan datang.

Islam Mampu Menuntaskan Kemiskinan

Dalam Islam pemerintah berperan sebagai pelayan umat bukan sebagai penguasa atau atasan, sehingga pemerintah akan mengayomi rakyatnya dengan baik. Negara Islam berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya, menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan bantuan berupa lahan atau uang untuk masyarakat yang ingin memulai usaha tapi tidak memiliki modal.

Dalam Islam sumber daya alam dikelola dengan amanah oleh negara, hasilnya dikurangi biaya produksi akan sepenuhnya diberikan untuk kepentingan umat, bukan sebagai peluang keuntungan, sebab pemerintahnya yakin bahwa setiap kebijakan atau keputusan yang mereka lakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt kelak di akhirat.

Khatimah

Hanya dalam sistem Islam masyarakat akan mendapatkan keadilan dan kemaslahatan, tak mungkin sistem kapitalis sekuler yang mengutamakan keuntungan dan memisahkan agama dari kehidupan dalam mengayomi masyarakat.

Rasulullah SAW. bersabda
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya"
(HR. Al Bukhari)

Seperti inilah kesempurnaan Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Dan semua ini hanya bisa tercapai jika menerapkan sistem Islam melalui institusi khilafah. Seperti yang pernah Rasulullah contohkan pada kita. Untuk kesejahteraan umat. Demi menciptakan generasi yang gemilang dan mulia, serta rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu 'alam bisshawwab.


Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)

Rabu, 28 Februari 2024

Kemiskinan Ekstrem Buah Penerapan Sistem Zalim



Tinta Media - Kemiskinan menjadi persoalan dunia yang tidak kunjung usai. Di Indonesia sendiri, berdasarkan standar yang digunakan pemerintah, jumlah penduduk miskin mencapai 5,8 juta jiwa. Ini dicapai menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. 

Padahal secara global, basis perhitungan orang yang dapat disebut sebagai miskin ekstrem adalah US$ 2,15 PPP per hari, atau setara dengan 6,7 juta orang penduduk miskin. Ini sebagaimana yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin lalu (5/6/2023).

Baik standar kemiskinan oleh pemerintah atau pun global yang digunakan, jumlah kemiskinan di negeri ini tetap  tinggi. Anak-anak menjadi kalangan yang paling rentan merasakan dampaknya.

Secara global, kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF Natalia Winder Rossi, terdapat 333 juta anak yang terjerat dalam kemiskinan ekstrem, hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi.

Selain itu, sesuai laporan dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children, setidaknya sebanyak 1,4 miliar anak usia di bawah 16 tahun di dunia tidak mendapatkan akses perlindungan sosial apa pun. Hal ini menjadikan anak-anak tidak mendapatkan gizi yang cukup, rentan terkena penyakit, dan terpapar kemiskinan.

Mirisnya melihat generasi saat ini hidup dalam kemiskinan yang menindas. Masa kecil generasi dirampas oleh penderitaan yang tidak seharusnya menimpa mereka. Tak jarang masa belajar dan bermain justru tergadaikan dengan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Bukan tanpa alasan. Orang tua dengan segala keterbatasannya dengan berat hati tidak dapat memenuhi setiap hak anak. Pekerjaan ala kadarnya dengan hasil apa adanya menjadi satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk melanjutkan hidup keluarga. Miris sekali melihat masyarakat hari ini jauh dari kesejahteraan.

Lalu mengapa hal demikian dapat terjadi?

Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alamnya yang luar biasa. Namun sayangnya, kekayaan yang ada tidak menjadikan rakyatnya menikmati kesejahteraan. Hal ini karena negara menerapkan sistem Kapitalis-Sekuler yang menerapkan aturan buatan manusia.

Dalam sistem kapitalis, negara hanya regulator pemenuh nafsu para oligarki. Aturan dibuat sedemikian rupa guna memudahkan mereka menguasai SDA dalam negeri. Mereka menghalalkan berbagai cara demi mencapai kepuasan. Asas manfaat jelas telah membutakan humanisme orang-orang berduit. Rakyat lah yang menjadi korban kebiadaban mereka.

Negara sangat abai terhadap rakyat, terlebih anak-anak. Kemiskinan yang merajalela telah merenggut hak-hak masyarakat. Seharusnya negara mewujudkan kesejahteraan di masyarakat. Kebutuhan berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan sudah semestinya menjadi tanggung jawab negara yang harus dipenuhi.

Berbeda cerita ketika hukum Islam yang diterapkan. Islam dengan seperangkat peraturannya mampu menciptakan kesejahteraan untuk seluruh alam. Bagaimana tidak, hukum Islam diciptakan langsung oleh Sang Khaliq Yang Maha Tahu segalanya, termasuk kehidupan manusia.

Islam memiliki solusi sistematis mengatasi kemiskinan ekstrem yang menjadi problem dunia saat ini. Dalam Islam, kepemilikan harta diatur menjadi kepemilikan pribadi, umum dan negara. Pengaturan seperti ini melarang terjadinya penyelewengan kepemilikan seperti yang terjadi di sistem Kapitalisme.

Selain itu, Islam juga mengatur aktivitas distribusi harta oleh individu, masyarakat dan negara. Negara memastikan terpenuhinya kebutuhan primer seluruh rakyat. Jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan diberikan oleh negara secara cuma-cuma, tanpa dipungut biaya. Tidak akan terjadi komersialisasi dan kapitalisasi dalam hal ini.

Dengan peraturannya yang sedemikian rupa, Islam akan mewujudkan kemakmuran di tengah masyarakat. Kemiskinan ekstrem dapat dicegah dan diatasi, sebab kesejahteraan adalah prioritas yang mesti diutamakan. Seluruh anak-anak akan mendapatkan hak mereka. Terpenuhinya kebutuhan gizi, pendidikan dan keamanan bukan lagi menjadi angan-angan masyarakat. Dalam Islam, generasi sangat diperhatikan sehingga tumbuh menjadi generasi yang kuat dan tangguh. 
Wallahua'lam.


Oleh : Khansa Nadzifah
Sahabat Tinta Media 

Kemiskinan Ekstrem, Badai Belum Berlalu


Tina Media - Seluruh harta kekayaan negara
Hanyalah untuk kemakmuran rakyatnya
Namun hatiku selalu bertanya-tanya
Kenapa kehidupan tidak merata?

Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin miskin
Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin miskin

Dua bait lagu Bang Haji Rhoma Irama ini tidak asing bagi pecinta musik dangdut di Indonesia. Namun bukan  topik musik yang akan digali di sini. Ada syair yang sangat menggelitik di lagu tersebut. Sebuah fakta yang tak terbantahkan, bahwa negeri ini seperti itu kondisinya. Yang miskin makin miskin, bahkan ekstrem.

Secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi,” kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, dikutip dari Antara, Kamis (15/2/2024). 

Namun individu berpenghasilan sangat tinggi di kawasan Asia Pasifik justru mengalami pertumbuhan hampir 51% selama periode 2017—2022.  Sebuah fakta kontradiktif yang menunjukkan betapa kesenjangan ekonomi begitu tinggi, senyatanya itu diperlihatkan di negeri tercinta ini. Indonesia yang  tercatat dalam  The Wealth Report (segmen Wealth Sizing Model) dari Knight Frank (Propertynbank.com, 25/5/2023) sebagai salah satu “pabrik crazy rich” terbesar di dunia realitanya dihiasi "crazy poor" yang setiap menitnya harus berjibaku hanya untuk sesuai nasi. 

 Sistem Serakah Biang Masalah

Selidik punya selidik, sebuah sistem yang serakah dan merusak telah beratraksi di dalamnya. Bagai sebuah sirkuit balap, sistem ini terus melaju kencang melampaui pesaing-pesaingnya tanpa peduli lawan di belakangnya. Realita hidup menyampaikan bahwa jawara bermesin turbo karena dimampukan cuan bisa menguasai sirkuit tanpa harus memikirkan peserta lainnya yang berada di sirkuit.

Demikian yang terjadi di sirkuit dunia. Para konglomerat mampu melaju terus penuhi segala kebutuhan bahkan semua keinginan, dan dengan pundi-pundi hartanya  pun mereka kuasai pasar dan perekonomian secara serakah. Nafsu kapitalisme merasuki jiwa mereka. Sementara di sisi lain,  kehidupan ekonomi masyarakat bawah semakin susah.  Sulit bagi mereka untuk penuhi kebutuhan pokok. Jangankan menyisihkan sebagian harta untuk disimpan, untuk makan sehari-hari saja susahnya luar biasa. Bahkan untuk sehat pun harus dibayar dengan harga mahal. 

Sebuah ironi, kehidupan miskin di tengah kekayaan sebagian orang. 
Sistem kapitalisme terlalu serakah untuk memperkaya diri. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu begitu serakah menguasai,  menjadi kaum oligarki kapitalis radikal yang  bebas mengeksploitasi SDA sampai  merusak ekosistem  bahkan mempengaruhi perubahan iklim secara ekstrem. 

Akibatnya kemiskinan sistemis menjadi badai yang siap menerjang tidak terkecuali menghantam anak-anak. Wacana perlindungan sosial mengemuka. Perluasan jangkauan  perlindungan sosial bagi anak-anak dianggap penting dalam pengentasan kemiskinan. Pemberian  tunjangan anak berupa uang tunai atau kredit pajak untuk mengurangi kemiskinan serta mengakses layanan kesehatan, nutrisi, pendidikan berkualitas, air, hingga sanitasi, diupayakan. Pertanyaannya, apakah parlinsos solusi untuk entaskan kemiskinan ekstrem? 

Jawabannya bisa kita saksikan. Jika di satu sisi pendapatan negara masih rendah bagaimana bisa jangkauan diperluas, sementara hutang negara saja masih setinggi langit. Terlebih lagi sebagai negara berkembang, nir kemandirian ekonomi. Aturan terkait berjalannya perekonomian sangat bergantung pada negara maju yang kapitalis radikal. Kalau pun parlinsos menjadi solusi, sangat jauh dari kesempurnaan dalam atasi kemiskinan, apalagi kemiskinan ekstrem.

Sistem kapitalisme terlalu serakah untuk mengatasi kebutuhan rakyat. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi adalah jeratan demi jeratan hidup yang berakhir pada kemiskinan global. Semua berakhir pada kondisi titik nadir kehidupan yang jauh dari kata terpenuhi. Sistem kapitalisme serakah hanya bisa tangani masalah dengan masalah, hingga pantas diberi gelar "Biang Masalah".

 Solusi Islam Atasi Badai Kemiskinan Ekstrem

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan paripurna, telah memiliki perangkat solusi yang jelas dalam menghadapi berbagai permasalahan, termasuk masalah kemiskinan ekstrem. Dalam Islam apa pun yang akan menyeret rakyat ke jurang kemiskinan tak akan dibiarkan, apa pun bentuknya. 

Islam tidak akan membiarkan ada penguasaan pihak yang kuat terhadap yang lemah di mana yang kuat menguasai kepemilikan umum. Tak kan dibiarkan individu atau swasta menguasai barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang merupakan milik umum dimiliki individu untuk menjadikan ekonomi pribadi mereka kuat serta mendominasi kekayaan yang seharusnya bukan haknya. Dengan ini tak kan terjadi si kaya terus kaya si miskin terus miskin.

Islam tidak akan melakukan pengembangan perekonomian pada sektor nonriil. Dalam Islam pengaturan pengembangan hanya untuk sektor riil yang secara mendasar menjadi fokus utama dalam sistem ekonomi berbasis syarak. Sektor riil mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Semakin banyak kegiatan produksi yang dilakukan, semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang tersedia, hingga rakyat terhindar dari ketidakmampuan pemenuhan hajat hidupnya. Alhasil kemiskinan bisa dihindari.

Islam dengan sistem Ekonomi yang dijalankannya  menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi seluruh rakyat. Negara memberi kemudahan pada masyarakat untuk memperolehnya.

Tak ketinggalan pula dalam sistem Islam terkait pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya tanpa memungut biaya (gratis).

Sungguh, seluruh mekanisme di atas jika diterapkan sesuai aturan Islam, mengikuti perintah Allah Ta'ala dan sabda Nabi-Nya badai kemiskinan ekstrem akan berlalu berganti dengan kesejahteraan yang pasti tanpa basa basi.

Wallaahu a'laam bisshawaab.

Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Muslimah Peduli Generasi)

Kemiskinan Ekstrem Mengancam Masa Depan Generasi


Tinta Media - Kemiskinan merupakan bencana bagi sebuah peradaban, kemiskinan membuat manusia tidak mendapatkan dan kesusahan memenuhi hak hak hajat kehidupan mereka. Jelas kemiskinan ini akan berefek pada kualitas generasi. Kemiskinan adalah problem dunia, persoalan sistematik yang di hadapi dunia.

Ancaman kemiskinan ekstrem, gizi buruk hingga kelaparan yang di  hadapi anak.  Bukan karena rendah atau tingginya atau cukupnya tunjangan anak  melainkan lebih kepada penerapan sistem kapitalisme secara  global. 

Sebagai mana kita ketahui sistem yang di tetapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Sistem ini memberikan kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga para kapitalis dapat menguasai hajat hidup rakyat, termasuk menguasai sumber daya alam. Padahal sumber daya alam harta yang seharusnya di gunakan untuk menjamin kebutuhan masyarakat seperti menjamin tersedianya layanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Sistem kapitalisme  membuat para kapitalis mengendalikan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan pokok masyarakat dan  sejenisnya. Negara dalam sistem kapitalisme  keberadaannya tidak lebih sebagai regulator
Akibatnya masyarakat  khususnya generasi akan mengalami banyak problem kehidupan. Sistem kapitalis nyata gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyat khususnya para generasinya.

Dalam sistem Islam, negara dan para penguasanya mampu mencegah dan mengatasi permasalahan kemiskinan. Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Islam punya mekanisme menjamin masyarakat  termasuk upaya mengangkat generasi dari kemiskinan. 

Tapi bukan berarti di dalam Islam tidak akan ada orang miskin. Hanya saja mereka masih bisa mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Dengan begitu kualitas generasi tetap akan terjaga. Dengan tersedianya lapangan kerja yang luas serta terjaminnya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Selain itu distribusi hasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan kepada seluruh rakyat sebagai pemiliknya. 

Maka masih mungkinkah di dalam sistem Islam terjadi masalah kemiskinan ekstrem yang berlarut-larut? Jawabannya tentu saja tidak akan. Karena tiga pilar negara berjalan semua pada rel yang Allah ridhai. Yaitu individu yang Sholeh, kontrol masyarakat dan penerapan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan manusia.

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Nifa
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 21 Februari 2024

Zakat Profesi ASN, Instrumen Pengentasan Kemiskinan


Tinta Media - Roda kehidupan terus berjalan, pergantian pemimpin secara bertahap dilakukan agar kesejahteraan, kenyamanan, kedamaian masyarakat dapat tercapai. Namun, realitasnya masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Banyak dari mereka yang tak mempunyai tempat tinggal, pengangguran semakin marak bertebaran akibat dari sulitnya mendapatkan pekerjaan. Keadaan ini, menumbuhkan rasa simpati dan empati dari Bupati Bandung.

Tak dimungkiri, banyak dari warga Kabupaten Bandung yang hidup dalam keadaan miskin dan tak punya pekerjaan. Oleh sebab itu, Bupati Bandung mengimbau agar para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Bandung memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dengan mengeluarkan zakat profesi atau zakat penghasilan rutin dari pekerjaan.

Bupati Bandung berharap, zakat yang dikeluarkan para ASN itu dapat disalurkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Baznas ini tidak hanya sebagai penampung sedekah dan zakat, tetapi sebagai penyalur yang bersinergi dengan pemerintah daerah terutama Dinas Sosial untuk mendukung pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan Bupati Bandung Dadang Supriatna dalam kegiatan siraman rohani di Gedung Moch Toha Soreang pada Senin (5/2/2024).

Beliau sekaligus memberikan apresiasi terhadap peran baznas yang telah mengalami peningkatan signifikan dalam pengumpulan zakat mal atau zakat profesi dengan capaian Rp1,2 milyar/bulan. Kontribusinya telah terlihat dengan adanya pemberian insentif kepada takmir dan marbot masjid di Kabupaten Bandung.

Zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara rutin setiap tahun oleh seluruh umat Islam, baik zakat fitrah maupun zakat lainnya. Salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah fakir miskin. Oleh karena itu, zakat mampu membantu pengentasan kemiskinan dan juga pemulihan ekonomi nasional. Dengan potensi zakat yang sangat besar, tidak heran pemerintah menjadikan zakat sebagai penghubung dalam pengembangan keuangan syariat melalui Baznas, sehingga menjadikan zakat sebagai solusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Imbauan pemerintah untuk mengeluarkan zakat profesi menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Sebab, secara syar’i zakat profesi itu tidak ada dalam Islam. Apalagi, kita ketahui bahwa gaji ASN cukup kecil. Jika dipotong untuk zakat penghasilan, tentu pendapatannya akan menjadi minim dan bisa jadi mengabaikan patokan nishâb dan haul. 

Istilah zakat profesi yang saat ini muncul dikarenakan adanya modifikasi yang terus dikembangkan terkait fikih zakat. Praktiknya diwarnai dengan bid'ah modern, yakni logika kapitalistik yang menganggap bahwa kemiskinan yang terjadi di masyarakat dikarenakan kemalasan mereka dalam bekerja. 

Padahal, sejatinya kemiskinan jelas bukan hanya karena orang malas bekerja sehingga menjadi pengangguran, bukan juga karena banyaknya orang kaya yang tidak bayar zakat. Namun, kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang mengakibatkan kekayaan milik rakyat seperti hutan, minyak bumi, tambang, emas, dan lain-lain dikuasai sekaligus dinikmati oleh para oligarki yang berkolaborasi dengan penguasa. Maka dari itu, jelas bahwa dalam kerangka kapitalisme, zakat menjadi instrumen penting untuk pemberdayaan ekonomi umat dengan target untuk pengentasan kemiskinan sebagai bentuk lepas tangannya negara dalam menyejahterakan rakyat. 

Dalam sistem Islam, zakat wajib dipungut dari para muzakki. Namun, tidak dalam rangka untuk mengentaskan kemiskinan. Kewajiban zakat sama halnya seperti salat, puasa, dan haji. Kewajiban zakat ini diperuntukkan atas setiap muslim yang memiliki harta tertentu yang wajib dikeluarkan zakatnya (nisab) dan telah tersimpan selama satu tahun (haul), kecuali harta hasil pertanian dan buah-buahan yang zakatnya diwajibkan pada setiap panen.

Nash-nash syara' telah menetapkan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu zakat ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing, zakat tanaman hasil pertanian dan buah-buahan (kurma, gandum, kismis, dan jawawut), zakat nuqud (emas, perak) dan zakat harta barang perdagangan.  Semua jenis harta tersebut sudah secara jelas ditetapkan oleh dalil syara'. Oleh karena itu, tidak bisa dikiaskan dengan jenis harta lainnya, seperti harta penghasilan. 

Adapun syara' telah menetapkan bahwa zakat diperuntukkan bagi delapan asnaf, di antaranya fakir, miskin, amilin zakat, mualaf,, riqab (budak), garimin, fi sabilillah, Ibnu sabil, yang semuanya dikumpulkan oleh Amil zakat dan disimpan di baitul mal.

Dalam sistem Islam, kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab penuh negara. Mekanisme pendanaannya telah ditetapkan oleh syariat Islam dan zakat menjadi salah satu sumber pendanaan untuk pengentasan kemiskinan. Namun, untuk mengentaskan kemiskinan, negara dalam sistem Islam mempunyai mekanisme lain, yaitu mengelola kekayaan sumber daya alam secara mandiri tanpa pihak swasta maupun asing. 

Selain hasil pengelolaan tersebut, negara dalam sistem Islam akan menarik jizyah dari kafir zimi, yaitu nonmuslim yang mau tunduk dan taat di bawah kepemimpinan Islam. Negara juga akan menarik kharaj dari rakyat yang telah mengelola secara produktif tanah milik negara. Negara dapat menggunakan harta fa'i untuk kesejahteraan rakyat.

Dari sini tampak jelas bahwa sistem Islam benar-benar mengelola zakat dengan paradigma sempurna kepada rakyat, tanpa harus mengajak atau mengimbau para ASN untuk mengeluarkan zakat penghasilan. Dengan begitu, pelaksanaan ibadah maliyah mereka tertunaikan dengan baik sesuai tuntutan syariat Islam. 
Wallahualam bissawab.


Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Muslimah Pengemban Dakwah Bandung)

Minggu, 18 Februari 2024

Bansos, Bukti Kemiskinan Ekstrem Menggurita



Tinta Media - Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Purworejo menyalurkan bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) berupa beras bulog 10 kg dengan target 72.568 KK di 16 kecamatan untuk periode bulan Januari sampai Juni tahun 2024 untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, mengendalikan inflasi, dan mengurangi stunting. (sorot.co, 26/1/2024).

Selain itu, ada anggaran sebesar Rp505.300.000 untuk bantuan CSR Bank Jateng, dialokasikan untuk pembuatan jamban, penanganan stunting, rehabilitasi rumah tidak layak huni, dan pemasangan listrik dengan target penerima sebanyak 247 orang.

Kebijakan Tambal Sulam

Kebijakan ini seperti mengobati penyakit kanker, tetapi obat yang dikonsumsi hanya pereda nyeri. Alhasil, hanya obat tersebut hanya mengobati sementara, tidak menyembuhkan. Inilah realitas dalam pemberian bansos, apalagi realitasnya sering terjadi ketidakadilan. 

Pertama, bansos kerap kali tidak tepat sasaran. Yang mendapatkan biasanya orang yang memiliki relasi baik dengan pegawai desa. Hal ini bukan rahasia lagi. 

Kedua, ada monopoli bansos sehingga bantuan tidak sampai pada penerima sesuai anggaran.

Di sisi lain, Kabupaten Purworejo berkomitmen untuk menurunkan di persentase stunting menjadi 8% pada tahun 1024. Sejauh ini, negara belum serius menangani kasus ini. Mereka fokus untuk menekan persentase, bukan memberantas tuntas. 

Solusi yang diberikan, hanya sebatas edukasi, pemberian PMT, bantuan tunai, pemberian parsel susu formula, dsb. Padahal, sejatinya akar persoalannya ada pada perekonomian keluarga yang jauh dari taraf sejahtera.

Problema kemiskinan di negeri ini semakin menggurita, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapat kesejahteraan karena memang standarnya asas laba-rugi. Padahal, banyak pergerakan kemanusiaan dari berbagai komunitas, donatur dari kalangan atas, sampai kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi ketimpangan ini. Namun, fakta hari ini menunjukkan bahwa kemiskinan semakin merajalela.

Kemiskinan ini seperti problem horizontal, merambah ke mana-mana. Kemiskinan satu keluarga bisa menyebabkan stunting karena kebutuhan nutrisi tidak dipenuhi, bahkan menyebabkan kualitas SDM menurun, tingkat kriminalitas tinggi, masa depan suram karena biaya pendidikan tidak bisa  terakses, dsb. 

Polemik ini merupakan tugas negara karena mencakup kesejahteraan hidup orang banyak. Kita hidup di sistem demokrasi, yaitu kebijakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat , dan untuk rakyat. Mirisnya, itu hanya retorika belaka. Faktanya, rakyat tidak dilibatkan dalam setiap kebijakan yang ada. Tentu kesejahteraan hanyalah jargon untuk pengambil kebijakan dan oligarki.


Pemberian bantuan ini menunjukkan bahwa negara menempati posisi sebagai regulator kebijakan saja. Dengan bansos, rakyat seolah-olah dibantu, padahal sejatinya mereka dididik hidup mandiri. Alhasil, negara lepas tangan dalam tugas utama menjamin kesejahteraan rakyat. Hal ini terjadi karena ideologi yang diterapkan adalah sekularisme. Ideologi ini memisahkan negara dari agama sehingga aktivitas kehidupan diatur dengan konstitusi undang-undang buatan manusia.

Sudah bisa dipastikan bahwa kebijakan yang dibuat hanya tambal sulam, karena memang akal manusia terbatas. Fenomena ini berbanding terbalik dengan kehidupan di dalam negara Islam.

Kesejahteraan di Dalam Negara Islam

Semua kalangan membutuhkan kesejahteraan, baik aspek sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, tidak pandang muslim atau nonmuslim. Ini merupakan kebutuhan dasar yang harus dicukupi oleh negara. 

Di dalam khilafah (negara dengan ideologi islam), posisi negara sebagai ra'in, yaitu mengatur umat sehingga mendapatkan perlindungan, keamanan, dan kesejahteraan.

Indikator sebuah negara dikatakan berdaya dan adidaya adalah ketika bisa mencukupi kebutuhan dasar ini. Di dalam khilafah, taraf kesejahteraan akan terealisasi dengan sistem dan mekanisme Islam. Semua diimplementasi oleh individu, masyarakat, dan negara secara konsisten sehingga kemakmuran yang dicita-citakan terwujud. Ini telah ditetapkan oleh Islam sebagai kebijakan ekonomi negara khilafah, baik dalam bentuk mekanisme ekonomi maupun non-ekonomi. 

Pertama, negara mewajibkan setiap laki-laki baligh, berakal, dan mampu untuk bekerja. Jika dia telah bekerja, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia harus tetap berusaha melipatgandakan usahanya hingga kebutuhan dasarnya itu bisa terpenuhi.

Kedua, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya. Jika dia termasuk orang yang wajib bekerja dan mampu, bisa dengan diberi sebidang tanah pertanian untuk bertani. Bagi yang tidak mempunyai tanah, bisa dengan diberi modal pertanian. Namun, bagi yang mempunyai tanah tetapi tidak mempunyai modal, bisa juga diberi modal usaha. Bagi yang mempunyai kemampuan tetapi tidak mempunyai modal, bisa juga diberi pelatihan dan pembinaan sehingga bisa mengelola hart dengan benar dan memenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik. Pelatihan yang diberikan meliputi keterampilan dan skill yang dibutuhkan baik di dunia industri bisnis jasa maupun perdagangan.

Ketiga, jika faktor pertama dan kedua di atas tidak berjalan, maka negara khilafah bisa menempuh mekanisme non-ekonomi, khususnya bagi anak-anak terlantar, orang cacat, orang tua renta, atau perempuan yang tidak mempunyai keluarga.

Terhadap mereka, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan dengan mereka untuk membantu, bisa melalui skema sedekah, zakat, dan infaq. Jika ini tidak ada, maka negara akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan sehingga mereka bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik.

Keempat, mekanisme non-ekonomi yang tidak kalah penting adalah hukuman bagi tiap laki-laki baligh, berakal, dan mampu bekerja, tetapi tidak bekerja atau bekerja dengan bermalas-malasan, maka negara akan menjatuhkan sanksi dalam bentuk ta'zir. Demikian juga bagi setiap individu yang berkewajiban menanggung keluarga, tetapi tidak melakukan tanggung jawab tersebut dengan baik dan benar, maka negara pun akan menjatuhkan sanksi.

Sama halnya ketika ada orang kaya yang berkewajiban untuk membantu tetangganya, tetapi abai terhadap kewajiban tersebut, maka negara bisa memberikan peringatan kepada mereka, termasuk ketika negara sendiri lalai dalam mengurus kebutuhan rakyat, maka para pemangku negara harus diingatkan.

Mekanisme ekonomi dan non-ekonomi di atas tentu belum cukup untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu, Islam menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan tersebut. Sistem ekonomi ini tercermin pada tiga aspek.

Pertama, kepemilikan terdiri dari kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariah sehingga bisa dimanfaatkan. Contohnya lahan pertanian. Sebagai milik pribadi, lahan tersebut tidak bisa dimiliki oleh negara karena masing-masing telah diatur dan ditetapkan kepemilikannya oleh syariah.

Kedua, pemanfaatan kepemilikan, baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut karena hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Sebagai contoh, harta pribadi bisa digunakan untuk pemiliknya, tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka.

Ketiga, distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari masalah ekonomi. Apabila distribusi kekayaan tersebut berhenti, pasti akan timbul masalah ekonomi, sebaliknya ketika distribusi kekayaan ini lancar, maka dengan sendirinya akan sampai ke tangan individu per individu 

Masalah ekonomi ini pun teratasi. Karena itu, Islam melarang dengan tegas menimbun harta emas perak dan mata uang. Hal itu tidak lain agar harta tersebut berputar di tengah-tengah masyarakat dan bisa menggerakkan roda perekonomian sistem ini kemudian ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal.


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pegiat Literasi)

Senin, 12 Februari 2024

Bansos: Alat Politik untuk Memenangkan Suara atau Solusi untuk Kemiskinan?



Tinta Media - Presiden Jokowi telah memberikan berbagai bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun lalu, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kg, BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, dan BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Menurutnya, bansos tersebut bertujuan untuk menguatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, di tengah kenaikan harga pangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
(detik.com 2/2/2024) 

Kendati Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian bansos sama sekali tidak berkaitan dengan keuntungan politik bagi paslon tertentu dalam Pemilu 2024 dan sudah melalui persetujuan mekanisme dari DPR dan dana APBN. Namun, penyaluran bansos tersebut dianggap sebagai alat politik untuk memenangkan suara dalam Pemilu. 

Hal itu bisa di katakan wajar terjadi, akibat sebagian orang beranggapan bahwa pemberian bansos merupakan cara untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Oleh karena telah banyak pihak-pihak yang mencoba memanipulasi penyaluran bansos dengan memprioritaskan penerima bansos yang akan memberikan dukungannya pada calon tertentu dalam pemilihan. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam era demokrasi, kekuasaan dianggap sebagai sumber tujuan yang harus diperoleh dengan segala cara. Sebagai sistem politik yang menganut kebebasan, segala peluang akan dimanfaatkan. Namun, pada kenyataannya sistem ini jelas-jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. 

Kemiskinan merupakan masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar permasalahan. Mereka harus memahami bahwa memberikan bantuan sosial (bansos) saja sepanjang waktu tidak akan memberikan perubahan besar. Terlebih lagi, semakin banyak bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum, semakin meresahkan masyarakat karena bantuan tersebut cenderung disalahgunakan oleh sejumlah orang. 

Di sisi lain, kesadaran politik yang rendah, rendahnya pendidikan, dan kemiskinan yang menimpa, membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan pasti lebih membutuhkan bantuan dan saat bantuan tersebut diberikan, maka mereka akan cenderung menaruh harapan dan akan tergantung pada pemberi bantuan tersebut. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pemilih yang mudah dipengaruhi atau bahkan dibeli dengan pemberian bantuan sosial. 

Maka jika kita bertanya, mungkinkah kesejahteraan bisa didapatkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini? Tentu saja tidak. Karena demokrasi cenderung mendukung kekuatan kapitalis yang mempromosikan liberalisasi pasar dan perdagangan bebas, sehingga mengabaikan kelompok yang lebih lemah. Itulah mengapa kemiskinan masih tinggi secara relatif dan sulit untuk diatasi, sebab negara selalu tunduk pada kekuatan pasar. 

Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan paradigma Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat satu per satu. Selain itu, pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus urusan umat sehingga harus aktif mencampuri kehidupan rakyatnya, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan. Melalui berbagai mekanisme yang sejalan dengan metode Islam untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melalui sistem ekonomi Islam. 

Keunggulan sistem ekonomi Islam terlihat  dari pengaturan dan pemisahan kepemilikan harta secara jelas, pengelolaan harta dengan mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, dan mubah, distribusi kekayaan secara adil tanpa penimbunan, memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif, menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil tanpa intervensi harga dan memberikan sanksi ta'zir pada pemanfaatan harta haram, dan menerapkan mata uang berbasis emas dan perak sebagai alat tukar internasional yang universal. Semua ini bertujuan mencapai kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. 

Islam pun mengajarkan bahwa segala bentuk kekuasaan adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dalam artian, penguasa wajib mengurus rakyat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara juga harus mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini bertujuan agar rakyat memiliki kesadaran atas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang menjalankan amanah dan jujur, jelas akan lebih berkualitas, karena keimanannya dan takwa kepada Allah SWT, serta memiliki kompetensi sebagai bekal dalam memimpin tanpa perlu pencitraan agar disukai rakyat. 

Oleh karena itu, dalam rangka mengentaskan kemiskinan, negara perlu memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab salah satu faktor rendahnya kesadaran politik adalah kurangnya pendidikan dan informasi yang benar. Dengan pendidikan yang layak dan berkualitas, masyarakat akan lebih mudah memahami situasi politik dan lingkungannya. Ini akan meningkatkan kesadaran politik mereka dan membuat mereka lebih mudah untuk memilih calon pemimpin yang kompeten dan berkualitas. 

Dalam kesimpulannya, keberhasilan sebuah negara tidak hanya dinilai dari kekuatannya dalam perekonomian saja, namun juga dinilai dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami situasi politik dan berbagai persoalan yang tengah di hadapi bangsa, salah satunya kemiskinan. Sedangkan sebagai seorang pemimpin, penting untuk memiliki kepekaan sosial dan menjalankan amanah dengan kejujuran serta mengutamakan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan serta berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. 

Dan sebagai umat muslim, penting untuk kita mengutamakan nilai-nilai ini dalam berpolitik dan mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, maka kita akan menjadi generasi yang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia. 

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Minggu, 21 Januari 2024

Pemanfaatan Tani Lahan Pekarangan, Solusi Kemiskinan?



Tinta Media - Dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pemerintah kabupaten  melakukan salah satu upaya dengan mengubah perilaku ekonomi masyarakat, khususnya para petani, dengan  program pemanfaatan tani pekarangan di wilayah Kampung Tareptep, Desa Mekar Manik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. (Selasa, 12/12/2023)

Menurut Irawati, selaku  koordinator kelompok tani himpunan orang tani dan niaga (Hotani), pemanfaatan lahan pekarangan yang kosong ditanami tanaman produktif, seperti sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, tanaman hias, obat-obatan, dan lainnya, diharapkan akan memberikan hasil keuntungan dan manfaat lebih bagi petani.

Ini adalah salah satu program pemerintah dari sekian banyak program yang digulirkan kepada masyarakat untuk menurunkan angka kemiskinan. Namun, faktanya kemiskinan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah. Salah satu penyebabnya adalah karena program tersebut  pendistribusiannya sering tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, bahkan sering menjadi ajang korupsi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Itulah yang terjadi pada program-program dalam bidang pertanian lainnya yang pernah ada, seperti program regenerasi pertanian, program kartu tani, program smart farming, bahkan pupuk gratis, dan sebagainya.

Terkait program pemanfaatan tani lahan pekarangan yang dilakukan untuk menurunkan jumlah angka kemiskinan tersebut, benarkah akan menjadi solusi? Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa mempunyai lahan pekarangan saja tidak cukup jika ingin dijadikan lahan pertanian, sehingga mengharuskan pemerintah untuk benar-benar sepenuh hati dalam mengurusinya. 

Masyarakat yang memiliki lahan pekarangan pasti membutuhkan bibit, pupuk, pengairan, dan proses berikutnya seperti ketika panen, pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat yang  mempunyai lahan pekarangan tetapi sempit, atau bahkan tidak mempunyai sama sekali, tentu tani lahan pekarangan tidak akan menjadi solusi kemiskinan. Selain kebutuhan dana, keahlian pun harus dimiliki, mulai dari proses praproduksi, produksi, hingga packing dan pemasaran.

Karena merupakan program pemerintah, dukungan berupa modal dana dan keahlian untuk bertani pun harus disokong oleh pemerintah. Hal ini karena banyak masyarakat yang tidak mempunyai penghasilan tetap. Jangankan untuk modal usaha,  bertani lahan pekarangan, untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan sehari-hari pun terkadang kesulitan. Di sisi lain, para petani di pedesaan  yang mempunyai lahan sedikit saja, hidupnya dalam keadaan serba sulit, bahkan untuk biaya bertani pun tidak ada. Pada akhirnya, para petani tersebut lebih memilih menjual lahannya.

Di sisi lain, lemahnya dana di pihak petani kecil dimanfaatkan oleh para investor swasta, asing dan aseng untuk membeli lahan pertanian tersebut, dan melakukan kerja sama dengan pemerintah setempat dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat setempat. Tak jarang, mereka melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat rekreasi, perumahan, dan juga industri.

Jika pun para investor tersebut bergerak dalam bidang pertanian, maka para petani kecil dan program tani lahan tidak akan mampu bersaing dengan para investor yang memiliki kekuatan modal, bahkan pasar.
Dari realitas tersebut, jelaslah bahwa program tani lahan pekarangan tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini karena akar kemiskinan masyarakat adalah penerapan sistem  neoliberalisme-kapitalisme, yang asasnya hanya manfaat semata dan menguntungkan bagi para pemilik modal (kapitalis) saja, sehingga kehidupan rakyat terabaikan dan jatuh pada kemiskinan. Selama kebijakan neoliberal-kapitalistik masih diterapkan di negeri ini, kemiskinan tidak dapat dikurangi, apalagi diselesaikan hingga tuntas.

Dalam bidang pertanian, selain para kapitalis ini menguasai dari hulu hingga hilir, mereka juga sering melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi destinasi wisata atau pemukiman elite penduduk. Sementara, untuk pemenuhan komoditas pertanian, menyuplai kebutuhan pangan nasional, penguasa sering bekerja sama dengan para koorporasi untuk melakukan impor.

Ini berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Islam mengatur seluruh kehidupan dan manusia. Ketika aturan tersebut diterapkan secara kaffah (keseluruhan), maka janji Allah dalam QS Al-'Araf ayat 96 akan terwujud, yaitu:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Dalam pengaturan masalah pengelolaan tanah, Islam menetapkan aturan yang terdiri dari:

Pertama, kepemilikan, meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Tanah milik individu dikelola oleh individu. Islam mewajibkan negara untuk membantu rakyat agar maksimal dalam mengelola tanah, mulai dari kemudahan bagi rakyat dalam mengakses ketersediaan benih, pupuk, air, dan dalam distribusi hasil panen, serta pemasaran.

Kedua, infrastruktur yang memadai untuk memudahkan arus barang (hasil pertanian), dan jasa.

Ketiga, sehatnya iklim usaha, termasuk pertanian, sehingga memotivasi petani untuk maksimal dalam produksi, distribusi, dan pemasaran. 

Keempat, independen dalam pertanian sehingga menciptakan ketahanan pangan, tidak harus impor. Dalam pengelolaan tanah pertanian, tidak diperbolehkan adanya monopoli oleh pihak tertentu, tidak diperbolehkan adanya investor asing (dari luar negara). Semua dalam pengelolaan oleh negara, melalui departemen pertanian.

Inilah tata kelola pertanian dalam Islam yang ada dalam penerapan sistem ekonomi Islam. Ditopang oleh sistem moneter Islam yang berasas emas dan perak, akan tercipta stabilitas ekonomi dalam negeri yang kokoh. Kesejahteraan dan keadilan rakyat akan terjamin, sehingga mampu mengentaskan kemiskinan di tengah rakyat. Hal ini adalah berkah dari penerapan Islam kaffah, yang memiliki kedaulatan dalam menentukan kebijakan negara, termasuk dalam bidang pertanian. Wallaahu'alam bishshawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Jumat, 29 Desember 2023

Mengentaskan Kemiskinan, Mustahil dalam Sistem Demokrasi


Tinta Media - Tingkat Kemiskinan Kabupaten Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional mengalami penurunan sebesar 0,3%, dari 1,78% pada 2021 menjadi 1,48% pada Tahun 2022. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna di Hotel Emte Rancabali, Bandung, Senin (11/12/2023) saat menghadiri pelantikan pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM). 

Dalam upaya menekan angka kemiskinan ekstrem, Pemkab Bandung mengadakan berbagai program, seperti Program Insentif Guru Ngaji, Pinjaman Modal Bergulir Tanpa Bunga dan Tanpa Jaminan, serta Kartu Tani Si Bedas. (RadarOnline.id, BANDUNG) 

Menurut  Dadang Supriatna, hadirnya IPSM inilah yang menjadi bukti dan tanggung jawabnya terhadap elemen pembangunan demi terwujudnya Kabupaten Bandung Bedas yang selaras dengan misi ketiga, yaitu mengoptimalkan pembangunan daerah berbasis partisipasi masyarakat berkreativitas tinggi dalam bingkai kearifan lokal. 

Kesejahteraan dan hidup berkecukupan adalah sesuatu hal yang didambakan seluruh manusia, karena pada fitrahnya tidak ada seorang manusia yang ingin hidupnya susah dan kekurangan. Adapun survei yang dilakukan oleh pihak pemerintah, itu hanya sebuah angka dan tidak bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan. 

Hal ini karena pada kenyataannya, kesenjangan ekonomi masih tidak seimbang,  pengangguran masih tinggi, serta masalah stunting yang terus menjadi polemik berkepanjangan. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan pihak pemerintah untuk menyesuaikan persoalan tersebut, tetapi semua solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar masalah. 

Kemiskinan ekstrem pada dasarnya membuktikan betapa lalainya penguasa dalam mengurus rakyatnya. Padahal, negara ini kaya akan sumber daya alam yang seharusnya sangat mencukupi kebutuhan manusia sebagai bentuk karunia dari Allah Swt. 

Namun, ketika yang digunakan adalah aturan manusia, yaitu sistem ekonomi kapitalis, maka wajar jika yang dihasilkan adalah kerusakan dengan berbagai keruwetan dan masalah. Inilah akar masalah yang menjadi penyebab berbagai karut-marut kehidupan hari ini. 

Namun, faktanya mencari pekerjaan sekarang sulit, harga-harga kebutuhan pokok mahal, kesehatan mahal, pendidikan yang berkualitas juga tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmati atau menjangkau semua itu, sedangkan masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah tidak bisa menikmatinya. Uang pajak yang ditarik dari rakyat pun tidak dikelola dengan baik untuk kepentingan publik, tetapi justru banyak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab. 

Terbukti, maraknya korupsi di sistem kapitalisme demokrasi menjadi hal tak terelakkan dan semakin merajalela walaupun para pejabatnya beragam Islam. 

Begitulah ketika agama tidak dijadikan tolok ukur perbuatan, maka rusaklah tatanan kehidupan. Adapun survei turunnya angka kemiskinan ekstrem, hal itu bagus, tetapi akan lebih baik jika penyelesaiannya dilakukan secara struktural dan mendasar dengan mengubah sistem buatan manusia menjadi sistem buatan Allah, Sang Pencipta alam semesta. 

Dengan penerapan Islam kaffah, maka rakyat akan diurus dengan baik sesuai syariat Islam. Lapangan pekerjaan untuk laki-laki akan terbuka luas sehingga sangat minim adanya pengangguran. Seorang pemimpin dalam Islam akan betul-betul memantau rakyat. Jika ada yang tidak mempunyai pekerjaan, maka akan diberikan pekerjaan sesuai dengan keahlian. 

Masalah sandang, pangan, dan papan adalah kewajiban negara untuk memenuhinya. Negara tidak boleh lepas tangan dalam masalah ini. Dengan dana dari baitul mal yang dihasilkan dari harta kepemilikan umum, seperti  barang tambang, hasil hutan, hasil laut, dan sebagainya, sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Semua dikelola sesuai aturan Islam untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. 

Dalam Islam, kepemilikan  terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, pribadi, dan negara. Dalam Islam, pihak asing tidak mempunyai hak kebebasan memiliki. Ini tidak seperti dalam sistem kapitalisme liberal yang bebas memiliki dan mengelola sumber daya alam asalkan punya modal. Maka dari itu, ketika semua aturan sesuai syariat, kesejahteraan, keadilan, dan keberkahan akan terwujud nyata. Hanya sistem ekonomi Islam satu-satunya solusi terbaik yang harus diupayakan agar bisa diterapkan dalam sebuah negara. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab